Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 05 Oktober 2011

HAMA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer L)


Sebenarnya antara tikus rumah dan tikus sawah itu agak berbeda, Tikus sawah berwarna agak abu-abu dan bagian perut dan dada sebelah bawah agak putih, sedangkan Tikus rumah agak gelap, besarnya, tikus rumah lebih besar, maklum sesama pencuri dia lebih makmur.

 Meskipun sama cerdasnya dengan tikus rumah, bila berniat menembus lubang apapun asal kepalanya yang runcing itu bisa masuk, maka loloslah badannya yang tambun itu.
Termasuk bangsa Pengerat / Rodentia empat gigi depannya seperti pahat, hebatnya gigi ini kuat sekali dan tumbuh terus-menerus, untuk tikus sawah mungkin ini no problem sebab bisa diasah dipakai mengerat apa saja dan dimana mereka suka, tapi  bukan untuk tikus rumah mereka sangat dekat dengan manusia, malah siang hari bolong terpaksa mengasah gigi gigi depanya, mengerat kret, kret, kret,………. …mungkin buku-buku anda yang jadi korban, maka terpaculah anda beli racun buat  si kurang ajar.

Tikus sawah bisa jadi hama yang sangat hebat, jumlahya cepat jadi banyak, apalagi bila dietnya kaya dengan karbohidrat, mulai kawin usia 7 hingga10 bulan, setahun sepasang tikus sawah bisa lima kali beranak, sekali keluar 6 – 10 anak bayi tikus, bisa  mencapai 12 anak, akhir musim hujan anaknya bertambah buaanyak.

Karena musim kemarau makanan agak susah, jadi yang menjadi korban padi sawah pada musim padi kedua, tikus sawah bermigrasi mencari sawah beririgasi dan pada  akhir nusim hujan bisa tanam padi.  

Persatuan harus kompak dari petani-petani pada satu hamparan,  keharusan memberantas pada saat yang sama, ini yang selalu menjadi kesulitan pokok dewasa ini. Lha mosok sudah padinya diserang habis, pada usia dini (saat menjelang bunting)  masih disuruh datang menggropyok tikus, atau membeli umpan yang tidak murah dan memasangnya berkali-kali, padahal bagi dia harapan panen sudah pupus.

 Cara menyerang hama tikus sawah sangat sadis, padi dihabiskan rata petak demi petak, dimakan batangnya merata,  disisakan dua tiga baris di pinggir dekat pematang seolah-olah pagar, kadang-kadang petani sudah kehabisan modal untuk menanam kembali, hanya menunggu setiap rumpun yang sudah diserang tumbuh kembali (Bhs Jawa : singgang )  dengan menunggu panen anakan padi yang sudah dirusak...menunggu waktu tumbuh kembali  sampai masak dua tiga bulan, sedih deh...

Kecuali “gropyokan” perburuan ramai-ramai di sawah beberapa desa serentak yang peralatannya macam macam, dengan “emposan” tikus persis hair dryer tiga empat kali lebih besar anginnya didapat dari kipas yang diputar dengan tangan untuk menghembuskan uap belerang lantas uap belerang itu “diemposkan” ke lubang sarang tikus, diupayakan agar semua lubang keluar terlebih dahulu dibuntu, bila ada yang masih lolos  lewat lubang yang tersisa, maka diburu ramai-ramai, bisa ditambah dengan anjing-anjing pemburu tikus, pokoknya begitu tertangkap trus dibanting mati, cara ini pasti efective karena beritanya tidak pernah “bocor” terlebih dulu, kayak biasanya razia PSK atau waria di jalan-jalan yang remang-remang.

 Setidak-tidaknya tikus tidak pernah mengerti meskipun oleh para petani rapat berulang-ulang. Ya karena si penggerak adalah para Petani Maju, para Petani Andalan dan Kontak Tani,  dipimpin oleh PPL  atau Pegawai dari Kelurahan atau Kecamatan,  adalah tokoh-tokoh atau yang menokohkan diri yang otomatis adalah Pengurus Himpunan Tani: Organisasi setengah resmi, mereka rata-rata pintar sekali, perkara tikus sawah ratusan cara mereka bisa cerita yang mengesankan, misalnya menangkap tikus sawah hidup-hidup trus di-ikat giring-giring di badannya, ada yang cerita mengikat lubang duburnya sehingga bila dilepas bakal mengacau temannya.

Kisah ini indah-indah, seperti ada yang membuat ular-ularan dari daun kelapa atau sehelai plastik dll, pokoknya ini semua menurut saya sangat meremehkan kecerdaran tikus.
Prakteknya... ya ndak ada tikus yang cukup bodoh dengan mudah menyerahkan diri untuk ditangkap.
Kebanyakan para organisatoris ini tinggal di desa, tapi maaf... profesi sebenarnya adalah calo-tengkulak-hasil-bumi, -pedagang ternak, rentenir, apa saja,- bukan Petani seratus persen, sebab petani beneran sangat sibuk mengurus perutnya masing-masing yang harus di-isi, sekeluarga sibuk bekerja semua.

