Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

INDONESIA PUSAKA TANAH AIR KITA

Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi nan Jaya, Indonesia tempatku mengabdikan ilmuku, tempat berlindung di hari Tua, Sampai akhir menutup mata

This is default featured post 2 title

My Family, keluargaku bersama mengarungi samudra kehidupan

This is default featured post 3 title

Bersama cucu di Bogor, santai dulu refreshing mind

This is default featured post 4 title

Olah raga Yoga baik untuk mind body and soul

This is default featured post 5 title

Tanah Air Kita Bangsa Indonesia yang hidup di khatulistiwa ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus senantiasa kita lestarikan

This is default featured post 3 title

Cucu-cucuku, menantu-menantu dan anakku yang ragil

This is default featured post 3 title

Jenis tanaman apa saja bisa membuat mata, hati dan pikiran kita sejuk

Sabtu, 30 Juli 2011

Catatan Mengenai Hidup dan Kehidupan Manusia

 Blogku ini adalah diary dan tumpahan semua ideku. Dan catatan ini kudapat  dari pencarian sepanjang hidup.

Dunia manusia adalah Alam Raya yang berdimensi 4, dimensi 3 menentukan ruang dan dimensi ke 4 adalah waktu.
Di atas Alam yang berdimensi 4 tempat existensi manusia, masih ada alam alam lain yang berdimensi lebih tinggi,  dengan dimensi 5  dimensi 6 dimensi 7. ( Dalam Al Qur’an langit bersusun 7 inikah susunan dimensi alam alam itu ?)
    Ada aksioma bahwa alam dengan dimensi satu tingkat lebih tinggi bisa muat alam alam yang jumlahnya tak terbatas dari dimensi di bawahnya, contohnya satu “bidang” punya dua dimensi mengandung “garis” yang hanya punya satu dimensi -tak terhingga, satu luasan bidang,  setiap garis punya “singgungan” mempunyai “titik potong” dengan garis lainnya tak terhingga, dengan derajad kemepetan yang tak terhitung.
Dari sini disimpulkan bahwa bila ada alam dengan 5 dimensi satu tingkat saja di atas alam dimensi manusia yang berdimensi 4, pasti mengandung alam 4 dimensi yang lain, tak terbatas jumlahnya, pasti ada pada satu saat ”bersinggungan” dengan ruang dan waktu existensi seseorang, dengan segala konsekuensinya.  Apabila “waktu” di alam sesama berdimensi 4 yang skalanya lain, akibat dari “kecepatan” rambat, atau “ frekwensi getaran  elemen dasar”  yang ada di alam tersebut  lebih dari kecepataan cahaya,  mungkin  bisa bersinggungan dengan alam 4 dimensi kita, manusia peka mungkin  ketemu “penghuninya” bila kebetulan ada, mungkin merasakan “suasana”, mungkin bisa memanfaatkan imbas energinya,  apapun mungkin, yang pasti “kondensatnya atau hasil transformasinya di alam kita akan menjadi sangat  berlipat-lipat nilai lokalnya.
Apa yang berada dalam Alam 4 dimensi adalah “energi” dan “materi” sebagai perwujudan mendua masing masing ada secara dwitunggal – rwa bhinedha. Contoh klasik adalah fenomena “sinar” atau cahaya yang sekaligus bisa dinyatakan sebagai energi dan materi. Juga kedua sisi existensi ini bisa saling bertukar wujud yaitu energi bisa jadi materi dan materi bisa jadi energi. Dinyatakan oleh rumusan  Albert Einstain : E = m c kwadrat.
Ilmu Fisika nuklir menyatakan betapa alam raya dimensi nya manusia terlalu pejal, miskin energi kaya materi pejal, mungkin alam 5 dimensi cenderung lebih “kaya” energi dan “kondensat” energi jenis ini menjadi jenis materi yang jauh kurang pejal, atau ber derajad “vibrasi” yang jauh lebih tinggi.
 Konsekuensi dari dugaan ini, manusia dengan alam raya 4 dimensi sangat bisa bersinggungan dengan alam 4 dimensi atau yang lebih tinggi. Yang skala waktu atau kecepatan gerak lebih tinggi dari kecepatan cahaya dengan derajad energi yang jauh lebih tinggi, memungkinkan mengalirnya energi dari “jenis lain” bisa berperan dalam kehidupan sehari hari, melewati suatu “transformer” seperti tansformator listrik dalam Fisika alam kita.
Ada pesan  dari hampir semua Agama lurus, bahwa manusia berasal dari alam dengan dimensi yang tinggi.
Satu “kehendak” dari dimensi “Maha Tinggi”- Allah,  dengan seketika terciptalah alam raya dengan 4 dimensi kayak“the big bang” nya Stephen Hawking  yaitu ditandainya energi terhebat yang dalam seketika menciptakan alam raya 4 dimensi dengan gradasi kecepatan yang berbeda beda yang erat hubungannya dengan demensi waktu dan tingkatan energi yang dikandung.  

Manusia tinggal di alam dimensi 4  dengan gradasi waktu dan kecepatan yang rendah hanya sementara, sebenarnya Manusia tempatnya di alam raya dengan dimensi dimensi tinggi, sangat tidak pantas untuk terpikat kepada  kehidupan di sesama dimensi, hanya karena derajad energinya lebih tinggi.



Bagaimana dengan Manusia sendiri ?
Dalam alam raya 4 dimensi yang dihuni Manusia dimensi ke 4 adalah waktu yang erat sekali berhubungan dengan kecepatan bergerak yang merupakan simbol existensi alam ini yaitu mendua yang tak terpisahkan antara energi dan materi yaitu “cahaya” yang hanya 300.000 km/detik, di ruang hampa. Selain cahaya yang menjadi symbol alam 4 dimensi nyata bagi manusia tidak ada sesuatupun yang lebih cepat dari itu. Dengan batas itulah ruang dan waktu alam 4 dimensi yang bisa terjangkau oleh Manusia amat  sangat terbatas. Dalam lingkup inilah existensi manusia diuji, karena existernsi manusia adalah mendua yang tak terpisahkan yaitu dengan materi pejal “raga” dan energi murni “rokh” dimana raga adalah materi pejal yang tidak bakal mampu bertahan sebagai materi bila diberi energi kecepatan sama dengan kecepatan cahaya, materi apa saja akan berhenti jadi materi – melainkan energi-materi serupa cahaya, jadi pada situasi itu, raga dan rokh bukan satuan yang mendua lagi.
Rokh manusia ditempatkan di alam yang mendua oleh Allah,  dengan sendirinya berpasangan dengan materi yang ber-energi rendah dengan dasar energi getaran makro molekul prtotein DNA dan RNA pengendali jenis senyawa makro  molekul protrein – protoplasma, dasar kehidupan alam kita.
Toleransi manusia terhadap lingkungan alami sangat sangat terbatas umpama temperature lingkungan, katakan antara 15 derajad C hingga 35 derajad C di luar batas temperatur itu harus ada alat pendukung yang diciptakan sendiri oleh akal manusia alat penghangat tubuh atau pendingin tubuh. Semua alat diciptakan oleh manusia  dari materi yang pejal dan energi yang menyertainya.

Mungkin telah ada satu cabang kebudayaan manusia puluhan bahkan ratusan ribu tahun yang lalu yang dapat mempergunakan energi dari dimensi lain yang dapat memperluas batas toleransi tubuhnya terhadap alam lingkungannya tanpa menggunakan materi pejal dan energi yang menyertainya, ini adalah teknologi jenis yang sekarang sudah punah.
Bayangkan dari reaksi fisi dan fusi materi inti atom yang “pejal” dari alam 4 demensi kita ini, yang berupa atom uranium (isotopnya)  juga atom hydrogen, manusia sudah bisa membuat kerusakan yang demikian dahsyatnya. Tapi sebaliknya tidak ada “kondensasi” energi langsung  menjadi materi, karena dibutuhkan energi amat besar, sebesar energi yang menghancurkan satu kota besar menjadi debu, hanya untuk transformasi energi ke materi setara dengan -katakanlah- 20 Kg Uranium isotop.
Masih ada individu-individu yang dengan “hidup”nya yang merupakan kesatuan mendua antara rokh dan raga masih mampu mengelola energi “lain” yang Islam mendefinisikan sebagai kemampuan adhikodrati yang merupakan ilmu “laduni” – tidak bisa dikejar untuk dimiliki dan bisa hilang begitu saja tanpa “sebab”.
Energi dari dimensi “lain” bisa menyertai manusia – itupun ada yang dilarang oleh Agama dan ada yang dibolehkan. 
Islam  memperlakukan gejala adanya energi adhikodrati, bukannya khusus dipelari tapi sebagai “hasil ikutan” dari hidup manusia istimewa, misalnya: Mu’jizatnya para Nabiyullah, kharomahnya para Waliyullah dan ma’unahnya para santri ( arti ma’unah konon adalah pertolongan Allah)
Ada satu puak dari bangsa Tibet, penghuni lereng-lereng pegunungan Himalaya yang khusus mempelajari dengan sistimatis pemupukan dan pengelolaan energi adhikodrati – mereka adalah para kaum Lama, menggabungkan penguasaan energi dari dimensi lain dengan praktek satu sekte agama Buddha.

Pertumbuhan dan perkembangan telah dicapai oleh “raga”, manusia dengan  “otak” yang menjadi pengendali dari raga dalam ke “pejalan” alam 4 dimensi, dorongan, kecenderungan otak untuk mempertahankan “hidup” yaitu menyatunya raga dan rokh, diwarnai dengan nafsu nafsu    ragawi atau nafsu amarah, yang satu lagi dari nafsu  ragawi selanjutnya adalah nafsu lawwamah yang masih terikat pada reflex mempertahankan hidup yang primitive , kemudian lebih halus berkat  kesadaran  ke sia-sian duniawi adalah mutmainah dan supiyah.
Jiwa adalah raga dalam bentuk “software otak” yang mampu menyeimbangkan alat alat  yaitu ke empat nafsu yang ada pada manusia.
Kesadaran akan adanya nafsu nafsu ini, menimbulkan kemauan untuk mengendalikannya, karena rokh memerlukan raga yang teduh dan seimbang.
Dalam hidup, yang berarti dwitunggal raga dan rokh, si rokh menerangi otak dengan “nuraini”.
Inilah hakikat dari hidup manusia, siapapun dia, semakin berkembang daya pikirnya, artinya daya otaknya semakin mudah untuk mendapat tuntunan dari nuraini, tuntunan rokhaniah. 

