Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

INDONESIA PUSAKA TANAH AIR KITA

Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi nan Jaya, Indonesia tempatku mengabdikan ilmuku, tempat berlindung di hari Tua, Sampai akhir menutup mata

This is default featured post 2 title

My Family, keluargaku bersama mengarungi samudra kehidupan

This is default featured post 3 title

Bersama cucu di Bogor, santai dulu refreshing mind

This is default featured post 4 title

Olah raga Yoga baik untuk mind body and soul

This is default featured post 5 title

Tanah Air Kita Bangsa Indonesia yang hidup di khatulistiwa ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus senantiasa kita lestarikan

This is default featured post 3 title

Cucu-cucuku, menantu-menantu dan anakku yang ragil

This is default featured post 3 title

Jenis tanaman apa saja bisa membuat mata, hati dan pikiran kita sejuk

Rabu, 26 Oktober 2011

Aku adalah Uang yang Agung (Analisa menurut Ide Subagyo)


 Penukar makanan, barang kebutuhan, ternak, kulit binatang yang diterima secara universal sejak saat itu  aku adalah logam mulia, aku adalah emas dan perak untuk kalangan atas, sedangkan  untuk orang bawah aku hanya tembaga.
Selanjutnya kerena orang mau berkerja demi aku, aku jadi kurang  jumlahnya, jauh kurang  jumlahnya  dari barang dan jasa yang dihasikan dari bekerja, lagi pula tidak praktis aku sangat berat. Oleh orang Cina aku diganti dengan kertas sutra yang ditandai bahwa pemegang kertas sutra ini akan dibayar dengan sejumlah emas atau perak, pokoknya enteng dan praktis. Sejauh di mana saja, seberapa banyak emas atau perak yang dijanjikan, dibayar, kalaupun ada kembaliannya bisa diganti dengan kertas sutra yang menerangkan sejumlah kembalian itu  oleh pedagang Cina yang lain.
Dimana saja dan kapan saja, asal ada Pedagang Cina yang lain, janji yang tertulis pasti dibayar. Lama  kelamaan, bukan hanya Pedagang Cina saja yang percaya pada alat tukar lembar kertas sutra ini. Kertas sutera akhirnya sangat dipercaya untuk membayar barang barang dari Taiga ( hutan belantara di Siberia) dari padang rumput nun di Asia Tengah dan tempat tempat yang jauh, aku kertas sutera yang berisi janji membayar yang dalam bahasa Rusia namanya “Syolk” artinya sebenarnya sutera, sampai sekarang merupakan ungkapan untuk uang dalan bahasa Rusia, Yang menjelma jadi aku, di atasnya ada tulisan cakar ayam, pasti dihormati oleh seluruh pedagang Cina. Jadilah aku atas janji juga diberikan  pedagang Punisia, Parsi. India, Europa dan akhirnya janji membayar dengan sejumlah emas atau perak ini diberikan oleh setiap Penjamin yang memiliki reputasi baik di seluruh dunia, itu terjadi puluhan abad yang lalu.
Baru tiga, empat abad yang lalu janji itu dibuat oleh lembaga yang dinamakan Bank yang dalam bahasa Portugis atau Spanyol artinya bangku tempat menukar uang emas perak dari manapun asalnya, bila kenalan baik sekali, ya boleh pinjam dengan ongkos yang artinya bunga secukupnya, dengan jaminan  atau tanpa jaminan tentunya, dasarnya kepercayaan.
Baru sesudah itu Pemerintahan Raja Raja tidak mau ketinggalan, daripada membuat  pembayaran dari logam mulia lebih enak dari kertas yang berisi janji, akhirnya alat ini sangat praktis untuk membayar tentara, asal si Raja masih dipercaya ya OK. Raja Raja sering ingkar janji, uang emasnya dipalsu peraknya campuran timbal,  apalagi janji bayar yang ditulis di kertas, jadi dalam hal ini Raja-Raja tidak mau ketinggalan untuk nimbrung ikut serta dalam pembuatan sistem pertukaran dilandasi dengan alat tukar uang.
Kaum Ksatria Perang salib misalnya para Ksatria Templar dan kaum Borjuis dalam hal ini, tulisannya janji pembayaran di kertas sangat dipercaya umum. Jadi akhirnya uang kertas yang diterbitkan oleh Bank diterima oleh umum.

Sekarang waktunya Bank dan Aku ( sudah ganti nama jadi Modal Yang Mulia) bekerja sama.
Aku menjadi Penguasa tanpa Tanding di Bank, tapi hanya wujud angka sembilan digit yang dijamin oleh barang dan jasa di AS, atau duabelas digit dan sederet mantra dan tanda tangan, sidik iris mata sidik tangan dll. Meskipun Istanaku di Bank, aku tetap ada yang punya, ya manusia hidup, di Swiss Bank pemilikku bisa tanpa nama.
Peraturan Istanaku Bank Bank di Dunia, sayangnya aku hanya boleh bekerja bila dalam lima tahun aku kembali, ditambah ongkos lelah yang artinya bunga, ditambah dengan pembagian keuntungan yang artinya ya uang, aturan ini namanya ROI (Return on Investment) ini artinya putaranku dalam bekerja ( ngat, aku ya masih uang yang dulu, meskipun sekarang sudah jadi Yang Mulia Modal).
Saudaraku ya uang juga, tinggalnya ya sama sama di Istana namanya ya Bank, tapi milik Negara, sering dititip di Bank Bank swasta, saban tahun tambah meski recehan tapi buuuanyak, namanya Pajak dan Persenan dari BUMN, MNC kalaupun ada.
Lha ini yang di-rapat-kan di-per-bantah-kan oleh Wakil Rakyat, Congressmen, Sidang  Majelis Rendah, Sidang Majelis Agung, ditarik ke sana-ke sini untuk bekerja  di tempat yang sulit sehingga baliknya saudaraku itu tidak dalam lima tahun, senyampang uangnya orang banyak, karena orang miskin ya ikut ikut sedikit menikmati hasil karyaku, meskipun aku sekarang Yang Mulia Modal  juga tapi anak Negara, kalau terpaksa membuat selokan, ya aku jalani, drainage, jalan, jembatan, bendung dan penyaringan air raksasa, Rumah Sakit, Sekolahan, pokoknya aku ndak bisa pulang selama puluhan tahun, sebagai uang Pemerintah aku tidak ikut aturan umum ROI lima tahunan, sedih.
Saudaraku ini kepingin dititip di Bank Bank swasta, bisa berdansa dansa, Pejabatnya dikasih diriku, atas namanya di Bank  lagi.
Jadi untuk memaksa Pemerintah mengeluakan saudaraku yang ini, perlu diadakan peperangan (biar Pabrik Senjata, inteligensia, Rakyat Wamil, Pemborong Catering semua bekerja dengan cepat karena hampir tidak sempat tawar menawar)
Pokokya bukan aku yang asli Yang Mulia Modal, untuk pekerjaan rendah itu, bila perlu Majikanku beli emas perak bahkan tembaga, seperti tuan Morgan, dan aku yang dulunya uang di Bank yang selalu berputar cepat, kemudian ndak jalan kemana mana, tetap ngendon di Bank-Bank, akibatnya duit seret, bunga mahal, pabrik pabrik baru ndak ada, (didirikan di mana oleh siapa ? ) yang membuat barang dagangan wungkul/massive ya ukurannya ya harganya, bangkrut.
Devident ndak dibayar, boro-boro wong induknya (saham) saja amblas, sekali duakali ngasih devident banyak, e e lantas sahamnya  dititilep kayak Lehman Broters dan ratusan yang lain.
Aku tetap parkir sampai harga minyak bumi sweet light American  $ 150,- per barrel, supaya sesuai dengan harga minyak bila dibor di kutub Utara, yang keadaannya memang sangat sulit lho, konon jumlahnya menjanjikan sekali. Itu harus terjadi.
Maka itu Muamar Gadafi harus mati duluan, supaya ndak ngeganggu dengan minyak obral bagiannya. Kalau yang satu lagi juga bandel, lagi ndak nurut nyeretin minyak, ya terpaksa dibungkam, artinya diamankan, artinya di-Sukabumikan.
    Saking lagi iseng aku tawarin pinjaman pada orang tua tua pensiun atau tidak, pokoknya punya rumah bagus tinggal berduaan,  rumahnya dijaminkan aku bisa sedikit bersenang-senang dengan mereka, akhirnya rumahnya kena juga deh, lumayan, aku jual ke keluarga muda-muda yang lagi ngebet, tentu saja untungnya bagus dong, si Tua gak kuat bayar utangnya, boleh marah kalok masih hidup, boleh demo di emperan sampai mati. Pokoknya bayar dulu dengan bunga dan administration costs (ini yang selangit)  kejadian di AS dan bisa dimana saja, jumlah uang yang terlibat ini billions of dollars, si empunya rumah pada ndak mau pindah, mbalelo,  Polisi District bertindak, Polisi Federal bertindak mau apa ngana ?
Kan uang seret, sedang pembayaran barangnya hanya setengah tahun sekali, bagi mereka yang bikin super ocean Liners, NASA, ya pecatin saja buruhnya beres kan ? Mereka kan kotrakan sebulan sebulan, apa kontrak pengerjaan, itulah gunanya kontrak dan outsourcing ?  
Perkara aku, Sang Modal Yang Mulia parkir di emas, di perak, di tembaga, di platina, di logam langka, kan uang pembayarannya tetep di Bank Bank ? Ya duduk manis saja. (ah mosok ? )
Sebaliknya Bank-Bank yang ndak punya uang sendiri kentara, karena kuatir  gagal clearing minta tombokan Pemerintah,  di Indonesia yang ketahuan enem setengah trilyun rupiah,  dikasih, karena menepati janji, aku yang lagi parkir ndak di sentuh.
Di Greece, di Portugal Bank Bank masih sekarat. Wong kasihan dulunya diobral buat pemilu, aku yang lagi parkir ini, ya jangan diricuki, saudaraku saja, makanya ya dikasih.
Diluar negeri Bank Bank bukan ndak punya uang, tapi lagi diparkir oleh Pemiliknya, makanya Wall Street di demo. Aku duduk disuruh manis mau apa ?. Ssst aku dicetak lagi, makanya seluruh Dunia inflasi (di Indonesia Rp 8300 satu dollar, turun 12 % ya dollarnya ya rupuiahnya tambah banyak, tapi ngelayap kemana-mana,  untuk truck-truck dan excavator-excavator raksasa, 40 ton sekali angkut, yang harganya dikarang sendiri 3x langit,  untuk biaya intelligence, nyuap Penjabat, untuk adu domba, untuk membentuk Raja -Raja local, kan ya perlu uang). 
Mana si Nyonya Pinter yang ngajar ngajari ke seluruh Dunia kaum miskin –  free enterprise, privatization, no inflatoir expences, super austerity of commoners life, paling-paling kalau ada bayi baru lahir sedangkan susu ibunya kering dalam dua minggu, karena kurang gizi dan stress, dia nasihati jangan kuatir tidak kuat beli susu formula ya kasih tajin ( bubur beras yang encer sekali, kuahnya mirip susu) Iya Nyah !
Too late Madame, dulu ya Presiden kita alm. sudah menyarankan itu, makanya sekarang jadi ada jutaan ABG kendor.(*)
   









Jumat, 21 Oktober 2011

"ANDAIKATA AKU MAHASISWA SEMESTER TERAKHIR FAKULTAS PERTANIAN"

Andaikata Aku mahasiswa semester terakhir Fakultas Pertanian, waktunya membuat proposal untuk judul tugas akhir. Aku masuk jurusan Agronomy, andaikata aku mengajukan judul tentang penyambungan tanaman atau okulasi tanaman. Sebagai contoh Tomat  dengan Terong (Licopersicon  L diatas tanaman terong Solanum melongela L) bisa diterima apa tidak ya ?