Lha yang Andalan -Andalan ini kalau bisa, menarik dana dari siapa saja, dari apa saja, untuk ini dan itu dan diharapkan ada sponsor-sponsor, syukur-syukur ada yang menggunakan “event” ini dari oknum  Tingkat Dua (Kabupaten)… “yang mana” .... “terkait”….dan  …”significant”….untuk melongsorkan dana, ini porsi-nya mereka yang tidak kebagian mark up. Atau Caleg dan Cabub atau calon apa saja yang perlu ramai-ramai di-cover media massa. Si Andalan-Andalan ini ada waktu buat merajut dukungan uang yang pada akhirnya ditilep Panitia... Rame-rame gropyokan tikus tetep ada meskipun sudah terlambat, serangan sudah meluas.  

Begini, ada cara pengendalian yang lebih longgar dalam hal saat mengendalikan tidak  harus sehari itu bersama-sama,  yaitu dengan umpan beracun golongan Rodentisida.

Rodentisida ini ada yang harus dicampur dengan umpan makanan yang disukai tikus ada yang sudah siap saji, dalam pemasangan umpan sebisa mungkin bersamaan di wilayah yang luas, tapi setiap petak kepemilikan sawah bisa selang dua tiga hari, dengan syarat diumpan ulang bila ternyata umpan habis dimakan, artinya tidak “kapok”.   

Semua umpan juga bisa dimakan oleh binatang lain selain tikus, ada ciri khasnya bila umpan bekas dimakan tikus, atau binatang yang lain.
Tikus sawah begitu pintar sehingga bau tangan manusia mereka bisa kenali, bila ada temannya yang tergeletak mati dimana-mana dekat dengan umpan dan bau tangan manusia, dia mengerti kalau teman temannya telah tewas diracun manusia,  lantas si tikus cerdas ini “kapok” dan ndak mau makan umpan lagi, berarti pengumpanan gagal.

Hal 'kapok' ini bisa terjadi bila rodentisida yang dipakai bersifat acute artinya makan beberapa menit langsung mati, biasanya ini yang disenangi petani, hasilnya nampak, melegakan – tapi kegagalan selalu membayangi di belakangnya.

Jenis rodentisida acute (akut) misanya ”zinkc phosphite” dan “Temik”  yang terkenal sebagai racun babi sebab terlalu acute, babi hutan yang beratnya limapuluh kilogram saja sepuluh langkah bisa mati, binatang ini memang rakus, dan tidak pintar kayak tikus sawah jadi umpan yang dimakan banyak, juga racunnya juga terikut banyak (racun babi sudah Temik dilarang 20 th yang lalu) .

Jenis kedua adalah rodentisida yang “chronic” artinya walau pasti tapi memerlukan beberapa hari baru si tikus mati, dengan ini sulit untuk dimengerti oleh tikus yang masih hidup, –untuk menangkal racun yang jenis ini, sekarang baru badan tikus sendiri menghasilkan “kekebalan”, jadi  ya sembuh kembali, menyerang kembali dengan gagahnya, bila sejenis rodentisida ini dipakai terus menerus, misalnya “Warfarin” berbagai merek dagang, racun ini ternasuk anticoagulant artinya darahnya sulit membeku bila termakan racun warfarin ini darah tidak bisa beku sehingga terjadi perdarahan tikus mengalami anemia acute, kekurangan ciaran tubuh  dan mati kehausan, biasanya dekat air, mestinya bergantian dengan jenis anticoagulant yang lain misalnya jenis “brodifacoum” dengan yang lain misalnya “racumin” atau jenis yang  lebih canggih.

Di Negara maju, pengumpanan dengan mencampur sendiri sangat dihindari, sebab hewan piaran, unggas ternak maupun binatng liar,  mammalia liar harus  dijamin tidak ikut nimbrung makan umpan, pabrik khusus membuat umpan tikus “siap saji” dibuat berwarna biru,  warna biru muda warna makanan yang tidak disukai bangsa burung, campurannya jenis lilin yang awet tidak mudah terinfeksi cendawan,  diberi bau-bauan yang tikus justru suka karena penciumannya sanga tajam, rasanya pahit karena tikus tidak merasakan pahitnya umpan yang memang  pahit, sedangkan binatang lain ndak suka yang pahit, ukuran yang pas untuk  mulut tikus dll. Ini semua dibuat untuk melindungi non tikus, alias melindung lingkungan, semua berdasarkan research yang panjang, jadi ya racun ini cukup mahal, mungkin mayoritas tak terjangkau kantong petani di sini.

Sebenarnya ada cara lain yaitu menanam padi sepetak di tengah sawah saat padi kedua (padi musim kemarau), tapi dirancang ditanam beberapa minggu lebih awal dari yang lain, lantas dipagar rapat dengan plastic lembaran keliling  tanaman padi rapat rapat, ini untuk mengumpan tikus sawah.