Betapa banyaknya jebakan dan rintangan ketika jiwa yang berbasis ragawi bisa tertuntun oleh rokh sesuai dengan nuraini.
Evolusi ragawi juga evolusi jiwa manusia menghasikan kaidah hidup yang hingga kini diterima oleh umat manusia, yaitu hukum pola tingkah laku atau moral pokok manusia dalam skala prioritas:
    1.  Seseorang  harus dibenarkan  sampai batas  maksimum untuk menyelamatkan hidupnya.
    2.  Seseorang jangan berbuat  merugikan manusia lain dan lingkungan hidupnya, prioritas kedua pada  tahap awal kebudayaan manusia prioritas kedua ini sering diabaikan karena“bertentangan” dengan prioritas pertama, sampai sekarang masih bisa dipertimbangkan. 
3.   Seseorang  diharuskan berbuat baik kepada manusia lain dan lingkungannya, dibolehkan  tidak melakukan prioritas ketiga bila dengan melaksanakan prioritas ketiga ini prioritas di atasnya terabaikan.
Apabila seseorang sudah mampu melaksanakan hidupnya menurut skala prioritas di atas, orang tersebut bisa dianggap manusia baik dan wajar.
Sedangkan Fisikawan pengarang fiksi ilmiah dijuluki Futurologist – meramalkan ada jenis moral yang nanti akan diprogramkan pada otak “positronic” robot:
Isaac Azimov  - memberi definisi untuk dasar moralitas robot yang punya kemampuan kerja mandiri:
1.    Satu robot harus berbuat  dengan seluruh kemampuannya untuk kebaikan manusia dengan segala aspeknya.
2.    Satu robot tidak boleh membiarkan dirinya menjadi halangan  terjaminnya  keselamatan manusia, apabila prioritas pertama oleh suatu sebab dari ketidak mapuannya, tidak bisa dilakukannya. 
3.    Satu robot baru boleh menyelamatkan dirinya apabila tidak bertentangan dengan prioritas  pertama dan kedua.
Isaac Azimov mengerti bahwa moralitas Robot ini harus  ditanamkan pada program ‘otak” robot oleh manusia,  seandainya ada otak manusia dengan pola skala prioritas seperti otak robot dengan program di atas, maka dia adalah manusia terbaik, yang amat sangat langka sepanjang zaman.
Satu robot tidak “hidup”, tidak merasa lapar  dahaga dan tidak merasakan sakit atau takut, tidak mengenal emosi dan  tidak dilahirkan, melainkan dibuat, batas existensinya dalam alam dimensi 4 sama dengan manusia tidak mampu  menempuh kecepatan lebih atau sama 300.000 km/detik, dia tidak akan berwujud, melainkan menjadi cahaya saja.
Sebaliknya “hidup” dengan kenyataan bahwa dia berlandaskan bahan pejal atom dan molekul yang telah ber -evolusi begitu panjang dari macro molekul protein yang dipola oleh DNA dengan RNA sehingga “menyelamatkan diri” yaitu menjaga hidup itu sendiri menjadi hal yang teramat penting – termasuk regenerasinya, karena langkanya Allah menciptakan proses ini.
Hasil evolusi terbaiknya mempunyai central informasi dan reaksi – otak, fungsinya telah berobah kualitasnya  jadi soft wares Jiwa –  satu aspek dari benda pejal yang berevolusi sehingga “berjiwa” bisa ditinggali oleh “rokh”- entitas dari dimensi yang tinggi sekali.   
Dengan rokh inilah seluruh raga dengan jiwanya  terbentuk rwa bhineda, dwitunggal, “hidup” manusia yang begitu hebatnya mampu dijadikan khalifah Allah di Alam 4 dimensi ini dengan sandaran “nuraini”yang bisa menerangi jalan setiap saat. 
Ternyata hasil sinergi antara raga (otak dan jiwa) dengan rokh akan bisa menciptakan “kondisi” untuk menembus kecepatan melebihi kecepatan sinar hingga berlipat lipat dengan “pilot” sekaligus penumpang “kesadaran manusia” dalam sekejap mencapai alam alam berdimensi lebih tinggi.


Evolusi ragawi yang telah membentuk sosok manusia modern, menorehkan pola yang sangat dalam dakan kehidupan manusia kini.
Pada satu tahap tertentu Primata ini menanggalkan bulu bulunya, dengan bayi yang lahir sangat tidak berdaya, tanpa gigi dan hanya tergantung  susu ibu dalam jangka yang relatif lama, tanpa kemampuan bertahan hidup bila tidak dilindungi secara cermat dan hati-hati oleh kedua bapak-ibunya dan puaknya, engan masa juvenile yang sangat panjang dibandingkan dengan Primata lain.
Kondisi ini membutuhkan soft ware yang bisa menjamin keteguhan perilaku setiap pasangan yang melahirkan bayi untuk “memelihara” anak hingga mampu mandiri, bila tidak, pasti jenis Primata humanoid ini sudah punah sejak tahap ini.
Binatang sebangsa Rodentia/ Pengerat seperti tikus juga harus memelihara bayi -bayi yang sangat lemah, tapi tahap dewasa seekor tikus kembali memiliki raga yang sudah dirancang untuk menjaga sistim fisiologi tubuh tanpa alat bantu yaitu bulu yang memadai untuk menjaga temperature tubuh, reseptor-reseptor syaraf yang sangat lengkap, untuk mempertahankan diri dan mencari makanan tanpa alat bantu, sehingga pusat komando dari raga tidak berkembang lebih lanjut untuk berbudi daya dengan variable kombinasi yang sangat banyak, tapi mengandalkan soft ware yang sudah tetap terpateri dalam otak, yaitu instink seperti bangsa Beaver dan Bajing, sehingga otak sangat kurang terangsang untuk mengadakan eksperimen dan berfikir.
Sedangkan manusia harus “bekerja dengan tangan dan jemari, kaki dan seluruh anggauta tubuhnya untuk menciptakan alat untuk mempertahankan hidup dari unsur-unsur alam dan mencari makan, jadi ada rangsangan yang sangat kuat dan terus-menerus kepada otak untuk mengolah data dengan berkoordinasi dengan anggauta tubuhnya terutama tangan dan panca indra.
Maka raga manusia yaitu badan termasuk otak, sangat berkembang untuk “menciptakan” alat, semula alat alat pejal, kemudian alat alat imajiner,  seperti bahasa, ilmu-lmu dan rancang bangun. Maka raga ini bisa ditempati oleh rokh yang merupakan reseptor dan transmitter dari nurani.
Tidak heran bila agama-agama besar selalu mengingatkan bahwa jalan hidup manusia harus selalu dituntun oleh kasih, inti sari dari  pesan nuraini.
Agama Islam malah mengharuskan pemeluknya untuk mengulangi “ikrar hidup yang hakiki” tak terhitung dengan kesadarannya termasuk setiap mulai membaca surah-surah dari wahyu Illahi dari Al Qur’an juga dalam sholat setiap hari yaitu hidupnya adalah Khalifah. Di Alam Raya ini, setiap langkah tindakannya  dilandasi ikrar “Dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih”  atau “Bismillahirokhmannirokhim”.
Bukankah ini sudah mencakup azas moral manusia?
Bila saja disadari, apakah manusia bisa berbuat bertentangan dengan ikrarnya sebagai Khalifah Allah di Alam dimensi ini ?

Bagaimana hubungan antara individu manusia seharusnya ?
Meskipun satu unit utuh dari hidup adalah “individu” yang ber-evolusi mulai dengan makhluk satu sel, menjadi makhluk ber-sel  trilyunan yang mengelompok dalan jaringan jaringan sel yang sangat beraneka ragam, unit terkecil dari kehidupan adalah individu.
Satu individu “ hidup” dan pasti nantinya “mati” memang harus sendiri-sendiri.
“Kehidupan” di alam kita ini mewujudkan azas pokoknya yaitu “mempertahankan hidup” dengan mempertahankan species” - karena “mati” dari “hidup individu” bisa dipertahankan dalam jangka yang jauh lebih panjang karena didalam populasi satu species sudah terkandung “regenerasi” dan “adaptasi”, yang ilmu Genetika menandai sebagai wahana evolusi species- makhluk hidup di dimensi kita. Jadi oleh karena nyata nyata hukum pokok kehidupan di dimensi 4 alam kita ini yaitu “mempertahankan hidup”  merupakan prioritas pertama dari kegiatannya, maka dalam lingkup species-lah yang lebih pas untuk berlakunya  hukum pokok ini , daripada dalam lingkup individu, ini sangat wajar bagi semua makhluk hidup di alam kita ini, kecuali ada sebagian manusia yang meng-interpretasikan lain, oleh kepentingan yang tersembunyi.
Dua bersaudara Durrant yang menulis buku yang paling banyak dibaca di  AS : "The History of Mankind” bahwa untuk mempertahankan hidup Durrant bersaudara mengutip aksioma dari teori evolusi makhluk hidup yang didalami oleh Charles Darwin selama hidupnya: Semua makhluk hidup bersaing untuk mendapatkan hajat hidupnya berlaku  hukum  “the survival of the fittest” termasuk dalam hal mencari makan dalam persaingan antar individu, meskipun Darwin lebih cenderung mengartikan dalam  mempertahankan hidup seluruh species.
Bahkan selanjutnya Durrant bersaudara mengemukakan bahwa dalam hal persaingan mendapat makanan, makhluk hidup  bisa begitu ganas sehinga saling membunuh antara anggauta satu species wajar bila makanan kurang, tapi melunak bila makanan mudah didapat, ini interpretasi yang keliru, karena kanibalisme-pun  adalah instink khusus bagi Karnivora pemakan daging guna membatasi jumlah populasi yang tidak berguna terutama pejantan, sehingga Singa jantan biasanya sengaja makan bayi Singa yang jantan. Ini tidak bakal terjadi pada golongan Herbivora atau Omnivora.
Kecerdasan otak manusia begitu hebatnya sehingga azas mempertahankan hidup warisan dari  juta tahun evolusi kehidupan di dimensi ini, menjadikan hal mempertahankan hidup dia seorang dengan “existensi“ sebatas fantasinya saja,  misalnya  keluarga- famili- puak – suku – bangsa – ras – species manusia. di wilayah wilayah dari satu ego dengan  perluasannya di situlah azas mempertahankan hidup diberlakukan. Ini terang-terangan sangat tendensius,  guna pembenaran pola tingkah laku hangkara murka.
Padahal, satu ego sosok manusia juga sangat tergantung dengan manusia lain dari ego lain yang merupakan keaneka ragaman genetic demi keberhasilan regenerasi seluruh species, juga manusia.
Di sisi lain, manusia bisa mencuat berada di puncak piramida kehidupan karena kemampuannya mengorganisasi individu-individu menjadi satu kelompok kerja dan mempertahankan diri, bahkan dalam mengusahakan agar kecukupan dan keamanan selalu terjamin.  Malah dalam hal informasi, wajar sepanjang zaman “Guru mencari murid”, jadinya ilmu milik Species.
Manusia makhluk individu – benar, karena sakitnya sendiri ,matinya sendiri, dan dilahirkan juga sendiri, tapi juga makhluk bermasyarakat, karena satu individu tidak bisa mengatasi kecukupan pangan sandang dan papan sendiri  sejak awal perjalanan evolusinya, manusia harus bekerjasama sebagai kelompok, jadi juga  makhluk bermasyarakat atau makhluk sosial.
Bahkan entitas “individu” yang menjadi gurita raksasa menguasai dan memiliki hajat hidup orang banyak seperti ENRON dan LEHMAN BROTHERS  difasilitasi Hukum yang diciptakan khusus untuk kehidupan “modal” di Wall Street USA th. 2005- 2007 sebenarnya adalah bekerja atas nama kelompok manusia, hanya si entitas individu ini oleh Hukum yang dibuat  manusia dianggap mempunyai hak sebagai individu,  bisa menguasai hak milik tanpa batas,  berbuat se-enak perutnya sendiri atas dasar hukum yang berlaku, sehingga mencelakakan jutaan orang dengan bencana ekonomi.