Ada calon Dosen Pembimbing yang lagi kosong, orangnya masih muda sudah lulus strata Dua (S 2 ) dibidang Agronomy sekarang mau mengambil S 3, saya tahu betapa mahal ongkos mengambil title S3 itu, mestinya dia anaknya orang sangat kaya dan masih bekerja, atau dia akan menjadi Capres.  Sebaliknya orang tuaku sudah pensiun Pegawai Negeri, baru tahun ini. Aku cari Judul yang murah ongkosnya, besar gunanya bagi masyarakat, tapi tidak mengulang apa yang dikerjakan orang.

Aku mendapat informasi bahwa pisau okulasi bisa dibikin sendiri dari gergaji besi yang diasah khusus. Wah lha ini, aku baca informasi dari blogger http://idesubagyo.blogspot.com ini agak detail, wah bahan-bahannya murah ! Segera aku pergi ke toko besi punya keturunan Cina  kebetulan dekat muara gang di kampung saya. Aku beli gergaji besi satu minta yang terbaik, aku diberi merk Narvik harga   Rp 17.000,- trus aku minta batu asah yang dari batu kehijauan buatan Cina aku gambarkan panjangnya sejengak tipis, pamilik toko itu tidak punya. Aku ditawari macam-macam batu asah, ada jang dicetak kayak batu gerinda, ada yang dipakai oleh tukang kayu untuk mengasah mata “planner” (alat listrik serutan kayu) ada yang potongan batu alam persegi merupakan balok sepeti potongan kayu kaso sepanjang dua jengkal endapan sand stone jutaan tahun yang lalu permukaannya kayak sander ukuran 400, semua batu asah ini tidak cocok dengan gambaran yang aku dapat, aku tanya pada pemilik toko itu, dia mengingat ingat. Aku dianjurkan coba satu toko dekat Pasar yang paling besar di kotaku, e ternyata ada, panjang batu asah itu  sejengkal dimasukkan dalam dos karton tipis sederhana, ada tulisan “Whet Stone” dan tulisan Cina.
Aku perhatikan batu asah itu, nampaknya batu asah ini perkakas asah khusus untuk pisau sadap karet, tandanya permukaan tipisnya tidak sejajar, artinya agak miring di sisi lebar,  satu sisi panjang di samping  lebih tipis dibulatkan khusus untuk lengkung tajamnya pisau sadap karet, wah aku lega. Harganya murah hanya seribu limaratus rupiah, sambil ditanya mau beli berapa,  Aku jawab, ini baru untuk contoh sambil mengantongi kembalian uangnya.

Gergaji ku potong jadi dua saja persis ditengah, sesuai dengan informasi, aku potong miring kira kira 60 derajat. Ternyata mudah, aku jepit dengan jepitan ulir jang aku pinjam dari bengkel sepeda motor depan rumah aku jepit erat-erat dengan sudut 60 derajat, trus aku tekuk, dipukul dengan palu ke samping mepet ke jepitan dengan mudah gergaji besi itu patah menjadi dua, baja yang baik, mudah patah. Aku pinjam juga gerinda listrik 300 Watt, tidak pnting wong sebentar kok.

Di ujung runcing aku rancang untuk mata pisau, aku asah mata gergaji besi yang keras dan berlenggak lenggok, karena memang barang tipis ( kira kira 1,2 mm) jadi ya cepat. Sisi tajam diurut dari runcing pisau sebelah dalam menghadap ke dada.  Ujung pisau diarahkan kekiri. Digerinda tajam sisi yang di atas.
Aku sangat hati-hati, sebentar sebentar aku hentikan supaya tidak terlulu panas, sambil aku lihat, seberapa sudut tajam calon pisauku.
Menurut anjuran, sudut tajam pisau sekecil mungkin, kira kira 15 derajat. Kalau bisa lebih tipis, dan sama di depan maupun di belakang calon pisau itu, dipesan tajam pisau dari satu sisi thok.
 Aku begitu hati hati, aku ini seolah olah Empu Sombro Gimbal lagi membuat keris, aku dibiarkan bekerja wong bengkel lagi sepi. Aku sekaligus mengerjakan sisi yang dibawah yang harus rata air. Iya bener, permukaan ini harus aku ratakan dengan pipi piringan gerinda, sampai semua bekas lenggak lenggok gergaji besi hilang, pokoknya jangan dibiarkan gosokan gerinda terlalu panas (bisa muda lagi mata pisaunya) slamatlah piringan gerinda itu masih baru, jadi pipinya masih rata.
Gergaji besi digerinda untuk mata pisau 4 – 6 cm dan sisanya masih panjang aku bebat saja dengan isolasi supaya enak dipegang.  Benar-benar hasil kerja yang teliti, kuhaluskan bekas bekas potongan dengan gerinda, aku lihat memang ini bisa jadi pisau yang tajam sekali.

Aku siapkan batu asah, benar saja  pmukaan patu asah “whet stone” dari batu alam kehijauan ini masih harus dihaluskan. Kebetulan batas berem halaman rumahku  yang kecil ada ris batu bata yang disemen rata permukaannya, langsung saja aku bawa ember dan aku asah dengan air dan batu asahku ku-asah di permukaan berm yang rata ternyata lunak saja, langsung beberapa menit menjadi rata air tapi masih kasar.
Ku-taburkan pasir halus di ubin keramik, trus batu asah aku asah denga air di sana, hasilnya permukaan whet stone lebih halus dan rata, inilah yang dimaksud oleh keterangan yang aku dapat.
Aku sangat bersemangat, dan kulakukan pengasahan pisauku sengan segera, di sampingku kusiapkan air satu ember. Aku asah sisi  tajam pisau itu , ternyata baru satu jam sudah terasa tajamnya di jariku. Ganti permukaan bawah yang akan kontak dengan permukaan bahan sambungan.
Lha ini memerlukan berhari-hari, sebab permukaan gergaji besi itupun tidak serata yang aku bayangkan, meskipun keluar dari pabrik. Untungnya sudah aku ratakan dengan pipi piringan gerinda agak dalam, karena menghilangkan lenggak-lenggok gergaji besi.
Aku anggap pisau perlu dicoba setelah permukaan yang harus halus dan rata air, bila lampu plafon rumah memantul gambarnya si lampu nampak jelas, dan tajam gambarnya, artinya permukaan itu sudah serupa cermin, bayangan nyata tidak berkelak-kelok kaya bayangan cermin murahan.  Sisi tajamnya cukup tipis, agak melengkung kearah tajam, karena proses pengasahan dengan tangan sulit untuk membuat sudut dengan permukaan batu asah secara tepat terus-menerus.
Akhirnya ada sebagian rambut yang putus dicukur oleh pisau ini, perlu empat hari mengasah pisau ini dalam waktu yang senggang.
Aku yakin pisau ini bisa dicoba untuk membuat taji, batang tomat kan lunak sebagi batang atas, sedangkan batang bawahnya terong ranti tumbuhan  yang tumbuh liar dipagar tumbuh tahunan apa jadinya ya ?
Syarat utama seluruh pekerjaan menyambung tanaman ini adalah sterilitas, dari pisau yang di lap bersih, batang atas dan batang bawah yang dibersihkan dari air debu dan pasir yang melekat, tangan yang bersih, meletakkan bahan sambungan di tempat yang bersih, bahan pembebat yang “steril”  dan seterusnya.
Dapat dijelaskan kenapa aku percaya sekali pada pemakaian pisau pusaka-ku ini.
Permukaan yang seperti kaca halus dan rata, harus bisa menciptakan taji batang atas yang halus lagi rata irisannya, sehingga bila ditempelkan ke permukaan irisan batang bawah jadi pas, jaringan mikro pembuluh secara acak sebagian bisa pas dan kapilaritas bisa menolong sedikit bagi batang atas yang secara mendadak diputus.
Cara sambung tanaman Kopi : Batang bawah dipotong tetinggi 10-15 cm trus dibelah di tengah atau dipinggir sesuai dengan panjang taji, terbentuk celah,  dengan membantu merenggangkan celah dengan jari telunjuk kiri pisau ditarik, sehingga pisau tidak perlu bergeser lagi dengan celah batang bawah, karena memang direnggangkan selebar lebih dari ukuran taji, taji dimasukkkan ke celah tanpa bergeseran dengan dinding celah batang bawah. Trus jari telunjuk kiri yang membuka celah dilepaskan – cambium taji berhadapan dengan paling sedikit satu sisi dengan cambium celah. Tanpa digeser-geser celah menjepit taji sampai didasar celah (ini penting karena bila tidak sampai didara celah bisa membentuk lubang), trus dibebat dari bawah ke atas. Bila sambungan ini tidak hidup ya heran.

Akhirnya aku mendapatkan metoda membut taji dengan cara memegang pisau seperti orang Barat mengupas kentang. Pisau sambung tajamnya dihadapkan ke arah dada, sambil dipegang gagang pisau itu dengan jari jemari seperti memegang stang sepeda, tapi jari jempol kanan menjadi landasan memotong taji.
Tidak apa apa asal pegang pisau erat-erat, bila tidak erat, pisau bisa mengiris jempol kanan sedikit.
Sedangkan batang tomat yang lunak berair dipegang tangan kiri seperti memegang stang sepeda, pisau menyilang ke bawah untuk memperkirakan runcingnja taji dan menyilang batang atas untuk memotong taji dengan menarik pisau sepanjang garis imaginair batang tomat yang akan disambungkan, pisau sekali-kali jangan ditarik ke dalam, kearah tubuh, kulit batang bawah (phloem) bisa rusak.
Diulang untuk membuat muka taji sebelah lain, jadi taji yang runcing, makin runcing makin mempunyai bidang kontak yang luas antara taji dan batang bawah, dan jepitan celah batang bawah makin baik. Trus dibebat dari bawah keatas rapat rapat dengan raffia atau pita plastic asal tidak terlalu erat, tapi tidak kendur, ingat kita berurusan dengan pipa pipa microscopik yang merupakan kapilair.
Sambungan akan hidup bila dalam tiga hari batang atas tomat masih hijau, tidak busuk.
Semoga proposal saya diterima, karena pembuatan pisau seperti pusakaku ini juga bisa dipakai membuat taji dari ranting yang keras dan berukuran kecil, permukaan irisan ditanggung rata air dan bersih karena pisau buatan sendiri ini dari baja berkualitas baik, karena dengan cara mengiris yang lain tidak serupa orang Barat mengupas kentang, permukaan irisan bisa tidak rata air, sehingga penyatuan batang atas dan batang bawah berongga-rongga dan akhirnya gagal menyambung.
Cara menyambung bermacam-macam bisa dilaksanakan.
Aku juga mendapat keterangan, bahwa melarutkan Vitamin C sedikit untuk mengelap pisau okulasi  yang tidak dari stainless steel bisa meningkatkan keberhasilan. Yang jelas aku tidak tergantung dari pisau okulasi import dari stainless steel Victorynox yang harganya selangit.
Justru konstruksi pisau okulasi Victorynox ini yang aku pergunakan secara seharusnya, tapi pisaunya aku bikin sendiri.
Aku juga bangga, mungkin aku adalah satu-satunya mahasiswa yang berlajar membuat pisau okulasi sendiri, belajar trampil menyambung tanaman dari computer, dari membaca blog http://idesubagyo.blogspot.com, dan aku berjanji untuk mengajari petani yang tertarik untuk mengusai teknik ini,  meskipun jauh dari PC apalagi dari laptop dan BB, atau tidak punya Guru yang mumpuni di bidang ini.
Betapa kepinginnya aku pada suatu saat nanti, akan ada satu orang di setiap Desa yang akhli mengokulasi tanaman dan menyambung tanaman.  Diterima atau tidak proposal aku nanti,  jadi tidak penting.
Semoga di sentra-sentra penanaman buah langsat yang ternyata ada puluhan sentra dari Sabang sampai Merauke (aku lihat di Wikipedia – buah langsat) ada satu akhli sambung pucuk, sehingga mitos mengenai buah langsat hanya bisa manis rasanya dilokasi tertentu  tidak luas  (karena tanahnya direstui oleh satu Dewi ) makanya jadi buah langsatnya manis, di luar itu masam, umur sampai berbuah panjang sampai puluhan tahun, bijinya besar dan pahit campur dengan biji yang tak berkembang, tidak ada lagi, semua langsat tak berbiji. semoga. (*)