Diberi beberapa lubang untuk  tikus masuk berpesta, begitu masuk lubang, terus ditampung oleh semacam kandang dari kawat ram ukuran dos besar dipasang mulut mirip bubu ikan dari kawat baja, uraian kawat sling baja, bisa masuk tidak bisa keluar, ratusan tikus akhirnya terperangkap dalam  perangkap kawat ram, pagi pagi lantas ditenggelamkan hingga tikus-tikusnya mati, sambil mencuci bersih bubu tikus tersebut agar bisa dipasang malam berikutnya, cara ini juga efektif, asal tidak terdeteksi oleh tikus-tikus  dari bau manusia yang masih menempel di perangkap kawat.

Bahayanya tikus-tikus bisa bikin lubang sendiri yang aman, dari lubang-lubang kecil lantas digerek (dikerat) pada pagar plastik lembaran keliling, atau di koridor untuk masuk bubu bocor.
Tentu saja akal ini bukan ceritanya Petani Pintar Andalan, tapi dari Dinas Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pangan.

Kini ganti cerita saya sendiri, bila diperhatikan tahun demi tahun, ada wilayah-wilayah tertentu yang langganan serangan tikus sawah, kebanyakan ada hubungan dengan sungai besar yang dulunya penduduk terbiasa mencari ikan, ada kebiasaan mencari ikan, lantas kebiasaan ini juga dipakai untuk mencari ikan di setiap perairan di sekitar huniannya.

Ada kebiasaan menaruh perasan Akar Tuba (konon perasan akar ini menandung “rotenone”, di desa desa lain, jarang orang tahu tumbuhan ini)  beracun memabokkan  ikan,  di perairan apa saja untuk membuat ikan mabuk, dan dapat ditangkap dengan mudah. Sekarang bukan akar tuba lagi, tapi “kalium cyanide” orang desa menyebut “potas” bahan sangat beracun yang biasa dipakai dalam industri, juga untuk melapisi logam dengan emas yang tipis sekali.

Kebiasaan ini ada hubungannya dengan tikus. Di setiap perairan, selokan, kubangan, pasti ada jenis ikan yang masih bayi ikan yang memang kecil yang bahkan mati secara massal, bukan hanya mabuk bila diracun dengan kalium cyanida yang sangat mudah  di dapat di pasar-pasar desa, ikan-ikan kecil ini, bayi-bayi ikan, tempayak ikan, mereka ini adalah makanan bayi ular-ular dari macam macam jenis, ular- ular ini adalah musuh alami dari tikus-tikus sawah bila sudah jadi ular cukup besar.

Lha, makanan bayi-bayi ular ini jadi langka terikut mati diracun potas, bayi-bayi ular yang sebesar kelingking atau lebih kecil tidak selalu dapat menangkap serangga atau binatang kecil yang lain ( karena  apa? ), sebab terlalu gesit, tempayak ikan jadi langka, trus makan apa ? Belum lagi pencarian ular untuk diambil kulitnya, untuk obat dll. Akhirnya ular apapun di wilayah dekat sungai besar di perairan dan di selokan jadi langka, tikus sawahpun merajalela,  danberani bermigrasi sampai puluhan kilometer. 

Di wilayah lain yang jauh dari sungai besar, misalnya wilayah Pantai Selatan, tidak ada sungai besar, penduduknya tidak kenal kebiasaan meracun ikan, ya ndak ada tikus sawah merajalela.
Ini cerita saya. Pesan saya : "Hai Pak Tani, Ibu Tani  dan anak-anaknya jangan sekali kali meracun ikan, apalagi dengan potas!" (maksudnya potasium cyanide),  dan jangan sekali-kali anda mencari  ular untuk dijual,  bila ada yang berbuat demikian maka bisa dibilang dia musuh orang desa, tangkap dan nasehati. Dulu, konon masih ada Ular Sawah atau ular Phyton, sebesar paha tidak mengejutkan petani, tidak diganggu karena dipercaya sebagai incarnasi Dewi Sri, para petani jaman dulu percaya ular ini melindungi tanaman padi dari serangan tikus.

Nah... ini seklumit cerita saya tentang tikus, dan demi membantu warga Desa; saya menghimbau kepada Bapak Polisi Desa, Bapak Koramil dekat Desa, dan apalagi Bapak Babinsa, di mana figur-figur ini masih ditaati oleh warga Desa, agar Bapak-bapak Aparat semua mengerti tentang kesimbangan alam dan musuh alami setiap hama. Musuh alami tikus adalah ular, maka dari itu saya mohon cegahlah warga desa ramai-ramai berburu ular.  Ini memang sulit karena di  KUHP tidak ada. (*)

(oleh : Ir Subagyo M.Sc, Bercita-cita  : Indonesia mandiri secara agraris)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More