Apakah ada aturan yang bisa mewajibkan entitas seperti Enron dan Lehman Brothers ini  berikrar untuk mendasari segala tindakannya atas Nama Alloh yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih”?
CEO (Chief Executive Officer)-nya yang disewa oleh Entitas semacam ini malah mengabdi pada Entitas ciptaan manusia, dianggap seperti manusia, akan tetapi tanpa hidup  tanpa masa bayi, juvelil menginjak dewasa sepertri pengalaman setiap manusia  tidak pernah ditanam di hidupnya hal Rakhman dan Rakhim  mirip semua benda alam, tanpa raga dan  rokh, yang ada hanya Perlindungan Hukum kepada Entitas ini yang sangat dijaga oleh ratusan Pengacara dan Ahli Hukum, meskipun garda  pengawal-pengawal ini manusia yang bisa mati tapi entitas Badan Hukum tidak bisa mati, menguasai hak milik atas hajat hidup orang banyak dan bukan manusia.
Tanggung jawab apa yang ada pada Entitas semacam ini terhadap kesejahteraan  manusia di Dunia dan Akhirat ? 
Sekiranya manusia menyadari bahwa menjadi Khalifah Alloh di Alam empat dimensi
kita  ini tidak bisa mewakilkan kewajibannya kepada Entitas jadi jadian seperti Badan Hukum Wall Street, atau dari tempat lain,  yang tidak pernah bisa berikrar bahwa “hidupnya  ”Hanya atas nama Alloh yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih” (*)
(Ir.Subagyo,M.Sc-tinggal di Surabaya)

Manusia Sejati dan Jati Diri Manusia

Kisah kepahlawanan anak manusia sepanjang zaman selalu dikenang dan dimuliakan oleh masyarakat, bahkan bertahan sampai turun temurun. Di sini jelas ada dua unsur yang tak perisahkan yaitu disatu sisi sosok manusia yang telah berhasil memperlihatkan dirinya muncul kepermukaan dari rata-rata manusia biasa dalam ketulusannya demi umat manusia, disisi yang lain ada masyarakat yang cukup tulus dalam menilai sesamanya yang berjasa seperti batu permata di antara kerikil biasa. 
Dia adalah Manusia Sejati, yang artinya memiliki kesejatian Manusia yang rakhman dan rakhim membekas  kuat dalam tindakannya sehingga rela mengorbankan  kepentingan pribadinya. Kenapa ketulusan dari dua sisi ini menjadi syarat utama dari apresiasi kepahlawanan seorang sosok anak manusia ?
Hubungan dua hal yang tak terpisahkan dan mengandung unsur pertentangan antara kepentingan manusia sebagai makhluk individu dengan kepentingan manusia sebagai makhluk sosial – cenderung tercermin dalam pertentangan bathin setiap individu antara suara nurani dan suara lain yang sangat piawai dan cerdik memenangkan kepentingan pribadi – malah secara kolektip menjadi palsu dan culas. Kapan terjadi pertentangan diametral antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat ? Bila egosentrisitas telah memperluas dirinya: dia sendiri dia dengan keluarganya, dia dengan puaknya, dia dengan sukunya, dia dengan bangsanya, dia dengan dengan umat seimannya, dia dengan seluruh manusia, tinggal menambah predikat “sentris” saja.  Egosentrisitas – tamak dan culas, seperti Korun yang memendam hartanya yang sangat buanyak juga  seperti Fir’aun, puak sentris dan famili sentris seperti Jendral Besar Suharto menjadi nepotisme,  bangsa sentris menjadi  chauvinistic, manusia sentris menjadi syndrome curiga pada “alien” yang semua  pasti monster, dst. Ya so pasti, ada yang menjunjung Fir’aun menjadi “pahlawan nasional” Mesir, ya pasti ada yang menjunjung Jendral Besar Suharto  alm. menjadi pahlawan nasional Indonesia, ya pasti ada yang menjunjung Hitler sebagai pahlawan nasional Bangsa Jerman, ya  pasti ada yang doyan menonton film  Hollywood “The Independence’s Day” dengan “pahlawan umat manusia” sosok berwajah Semit ahli computer pencipta program virus computer  yang berhasil memporak perandakan “alien” yang monster predator, berusaha menghancurkan Bumi. Lantas, yang pantas dikaji adalah “siapa” mengangkat “siapa” sebagai Pahlawannya, entah lokal, nasional, atau universal, si “siapa” ini pasti sudah biasa menjadikan “diri”nya atau kelompoknya  harus diturut orang lain, mau atau tidak mau.    
Yang pantas disimak bahwa bangsa Belanda mengangkat Gubernur Jendral Jan Pieter Zoon Coen sebagai Pahlawan Nasional Bangsa Belanda, bisa dimengerti itu haknya. Akan tetapi bila ada diantara mereka yang mencanangkan supaya Van Mook bossnya Westerling yang mengisyaratkan untuk menggelar atrocities dan terror di tanah jajahan dengan pembunuhan massal  guna mematahkan semangat perlawanan rakyat jajahan, juga dihormati sebagai Pahlawan, atau dianugerahi bintang Jasa dari Orde manapun dari Bangsa Belanda,  kita bakal merasa merasa muak.   
Meskipun sama sama pelanggar HAM berat, Van Mook tidak memperkaya diri keluarga dan kroninya selama tiga puluh lima tahun, meninggalkan hutang ribuan trilyun(*)

Sejarah Pertanian di Indonesia

Pohon Jati (Tectona Grandis L) Sebagi saksi Perkembangan Ilmu Pertanian di Iidonesia, Masih Berlandaskan Alur Pemikiran Para Perintisnya : Sarjana dari Lingkungan Sub –Tropis.

Perintis perkembangan Ilmu Pertanian  tropik di Hindia Belanda mengikuti  falsafah ilmu yang diterima secara luas saat itu terutama  sesudah era Renaissance, kebangkitan dari zaman gelap,  yaitu objectivitas  penelitian yang sudah banyak terbebas dari takhayul/prasangka, metoda ini berkembang sangat pesat dan membuahkan banyak penemuan untuk pedoman praktek budidaya tanaman maupun hewan., terutama setelah ditemukannya microscope, meskipun, hingga dua abad terakhir setelah teori Evolusi yang dengan gamblang ditegaskan oleh karya-karya dari hasil expedisi dan penelitian Charles Darwin masih dilempar kesana kesini seperti kentang  panas.
Dampak keraguan terhadap teori  Darwin yang melihat kehidupan dan alam  lingkungan  hidup saling bertaut seperti apa adanya yang tersirat dalam teori Evolusi  sangat menghambat pekembangan  ilmu-ilmu yang sangat dekat dengan ilmu Pertanian. 
    Sedangkan pengetahuan nenek moyang kita yang selamanya bertani di suasana tropis adalah hasil pengamatan sangat panjang turun-temurun yang pokok nalarnya dimulai dari lingkungan makro kosmos, padi dimulai dari Dewi Sri, serangan hama mulai dari posisi rasi bintang Wuluh terhadap rasi bintang Waluku dsb.  Mungkin banyak mengena tapi sulit di runut hubungannya.
Sebaliknya,  tentang  tinjauan kembali pengaruh ekology yang membentuk  species liar yang telah jutaan tahun - terhadap   pendekatan agroteknik   species species tersebut  setelah  menjelma menjadi species  budi daya yang   sekilas sudah  jauh  berbeda dari nenek moyangnya, tidak selalu konsisten  secara sistimatis dilakukan.
 Begitu juga yang terjadi di bidang peternakan,  tumbuhan hamparan,  padang rerumputan semak atau  perdu  atau pohon  dari kawasan tropik.
Misalnya, lingkungan tropis  memberikan  temperature dan kelembaban, hujan dan penyinaran  matahari,  mendukung kehidupan tumbuh tumbuhan sepanjang tahun, pasti setiap jengkal tanah dengan seberkas sinar matahari  ditempati oleh tumbuhan apapun, silih berganti, jadi setiap individu species selalu punya tetangga species lain secara acak dan alami.
Tumbuhan/organisme  apa saja yang bisa menjadi simbion-simbion masing masing budidaya tropik , dan tumbuhan / organisme apa yang tidak cocok saling mengganggu?
Sedangkan di wilayah dari sub tropic hingga  ke sub arctic  hamparan baik padang padang dan hutan,  bisa hanya ditumbuhi beberapa species yang dominan saja secara alami.

  Sejak perpindahan bangsa bangsa zaman batu halus, zaman perunggu, dari benua Asia sudah datang  puak puak  suku  Dravida, Khmer,  Burma. yang  mungkin membawa benih dan hewan piaraan mereka termasuk biji dan keguanaan kayu jati. Penanaman kayu ini dilakukan di bekas lahan huma, kemudian ditinggalkan untuk tumbuh sendiri  ini bisa terjadi sudah  ribuan tahun yang lalu.
Sepanjang perjalanan  sejarah mulai masa itu, kegunaan kayu jati makin disadari dan makin dibutuhkan karena ternyata kayu jati sangat tahan air laut, dan sangat bagus  untuk lunas dan lambung perahu perahu besar  yang selalu terendam air laut, seingga kerang-kerangan dan semacannya cacing laut yang bisa mengebor dan menghancurkan lunas dan lambung perahu dalam waktu yang singkat, adalah musuh para Juragan dan nakhoda  perahu perahu besar yang berlayar menyeberang samudra berbulan bulan  mengangkut muatan yang bernilai sangat tinggi, bisa tiba-tiba hancur di tengah pelayaran  di luar perhitungan, kecuali bila lunas dan lambung perahu itu dibuat dari kayu jati, atau di-cat dengan cat yang baru ada pada jaman industrial. 
Sejarah kerajaan di Jawa menunjukkan bahwa kayu jati merupakan komoditas export yang ada dongengnya sendiri sehingga ada ribuan nama tempat di pulau Jawa dengan nama “Jati” dirangkai dengan kata sifat yang lain,  “jati” apa saja ada,  bahkan ada puluhan nama tempat   di Ibu  Kota RI  memakai nama “jati” hingga kini. 