(tulisan ini saya dedikasikan untuk para pelajar / mahasiswa pertanian agar semua pecinta ilmu pertanian dapat melakukan teknik okulasi dan sambung, setelah mahir maka pecinta pertanian semua dapat mengajari setiap petani yang berminat untuk memperluas ilmunya, terimakasih-Subagyo)  

Senin, 17 Oktober 2011

TEKNIK GRAFTING / SAMBUNG DAN BUDDING/ OKULASI. LANGKAH-LANGKAH TEORITIS BUDDING/OKULASI DAN GRAFTING/MENYAMBUNG TANAMAN


mata cabang untuk perisai (shield)
OKULASI:
Okulasi adalah memindahkan mata tunas satu tananam (menjadi batang atas) ke tanaman lain (menjadi batang bawah) antara tumbuhan ber-cambium.Yang dapat tersambung baik adalah tanaman dalan satu ordo, satu famili, atau satu species, yang ternyata compatible.
Bagaimana bisa mengetahui pasangan batang atas terhadap batang bawah ?, caranya hanya dengan mencoba.
Kita bisa menilai compatibilitas pasangan yang kita pilih, bila langkah-langkah pengerjaan okulasi ini sempurna, artinya berhasil atau tidak dari okulasi hanya dipastikan oleh satu sebab : pasangan yang kita pilih tidak itu tidak compatible.
Bahan:
membuat jendela okulasi
Mata tunas harus diambil dari ranting/cabang/batang yang pertumbuhannya baik, artinya cambiumnya cukup aktif. Mata tunas dalam keadaan setengan tidur, artinya tidak dalam keadaan terlalu tenggelam dalam tidur atau sudah terbangun lanjut (hampir menjadi kuncup cabang/ranting).
Jaringan phloem yang mengelilingi tunas yang bakal kita ambil sebisa mungkin steril artinya tidak terinfeksi spora bakteri atau cendawan.
Jaringan ini mata tunas ini diambil dari tempatnya dengan mengupayakan agar tidak banyak tertekuk, kerena segala tekukan, segala tekanan yang berlebihan bisa merusak dinding sel dan menumpahkan isinya dan tumpahan isi sel ini menjadi halangan penyatuan callus dari jaringan yang ada di dua sisi penyatuan jaringan  (sisi jaringan mata tunas yang selanjutnya dinamakan shield/perisai dan jaringan sisi batang bawah, selanjutnya danamakan jendela.
Sebisa mungkin ukuran jendela dan perisai sama, atau perisai lebih kecil, akan tetapi cara meletakkan perisai di jendela mepet (berhimpitan) ke satu sisi kanan atau kiri ( bila tidak pas), sedang petakan dan perisai harus sekali pasang, jangan digeser-geser atas-bawah atau kanan-kiri, ingat ini sangat penting sebab anda berurusan dengan selapis jaringan cambium milik jendela yang mudah rusak.
Selanjutnya, dengan tangan kiri memegang penyatuan jendela dan perisai, tanpa tergeser-geser sedikitpun tanpa ditekan terlalu erat, tangan kanan membebat dengan selembar bebat plastic/rafia atau apapun, pokoknya diupayakan agar steril, serta tidak mengendor dan tidak terlalu erat, tapi diupayakan tidak ada rongga udara di antara jendela dan perisai.
membuat shield okulasi
 Pengambilan perisai harus menyertakan phloem (milik prisai) dan xilema milik mata tunas harus terikut, karena prerisai adalah satuan dari mata tunas yaitu xylem dan phloem.
Lima hari kemudian baru nampak perisai itu mengering atau tetap segar.
Maka dari itu waktu membebat diupayakan jaringan phloem mata tunas sekitar mata tunas tidak ikut terbebat, masih nampak untuk memberi kesempatan mata tunas bila berhasil disatukan.
Alat yang digunakan:
Pisau sambung/okulasi, dalah alat khusus buat keperluan ini.
Pisau sambung kualitas baik dibuat oleh Victorynox Swiss harganya sekarang sekitar Rp 200. 000,- – Rp. 300.000,-  sedangkan buatan China hanya sekitar RP 50 000 dengan kulitas sangat rendah.
pisau okulasi buatan sendiri dari asahan gergaji besi
Kita bisa membuat sendiri dari gergaji besi yang mempunyai mata satu sisi atau dua sisi, sebatang gergaji besi bisa dipotong  miring kira kira 60 derajad menjai tiga pisau.
Potongan calon pisau ini langsung diasah dengan gerinda, dari satu sisi untuk memperoleh permukaan asah, artinya bila dipegang dengan tangan kanan, ujung pisau mengarah ke tangan kiri ujung runcing dekat ke perut, tajam pisau itu dibuat di permukaan atas colun pisau ini dengan sudut sekitar 15 – 20 derajad hingga tajam dan rata, selanjutnya sisi ini kita namakan sisi asah.
Sisi sebelahnya kita upayakan supaya benar-benar rata seperti kaca, seperti permukaan air. Caranya kita gerinda di dengan piringan gerinda hingga semua lenggokan gergaji besi hilang.
Ini baru bakal pisau okulasi, jauh dari selesai.
Sepertiga potongan beergji sepanjang kira kira 15 cm ini sudah menjadi bakal pisau okulasi dengan ujung runcing bersudut kira kira 60 derejad, masih sangat kasar perlu dipasang gagang pisau, yang penting disatukan sangat erat dengan mata pisau, biasanya di-keling dengan paku dua atau tiga tempat.
 Sesudah itu bakal pisau okulasi harus diasah dengan batu asah khusus “whet stone” dari batu asah yang ada di toko adalah buatan China, terbuat dari batu kehijauan, yang harus diratakan dulu dengan menggosokkan ke-permukaan yang rata, bisa permukaan semen yang rata (bisa bibir jamban), bisa apa saja untuk mempersiapkan batu asah khusus ini.
whet stone
Bila permukaan batu asah “whet stone” batu hijau ini sudah benar-benar rata air, baru bakal pisau okulasi kita asah dengan hati hati dengan air.
Perlu diingat bahwa proses pengasahan batu asah maupun pisau hanya dengan air bukan dengan minyak.
Dengan permukaan batu asah yang rata air, hasil pengasahan pisau okulasi dapat dipastikan juga rata air. Sudut ketajaman tetap 15 – 20 derajad tetap, hanya akhirnya pisau okulasi setajam pisau cukur dan mengkilap seperti kaca, dengan sudut ketajaman kecil mungkin lebih kecil dari 15 derajad.
Ukuran ketajaman pisau okulasi adalah bila pisau itu dapat memotong rambut.
Jaga selama dipergunakan pisau ini harus steril, dan sesudah dipergunakan harus kering tidak berkarat, karena itu pisau Victorynox mahal, meskipun dibuat mirip pisau lipat, kecuali dibuat dari stainless steel juga telah nyaris siap pakai.
Pisau okulasi semahal ini bisa rusak oleh batu asah yang salah atau cara mengasah yang salah dari sudut maksud konstruksi pisau itu dibuat.

Cara mempergunakan pisau okulasi yang benar, untuk meng-okulasi :
membuat jendela okulasi
Langkah pertama Membuat jendela:
Pilih batang bawah sebesar jari atau berdiameter 2 cm kurang lebih.
Membuat jendela dengan pisau okulasi yang siap pakai jangan abaikan sterilitas pisau, disiapkan bebat (balutan dari tali rafia), jendela diiris dengan bentuk dua irisan sejajar dari atas ke bawah, lalu dipotong melintang di bawah atau di atas, supaya phloem batang bawah bisa dikupas, ditarik ke atas atau ke bawah, dirasakan ganpang si phloem ini dikelotok (dikupas), apa tidak, bila mudan dikelotok berarti cambium dalam keadaan aktip, bila sulit, pekerjaan tidak usah ditruskan karena cambium batang bawah tidak aktif, pilih batang bawah yang lain. Bila tanaman batang bawah bergetah seperti karet, atau langsung mengeluarkan air, toreh dulu jendela dengan irisan sejajar, tunggu beberapa jam, sampai getah itu tuntas, bila luka berair, pangkas akar, artinya akarnya dicangkul ringan, besok baru okulasi dikerjakan.
(Barangkali gambar bisa membantu )
gb 6 mengambil mata tunas
Membuat perisai: (gb 6)
Satu pohon induk yang diharapkan lebih superior, dapat diambil mata tunasnya puluhan bahkan ratusan.
Mata tunas yang tidak tidur terlalu dalam atau sudah terbangun agak lanjut ( menonjol terlalu besar) jangan diambil, atau tidak mau tumbuh atau tidak hidup.
Mata tunas yang  cukupan segar diambil dengan memisahkan dari rantingnya, phloem dan sedikit xylem-nya diseputar mata tunas dengan pisau olulasi.
Pisahkan antara phloem dan sisa xylem dengan mengambil xylem menekuk xylem, jangan sekali kali menekuk phloem bakal perisai, ambil xylem tapi ada sisa sedidit di tengah mata tunas, bila xylem pada mata tunas tdak ada alias “blong” perisai tidak terpakai.
Letakkan mata tunas di jendela yang telah kita buat, pas atau lebih besar sedikit, mepet (berhimpit) ke salah satu sisi samping, dipijat dengan ibujari kiri tidak keras mupun terlelu longgar, nah, di sini perlu ketajaman pisau okulasi, sebab di ujung perisai yang melintang, dan pernah dipegang jari jemari, harus dipotong dengan landasan batang bawah tanpa merubah posisinya ( lihat saja cambium, kan licin ya? ) yang perlu dipotong yang melintang di bawah, bila pisau cukup tajam, pemotongan dengan mudah dilakukan tanpa membuat perisai bergeming.
Terus langsung dibebat dengan bebat plastic/rafia yang bersih s panjang lebih kurang 20 cm bebat dimatikan secara ujungnya disisipkan ke dalam bebatan.
Pekerjaan selesai.
Kenyataannya tukang sambung yang saya ajari anak SD dapat menyambung Leucana glauca L atau lamtoro naungan kopi, dengan cultivar L19,  60 sampai 70 batang dalam setengah hari, dengan bebat dari rafia yang hidup rata rata 95% , termasuk waktu jalan dari maungan ke naungan di kebun berjarak 3 m.

MENYAMBUNG ATAU GRAFTING
 
Bahan:
Pada dasarnya meng-okulasi sama dengan menyambung, tapi bahan yang diambil sebagai batang atas adalah ranting, atau batang maksimum sebesar jari, dengan dua atau tiga mata tunas.
Kenapa mesti disambung ?
Sebab atau phloem-nya terlalu tipis, atau mata tunasnya terletak di tempat yang sulit diambil, tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Satu pucuk atau ranting pohon induk yang superior, sebaiknya yang sehat, terletak di atas tajuk (terjadi setelah pohon induk berbuah), pokoknya cambiumnya aktif, tapi cabang ini sudah menurun kegiatan tumbuhnya. Dilihat ujungnya lagi bersemi atau daun pupusnya sudah mendekati berhenti atau sudah selesai tumbuh sebaiknya cambium aktif. Diambil dua mata atau tiga mata tunas, sampai ujungnya yang sudah selesai berkuncup bisa, lalu dibuat taji.
Sambung sisip cara kopi:
Pisau okulasi yang siap pakai, artinya steril (karena dilap dengan lap bersih) sangat tajam, di sini arti konstruksi tajam pisau dibuat hanya dari sebelah atas, yang kontak dengan bahan sambung (taji) di sisi bawah yang halus dan rata air.
Cabang bahan sambung dipegang dengan tangan kiri seperti memegang stang sepeda di depan dada.
Tangan kanan memegang pisau okulasi seperti memegang stang sepeda juga, hanya tajam pisau mengarah ke badan ujungnya mengarah ke kiri.
Dengan sikap itu, sisi rata air dan halus dari pisau membuat kontak dengan bahan sambung untuk membuat permukaan taji rata dan haluuuus sekali, pisau okulasi membuat silangan dengan bahan sambung, dengan memperkirakan sudut pisau menyilang ke bawah dan menyilang garis perpanjangan bahan sambung dapat diatur sudut potong taji. Trus pisau ditarik ke kanan sambil jemari tangan kiri memegang  bahan sambung  dan pisau dipegang jemari tangan kanan dengan erat. Ke-eratan pegangan ini perlu agar pisau yang tajam itu tidak terlanjur melukai ibu jari kiri. Siap permukaan satu sisi taji. 
Diulang untuk membuat sisi padanannya.
Maka terbentuk dua muka taji kiri dan kanan yang halus meruncing tajam. Taji kemudian disisipkan ke batang bawah, tidak asal disisikan tatepi dengan cara dibawah ini.
gb 9
Celah dibuat memanjang ke bawah batang bawah yang telah dipotong kira-kira 15 cm di atas tanah. Bekas potongan dirapikan dan dibelah dengan pisau okulasi atau pisau yang serata halus permukaannya dan tajamnya.  (gb 9)
Ke bawah sepanjang taji yang kita buat, lebih sedikit, lha yang sangat penting menarik pisau pembelah tadi, artinya belahan harus direnggangkan dengan jari-jemari tangan kiri sampai renggang (yang bawah toh elastis) selebar taji yang akan kita sisipkan, trus sampai ke dasar celah yang dibantu dengan jemari kiri untuk dilebarkan setelah pas, artinya pas cambium batang atas (taji) ketemu cambuim batang bawah, bila diameter batang bawah dan batang atas tidak sama dengan batang bawah, satu sisi kedua kambium ini bertemu pun jadi, tanpa digeser-geser lagi, trus dibebat (dibalut) dari bawah ke atas erat, tapi tidak mencekik. Bila dalam lima hari sambungan ini tetap hijau, besar kemungkinan sambungan itu berhasil.
Masih dinilai hasil yang hidup ini sambungannya ada renggangnya apa tidak, sebaiknya meskipun hidup, bila sambungan itu ada renggangnya sebaiknya dibuang karena akan menjadi problem bila kita tanam nanti. 
gb 10
Sebaiknya kita jelaskan dengan gambar.  (gb 10)
Bila cara menyambung kopi ini bisa berhasil dilaksanakan cara menyambung apapun bisa dikerjakan.
Bila bibit telah disambungkan maka bisa dicari pasangan batang bawah yang mana dengan batang atas kultivar apa sambungan menghasilkan buah yang baik, dengan ciri-ciri  posture pohon yang mudah dipelihara dan umur yang relatif panjang.


gb 11


gb 12
sambungan dibebat (dibalut)
Wanti-wanti (perhatian), bila mengerjakan grafting kita berurusan dengan jaringan sel phloem, cambium dan xylem yang serupa tirai bambu (kerai) atau berkas sel pembuluh, jadi pisau yang sangat tajam diperlukan,  sehingga bisa memotong  miring jaringan jaringan, dengan sedikit kerusakan, diharapkan beberapa pembuluh dapat menyambung secara acak, dikerjakan cepat sehingga udara belum masuk dalam kapilar-kapilar pembuluh yang disambungkan.
Ketentuan umum sebagai dasar adalah: Batang bawah sedang giat tumbuh, sedang bahan untuk batang atas sedang setengah beristirahat, artinya sel selnya tidak menuntut banyak air dan hara, kan sel tersebut baru saja dipisahkan dari pohon induknya ? Tandanya ujung batangnya sudah tidak ada daun muda, ujung-ujung ranting sedang  mulai berhenti tumbuh cenderung membulat.  Semoga dapat berguna, bila anda kesulitan dengan teknik grafting dan budding bisa menghubungi email saya di : subagyo.surabaya@gmail.com, terimakasih.(*)

Sabtu, 15 Oktober 2011

BUAH LANGSAT ( Lansium domesticum ) DAN TAHAP-TAHAP PEMBUDI-DAYAAN YANG SEMESTINYA

  Budidaya tumbuh-tumbuhan adalah upaya manusia agar tumbuhan menjadi tanaman budidaya yang semestinya, artinya dalam seluruh proses produksi buahnya, di samping memang enak, bergizi tinggi juga kenyamanan mengkonsuminya dan bila musimnya tiba, menjadikan buah-buahan yang dibudidayakan digemari makin banyak orang.

  Mulai ditemukan di hutan-hutan tempat asalnya, mungkin sejak ribuan tahun yang lalu, atau diambil saja dari hutan lantas ditanam lebih dekat ke hunian manusia, karena digemari, lalu secara alami berkembang biak tinggal memindahkan ke tempat hunian lain secara acak, itu mah bukan budidaya yang ada dalam masa kini, melainkan kebiasaan awal sekali dalam proses budidaya tumbuh-tumbuhan menjadi tanaman, bukan upaya budidaya seluruhnya yang dikerjakan manusia saat ini.

  Itu hanya menerima hadiah alam yang sangat pemurah saja, yang kita sangat  kagum dan berterima kasih kepada Allah sang Pencipta, di alam tropic ini kok sebegitu pemurah, seperti apa yang terjadi pada buah Langsat itu. Lho kok ya ‘ndelalah’ (kebetulan) biji biji si Langsat ini termasuk biji yang bisa tumbuh dari embrio yang tidak dikawini oleh tepung sari (apomaktik) tumbuh bersama dengan embrio yang dikawini dengan tepung sari dari Langsat lain (polyembriony), ini kan rakhmat yang amat besar, sebab biji buah yang terpilih dapat jadi fotocopy pohon induknya. Cuma harus menunggu tanaman dari biji ini berbuah yang biasanya lama, yang ini malan antara 10 tahun sampai 15 tahun ! (sumber :Wikipedia)

  Sedangkan arti dari “umur” tumbuhan adalah pembelahan sel yang terus menerus ke-sekian dan pada ke ‘n’ juta kali terjadilah penbelahan sel telur dan tepung sari (hukum kuantitas nenjadi kualitas atau dari membelah vegetative yang kesekian juta kali jadi pembelahan generative yaitu terbentuknya bunga dengan gamet jantan dan gamet betina).

  Jadi bila sel-sel ini yang sudah pernah berbuah - artinya dari membelah secara vegetatip menjadi berbunga artinya dapat membelah secara generatip -- ya seterusnya mampu berbunga. Makanya budidaya buah-buahan menganjurkan menyambungkan  tunas dari bagian tanaman yang ini (pernah berbunga) untuk ditempelkan (okulasi) disambungkan (grafting) distek atau dicangkok (marcottege), supaya umur berbuahnya pendek, sebaliknya tidak dianjurkan mengambil mata tunas yang terjadi pada saat tanaman masih juvenile/muda/belum berbuah atau di bagian bawah/ rendah dari tanaman dimana si mata tunas sudah tidur selama dia terjadi pada usia muda, meskipun tanamannya sudah tua atau pernah berbuah.

Ini baru salah satu upaya budidaya, sebab waktu menunggu berbuah adalah uang. Kebetulan menurut Wikipedia, Langsat bisa disambungkan pucuknya dengan batang bawah yang dipersiapkan ini berita sangat melegakan, sebab untuk setiap tumbuh-tumbuhan, Dicotyledone, metode menggabungkan antara dua species ini harus dicari dulu, artinya dicoba-coba dulu, yang makan waktu dan perlu kesabaran.

  Pencarian pohon induk yang superior bisa dikerjakan dengan lomba kualitas buah ini di setiap sentra produksi, dan segera mengganti dan memperluas wilayah penanamam
Sementara pohon induk yang superior sudah ditemukan, metode perbanyakan yang paling efisien sudah diketahui, masih harus diupayakan terus-menerus supaya si pohon induk ini jadi lebih superior lagi, di samping rasa, umur produktif yang cepat buah, mngkin tinggi tanaman bisa diperpendek, syarat yang lain bijinya harus sedikit atau mengecil atau sama sekali tidak ada, waktu dijajakan yang relatif lama, kuat ditranspotasi dengan bungkus yang sederhana dan tahan terhadap penyakit dan hama.

Semasa ini usaha manusia  melalui budidaya yang terus-menerus menjawab tuntutan alam pasar dan ekonomi, yaitu upaya seleksi dan perbanyakan untuk mengganti tanaman yang out of date.   
  Ketercapaian Ilmu Pengetahuan saat ini sangat besar untuk disumbangkan pada upaya ini. Bidang seleksi sudah dipergunakan, kecuali hibridisasi gamet juga hibridisasi vegetatip. Sampai pada rekayasa genetic (menyusun kembali rantai DNA disambungkan dengan DNA dari lain makhluk).

 Memperbanyak tanaman fotocopy sudah sampai pada tissue culture, yang masih dikembangkan meminimalkan pengaruh bahan-bahan kimia (phytohormon) terhadap sel-sel jaringan yang dijadikan individu fotocopy, dan lain-lain toh akhirnya sangat menjanjikan.

  Sayangnya, buaian ilmu pengetahuan begitu hebat, yang kenyatannya masih nanti. Sedangkan petani kita sangat memerlukan uluran tangan menambah keterampilan yang dibutuhkan di lapisan bawah, misalnya menanam buah-buahan secara benar, menyambung dan meng-okulasi bibit, mendayagunakan pupuk segala macam jenis, yang berasal dari tumbuhan atau hewan atau dibuat dari mineral, dari sintesa kimia, sebab trend sekarang yang sangat komersial membedakan antara pupuk organic dan pupuk buatan yang tendensius dan lain-lain.