Yang paling terkenal adalah “Linggarjati” tempat Perundingan antara Van Mook dan  Syahrir, pada era perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, dan tiga tahun yang lalu “Jatinangor” jadi sangat terkenal, tempat APDN - Akademi Pemerintahan Dalam Negeri  mencetak calon Camat dan Sekda zaman Orde Baru di  gembleng jadi tukang pukul – ketahuan  selalu ada yang mati dipukuli setiap tahun ajaran baru. 
Ya maklum, kekerasan adalah  ikon zaman militerisme
Begitulah sebenarnya di pulau Jawa tegakan jati di hutan manapun adalah tanaman orang,  bukan tumbuh secara acak sebagai kayu rimba. Di Kalimantan pembalak liar  maupun perampok resmi jutaan hectare rimba raya tropic kadang hutan rimba primer – tidak pernah ‘nemu’ pokok jati. Di Lampung dan Bengkulu ada tapi tanaman Perhutani/Inhutani  (Badan Usaha Milik Negara), begitu pula di Bali dan Sulawesi/ kep. Muna dan P.Buton.
Di di India belakang,  populasi tegakan pohon jati alami paling hanya ada lima sangat jarang sampai sepuluh  pohon setiap hectare hutan tropis, yang umurnya sampai ratusan tahun,  itupun dari   hamparan hutan tropis dengan elevasi sampai  maximum 500  meter di atas muka laut  dan type tanah yang berkembang di atas batuan kapur atau sand stone karena jati tidak suka tanah becek.
 Akhirnya Hidalgo Portugis, Don Spanyol tahu tentang  kehebatan kayu jati untuk lunas dan lambung galleon galleon mereka,  kemudian baru   para Edelheer Belanda dari VOC yang diajari oleh pembuat  “Jung” dari  Tiga Bukit Naga  nama  Indonesianya San Pao Lung -  (sekarang Semarang-) dulu semua penduduknya adalah Cina mayoritas Islam  tukang kayu pembuat “jung” yang berlunas datar dan layar  dibentangkan dengan “kerai” batang  batang bamboo yang khas.
Walhasil, sesudah perang Diponegoro, tuan besar Houtvester mulai membuat rencana “penanaman” hutan  jati secara besar besaran, memanfaatkan kemiskinan petani di Pegunungan Kendeng utara  pulau Jawa antara lain di  wilayah Blora yang kurus, dijadikan “pesanggem” 
Artinya sekeluarga petani yang di izinkan menanam jagung, padi gogo dan palawija lainnya ditanah Kanjeng Gubermen gratis, asal sanggem (sanggup)  pada tahun itu juga harus menanaminya dengan semaian pohon jati sebanyak 10.000 bibit per-hektar juga tanpa diupah, semaian itu harus dipelihara hingga sela selanya tidak mungkin ditanami apapun karena sudah terlalu naung/rimbun, keluarga petani pesanggem itu harus pindah ke tempat yang baru yang berasal dari rimba atau hutan Jati yang telah gundul dipanen, begitulah bergenerasi-generasi, menanam hutan jati punya Kanjeng Gubermen.
Sering dikerahkan tenaganya untuk memelihara tanaman jati yang umurnya diatas sepuluh tahun, “ndarung”/ mendirikan gubug ditempat itu beberapa bulan.
Hingga Tuan Besar Houtvester ke V (yang Kelima) “hutan jati”  sudah mencapai jutaan hectare,  sedangkan  panen yang ditebangi dan dijual selama seratus limapuluh tahun pertama penjajahan adalah tanaman-nya para Kiageng , Lurah Pangalasan dan para Wali pulau Jawa,  Sunan “Gunung Jati” di Cirebon – Beliau Penguasa setara Sultan,  beliau juga  Penyebar Agama Islam  tahap pertama di Pulau Jawa dan penanam jati di HPH nya sendiri mungkin juga saudagar gelondong/ log jati.
Bedanya dengan tuan Besar Houtvester van Holland,  waktu itu pohon jati ditanam diantara tegakan pohon yang lain  dikebun kebun buah buahan  dan kelapa, dibiarkan bertetangga dengan kayu dan semak semak yang lain, sseolah olah seperti hutan.
Tidak ada problem apa apa hingga ditebang oleh Meneer VOC
gelondong berdiameter antara 80 cm sepanjang 12 m lurus tidak ada cacat dan lubang rongga, dan “kebun” ini kemudiasn dirampas Pemerintah Hindia Belanda, dianggap hutan milik Kanjeng Gubermen.
Tuan Houtvester berunding dengan tuan Landbauw Ingineurs di Wageningen  dihadiri  Der Majesteit  memutuskan menggunakan   “monocultuur” hutan jati, kenapa tidak,  kan hutan “beryoza”/birch,  hutan “sosna”/Pinus silvestris L juga monocultuur sech ?
Sejak itu  Sultan, Wali, Ki  Ageng, Lurah, Rakyat dilarang menanam kayu jati, bahkan hingga Republik Indonesia  detik ini,  rakyat harus mohon izin Bupati bila akan menebang pohon jati yang tumbuh dari tanaman di halaman atau kebunnya sendiri !
Ini ada dongengnya sendiri, pokoknya tegakan jati bisa dipanen usia mulai 60 tahun  bila untung bisa mencapai  seratus batang setiap hectare, karena hasil tanaman a’la Baron Sekeber (mungkin maksudnya Baron Von Houtvester) tegakan jati  yang sepanjang usianya  lebih dari 60 tahun selalu dijaga dari hama pembuat  lubang dan rongga  di batang kayu jati  dijadikan sarang koloni-nya Neotermes Tectonae – satu familia dengan rayap, hama ini ganas sekali  dihutan jati sang Baron  Sekeber, saban tahun ada “laron” yang jumlahnya  hampir ribuan dari setiap pohon yang terserang,  terbang untuk mencari rumah baru, begitu pohon jati terserang begitu harus ditebang, bila ketahuan.
Sedangkan zaman sebelumnya pohon jati ada diantara pepohonan yang lain, mungkin bisa lebih menarik laron  Neotermes tectonae dan disana ada binatang musuh alami maupun cendawan  musuh bebuyutan bangsa serangga, sehingga meskipun populasi jati setiap luasan lebih sedikit, tapi tanpa pemeliharaan, selamat ndak ada yang diserang hama “inger-inger”/ Neotermes tectonae, hama ini mungkin,  “di hutan” campuran sudah sangat sedikit populasinya karena tertekan oleh cendawan “pemangsa” serangga, atau si Neothermes lebih senang kayu lain, kan ada pilihan.
Selanjutnya, karena ada murid dari school  Vavilov, Dokucayev  dan Micurin  yang baru tahun 1965  tamat belajar ilmu pertanian dengan dasar  Falsafah Hukum Alam  adanya   kesatuan antara kehidupan dan alam maka  dia mulai  merasa   bahwa falsafah agroteknik secara monoculture adalah hasil pemikiran para cikal bakal – Guru Guru sarjana pertanian dari semua fakultas atau institute Pertanian di Republik yang masih muda ini, berasal dari kawasan empat musim,  dan jalan pikiran mereka ini banyak menimbulkan kesulitan di lapangan kawasan tropis.
 Malah sekarang, ternyata tanaman lombok ( Capsicum spp ) ditanam secara monoculture dalam  luasan sampai berhektar hektar mengikutkan banyak problem, terutama hama,  penyakit segala macam yang sebelumnya sewaktu lombok/cabe merah/cabe rawit ( Capsicum spp) ini ditanam di petak petak  tanah yang ditinggikan ditengah sawah dekat saung/gubug ( Jawa:  stren -pasetren -  tempat para istri  bertanam kebutuhan dapur)  bercampur baur dengan tanamanan sayur lainnya, terpencar pencar dihamparan sawah,  selamanya ya aman aman saja, setiap pekan dipanen dan dibawa ke pasar.
Tanaman kopi yang diminum sebagai “kahwo” dalam bahasa Jawa, adalah hasil introduksi oleh pedagang Arab kerabat Sinbad si Pelaut, ke  Nusantara, disana minuman kopi namanya ya  “kahwa”.
Di kebun Pak Suto, Pak Bo’im, java coffee ini dengan sendirinya ditanam dibawah naungan segala tanaman yang posture nya lebih tinggi dari perdu Java coffee ( Coffea arabica L ), bisa dibawah tanaman pete, jengkol,  bisa pauh, bisa cempedak, yang dikebun kebun Petani tumbuh meninggi menggapai langit seperti tegakan hutan tropis, karena asal nenek moyang kopi ini adalah daerah Afrika yang berbatasan dengan teluk Aden, yang juga hutan tropis, kebun Pak Suto dan Pak Bo’im langsung cocok, saat tuan VOC datang tidak ada problem apapun pada budidaya kopi di Jawa,  oleh Cultuur Stelsel kopi diperluas, dengan tergesa gesa, memang diberi pohon naungan tapi asal asalan, turi ( Sesbania  grandiflora L ) dan gude (Cajanus  spp )  pun jadi, akhirnya fungsi naungan tidak awet/ umurnya lebih pendek dari yang dinaungi, timbul-lah wabah cendawan yang menghancurkan semua tanaman kopi (Coffea Arabica L) di dataran rendah, tertinggal di dataran tinggi,  misalnya di Takengon, di Dataran tinggi Ijen, di Tanah Toraja  begitu dingin sehingga  mungkin spora cendawan Hemelea vestatrix L/karat daun, tidak mampu meng-inveksi daun kopi.

Akhirnya didatangkan benih kopi asal Uganda dan Kongo yaitu kopi Robusta yang hidup di dataran rendah dan tahan terhadap penyakit karat daun pada seratus limapuluh tahun yang lalu.
Kebun kopi Robusta didataran rendah dinaungi dengan Lamtoro var. L19 (Leuceana spp cultivar L 19, L21 tanpa buah)- tidak pernah ada problem hama.
Perkebunan besar kopi milik Negara (BUMN) di Jawa Timur, karena hutang kepada Bank Dunia, tahun delapan puluhan “dinasihati” oleh Consultant Bank Dunia untuk membabat seluruh naungan lamtoro dan memupuk berat, disiram dengan  pengairan “sprinkler”/ percikan dari atas,  hasilnya meningkat selama dua tahun hampir dua kali lipat dari biasanya, sesudah itu diserang hama kutu putih ( Planodococcus citri Risso / dompolan luis - Belanda) dan akhirnya pada mati karena sebab yang bagi Consultant bule ndak jelas.
Ternyata  banyak budidaya hamparan (tanaman semusim) yang memang harus dicarikan tetangga yang bisa saling melindungi dan bersimbiose sebagaimana hidup nenek moyang mereka yang liar di hutan hutan dan padang padang rumput campuran segala macam tumbuhan khas suasana tropis.
Cara bercocok taman dengan monoculture masih bisa dilaksanakan asal ada pergiliran tanaman ( bisa pada tanaman musiman). Maksudnya agar pengambilan hara tanah tidak yang itu itu saja sepanjang waktu, perakaran akan lebih sehat karena ada tenggang waktu digilir oleh perakaran budidaya species lain, sedangkan di kondisi musim dingin di kawasan sub tropik memang ada waktu istiahat tapi di bawah tanah masih ada kegiatan bacteria, cendawan selama musim dingin masih  menguraikan segala sisa dan racun yang terbentuk pada musim semi dan musim panas yang baru lewat.


 Multiple cropping atau tumpang sari adalah keadaan ideal untuk pertanian di lahan tropis,  kurang mendapat perhatian  dalam program pendalaman  pengembangannya di Ilmu Pertanian di Negeri ini. Apalagi pencarian simbion simbion tanaman budi daya tropis yang berupa species-species bakteri, cendawan, tumbuhan liar, tumbuhan budidaya, agar pas dengan suasana asal tanaman budidaya tropis.
Ya maklum  Guru dari Guru - Guru mereka tidak mengilhami tentang ini.
Begitulah pokok kayu jati bisa menjadi saksi. (*)

Budidaya Karet, Menciptakan Budaya Khas Para Petani Pelakunya Setelah Seratus Limapuluh Tahun