Yang kenyatannya di wilayah besar yang intensitas kehilangan hara oleh aliran air permukaan maupun oleh sifat reaksi tanah sangat besar, misalnya kekurangan Phospor (PO4) yang kronis, bisa menghalangi perubahan pertumbuhan vegetatip ke generatip di wilayah yang luas. (*)


Rabu, 12 Oktober 2011

Jogjakarta 1959

Saya memilih judul Jogjakarta Tahun 1959, karena tahun itulah keberangkatan saya ke negara bekas Uni Sovyet untuk belajar di Fakultas Pertanian di Universitas Patricia Lumumba (University Druzhby Norodov), Moscow.

Saat itu saya sebenarnya adalah mahasiswa propadeuse (tingkat 1) jurusan Kedokteran Hewan di UGM (Universitas Gadjah Mada) Jogjakarta. Ayah saya,  Bapak Kusno, masih kuat membayari kuliah saya di UGM tahun segitu karena beliau bekerja sebagai klerk alias juru tulis kantor notaris keturunan Belanda di Surabaya.  Saya  adalah anak keenam dari 11 bersaudara.  Saya sebenarnya terbiasa hidup susah, sehingga ingin mengubah nasib. 

Saat itut bermula dari pameran pendidikan di Jogjakarta, 1959, saya dengan modal berbahasa Inggris memberanikan diri mendaftar jurusan ilmu pertanian di Universitas Persahabatan Bangsa-bangsa 'Patricia Lumumba'  atau Universitet Drushby Narodov di Moskow. Lamarannya saya tulis pakai bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Setelah diterima, saya langsung ke Kedubes Uni Soviet di Jakarta, pamit bapak di Surabaya cuma lewat telepon..

Sesampai di Jakarta, ternyata saya harus mengurus paspor dulu ke Surabaya. Jadilah saya pamit kepada Bapak dan Ibu Kusno meminta restu secara langsung. Tak lama kemudian, saya terbang ke Moskow via India menumpang Super Constalation milik Air India. Dari India ke Moskow dengan pesawat TU 104. Itu aslinya pesawat tempur tapi dimodifikasi untuk bawa penumpang.

Moskow di bulan Desember 1959 itu sedang musim dingin, sementara saya hanya berbekal beberapa potong baju ala Indonesia. Lain sekali dengan persiapan enam kawan sepesawatnya, antara lain, Tumbu Tri Iswari Astiani, istri bekas Kabulog Rahardi Ramelan. Kawan-kawan saya sudah siap dengan baju wol untuk musim dingin.

Tiba di Rusia, saya menyaksikan ternyata iklim perkuliahan di Russia lain sekali dengan iklim perkuliahan di Indonesia.  Dosennya sangat terbuka, dan dapat kita temui di mana saja,  para dosennya juga tidak bermental feodal, sehingga pergulatan ilmu science tidak pakai sungkan. Selain itu perpustakaannya juga lengkap.

Tapi sebelum bisa membaca semua buku di perpustakan itu saya hanya diberi waktu 3 bulan untuk dapat menguasai dengan sempurna bahasa Russia dengan huruf alfabet Cyril yang cukup susah buat dihafal secara cepat. Tapi untunglah karena pilihannya adalah :bisa berbahasa Russia oral dan written secara sempurna atau pulang kampung ke Indonesia karena gagal test bahasa, maka dengan semangat 45 saya dan kawan- kawan dapat menguasai alfabet cyril dan bahasa Russia dalam tempo 3 bulan saja (karena terpaksa).
Di Universitas Patricia Lumumba, saya puaskan keinginan saya untuk membaca buku apa saja, yang penting membaca. Dan perkuliahan juga berlangsung tiap hari, di musim panas pada bulan Juli-September adalah libur musim panas. Nah pada musim panas ini saya beranikan diri untuk menumpang kereta api trans Russia untuk pergi ke kawasan-kawasan yang bagi saya masih asing yakni Kazakhstan, Uzbekistan, Bukhara, Turkmenistan dan Azerbaijan. 

Di Bukhara, Tashkent, Uzbek, saya berkesempatan mempelajari sejarah Syekh Al Bukhari, dari manuskrip asli yang berumur ratusan tahun. Syech Al Bukhari, adalah perawi hadits nabi yang terkenal. Selain itu di tahun 1960-an saya juga membaca banyak karya-karya pujangga sastrawan dari negara-negara  bekas Uni Sovyet yang penduduknya muslim seperti Chechnya, Uzbekistan, Turkmenistan, Kazakhstandan Azerbaijan. Karya-karya itu ditulis di berbagai media, papyrus, kulit onta, kulit kambing, lempeng tulang, dan kain, baik karya yang esoteris maupun syar'i, sangat mengagumkan bagi saya.

Bagi saya karya-karya kuno  tersebut membuka pengalaman bathin saya. Selanjutnya saya juga berkesempatan untuk mempelajari filsafat Yunani, filsafat Aria kuno (Persia) dan filsafat-filsafat timur kuno lainnya dari manuskrip asli yang telah diterjemahkan dari bahasa aslinya dengan huruf cyril di perpustakaan nasional di Moscow, karena saya memiliki kartu perpustakaan nasional Uni Sovyet. Saya pernah tinggal beberapa hari di perpustakaan saja, karena malas untuk pulang ke asrama mahasiswa, saking gemarnya saya membaca buku.

Kebetulan saya juga bisa aktif Bahasa Inggris tulis dan oral, dengan begitu akhirnya malah banyak ketemu kawan sesama pecinta  buku. Saya juga bergaul erat dengan para pelukis dan pematung tingkat menengah di Moscow, antara lain kawan saya adalah Maysarov (pematung), Dobovski (pelukis,) dari mereka saya belajar seni dan melihat dunia seperti apa adanya. 
Kuliah di Rusia saya jalani normal seperti halnya mahasiswa yang lain. Setamat S1, saya memperoleh kesempatan untuk langsung melanjutkan ke program magister pertanian, uniknya  thesis saya saya buat 2 (dua) judul yang pertama tentang "pengaruh batang bawah tanaman terhadap batang atas tanaman" dan kedua tentang penelitian peternakan yakni tentang Sapi Merah Russia, atas permintaan para professor.

 Di Russia era tahun 1960-an, kami mahasiswa Indonesia  berkesempatan dua kali bertemu dengan Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir Sukarno. Bung Karno dua kali berkunjung ke Russia, dan selama dua kali kunjungan tersebut kami para mahasiswa asal Indonesia diberi kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Bung Karno. 
Saya merasakan benar semangat Bung Karno supaya Indonesia  bisa 'Berdikari', berdiri di atas kaki sendiri. Itu yang berulang kali beliau  tekankan kepada kami para mahasiswa Indonesia di Moscow.  Dan bagi saya pribadi, yang takkan pernah terlupakan adalah beliau juga menyalami kami semua seraya berpesan kepada masing-masing pribadi secara akrab layaknya antara bapak dan anak. Kepada saya yang belajar pertanian  Bung Karno berpesan "Tingkatkan ilmu pertanianmu, amalkan untuk negrimu". Itu pesan singkat beliau yang  semakin memacu motivasi saya untuk belajar lebih keras lagi di negeri Russia tersebut.

Begitulah karena mendapat suntikan motivasi dari -tak tanggung-tanggung- Bung Karno sendiri, saya pun semakin tak membuang waktu lagi untuk berusaha menyelesaikan serangkaian penelitian saya, kadang kala saya tidur di laboratorium di Universitas yang terletak di kawasan Pavlovskaya Ulitsa, Moscow, tersebut .
Tak sia-sia upaya saya dalam menyelesaikan studi. Sayapun dinyatakan lulus dan mengantongi gelar magister (M.Sc) di akhir tahun 1966, kemudian kembalilah saya pulang ke Tanah Air. 
Di Tanah Air pada tahun 1966 ternyata sedang terjadi pergolakan politik yang makin memuncak, semua lulusan Russia dicurigai, bahkan ditangkapi seenaknya, dipenjara tanpa pengadilan, dan dibuang di Pulau Buru hanya karena lulusan Blok Timur. 

Namun mungkin sudah nasib saya, karena saya memang tidak pernah menjadi anggota partai politik manapun, sayapun memperoleh surat bersih diri yang dikeluarkan oleh Komando Ressort Kepolisian VII, Pasar Minggu, Djakarta tanggal 27 April 1967.
 Tapi sekali lagi, para sarjana lulusan Russia, lulusan, Chekoslovakia, lulusan Chinna dan Vietnam tidak memperoleh tempat secuilpun di birokrasi Indonesia. Dan bagi sarjana lulusan Blok Timur justru banyak mendapat tempat di penjara dan pembuangan. 

Yang dapat tempat terhormat pada waktu itu adalah para sarjana lulusan Amerika, dan sekutunya (Inggris, Perancis). Akhirnya karena tidak bisa bekerja di lingkungan Pemerintahan maupun BUMN apalagi jadi Dosen Universitas Negeri, hanya karena saya Lulusan Russia sayapun tidak menyesali diri.  

Oke, tidak masalah pula, karena saya ditolak bekerja di berbagai instasi pemerintahan, BUMN dan Universitas Negeri, sayapun memilih bekerja di perkebunan Kopi di  pedalaman Bayu Lor Banyuwangi Jawa Timur. Tempatnya sejuk, dan sangat subur, beruntung pula di perkebunan itu baik sekali untuk merenung dan belajar kembali. Selanjutnya, saya memilih bekerja di sektor swasta pertanian.

Sebenarnya untuk ilmu, lulusan mana saja asal belajar bersungguh-sungguh pasti menguasai ilmu tersebut, hanya iklim politik di Indonesia pada waktu saya lulus sekitar tahun 1960-an memang masih mendewakan teori-teori ilmu science dari Amerika, Inggris dan dunia Barat. Sementara teori-teori science Russia dan Chinna tidak dipergunakan karena alasan politis. Okelah, namanya ilmu, tentulah dapat dipelajari asalkan mau dan mampu.