Getah pohon karet (Hevea brasiliensis L) sejak revolusi industri mulai  abad ke -19 menjadi komponen yang semakin penting dari segala macam mesin-mesin, nyaris tak tergantikan.
Gemuruhnya mesin mesin di Negara - Negara industri diimbangi dengan gemeretaknya api unggun, ribuan api unggun para penjelajah tengkulak getah karet dan para kuli pengangkut  di hutan-hutan dan rawa,  sungai besar  kecil di wilayah sabuk tropis di seantero dunia. Di tengah rimba raya dan rawa  di pantai timur Brazilia dalam waktu yang sangat singkat tumbuh kota baru dikepung hutan rimba dan rawa -rawa, yang bergelimang dengan segala atribut kemewahan saat itu, bahkan ada gedung opera sebesar yang ada di kota Paris: Manaos,  karena tempat ini perupakan pusat perdagangan getah karet yang pertama  di Dunia. Uang dalam jumlah yang sangat besar ditawarkan untuk getah karet. Di Kew Garden – pinggiran kota London disemaikan biji - biji pohon karet, dari  upaya susah payah dan berani  telah berhasil diselundupan biji karet dari Brazilia kemudian semaian itu diangkut ke Semenanjung Malaka dan Sumatra – untuk dikebunkan.
Dari semula, pribumi Semenanjung Malaka dan pantai timur pulau Sumatra dan Kalimantan kebanyakan adalah petani ladang yang berpindah-pindah juga pengumpul hasil hutan. Pada waktu demam tinggi kebutuhan getah karet, mereka juga menjual getah serupa yang mereka namakan getah perca dari pohon sebangsa beringin (Ficus elastica L )  yang kemudian kurang diminati pasar.
Banyak Kesultanan di wilayah tersebut sebenarnya lebih merupakan Kota Benteng yang mengawal muara sungai, menarik pajak dari setiap perahu yang mengangkut hasil hutan dari  pedalaman.
Bukan Organisasi kewilayahan yang didukung oleh lahan Pertanian dan usaha pertukangan dan perdagangan.
Kemudian oleh penjajah dijadikan Pos kekuasaan terluar mereka.
Pada waktu itu Manaos di Brazilia mengalami zaman keemasan yang singkat, para Petani dan Pengumpul hasil hutan di Semenanjung, di Sumatra dan Kalimantan juga ikut menikmati guyuran rezeki nomplok demam karet, dengan getah perca-nya.
Brazilia tidak berhasil mempertahankan monopoli karet, dan tidak berhasil membangun Perkebunan karet untuk menguasai pasar dengan Hevea Brasiliensis L  karena tidak memiliki sumber daya manusia yang jumlahnya memadai,  sedangkan di Asia Tenggara , buruh tani dari Jawa dan Cina Selatan berlimpah, maka beberapa dekade akhir abad 19 sudah terbangun puluhan ribu hektar kebun karet dengan buruh tukang sadap atau tukang takik pokok karet yang terampil.
Proses metamorphosis juga terjadi pada Peladang yang berpindah-pindah yang merambah hutan rimba sepanjang sungai besar besar, seperti Musi, Batanghari, Indragiri, Siak , Kampar,  Rokan, Asahan, Barito,  Mahakam, Kapuas sebagai jalur angkutan pengumpulan hasil hutan sejak ribuan tahun. Petani ladang ini mulai menanami ladang yang  ditinggalkan oleh mereka dengan semaian karet  ( Hevea brasiliensis L), yang kemudian selang enam tujuh tahun mulai mereka “takik” . Mereka mulai menapaki profesi baru sebagai Petani Penakik Karet, yang tinggal berpencar pencar mendekati lahan karetnya yang “menghutan” karena memang tidak dipelihara dan ada gubug di tepian sungai, untuk menumpuk hasil.
Sejalan dengan tingginya kebutuhan karet hingga hampir  lima generasi,  hingga paruh pertama abad 20 mereka sering kejatuhan rezeki nomplok.
Dari sudut materi terutama uang, mereka lebih “kaya” dari Petani budidaya yang lain, akan tetapi dari sudut perilaku dan adat istiadat, bahkan mereka banyak mendapat cibiran dari induk budaya mereka yaitu  budaya Melayu. Maklum lingkungan yang membentuk watak mereka adalah lingkungan rimba terpencil tetapi mereka bergelimang uang, hingga lima - enam generasi,  dinamika penduduk wilayah ini cukup tinggi dengan perdagangan,  walau berhasil, mereka tetap menggelar business di kota-kota pelabuhan kuala sungai sungai  di mana mereka dibesarkan, tidak ada budidaya, melainkan “pengumpulan” apa saja dan kekuasaan.  Afinitas mereka kepada Kekuasaan dan kekuatan yang mentah sangat besar.
Kini ke-lugasan pengertian mereka terhadap uang  membawa mereka berbondong bondong ke Ibu Kota, bermodal  lagak dan uang membeli suara untuk Wakil atas nama apa saja, malah jadi pejabat!
Bahkan setelah Kemerdekaan Negeri ini  Pendidikan formal terbuka lebar bagi siapapun, tapi sisi – sisi “finesse” dari tata pergaulan bermasyarakat  sangat sulit mereka adaptasi misalnya Dari bidang Pendidikan mereka hanya melihat gelar – gelar kesarjanaan, dari bidang usaha mereka hanya melihat pada  hak atas ladang yang telah menjadi hutan kembali dari nenek moyangnya, di mana pada suatu generasi telah menanam biji karet disana  entah sempat ditakik apa tidak – sekarang itu hak Putra Daerah, termasuk rimba raya yang belum tersentuh mereka babat untuk dijual log nya, dijual hamparannya, dalam  kesadaran mereka Negara ini belum ada.
Lihat saja di Koran-Koran nama – nama mereka yang elok- elok, yang mereka pakai seperti nama Panggung ( bukan dari lahir pemberian orang tuanya), mereka sering memamerkan  perilaku tak pantas di depan umum tanpa malu ber- KKN.
Maklum, dua generasi di atasnya masih penakik karet yang terisolasi dari budaya, uang adalah segalanya.
Yang disana  malah diberi Negara sendiri,  Sultan - Sultan yang kaya raya terdidik berperilaku di Puri -Puri Europa,   Pelaksana dan Pembantu dekatnya cuma pewaris watak yang dibentuk dalam ke –terpencilan kelompok hunian penakik karet (Dusun saja bukan saking kecilnya hanya beberapa keluarga), yang begelimang uang kadang kadang, di tengah hutan,  jadinya mereka suka berlagak dan bersuara keras. Setelah belajar Ilmu – Ilmu Formal  mereka malah suka mematut -matut budaya tetangga sebagai miliknya sendiri saking miskin budayanya, sambil mendaftarkannya sebagai hak miliknya di Pengadilan Internasional  Tuannya,  kemudian kita diharuskan bayar royalty  bila kita kangen  menikmatinya, seperti Sultan - Sultan mereka di zaman yang lampau, yang minta  pajak setiap perahu yang lewat Kuala sungai yang mereka duduki, maunya , ya maklumlah negara tetangga kita begitulah polahnya.(*)
(Oleh : Ir. Subagyo, M.Sc Alumni S1 dan S2 Jurusan Agroteknologi-Agronomi Universitas Patricia Lumumba , Moskwa , Russia, raih gelar M.Sc tahun 1966 di Moskow, Russia).


Dongeng Budidaya Padi di Pulau Jawa

hamparan sawah menghijau

Ada pendapat  di antara para Peneliti di bidang sejarah budi daya Pertanian  mengatakan bahwa asal-usul budi daya Padi (Oryza sativa L) antara lain di Nusantara, ditandai dengan banyaknya varietas padi alami di wilayah ini.   Ada dua type varietas di Nusantara yaitu tipe padi yang gabahnya berbulu atau Varietas Indica dan type padi  yang gabahnya gundul yaitu varietas Japonica, hingga kini keduanya masih dibudi dayakan oleh para Petani kita.
Padi Bulu umurnya (masa vegetasi)  lebih panjang,  antara 5 – 6 bulan, bulirnya panjang dan tidak rontok. Sedang type Japonica gabahnya gundul dan umurnya hanya 120 – 130 hari. Postur batangnya lebih pendek juga bulirnya dan gabahnya mudah rontok bila masak.
Cara penanaman  ada dua macan,  dilahan kering - jadi ditugal, artinya  benih dimasukkan ke lubang tanam yaitu tanah gembur yang di “lubangi” dengan  tongkat runcing/tugal  - dan cara yang lebih canggih ditanam dari bibit atau batang padi yang baru perumur 20 – 25 hari  dikecambahkan dan dibesarkan hingga 20 -25 hari di pembenihan.
Cara pertama digunakan dilahan huma yang  boleh miring, maklum huma adalah lahan yang baru dibuka dari “hutan atau semak belukar”  cara pertanian yang primitip yaitu “slash and burn” atau perladangan yang berpindah pindah. Cara kedua jauh lebih canggih, yaitu   lahan disiapkan sebagai “sawah” artinya  sebidang petak lahan yang dilelilingi tanggul,  guna membendung genangan air sedalam 15 cm – 20 cm  dan lahan dibersihkan dari gulma yaitu tumput dan tumbuhan liar kemudian dijadikan “bubur” lumpur yang rata air dan bersih – inilah sepetak swah yang siap tanam  selama lebih dari sebulan bebas  sari benih benih rumput  liar karena terendam air.  Sedangkat bibit padi ditanam sudah cukup  tinggi  berumur mulai 20 hari,  hanya membutuhkan waktu kurang lebih 5 hari  untuk “bangun”  sesudah di pindahkan ke sawah,  sekaligus lebih kuat  dari rumput liar  dan dapat dibedakan dengan mudah.
 Genangan air bisa di dapat dari hujan atau  air pengairan, atau keduanya. Di pulau Jawa padi lahan kering disebut padi “gogo”, padi lahan  sawah  disebut padi “sawah”, ada dua macam sawah yatiu sawah “tadah hujan” atau hanya mendapat air untuk  membuat genagan bubur lumpur dari hujan, dan sawah berpengairan,  mendapatkan air dari saluran sistim poengairan, atau keduanya
Selanjutnya untuk mengawali dongeng tentang padi, sistim Pengairan ada dua macam yaitu pengairan  tradisional yang dibangun dan digunakan ribuan tahun yang lalu, dan sistim Pengairan Teknis yang dibangun semenjak industri Gula dibangun di pulau Jawa 150 tahun yang lalu,  meskipun mungkin di Pamanukan –Ciasem dan  di Tangerang bisa  jauh lebih awal,  sistim pengairan teknis melulu untuk budidaya padi. Sistem Pengairan tradisional air pengairan mengalir dari petak sawah satu ke petak sawah di hilir berikutnya lewat pematang yang di “bedah”, sedangkan Pengairan teknis, air pengairan sampai ke petak sawah hanya lewat saluran air.  Saluran pengairan teknis, mulai dari hulu  yaitu Bendung (misalnya  Bendung Jatiluhur,  Bendung Ir. Sutami)  atau Bendungan (Katulampa –Bogor, Bendungan Karet yang ikutan naik turun dengan permukaan sungai seperti di sungai Brantas – Jawa Timur)  atau instalasi Pompa  dari sungai Ombilin konon khusus untuk lahan sawah di  Sitiung Sumatra Barat.
Air pengairan teknis dari hulu sampai ke sawah  harus lewat pintu pintu air `yang dibangun tetap  dan terukur debietnya dalam liter per detik, tambahan dari curah hujan hanya bisa ditampung  sebatas kemampuan Bendung (kelebihan dibuang lewat saluran pelimpah) atau bila kelebihan air di petak sawah,   selalu harus `dibuang ke saluran pembuangan –kecuali darurat banjir yan sayangnya kini terlalu sering.
Saluran pengairan teknis dari hulu ke sawah adalah saluran  Primer, saluran Sekunder,  Saluran  Tersier  (mengairi kurang lebih 100 ha sawah petak tersier) , dari saluran tingkat atas ke tingkat bawah  air harus terukur lewat pintu pintu air yang bisa mengatur debiet yang diperlukan, dari saluran petak tersier air mengalir ke petak petak sawah  masing masing lewat “saluran cacing” jarang lewat pematang yang dibedah.
Sekarang dongeng dimulai :
Bisa  dibayangkan betapa sulit bagi Petani huma dengan  lahan padi gogo yang mereka tanam pada permulaan musim hujan, mereka menugal benih padi di lahan yang baru dibersihkan dari hutan semak belukar, umumnya dengan dibakar, tanah yang relatip bersih tanpa sumput rumpai , setelah hujan tiba bersamaan dengan penugalan benih padi, semua biji bijian terutama rumput dan semak liar bersamaan juga ikut nimbrung tumbuh, terutama rumput liar, sampai bulan pertama sesudah penugalan benih padi,   tanaman padi bayi sangat sulit dibedakan dengan  rerumputan liar,  sehingga penyiangan  sangat lambat, apabila terlambat menyiang tanaman akan kalah bersaing dengan tumbuhan rumputan liar dan terlanjur kurus kurang gizi.  Babi hutan dan hama  dan tikus   menyusul datang , saat padi berbulir burung burung pipit mulai berpesta. Begitulah  ribuan tahun berjalan nyaris tanpa  surplus  panen untuk diperdagangkan,  sehingga aneh, kapan Pulau ini dinamai pulau Jawa, atau Jawa Dwipa, atau Pulau Padi ?
Anak Benua India telah berkembang jauh lebih dulu dari Jawa Dwipa,   expedisi demi expedisi dikirim oleh masyarakat maju dari Atas Angin (angin muson tropis di utara katulistiwa bertiup ke timur sepanjang katulistiwa merupakan angin buritan perahu  perahu dari Teluk Bengali. Entah expedisi besar-besaran yang keberapa  mereka ini cukup membawa penumpang yang akan bertani, membuka lahan untuk bertani dan mencangkok  pranata social yang cocok untuk organisasi  sawah berpengairan. Pokoknya di Pulau Jawa  sistim gogo yang kurang produktip semakin diganti dengan sistim padi sawah, sesudah  masyarakatnya mampu  mencetak sawah berpengairan,  mengorganisasi pengairan  dengan banyak kelebihan  agroteknis, dan  memungkinkan  bertanam padi musim kemarau.   Peninggalan situs situs sejarah  masih bisa berguna untuk merunut peristiwa besar ini.
Type padi yang dikembangkan saat itu hingga ribuan tahun sesudahnya di Pulau Jawa  adalah type Indica, hasil dari huma maupun  dari sawah, Cultivar (varietas yang asalnya dari hasil seleksi manusia)  yang terbaik berasnya ditanak menjadi nasi  pulen dan  harum sudah menjadi mata dagangan Pulau ini  sejak itu, juga kerena surplus cukup  besar, mungkin saat itu julukan Jawa (juwawut – padi padian)  diberikan  kepada pulau ini 
Ke Pualu Jawa didatangkan dari India jenis kerbau yang lebih besar Bubalus anee L  lebih besar dari Bubalus mindoroensis L yan kini masih umum dipelihara di Phillipina, para Ksatria membangun hierarchy Pemerintahan dan menugaskan kaum Brahmana merancang sistim pengairan beserta organisasi “exploitation and maintenance” saluran pengairan dan bendung bendung, yang sampai kini menjadi sistim yang unggul yaitu sistim pertanian  “Subak” di Bali , bukan saja menyangkut air pengairan tetapi juga “pranoto mongso” waktu waktu yang tepat untuk mulai bertanam berbagai tanaman di lahan sawah, maka tercipta pola  pergiliran tanaman yang  tecatat rapi  merupakan hasil pengamatan ribuan tahun dihubungkan dengan peredaran  rasi rasi bintang dan orbit Bumi –  dikerjakan oleh para Brahmana  dari generasi ke generasi,  begitu rupa sehingga ciri khas setiap lokasi  sistim  saluran pengairan  mempunyai  pranata mongso yang  `mampu menjamin hasil optimal dari seluruh  wilayahnya, begitulah tidak ada anggauta Subak yang semaunya menanami lahan sawahnya dengan budidaya yang dipilihnya sendiri masing masing, saat dan pilihan  budidaya  diperhitungkan  oleh Pimpinan Subak.  Sistim petanian Subak di Bali  sama dengan sistim pertanian dengan pengairan di Jawa Dwipa,  Disiplin  patuh pada aturan masyarakat ini dasar Budaya  Petani  yang merupakan mayoritas  penduduk Jawa Dwipa zaman itu jauh sebelum “ Techniek van Irrigatie” ditrapkan untuk Tebu.
Tidak mengherankan bila situs situs  Kota Raja ada di lereng lereng gunung dengan elevasi 400 m – 600 m diatas muka laut  sangat  sering ditandai,  seperti di Panjalu,  Jawa Barat,  di Pikatan  wilayah Temanggung Jawa Tengah,  Prambanan Yogya, Singhasari Jawa Timur, dimana anak sungai masih dapat dengan mudah dibendung dan airnya dialirkan sepanjang punggung lereng tempat tertinggi yang melandai ke bawah, dengan pertolongan aliran air itu  pencetakan petak petak sawah ber- undak,  bertingkat tingkat kebawah dapat di kerjakan dengan tenaga dan teknologi yang ada saat itu. Bendung dan sistim saluran pengairan  beserta jadwal pembagian air di selenggarakan  petani sendiri, dibawah pimpinan   para  Brahmana yang  ndak mempan disuap dan tidak pilih kasih, begitu pula dalam mengemban tugasnya yang tak kurang penting yaitu menentukan besarnya “pajak” yang tidak pernah memberatkan petani. Para Brahmana ini  mampu menetapkan  dengan akurat jadwal dan jumlah distribusi air  ke setiap petak  milik masyarakat tani pemakai air atas nama Raja, menjadikan Raja Raja di Jawa Dwipa  di anggap “Trahing Kusuma Rembesing madu, tedhaking handana warih” yang artinya pernah disajikan di Majalah ini: Keturunan bunga Surgawi  yang mengalir darinya madu kehidupan dan Penerus keturunan pemberi  air pengairan –  Begitulah hingga sekarang ideal stereotype dari Ksatria di pulau Jawa, diharapkan melekat pada Pengemban Kekuasaan, yang didambakan  tapi belum pernah datang. Sejak Sang Erlangga.
 Selain itu dijuluki Ksatria  Sabrang, Bhuta Cakil. Sebangsa Cyrus Cakil, yang di Pewayangan suka lagak, membentak bentak  tapi tidak sakti, Bhuto Gayus Galiuk, semua dari golongan bangsa raksasa rendahan yang kepalanya botak perutnya besar jauh dari sakti, suka harta   melebihi tuannya  Maharaja bangsa raksasa malah masih  menguasai Nusa Jawa karena memang lahir dari  di kepundan Gunung  Merapi – Sang Super pecinta Harta, yang “daripada” badannya selalu berbau belerang,  mangkat, setiap tetes lendir daripada jazadnya “aken” berubah menjadi Bhuta   Cakil dan Galiuk “semangkin” beribu ribu , hinga sekarang  melekat seperti jelaga diseantero Nusantara menutupi matahari.  Jelaga ini akan tercuci  sampai pertanda surja sangkala : ” su-Kerta-ning Bhumi Sirna dening Ogha-ning kawula.” Artinya ( jelaga keringat dan lendirnya Sang Superpecinta Harta yang menjadi Bhuta  Yaksa  yang menutupi Nusantara akan terkikis habis pada tahun surya tersandi pada surya sangkala diatas), begitulah yang tertera pada Prasasti yang ditemukan di Gayungsari  - Terung (sekarang Surabaya) , baru tahun ini.
Tokoh tokoh penjilmaan lendir  mayat Rahwana  ini bukan idealnya penghuni Jawa Dwipa.(*)


Biography Kapitalisme Amerika Serikat, dan Perkembangan Pola Pikir yang Menyertainya


Judul di atas dan kaitannya dengan existensi  Bangsa Indonesia:

Tingkat pengenalan bangsa ini terhadap Ekonomi ,dan politik Amerika Serikat sepanjang waktu.

Berangkat dari kesadaran betapa besar pengaruh tata hidup Amerika Serikat dan pola pikir dari sana terhadap Bangsa kita dalam perjalanan mengisi Kemerdekaan Negeri ini, maka ada baiknya kita mengingat kembali Perilaku Entitas istimewa yang satu ini, berkembang  saling melilit dengan Bangsa di Republik Nyiur Melambai, konon Negeri kita ini.
Ternyata Amerika Serikat dikenal oleh kawula Hindia Belanda van voorde Oorlog di jaman Penjajahan, oleh Oma dan Opa kita  Mamie dan Pappie kita hanya dari Film Hollywood mulai dari film bisu  sampai yang technicolor,  dari Rudolf Valentino pujaan para pemirsa wanita, Greta Garbo, Charlie Chaplin sampai ke Mickey Mouse dan  produk mobil  dan lemari es yang semua adalah wah pada jaman itu, (kita sudah kenal Marilyn Monroe, kain CP drill, kaca mata Rayban dan nylon stokings dari jaman penjajahan Belanda).
Sampai Perang Dunia I,  th. 1914 -1917 Amerika Serikat masih bersikap sebagai Isolasionis, terhadap percaturan “Dunia” yang waktu itu adalah Europa dan Jajahannya.

Barulah setelah Pearl Harbour pangkalan Armada Pacific Amerika Serikat diserang habis-habisan secara culas oleh Dai Nippon pada 7 Desember 1941, dan pada bulan Pebruari th 1940, dan kapal Penumpang mewah Lucitania ditenggelamkan oleh kapal selam Nazi Jerman, Amerika serikat membuka politik Isolasionismenya. Inipun belum menyentuh emosi Pribumi  Negeri ini yang masih terjajah oleh Belanda.
Perang Dunia II  pecah, tahun 1940 Hindia Belanda diduduki  Balatentara Dai Nippon – zaman Penulis, menapaki masa anak anak, mendapatkan Dum-a-i ( Jawatan Propaganda Nippon)  meneriaki  musuh musuhnya Amerika dan Inggris,  yang kita harus ikuti, Amerika harus diseterika dan Inggris harus dilinggis. Bung Karno dipanggil oleh Panglima Mandala Dai Nippon di Asia Tenggara ke Saigon, mungkin diminta menenangkan Rakyat yang panennya dirampas untuk bekal perang, penduduknya telanjang tanpa pakaian, karena ndak ada kapas tidak ada mesin pintal dan tenun. Policy Colonial tidak mengadakan itu.
Asia Tenggara ditinggal begitu saja oleh penjajah Eropa dalam bilangan minggu. Rakyat jajahan tidak diajak ngomong apapun, jangankan berpamitan, semua kaum Eropa cabut begitu saja ketakutan akan serangan Jepang.
Amerika Serikat di medan pertempuran sendirian, juga tidak mengajak omong apa-apa dengan Pemimpin Pribumi Indonesia, karena tidak diperkenalkan oleh Tuan Penjajah lama Sinyo Belanda yang ngacir begitu saja. Kecuali di Bataan, Jendral McArthur, berjanji akan kembali, janji heroik dari Jendral Negara Pecinta Demokrasi dan Kemerdekaan ini pun Rakyat di Negeri Jajahan Asia Tenggara tidak mendengar, apalagi mengerti  maksudnya.

Kemudian  Presiden AS,  Jendral Dwight Eisenhower dan Perdana Menteri Inggris Sir Winston Churchill  nyaris menista para Pemimpin Revolusi dan Proklamator Republik Indonesia sebagai "Komprador Jepang", menurut saya kok bisa-bisanya Amerika menista Bung Karno, ? kan mereka sendiri bangsa Eropa yang ngacir terbirit-birit dari Indonesia akibat serbuan Jepang.

Tahun 1945 Dai Nippon Taikoku keok oleh bom nuclear Amerika Serikat.
Sontak Bangsa Indonesia merdeka, dengan Proklamasi kemerdekaannya yang didukung oleh seluruh rakyat Indonesia dimotori oleh kaum Revolusioner, jangan lupa juga ada Tan Malaka yang Komunis. Di sisi lain terdapat  Dr. Sam Ratulangi yang mempercayai rust en orde dan ya juga ada Sultan Hamengku Buwono X  yang dihormati oleh Kerajaan Belanda sendiri dan segenap Pemuda.

Belanda  yang tadinya ngacir, melihat Amerika sudah mengalahkan Jepang, kemudian para Simyo Belanda ini dengan pongahnya mendarat di Jakarta, Surabaya  dan kota besar lain dengan senjata pemberian Inggris dan  ditemani tentara Inggris dengan beberapa skuadron tempur pesawat Spitfire. Kedatangan NICA Belanda di elu-elukan oleh kaum Komprador Kolonialisme NICA– sedangkan Amerika Serikat kala itu jauh di mata jauh dihati- , meskipun seluruh umat manusia di Dunia memuja dan memuji karena McArthur Jendral  Amerika tidak ingkar janji nun di Bataan Phillipina, dia kembali, untuk apa, Rakyat Indonesia juga tidak mengerti.
Yang jelas Seluruh bangsa Indonesia tidak ingin Belanda kembali.
Tentera Kerajaan Belanda melakukan agresi  -  ada Westerling yang Yahudi di Sulawesi dengan gerakan menteror rakyat,  membunuh tanpa sebab - genocide puluhan ribu korban, menyapu ratusan, ribuan Desa, hampir seluruh Negeri diduduki  Tentera Kerajaan Belanda: bule, hitam  dan sawomatang   – tapi juga ada Ktut Tantri Puteri Amerika asli – seorang Wartawati mengumandangkan tuntutan Ibu Pertiwi ke seluruh Dunia.
Akhirnya Amerika Serikat memfasilitasi perundingan di Kapal Perangnya, USS Renville.