Begitulah, sampai di tahun ini umur saya sudah jelang 80 tahun, saya telah mengalami Clash I dan Clash II  agressi militer Belanda, dilanjutkan dengan kesengsaraan saat pendudukan Jepang, pergolakan Politik 1965-1966 dan reformasi tahun 1998. 
Semuanya saya alami dan saksikan sendiri. Bahkan kakak kandung saya  bernama alm. Mukadi bergabung dengan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) di Surabaya dibawah  komando Mas Isman  alm.  
Kakak kandung saya almarhum Mukadi  yang sekarang dimakamkan di Nglames  adalah pejuang perang 10 November 1945 di Surabaya, saya menyaksikan sendiri peperangan 10 November 1945 karena rumah saya berlokasi di Jalan Juwet, kawasan Tambak Sari Surabaya dan keluarga saya baru mengungsi keluar Surabaya pada bulan Desember 1945. Kawan-kawan kakak saya antara lain alm Mas Gumbreg  yang gugur duel satu lawan satu antara artileri udara yang dipegangnya dengan pesawat tempur NICA yang juga berhasil ditembak jatuh olehnya. 
Karena heroiknya peristiwa yang saya saksikan di Surabaya 10 November 1945, nanti saya akan kisahkan tentang para pahlawan yang saya kenal secara pribadi yang ikut perang 10 November 1945 di Surabaya lautan api.
Demikianlah seklumit kisah saya, pesan saya asalkan anda memiliki  ilmu yang berguna bagi orang lain, maka cobalah bagikan ilmu itu sebanyak-banyaknya, jangan pelit ilmu, jangan pula jual mahal ilmu. Dan carilah ilmu sebanyak- banyaknya pula. (*)

Watak Dasar Masyarakat Manusia

Ahli Sosiologi dan Sejarah menandai bahwa manusia dilahirkan  sebagai individu “tidak sama” dan tidak “bebas”. Dengan menghilangkan prasangka dan berfikiran jenih, semua aliran pemikiran falsafah  tidak mempermasalahkan “aksioma” ini. Yang jadi masalah sepanjang zaman adalah interpretasi dari “dalil” ini.
Keaneka ragaman hayati adalah cara alam untuk melestarikan “hidup” ini sendiri.
Setiap hidup  mengandung unsur pendukung sistimnya  yang bisa dirinci. 
Satu Unsur kehidupan organisme adalah  “unit” atau satuan yang bisa me-respons  lingkungannya  secara harmonis dengan unsur-unsur yang lain dalam satu individu, sehinga “hidup” individu tertentu dapat bertahan.  Jadi antara hidup individu dan lingkungannya mempunyai hubungan yang tak terpisahkan – seperti dua  sisi dari satu mata uang,  merupakan  satuan hubungan internal.
Hukum Alam  menentukan  bahwa hubungan internal dari satu sistim – itulah existensi  yaitu keberadaan dan sifat dari existensi itu sendiri.
Seorang  Stephen  William Hawkings  sarjana terkemuka Inggris dibidang Astrophysics, tidak bakal mencapai prestasinya yang gemilang  di bidangnya, karena sebagai individu dia cacat  menderita penyakit genetic  yang langka  menyebabkan dia lumpuh anggauta badannya dan bahkan kehilangam suaranya,  unsur kehidupan yang sangat penting tidak berfungsi, toh dia tetap masih hidup dan berprestasi karena hubungan internal antara dia dan lingkungannya masih bisa berlangsung, sebab individu  Stephen William Hawkings  ini diwakili oleh umat manusia yang telah menguasai teknologi dalam hubungan internalnya dengan lingkungan hidupnya.
Lha kenapa sosok Stephen William Hawkings ini begitu dibela oleh umat manusia berteknologi untuk memperthankan hubungan internal anatara hidup individu dan alam lingkungannya ?  Pada umumnya masyarakat yang tidak kelaparan, berbudaya, cenderung untuk menerapkan  rakhman dan rakhim di lingkungannya.
Beruntunglah  masyarakat manusia, karena individu  Stephen William Hawkings – produk keanekaragaman individu manusia yang  kurang  “beruntung” secara jasmani dengan lingkungan-nya  yang mestinya  lenyap sebelum mampu berkembang,  kekurangannya di satu atau beberapa unsur “hidup” nya  yang seharusnya fatal,  dengan kesempatan yang diberikan oleh masyarakatnya ternyata bisa dia kompensasi dengan kelebihan daya fikir otaknya yang cemerlang yang sangat berguna bagi seluruh masyarakat manusia, sebelumnya siapa tahu ?
Manusia berteknologi  sudah mampu mengerti dan mengatasi gejala dalam masyarakatnya sendiri, bahwa perkembang biakannya akan mengikuti hitungan deret ukur sedangkan kemempuan masyarakat manusia untuk menghasilkan bahan pokok kehidupan terutama pangan akan menurut hitungan deret hitung  dalam satuan waktu yang sama( Hukum Malthus ).
Ternyata dengan perencanaan keluarga dan kemajuan teknologi pangan khusunya dan teknologi pada  umumnya, di atas kertas manusia moderen sudah bisa terbebas dari kelaparan,  otomatis  mudah menjadi berwatak Rakhma dan Rakhim.  Kenyataannya tidak demikian.
 Lha kenapa di mana-mana bahkan di Negara Adhidaya  Amerika Serikat sendiri  masih ada gejala malnutrisi pada sekelompok Warga Negaranya ? Apalagi di Negara-negara miskin dan Negara  berkembang  yang mengekor  sistim ekonomi  dan budayanya,  kelaparan musiman adalah gejala chronis, pada lapisan  yang paling bawah.
Akhli Sciences Biology dan Sosiology lupa bahwa “lapar” itu bagi manusia sudah bukan lagi bersifat fisik  perut kosong atau kurang gizi yang chronis, tapi menggerogoti jiwa, lapar oleh kekurangan yang diciptakan oleh “hawa nafsu”.
Gejala ini tidak dikenal dalam Biology juga tidak dikenal dengan baik dalam Sociology, dan efeknya  memang menciptakan  kelaparan fisik beneran bagi masyarakat yang lemah secara aturan Kapitalis.
Memang kemajuan technology dapat mencegah adanya kelaparan dalam masyarakat manusia moderen, (jangankan masyarakan moderen, masyarakat jaman  Nabi Yusuf  saja sudah mampu menjaga diri dari paceklik panjang selama tujuh tahun atas petunjuk Allah !  )  akan tetapi rasa lapar yang ditimbulkan oleh hawa nafsu,  menciptakan hangkara murka –  yang efek nya terhadap masyarakat dengan mudah menjadi  kelaparan fisik,  akan menjauhkan manusia dari harkatnya yaitu  watak rakhman dan rakhim malah sebaliknya yaitu menjerumuskan manusia ke watak hangkara murka, yang digambarkan sebagai watak perilaku jahiliyah.            
                 
 Bagaimana Kapitalisme dapat membuat orang melupakan watak dasarnya yang rakhman dan rakhim ?:
 
                
        Tidak pelak lagi apabila para Ideologist Kapitalis secara mengherankan, membabi buta sangat membenci ajaran Islam.  Kapitalis pecinta riba, Allah membenci riba.
       Di mata Islam, Idelology Kapitalisme adalah ideology jahiliyah, karena itu para biang kapitalisme se dunia membenci Islam. mereka sangat khawatir kedoknya  
 terbuka oleh ajaran Islam
   Akan tetapi paradoxal-nya bahwa Islam diwahyukan lewat Nabi Muhammad SAW justru di masyarakat yang sudah mendarah daging berwatak jahiliyah seperti  virus yang telah menyatu dengan kaum Quraisy ribuan tahun  turun-temurun, ratusan generasi, virus itu masih sering sering mewabah meskipun kini, syari’ah Islam merupakan ritual keseharian masyarakat di sana.
    Rekayasa Kapitalis Multi  Nasional untuk menguasai deposit minyak bumi di Jazirah Arab  dengan menciptakan ancaman  terhadap kelestarian Khilafah yang ada, mengunakan tangannya yang amat banyak, telah menggugah virus jahiliyah  para penguasa Arab, dan  kebetulan sekali para penguasa ini mendapatkan  media ideology Kapitalisme sebagai penopang yang sangat cocok dengan virus jahiliyah sang sudah ada, jadilah mereka virus hibrida yang  wajar  antara kapitalisme alias neo jahiliyah. Sedikit yang menyadari bahwa Gurita Kapitalismelah yang mengerami dan menyebar luaskan penularan virus neo -jahiliyah, virus mutant neo-jahiliyah dan Kapitalisme, musuh Islam sebenarnya adalah perilaku Kapitalis yang juga neo jahiliah yang ditularkan oleh virus ini,   yang oleh Orde Baru  dibiarkan menelikung Bangsa ini.
    Semoga mereka yang masih mengikuti polah tingkah yang tengik dari Kapitalisme ini mendapat tuntunan ke jalan yang benar yaitu menemukan watak dasar manusia yang rakhman dan rakhim, karena Allah. Amin (*)     

Yang Patah dan Yang Rebah

Sudah pernah saya ceritakan kalau saya pernah belajar sebentar di Bukhara-Tashkent-Uzbekistant, tanah kelahiran aseli Syech Imam Al Bukhari, disela-sela kuliahku di Russia. Dan ini adalah sekedar renunganku sahaja, renungan pria berumur 74 tahun yang pernah ke Kazakhstan, Uzbekistant dan Chechnya bekas USSR, untuk mendalami manuskrip-manuskrip kuno.

Permohonan kepada Allah SWT untuk menjalani hidup dan menjalani mati adalah : "Ya Allah tuntunlah aku ke jalan yang lurus yaitu jalannya  mereka yang telah Engkau beri petunjuk, bukan jalannya mereka yang sesat dan mendapat murka dari Mu".
Jalan lurus bagiku adalah jalan yang merunut ikrarku, – ikrar atas petunjuk Mu, aku Kau jadikan manusia, untuk menjadi Khalifah di Dunia ini, melainkan hanya Kau izinkan melaksanakan dengan nama Mu, ya Allah yang maha pemurah dan  maha pengasih. Aku hidup atas nama  Allah untuk menjalankan amanahnya sebagai Khalifah di Bumi  dengan  pemurah dan pengasih kepada  semua yang di Bumi hanya itu amanah Nya.
Begitulah aku atas didikan dan  arahan  nenek moyangku yang menyertai seluruh do’a  beliau-beliau  yang lama telah tiada, dengan susah payah merunut jalan pemurah dan pengasih, sebisaku,  sesaat sewaktu aku tersentuh kesadaran, dalam  kemelut pusaran pasar dunia  aku sering  lupa.
Aku selalu bersyukur karena Nurani yang Kau telah sertakan terlahir bersama tembuni, masih bertahan menyertaiku, dan aku sering berharap semoga dalam pusaran pasar dunia ini Nurani masih menyertai orang-orang  yang  telah menaklukkanku, menguasaiku, karena aku telah menyerahkan jualanku yaitu  tenaga raga-jiwaku untuk ditukar dengan hajat hidup sekeluargaku kepada para  'Penguasa Pasar', berapapun  nilainya, aku sudah  kehilangan  posisi tawar karena taruhannya adalah hidup anak biniku yang terikat denganku, seolah aku pengganti tembuni mereka, meskipun para Hulubalang Pasar-pun telahir disertai tembuninya  . 
Semoga Nurani selalu berbisik kepadaku meski sayup sayup: “Lewatlah jalan yang lurus, sesuai ikrar existensimu jadilah pemurah dan pengasih”.
Ini bukan perjalanan mudah, pusaran tornado pasar telah menelan umat Allah yang  dijadikan Khalifah di Dunia. Pasar bukan saja tempat segala kepentingan Dunia bertemu, akhirnya Pasar mengharuskan setiap manusia tunduk, sebab semua hajat hidup seluruh umat manusia sudah dikuasainya. Tidak ada sebutir remah nasi,  seteguk air yang boleh diminum, secercah energi entah dari minyak bumi atau sinar matahari, secuil ikan dari laut  selembar kain penutup aurat yang  akan sampai ke tangan manusia yang membutuhkan, kecuali lewat Pasar.  
Seluruh umat manusia harus menghantarkan dirinya untuk dinilai oleh Pasar,  apa yang bisa dipersembahkan,  bila Pasar tidak  berkenan, dengan apa si Khalifah Allah ini mempertahankan hidupnya ?