Pesan Sponsor: Wahai Bangsa yang ingin merdeka, aku restui,  asal faham Komunis jangan dikasih hati, sebab faham ini adalah faham musuh utama Amerika Serikat yaitu Blok Negara-Negara  dengan idiologi Sosialisme. 
Memang kemudian telah terjadi terror genocides oleh bangsa sendiri duakali  1948 dan th 1965, lebih kurang 4 juta korban, Tan Malaka, Mr. Amir Syarifudin dan kawan-kawannya.
Sejak kontak pertama dengan Politisi Amerika Serikat di USS Renville, banyak Politisi  Penguasa, Manggala Tentara, yang menamakan diri Inteligensia dan Pemuka Agama terpukau oleh petunjuk dan fatwa kaum Politisi Amerika  Serikat, Adhikuasa sejagad raya : 
Demokrasi dalam membuat Undang-Undang dan Penyelengaraan Negara, Kebebasan Individu berkarya mengejar keuntungan,  Privatisasi Usaha/ Pemerintah  tidak campur tangan di Dunia Usaha  dan pembagian rezeki antara penduduk warga atau bukan warga Republik ini ndak usah diatur Negara,  semua harus bersedia untuk melawan Komunisme yang anti Tuhan, begitulah credo yang ditelan.
Bahkan sewaktu ada pertemuan antara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dengan Presiden Sukarno, John Foster Dulles menandaskan bahwa dalam pertentangan antara Blok Negara- negara yang mengikuti faham Kapitalisme yang dipimpin oeh Amerika Serikat dengan Negara –negara yang mengikuti faham Sosialisme, semua Negara harus memilih fihak, memilih netral dalam hal ini,  adalah sikap immoral.
Menteri Luar Negeri yang sekarang, dari Kabinet Presiden Barrack Obama, Nyonya Hillary Clinton waktu berkunjung ke Jakarta tahun 2009 lalu, menyatakan bahwa Indonesia akan  mendapat dukungan Amerika Serikat asal konsekuen melakukan reformasi dengan menyerahkan perkembangan ekonomi kepada Private Enterprises (swastanisasi semua sektor ekonomi), menjamin tidak membatasi/ menasionalisasi hak milik Individu dan Corporations,  meratifikasi undang undang mendukung Perdagangan Pasar Bebas, Menjamin stabilitas moneter sekuat tenaga.

Memang menurut para Pedagang, apabila nilai rupiah ditentukan oleh Institusi Keuangan Negara agak kikuk bagi peredaran barang export dan import, apabila Rupiah dinilai terlalu tinggi terhadap US Dollar barang dari Indonesia tidak cukup mendapat uang Rupiah untuk kulakan (modal pembelian), bila Rupiah terlalu rendah dinilai dari US Dollar, barang dari Indonesia akan memotong harga barang serupa di Negara Pengimport, seperti harga dumping.
Apabila nilai tukar ditetapan oleh Negara, konsekuensinya harus selalu  ada uang U$ Dollar di kantong Pemerintah (di zaman Orde Baru Suharto selalu di-back up U$ Dollar dari hutang/pinjaman – ditukar dengan segala konsesi pengerukan kekayaan wilayah dan kepatuhan terhadap petunjuk AS).
     Toh sudah terlalu banyak, kemudian  Amerika Serikat sebagai “Pemakai” dan “Penjual” barang dan jasa terbesar di Dunia berkeras untuk menentukan nilai dollarnya dengan mata uang Negara lain.
Adapun setiap Negara mempunyai cadangan U$ Dollar dari hasil Export produces mereka, itu tidak menjadi soal dalam menentukan nilai tukar uangnya terhadap U$ Dollar, toh nantinya juga akan dibelanjakan dengan jasa dan barang dengan harga U$  Dollar juga.
Tentu saja cadangan devisa dengan U$ Dollar akan menstabilkan nilai tukar uang local karena bisa selalu memenuhi kebutuhan untuk import.

Nilai tukar uang Negara itu  ditentukan oleh seberapa kuat Negara tersebut menggandakan Dollar yang ditanam di Negara itu artinya memberikan keuntungan dari setiap Dollar yang disuruh bekerja di Negara tersebut, dengan pengembalian modal yang cepat, ndak sampai sepuluh tahun, bahkan umumnya lima tahun saja.
Dengan keuntungan besar dari setiap U$ Dollar yang ditanam, akan menarik lebih banyak U$ Dollar lagi untuk dipekerjakan di Negeri itu, untuk itu  U$ Dollar perlu ditukar dulu dengan uang setempat sebagai tanda pembayaran yang syah, untuk operasional.
Jadi permintaan uang local naik, nilai tukarnya tehadap U$ Dollar meningkat, Negara tersebut punya cukup kekuatan untuk membeli barang modal/infra structure yang memang diproduksi di Amerika Serikat. Kan win-win solution ?
Bagaimana, dimana dan kapan nilai tukar tehadap U$ Dollar itu ditetapkan ?
Untuk itu diadakan Pasar Uang dan Modal/Saham, dimana setiap mata uang bisa ditetapkan setiap saat oleh mekanisme permintaan dan penawaran.
Dimana dan kapan U$ Dollar memburu Uang Setempat, disitu nilai tukar Uangnya tinggi.
Teorinya Negara itu bisa se kuat ekonominya dengan Amerika Serikat.
Teorinya kekayaan Masyarakat bisa  meningkatkan  kualitas hidup dan untuk membangun infra struktur yang bahan bakunya, teknologinya, bikinan Negara maju yang harganya wajar bila dinilai dengan uang “keras”itu.
Selanjutnya pembangunan  infra struktur ini menjadi pondasi masyarakat maju.
      Anehnya setiap U$ Dollar yang disuruh bekerja di satu Negara, keuntungan yang didapat tidak pernah bisa dihitung secara terbuka,  apalagi bila U$ Dollar itu bekerja untuk menghasilkan bahan mentah yang berupa bijih tambang, ada saja ongkos yang di mark up termasuk beaya business dan technology.
Jadi tipislah keberuntungan Negara yang ditanami U$ Dollar dalam pertambangan  “tidak nampak memberi keuntungan yang tinggi” Begitu pula harga saham dari Corporasi itu juga tidak menanjak tajam karena deviden nya juga sedang sedang saja, uang local tidak terangkat nilai tukarnya oleh keuntungan Corporasi  walau sebenarnya setiap U$ Dollar yang ditanam memberi keuntungan sangat besar, kecuali pemasukan Negara dari bagi hasil yang (bila ndak diplintir) bisa dirubah jadi barang modal dan infra struktur guna memudahkan Usaha – menjadi ekomoni beaya rendah, yang selanjutnya menarik penanaman U$ Dollar –selanjutnya karena harus ditukar dengan uang local, pemintaannya meningkat atau bertahan.

Begitulah kata para Pakar dari sana yang punya Pengikut yang kuat di Negeri selain Amerika Serikat  (Kaum Neo Liberalis) , untuk menilai berapa tukaran satu Dollar dengan uang setempat yang sudah dijaga nilai  tukarnya dengan kebutuhan pokok minimum regional oleh si Penanda Tangan di “lembar kertas” itu yang juga secara wanti wanti dari Gurunya, artinya tidak mencetak uang tersebut secara serampangan, agar nilai tukar di  Pasar  didalam Negeri seimbang dengan jumlah  jasa  dan barang setempat. 
Jadi  nilai tukar uang Negara tersebut diperhitungkan seperti ini.

Biasanya Corporasi raksasa yang bersangkutan dengan penanaman modal Dollar tidak perlu pamer berapa keuntungan dari satu dollarnya yang dia suruh kerja di Negara itu – jadi nilai uang lokal  terhadap  U$ Dollar ya sekedar buat hidup itu saja, tanpa bisa membeayai pembangunan infra structure.
Toh bahan tambang itu hanya berupa bebatuan tidak ada yang butuh di pasar konsumen umum, jadi “permintaan” dan  “penawarannya” dipasar sangat terkendali ditangan Corporations saja.
Dalam Pasar Modal dan Uang – mata uang Negara yang ketempatan U$ Dollar Corporasi raksasa tidak terdongkrak, karena sang Corporations Raksasa tidak perlu membagi devident yang menarik, meskipun nilai keamanan sahamnya termasuk Blue Chip, walhasil, misalnya, bila rupiah  mau ditukar U$ Dollar nilainya  tidak tinggi.

Celakanya nilai U$ Dollar sendiri, sering tidak disesuaikan dengan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tapi bisa sangat berubah-ubah sesuai dengan gerakan U$ Dollar itu sendiri 
Apabila banyak “tanaman” U$ Dollar yang memberi keuntungan bagus, uang beredar jadi banyak dan lancar, apabila keuntungan yang diberikan sedikit uang U$ Dollar meskipun  dinegerinya sendiri menjadi  malas bekerja, tidur saja dikasur empuk yang artinya digunakan untuk membeli Perusahaan yag bangkrut atau Harta mereka yang bangkrut yang tentu saja dijual murah, jadi  meskipun tidak “bekerja” U$ Dollar ini sudah mendatangkan “keuntungan” bagi Kapitalis- atau melancong ke wilayah lain, bergabung dengan saudaranya yang namanya “Petro Dollar” yang ndak pernah pulang.
Yang dibutuhkan mungkin untuk  para penjaja “mindring” (kredit bunga tinggi) diseluruh Dunia, atau mencuci U$ Dollar liar yang ndak pernah pulang, dengan diberikan sebagai hutang jangka panjang yang sambil dicicil dari hasil keringat Rakyat Negara Penerima, jadi bersih dan pulang – menambah jumlah yang sudah ada.
Itupun masih ditambah dengan Jumlah “Kertas yang ditanda tangani” yang dengan alasannya sendiri jadi semakin banyak, ditawar-tawarkan ke segenap penjuru Dunia.
Ini namanya penyediaan uang secara Inflatoir dilebihkan demi kelancaran pembayaran.
Termasuk U$ Dollar saat ini. Seberapa terinflasi dia,  nilai tukarnya ditetapkan oleh Pasar, dengan criteria yang sama, seberapa uang local dimaui oleh U$ Dollar, karena disitu setiap U$ Dollar yang bekerja (terinflasi atau tidak) mampu menghasikan keuntungan berapa, bila keuntungan merosot, nilai tukarnya terhadap U$ Dollar terinflasi pun tetap saja rendah, ini berarti walaupun nilai duitnya turun, setiap pemegang U$ Dollar tidak perlu merogoh kantongnya lebih dalam untuk mendapatkan secangkir kopi. Penghasil biji kopi tidak mampu ladi beli shampoo, tapi sabun saja – mungkin malah air rendaman arang miang padi, ndak usah beli.
Jadinya uang local jadi ganjal inflasi U$ Dollar.

Rupiah adalah hasil  keringat rakyat kita, tabungan hari tua setiap warga kita yang tekun bekerja di kala mudanya, dibiarkan “dinilai” dipasar Uang dan Modal  - dengan satu kritria saja, seberapa satu U$ Dollar bisa memberikan keuntungan. Sedangkan yang dinamakan keuntugan itu adalah devident dari saham perusahaan yang modalnya semula ya U$ Dollar, disini tidak ada keterbukaan keuntungan, tapi keluhan dan kolusi.
U$ Dollar adalah pangeja-wantahan dari Kapitalisme AS.
Perilaku Kapitalisme Amerika Serikat bisa di tandai dari sejarahnya.
Misalnya hantu Resesi,  yaitu mandegnya segala kegiatan Ekonomi dalam waktu yang singkat, nyaris medadak yang telah datang berkali kali, yang terhebat dikenang sepanjang zaman terjadi pada tahun 1929, juga mengguncang Perekonomian Dunia, terutama wilayah yang hubungan ekonominya erat dengan U$ Dollar.
Apa ndak ada yang kepingin tahu sejarahnya Kapitalisme Amerika Serikat ? (*)
 (bersambung ke tulisan saya berikutnya tentang Sejarah Kapitalisme Amerika Serikat).

   















Tuntunlah Aku ke Jalan yang Benar


Penduduk Nusantara  yang Hindu dan animist sejak akhir Majapahit berpengaruh diseantero Nusantara, yang mengganti kepercayaan Hinduisme  adalah
Islam.
Sedangkan Islam adalah Agama yang mengajarkan, tidak ada illa (sesembahan) selain Allah dan Muhammad adalah  Rasulnya. Dalam Islam juga diajarkan mengenai
pembentukan masyarakat yang pada zaman  sejak diajarkannya,  adalah model yang
komplit, tentu saja ada nafas Arabnya terlebih perbaikan kaum Beduin yang  sangat kuno.
Tidak heran bahwa  sejak   zamam zaman berikutnya di Nusantara, apabila ada segala
gerakan masyarakat yang besar, selalu terkait dengan keislaman, termasuk perorangan
yang aktif memperjuangkannya untuk kebaikan umum maupun kebaikan pribadi.
Kejadian besar dimulai dengan pertentangan antara dua sosok  Waliyullah pada abad ke 16 antara Sunan Kalijaga dengan Sunan Kudus di kerajaan Demak Bintoro  (antara pengaruh kaum Ulama di Sidang Kerajaan  yang sejajar dengan Raja dan pengaruh kekuatan monarchic absolute  yang sudah mendarah daging dalam feodalisme Hindu, akhirnya dimenangkan pihak monarchic absolute)    satu  abad yang menyusul kemudian di kerajaan Mataram Sultan Amangkurat I ( Putra Sultan Agung ),  pertentangan ini menjadi sangat meruncing diakhiri dengan pembantaian para Ulama  ( Babad Tanah Jawi  ). Kemudian Perang Diponegoro yang juga memakai simbol simbol Islam yang menyolok pada abad 19 , juga di Bonjol Sumatra Barat (kisah Tuanku Rao ), hingga perang Aceh di penghujung abad yang sama. 
Selanjutnya di abad keduapuluh yang gegap gempita yeng ditandai dengan dua Perang Dunia yang sekaligus membuat Dunia mampak kecil, oleh kemajuan teknologi. 
Pada permulaan abad  ke 20,  Syarikat Islam (SI) terpecah jadi dua, yang dipimpin oleh Haji Misbach sarat dengan idea Sosialisme  ( memang banyak idea Islami yang bersifat populis antara lain membebaskan budak yang masuk Islam, mengharamkan riba dsb.), berakhir dengan Pembuangan besar -besaran oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Boven Digul dan banyak makan korban.
Yang satu lagi Serikat Islam yang hijau didukung oleh mereka yang  percaya pada  “rust en orde”  nya Pemerintah Hindia Belanda, kemudian tetap tidak memberi kesempatan pada kaum Pribumi yang tidak dididik Sekolahan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, untuk kepentingannya.
Ini bukti bahwa Islam merupakan daya pembaharu dalam masyarakat Nusantara yang sangat hebat.

Selanjutnya, dengan barakhirnya Pera Dunia II memberi kesempatan pada Bangsa yang terjajah berkepanjangan membebaskan diri. Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta.
Sejak itu, kita berperang mempertahankan kemerdekaan, dengan senjata seadanya, melawan
agresi Tentara Kerajaan Belanda dan antek anteknya, yang mereka namakan “aksi polisionil”pertama dan kedua hingga lima tahun. Belanda  memakai dengan cara royal senjata
Senjata bekas PD II  termasuk beberapa skadron Pesawat pemburu/pembom presisi P 51 Mustang dan  Douglas C 3 pengangkut.                                    
Islam yang menampung aspirasi kaumnya   yang  merasa merdeka karena ditinggal Jepang yang menyerah, langsung menelurkan Piagam Jakarta, langsung dimenangkan oleh Pancasila, karena alamiah bangsa ini adalah Bhineka Tunggal Ika.
Di medan pertempuran organisasi-organisasi Islam mengobarkan semangat perlawanan rakyat terhadap penjajahan kembali oleh Belanda, meski hanya dengan “granggang Para’an” bamboo khusus yang diruncingkan ujungnya layaknya tombak, bamboo itu tumbuh di Para’an dekan Magelang – betul betul semangat rakyat, karena menganggap bamboo runcing Para’an ini bertuah, yang secara teknis militer tentu saja tidak berharga, malah bisa menimbulkan banyak korban, tapi dukungan akar rumput, rakyat jelata tidak bisa disemehkan. Siapa yang mendukung gerilya dengan perlindungan dan makanan?
Mudahnya mendapat dukungan yang luas dari akar rumput dan kejelataan rakyat banyak, membuat-khusus nya ormas Islam sampai sekarang mudah sekali diboncengi oleh profiteers, semudah mengenakan jubah atau jilbab dan memelihara brewok jenggot, pendukung pendukung ini mudah sekali menjadi fanatic dan beringas.  Gampang berkumpul lebih dari sepuluh orang bawa golok dan batu karena di desa desa mereka diajari oleh kondisi yang  sudah bertahun tahun “The might is right”-  Yang banyak pasti benar ( ingat ibu Siami yang diusir dari kampungnya oleh kelompok penduduk kampung  yang anaknya tidak diberi contekan  jawaban  ujian nasional  SD th 2011 di Surabaya, si Alif Maulana, putra ibu Siami – seminggu kemudian malah dipanggil kembali oleh kelompok  yang sama, coba kalau di sana ada penjahat yang menyuruh massa masuk rumah) dia yang menjarah  -  karena meskipun hanya sesaat itu.
Pengetahuan mengenai Agama Islam secara tradisi yang sudah ada sejak abad ke 15 merupakan intitusi yang sangat terbuka, siapa saja Muslim atau Muslimah boleh datang dan pergi setiap saat, namanya Pondok Pesantren.  Hingga sekarang insitusi pendidikan agama Islam ini masih ada bertebaran di seluruh wilayah pertanian dan pantai laut Nusantara, oleh kerena sisa- sisa ke-tradisionalan nya sangat jarang di tengah kota kota. Pendidikan ini menghasilkan para santri, ulama  dalam agama Islam dan kemasyarakatan, cenderung untuk memimpin masyarakat, menurut kemampuannya, baru paruh kedua kemerdekaan Repuhlik ini ada pandidikan Islam dengan metoda moderen: Ibtidaiyah,  Tsanawiyah dan Aliyah yang terpola seperti sekolah Negeri, sayangnya  bukan science  tapi yang  diperdalam , namun pidato dan phraseology, ketrampilan alaminya hilang.
Bung Karno alm. Pesiden  Republik yang pertama ini, adalah sosok yang dilahirkan untuk memimpin rakyat dan berani  mewakili rakyatnya memproklamasikan kemerdekaan Bangsanya, juga muslim dia Haji dan beristeri lebih dari satu, seniman dengan intelektualitas tinggi, tidak menumpuk kekayaan untuk pribadi dan keluarganya selama berkuasa, tapi tidak didukung sepenuhnya oleh kaum muslim di Indonesia, terbukti dalam perlawanan DI/TII/NII, Bung Karno dianggap dekat dengan PKI  yang konon anti Tuhan oleh kaum Masyumi yang sangat pro AS, dan PKI hanya menganggap AS sebagai macan kertas, akhirnya hancur oleh Marshal Green Dubes AS di Indonesia saat itu, menyeret Bung Karno,  menjadikan rakyat  korban, ratusan ribu bahkan  jutaan  yang  dibantai anak istrinya tanpa pengadilan, karena berani menerima pembagian tanah UU Land Reform.   Anggauta anggauta ex Masyumi dan  HMI, juga   angauta anggauta Ansor dan Banser yang Islam ikut menjadi algojo.
Orde Baru oleh Jendral Besar Suharto dan kawan kawannya segera dibentuk. Hasilnya  Masyumi tetap dilarang, Subchan ZE almarhum politisi praktis dari NU sakit hati tidak diberi pembagian kekuasaan, meninggal kecelakaan  di Saudi Arabia, mobilnya konon tabrakan keras (Gus Dur alm. juga tabrakan di Jawa Barat di era Orde Baru  sampai istrinya cacat), NU kembali ke  khittah yaitu meninggalkan politik praktis dengan segenap aparatnya Banser dan Ansornya. Tinggal para anggauta dan pengikutnya yang bersemangat menggebu-gebu  berpolitik praktis memilih bergabung  barsama Golkar bentukan Orde Baru, berganti warna dan berganti kulit yang ternyata sangat cocok saja, ada satu kesamaan yaitu dollar AS yang ditebarkan sebagai bantuan, sangat mudah dikorupsi lewat kolusi dan nepotisme.
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme atau KKN berkembang tanpa kendali tanpa malu ya mulai era Orde Baru, membawa Islam sebagai simbul  seperti misalnya di BULOG waktu itu, siapa yang tidak tahu bahwa BULOG adalah kavlingnya Organisasi Massa Islam  karena Pendirinya Institusi Pemerintah ini adalah  adalah pendiri HMI Jendral Achmad Tirtosudiro,  jadi kebagian juga toh ? Sebenarnya ini biasa saja semua ikhlas, jadi tidak biasa karena mulai Bustanil Arifin Bedhu Amang dan Rahadi Ramelan adalah Koruptor besar yang sudah divonis, korupsi yang sudah sistemic.
Jendral Besar Suharto jatuh karena Boss AS sudah tidak suka ,karena mbalelo tidak mau memerdekakan Timor Timur jadi Timor Leste  yang merdeka dan terlalu KKN dengan anak cucunya,  jadinya tidak diberi tambahan hutang untuk mengisi lebih dari 30 persen APBN th 1998, tragis, para Menterinya semburat tidak datang waktu dipanggil karena uang  sudah tidak ada.
Kali ini pemboceng /profiteers   reformasi  sudah pintar, tidak mengambil sebagai teladan  Subchan ZE alm. yang pajuang, tidak perlu ada yang mati sia sia,  lantas terbentuk era pasca Orde Baru  yang demokratis. Era Reformasi jadi malah membuat Partai baru, ada yang cari jalan mudah, bergabung pada Partai yang gres baru, ditambah dengan brewok jenggot  dan symbol Islam yang khas, jadi Komite Pemilihan Umum Daerah dan Pusat pakai jilbab, kalau perlu namanya ditambah dengan predikat Haji  orangnya ya anak pinak dari yang merintis dulu di zaman Orde Baru, jadi sudah sangat piawai dengan KKN malah bisa terpilih jadi Ketua Partai, konon beaya siluman untuk hadirin delegasi dari DPC/DPD di Kongresnya mencapai dupuluh juta dollarAS  supaya terpilih, bukan duit halal, dari APBN 2010 untuk Mega Project  Hambalang wilayah Bogor dan Wisma Atlet di Palembang  yang trilyunan rupiah, konon di mark up ! Inalilahi wainalillahi rojiun. 
Aku diajari bahwa untuk mulai segala sesuatu pekerjaan seharusnya dimulai dengan mambaca Basmallah ; bismillahirokhmanirokhim – dengan nama Alloh Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih dan dalam bacaan Ummul Qur’an – Alfatihah – ada kalimat yang berbunyi – ikhdina sirotolmustakim – tuntunlah kejalan yang benar . Jadi aku baca Al-Fatihah – Ya Allah tuntunlah aku ke jalan yang benar……………..(*) 
                                                                                                           

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More