Gitu saja kok repot, Syaithan telah menyediakan perangkat keras dan perangkat lunak untuk melayani PASAR, persis seperti yang dimaui untuk dirinya sendiri,  seperti yang selalu dilakonkan oleh  si Despot,  si Culas, si Bakhil, si Penipu, si Koruptor dan si Amoral,  Penjahat berkerah putih  Direktur Bank-bank yang Korup, Pelaku Internal Trading di pasar modal, Kartel Narkoba, Traficker Prostitusi dan si Bandar Perjudian itu semua adalah anak emas Pasar sebagai  Pangeran dan Putri yang langsung diasuh  oleh Syaithan.
Aku patah, badanku rebah di bumi Allah, digilas pusaran pasar  yang kuasa dan tenaganya  terkumpul dari –matter-energy, hasil karya manusia seluruh dunia berabad-abad  dari dunia untuk dunia. Matter-energy  ini menjadi kekuatan raksasa menguasai Dunia dengan sebutan Kapital.   
Aku patah aku rebah tapi sampai putih tulangku aku tak kan kalah.
Yang berhak menjadi Khalifah di Dunia ini adalah Manusia atas nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih, bukan syaithan yang jadi khalifah, tetap manusia sebagai khalifah Allah di muka Bumi.
Dan ikrarku tetap, nuraniku tetap menyertaiku, meskipun aku patah meskipun aku rebah digilas, diperas oleh logika  Hukum yang menciptakan Pasar sebagi singgasana  Maha Raksasa Kapital.
Ikrarku untuk menjadi apa yang ditakdirkan bagiku yaitu menjadi Khalifah di Dunia dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih, walau hasil memeras keringat, menguras tenaga dan pikiran  yang berdasarkan ikrarku, sebagai Khalifah Allah di Dunia, dianggap gila dan ditolak Pasar.
Syaithan benar- benar pernah berkata kepadaku dalam bahasa  Favoritnya :
“If it is not for profit or for fun, why the hell you do it ?”
Ya, memang perbuatan apapun yang aku dasari dengan ikrarku sebagai Khalifah  Allah di Dunia  pemurah dang pengasih,  apapun buahnya   asalkan  dari Allah ta’Alla   jauh lebih mulia.
Walau harus tertindas walau harus terperas dan didera pusaran pasar ciptaan Neoliberalisme,  di mana dalam pasar neoliberal  pesan-pesannya kepada manusia sedunia sudah sangat diwaspadai dan pernah dilawan mati-matian  oleh Para Utusan Allah dari dulu  yaitu  untaian kata dengan bahasa apapun nada apapun,  karena penguasa pasar cenderung sombong dengan kecongkakan yang isinya sama : “Sembahlah aku, ‘Kapital’ panguasa tunggal Pasar”. 
Pasar yang artinya semula tempat bertemuan dan bertukar barang kebutuhan disertai ikrar ‘ikhlas’ , bersilaturrakhmi, telah dirampas digunakan oleh “Kapital” menggelar semua hasil jarahannya yaitu hampir seluruh hajat hidup orang banyak yang sudah dibawah kekuasaan pasar. Pasar telah dikuasai riba, dan Allah justru  membenci riba.
       Dan KAPITAL,  dari  PASAR  SEMESTA singgasananya akan bicara dengan pongahnya :
“Akulah penguasa semua hajat hidupmu  pangan, sandang, papan, kesehatan jasmani atau bahkan kesehatan jiwamu, hiburan, kesenangan seluruhnya aku yang punya, kau manusia mau ? Tukarlah dengan raga dan jiwamu, hidupmu, daganganku tidak akan rusak dan busuk karena PASAR GLOBAL telah merobahnya jadi setakar NILAI   dari ‘uang’ yang kau harus dapat  tergantung dari seberapa  KEUNTUNGAN  yang bisa diciptakan dengan  uang itu untuk ku,  mata uang Negerimu  itu.” (begitu engkau dan kawan-kawanmu bedemo ria di lapangan  “Pembebasan” di Kairo  berhari hari seluruh  Negeri brenti kerja  se-enaknya  artinya pasar tutup,  dalam dua  hari setelah pasar dibuka  nilai uang Negerimu turun 16 %.)
Mau  apa ? Kau masih simpan emas  yang nilainya  telah berhasil diyakinkan oleh Pangeran-Pangeran dan Putri -Putriku - abadi ?  .... Ndak mungkin. 
Kata penguasa Pasar ;"Aku telah tumpuk di gudang-gudangku seluruh emas di Dunia ini  demi melanjutkan karya  sejak  Daj’jal  mengajari manusia,  orang orang Romawi, sejak Fir’aun sejak Jenghis Khan !!  Bahkan raga jiwa dan otakmu akan layu  mati setelah tiga hari tidak mendapatkan hajat hidupnya, YANG HANYA BISA  KAU DAPAT DARIKU maka menyerahlah, bila tidak, terlebih dulu  LAYU DAN MATI  anak pinakmu, kemudian juga kau dan kepasrahanmu kepada Allah."
Harapan masih ada, bila Manusia telah mampu kembali ke fitrahnya, berontak dari kungkungan  belenggu  Daj’jal, bila Manusia telah memberikan jaminan kepada bayi-bayinya yang dilahirkan, yaitu dengan Bumi seisinya  dengan seluruh hasil karya bergenerasi-generasi seluruh pendahulunya, bila Manusia KEMBALI KE IKRARNYA  MENJADI  KHALIFAH ALLAH DI BUMI  MELULU  BERBUAT PEMURAH DAN PENGASIH,  bukan malah mempersembahkan  Dunia seisinya dan hasil kerja Manusia kepada Entitas yang dijadikan maha kuasa, yang tak pernah dilahirkan Ibunya yang hidup selama Manusia  mengakuinya, apapun gelarnya, dia yang yang bukan Manuisa  melainkan diberi hak  sebagai Manusia penguasa Singgasana Maya, tempat singgasananya di mana ?   (Camkan ini singgasanya ada di :  Pusatnya di Jalan Tembok, Kota Baru di tanah Rampasan, cabangnya diseluruh Dunia ) :  PASAR SEMESTA). (*)

(Saya mendalami filsafat di berbagai negara bekas USSR, dalam kurun waktu 1959-1966, saat saya kuliah di Uni Sovyet almarhum, saya beruntung disela-sela kuliah saya hingga magister Pertanian di Russia, saya berkesempatan pula berziarah keliling Uni Sovyet antara lain ke Bukhara makam Imam Al Bukhari, ke Kazakhstan, Turkmenistan, Kirgiztan ke Chechnya, Azerbaijan dan ke  Uzbekistan, sambil mempelajari manuskrip-manuskrip para Ulama terdahulu dari para keturunannya yang masih hidup, yang memberi pencerahan paling tidak untuk diri saya sendiri)
      
    

Lahan Tebu di Pulau Jawa

Di penghujung abad ke 19, zaman keemasan bangsa-bangsa yang telah manapaki Revolusi Indudstri, terutama berkembangnya industri alat-alat dari baja dan besi dari produksi pertukangan menjadi produksi massal.
Segera mesin-mesin terciptakan dengan pesat, alat pintal dan tenun  hampir bersamaan dengan teciptanya mesin uap. Kapal-kapal bermesin uap menjelajah ke semua pelabuhan di Dunia membawa mata dagangan segala macam perkakas dari besi dan baja dan textile hasil tenunan mesin dari benang kapas, flax dan wool, juga senjata api.
Kemakmuran wilayah-wilayah yang telah mencapai Revolusi Industri ini mengangkat taraf kehidupan masyarakat, akibatnya kebutuhan akan gula meningkat sangat tajam, karena gula adalah bahan terpenting dari makanan delicatessen  lambang kemewahan.
Di anak benua Europa dan Amerika Serikat yang  merupakan wilayah beriklim empat musim, gula di dapat dari  Biet gula – sebangsa lobak (Beta L ) sejak abad ke 17 sudah terbentuk industri gula dari budidaya ini. Produksinya menjadi sangat jauh dibawah  kebutuhan.
Mulailah dikembangkan Industri gula di Pulau Jawa dari budidaya tanaman Tebu ( Saccharum L ) dipicu dan didukung oleh Revolusi  Industri di Europa.   
Maka  dibangunlah Industri Gula secara besar-besaran,  waktu itu hanya dalan kurun waktu puluahan tahun,  terbentanglah lahan lebih dari  satu juta hektar di pulau Jawa  terutama di dataran rendah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah,  lahan berpengairan teknis, artinya air pengairan didapat dari bendung dibangun di  sungai-sungai  dengan debiet aliran sungai  mencapai lebih dari 10 000 liter/detik dengan panjang saluran mencapai hingga hampir 100 km  kalau perlu lewat aquaduct dan siphon,  waduk berbagai ukuran dan ketinggian dari muka laut  juga dibangun,  air pengairan sampai ke lahan hanya lewat pintu-pintu air berbagai ukuran debiet yang bisa diatur dengan mekanisme hampir pasti seperti jarum jam, kelebihan air hujan di lahan juga bisa dibuang lewat saluran pelimpahan yang direncanakan.
Lahan dan Desa-desa secara merata dan teratur terpotong  potong silang menyilang  oleh jalan-jalan  dan jembatan-jembatan  berdaya dukung antara 10 ton untuk kelancaran  angkutan panen tebu yang mencapai 1000 kw/ Ha.
Juga terbentang jalanjalan inspeksi saluran pengairan dengan daya dukung memadai dan terpelihara baik.
Ratusan Pabrik Gula  dengan cepat bermunculan, antara Asembagus di ujung Timur P. Jawa hingga  sekitar Cirebon, perbatasan Jawa Barat.
Semua Pabrik Gula  giling selama 9 bulan dalam satu tahun, kegiatan pembibitan dan penanaman,  tebang dan pembuatan selokan saluran air di lahan  berjalan sepanjang tahun.
Kegiatan penanaman tebu di Pulau Jawa memang unique,  dinamakan dengan nama penemunya cara Reynoso. Tebu ditanam dari tunas batang/ pucuk,  tumbuh jadi rumpun tebu setelah tua dan masak kira-kira 16 bulan,  rumpun-rumpun ini ditebang dan dibongkar seakar-akarnya – untuk digiling.
Setelah itu selama setahun ditanam padi dan polowijo. Lahan  berpengairan teknis sekitar Pabrik gula 10.000 – 20.000 Ha  yang 1/3 ada tebu menjelang / sedang panen, 1/3 ada tebu yang masih muda/baru tanam dan 1/3 padi atau polowijo, begitulah  sepanjang tahun, berpindah pindah tempat secara bergiliran.  Di sekitar pabrik gula, desa-desa berubah, penduduknya tidak melulu bertani padi dan polowijo, tapi sebagian besar jadi buruh di lahan tebu, bertani apabila mendapat giliran bertanam padi di tanah yang disediakan setelah tebu dibabat, 1/3 dari lahan yang berpengairan teknis, dengan luas garapan  rata-rata kurang lebih ½ bau ( satu bau 0,76 Ha)  setiap Kuli  dapat sawah garapan satu Pekulen atau satu Gogolan.
Kuli atau Gogol adalah Petani yang  terdaftar mempunyai hak garap dan mempunyai kewajiban kerja  tanpa dibayar  memperbaiki saluran irigasi atau jalan-jalan transportasi tebu, diatur oleh Lurah desa  dan para  Mandor Tebu, sebagai ganti sewa sawah dan jatah air pengairan. Jabatan sebagai Kuli bisa diwariskan kepada anak laki-laki, bila tidak punya pewaris atau sudah uzur hak Kuli dan kuwajibannya gugur  tanah dikembalikan kepada Kanjeng Gubermen karena Pemerintah Hindia Belanda yang secara de jure memiliki lahan yang dibangun untuk penanaman tebu. Secara praktis  jabatan  Kuli bisa dialihkan ke Petani lain  oleh Pegawai  dari Tuan Pabrik
  Setiap Kuli  mendapatkan  giliran menanam padi dan polowijo di lahan  yang  tebunya habis dipanen, jadi  lahannya  berpindah pindah, dan masih harus di dongkel  dibesihkan dari akar dan sisa rumpun yang masih harus dsetorkan ke Pabrik untuk digiling. 
Hanya satu dua Perusaan Gula yang  “memiliki” tanahnya sendiri dengan hak Erfpacht (Hak Guna Usaha)  untuk tebu dengan sistim pengairan  dan sistim transportasi  milik sendiri - hak ini diperoleh dari Pemerintah Hindia Belanda. ( misalnya Jatiroto, Jember Jawa Timur). 
So far so good, begitulah sejak penghujung abad 19 hingga  Perang Dunia ke II Belanda  menguasai pasar gula Dunia.
Perang Dunia II,  Belanda kalah oleh bala tentara Dai Nippon  dalam hitungan minggu, Hindia Belanda berganti Tuan.
Ekonomi Perang Jepang di daerah jajahan yang baru, bekas Hindia Belanda,  secara drastis dirubah, hanya beras yang dibutuhkan untuk bekal perang dalam  jumlah yang sangat besar.
Selama tiga tahun pendudukan militer Jepang, pruduksi gula sangat berkurang,  lahan tebu ditanamai padi, karena berpengairan teknis bisa dua kali setahun.
Semula Petani di Pulau Jawa semangat, karena mereka bisa nenikmati makan nasi putih setahun penuh begitulah harapannya, tapi apa lacur, semua padinya di ambil oleh balatentara Dai Nippon, mereka hanya gigit jari.
Musim berikutnya para Petani pada malas, habis tenaga dan modal tanam hasilnya dirampas (tentu saja ada saja Elit Desa yang jadi Komprador dalam merampas panen ini dan mencari untung juga).
Pasar gelap beras di kota-kota merajalela, karena penduduk kota dijatah kebutuhannya akan beras dan harus antri di sentra distribusi pangan yang secara ketat diawasi oleh Kempeitai bala tentara Dai Nippon.  Sedangkan di desa-desa malah tidak ada,  mereka makan iles-iles (ubi hutan yang gatal dan beracun) ataupun makan apa saja.
Pangreh Praja (Sekarang Pamong Praja)  dari Bupati sampai Lurah dan Carik, Kebayan, Elit Desa  (para Saudagar dan Tengkulak/ Pengijon).  Termasuk pula  Kiai dan  santri-santrinya (yang biasanya mempunyai lahan sawah hak milik, dengan tenaga kerja para Santrinya – ikut menikmati  pengairan teknis ini – tentu saja bercita cita memperluas sawahnya, maunya, tapi tidak mungkin, – lahan  tebu tidak diperjual belikan)  mereka sama-sama resah, karena bila jatah setoran beras tidak mencapai target,  mereka bakal menerima murka dari Balatentara Matahari Terbit, dijadikan Romusha (pekerja paksa untuk keperluan militer yang desposable) atau dimasukkan kamp  Tahanan Kenpeitai/ Militer Nazi Jepang, bukan hanya dipenggal tapi disiksa dengan berbagai cara tidak ada yang pulang. Akhirnya Elit Desa ramai-ramai mengambil alih lahan tebu yang melimpah dari para Kuli, membeayai penanaman padi dan membayar para Kuli, hebatnya karena para Elit Desa ini punya rumah yang besar (Sekalian untuk gudang yang tersembunyi), pedati kuda atau sapi dan Pembantu yang setia,  hubungan dengan Pedagang di Kota dan para Pangreh Praja dan Polisi Desa  (Feld Politie)  membantu dengan surat-surat ,  toh sake  juga bisa dibuat dirumah,  selir simpanan bagi  tuan Nippon bisa disediakan, maka ada saja jalan ke pasar gelap  yang relatif aman, dengan harga yang sangat bagus,  jadi setoran dan target bisa diatur, bahaya bisa dihindari dan paling penting untung masih ada.
Begitulah selama Peperangan berkecamuk, kelaparan di mana-mana ada kelompok kecil orang-orang cerdik di desa-desa, Pegawai Kecil  yang mengabdi Pemerintahan Bergaya Militer ala Jepang  mendapat pengalaman baru yakni“ menyuap” sang Despot Kate  dengan arak dan  perempuan, yang lebih tinggi juga dengan emas dan permata yang  bernilai abadi. 
Ternyata sumber utama dari  business yang terpaksa ini adalah lahan berpengairan teknis yang disediakan buat tebu, milik Pemerintah Hindia Belanda secara de jure, jadi ya milik Dai Nippon.
Para Kuli lebih  senang karena kerjanya dibayar dan masih dapat kiriman makan  ke sawah selama dipekerjakan seperti adat kebiasaan, dan masih bisa mencuri sedikit sedikit.  Para business man dadakan yang semula takut-takut  telah tahu jalan dan bisa menikmati untungnya ekonomi peperangan,  leganya karena Jepang hanya menduduki Hindia Belanda kurang lebih tiga tahun.
 Sebelum Tuan Pebrik Gula datang, Republik Indonesia Merdeka,  para Kuli di lahan Tebu  belum punya majikan,  sebagian  dari dua pertiga lahan tebu sudah digarap dan  ditanam padi oleh para Elit Desa, juga kuli-kuli lain yang biasanya hanya dalam tiga tahun sekali menanam padi, sekarang semua bebas menanam padi, atau digadaikan jangka panjang pada para business man  yang menimba pengalaman pada zaman Jepang si Kuli sudah merasa untung karena toh itu bukan miliknya.
Maka selama Perang Kemerdekaan  1945 – 1950  para Elit Desa, para business man  yang sudah merasakan enaknya menguasai lahan berpengairan teknis yang luas, menjadi pemilik de facto dari jenis lahan ini sampai puluhan hectare !  Ini kan asal muasalnya milik Kanjeng Gubermen, yang disediakan buat Pabrik gula  yang mereka tidak mungkin ikut memilikinya.
Selama zaman Jepang dan Perang Kemerdekaan  hampir 8 tahun, Tuan Pabrik belum datang,  jadi para Kuli semua menanam padi, yang sudah terlanjur diserahkan kepada para business man dadakan para Elit Desa pada zaman Jepang ya masih bisa dapat garapan dilahan berpengairan teknis ini, atau mengerjakan tegalan, hasil menggadaikan bagian nya sebagai Kuli, dan masih merasa beruntung karena yang digadaikan bukan miliknya malainkan milik Kanjeng Gubermen, sedang sebagai gantinya dia “beli” tanah yasan berpengairan non teknis atau malah tadah  hujan.  Sedangkan para Elit Desa, para business man  yang menimba pengalaman pada zaman Jepang makin mencintai lahan  “miliknya” sawah berpengairan teknis,  meskipun dalam hati dia tahu lahan yang dikuasainya adalah milik Negara sebagai pengganti Kanjeng Gubermen.
Ketika Republik mulai menggerakkan roda ekonominya dengan mengambil alih Pabrik-pabrik gula,  mulailah ada gejolak di lahan tebu.
Harga gula mengizinkan untuk memberi “ganti rugi” pada para Kuli.
Sayangnya kaena Pabrik sudah dimakan usia dan hancur selama perang,  kapasitas dilingnya jauh berkurang,  belum memerlukan lahan tebu secara penuh, selalu saja para  business man dan Elit Desa bisa lolos dari  menderita kerugian larena lahannya  harus digilir ditanami tebu !
Sambil menuntut sewa atas nama Rakyat.
Kebetulan ada golongan  yang lebih cerdik lagi, kok si Elit Desa dan para business man ini minta sewa itu haknya apa ?
Akhinya seorang Menteri dari PNI atas keputusan Pemerintah tahun 1957 -1959 mengumumkan dilaksanakan land reform, yang artinya tanah Pemerintah yang disediakan buat penanaman tebu  bagi  Pabrik Gula dan dikerjakan oleh para Kuli atau Gogol yang ada daftarnya di setiap Desa, kepada merekalah tanah itu dibagikan.
Merekalah yang berhak menerima sewa bila mendapatkan giliran lahannya harus ditanami tebu. Padahal  banyak antara si Kuli, si Gogol, sudah pernah menyerahkan pekulen-nya, gogolan-nya kepada si Elit Desa, si  business man yang ke-enakan  tapi tidak punya hak legal apapun untuk lahan tebu yang sudah terlanjur dicintainya dan sudah terlanjur luas puluhan hektar, dan sangat menjanjikan untuk penanaman padi berkat pengairan teknis, di samping jalan penghubung Desa yang sudah mapan untuk mengangkut budidaya sayur dan buah  lahan sawah seperti semangka dan terong  mentimun  yang bisa panen sampai puluhan ton setiap hektar, kok diterimakan kepada sang Kuli, sang Gogol  hanya karena namanya tercatat dalam buku leger di Pabrik dan Kelurahan, dan BTI menjadi Penggembira utama pelaksanaan serah terima tanah Pekulen atau tanah Gogolan kapada sang Kuli atau sang Gogol.
Lho yang diserahi kok ya  mau dan berani menerima, maka sebelum tahun 1965  sakit hati dan dendam kesumat sudah membakar jiwa mereka,  maka tahun 1965 para petani  penerima tanah Pekulen dan tanah Gogolan  lahan tebu dari  UU  Land Reform  dibantai habis seluruh anak-pinaknya, dengan dalih mereka  adalah pendukung PKI dan BTI.  

Dengan ini dimulailah era Orde Baru.
Kelompok Jagal manusia ini akhirnya lebih memilih jadi Pemasok Project Pemerintah dan Pemborong, pada  bersliweran ke  Jakarta bersama Elit   Zaman Orde Baru naik pesawat dan  Mitsubishi Colt  akhirnya mati di jalan  dan Hotel-hotel, atau kecewa kalah bersaing dengan Kaum Pedagang Profesional yang  jaringan-nya mendunia, bisa memperoleh  dukungan dana tanpa agunan dari Triad dan Tong mereka, dalam jumlah yang sangat besar, lebih berani membeli Pejabat Teras.

Tuan Tanah ternyata terlalu lamban  untuk diperhitungkan  di Era Orde Baru, meskipun  Si Cerdik dan si Kuat asal Pedesaan telah mengambil alih lahan tebunya  kembali.

Pilar Ekonomi Orde Baru beralih ke  Bankir dan  Industrialis  sulih import dengan putaran cepat yang merupakan  industri down stream dari  bahan baku import,  produk manufacture ini untuk  pasar dalam negeri dan export  mengandalkan tenaga kerja yang murah dan melimpah.  Usaha bermodal raksasa untuk meng export  jutaan Ha  kayu dari hutan-hutan perawan di Kalimantan dan Sumatra juga Papua.
Usaha padat modal yang memindah pulau pasir dari wilayah Indon untuk perluasan  Singapore, dan semua sektor Konstruksi  infra struktur yang accountability -nya amburadul, semua pilar Ekonomi Orde Baru ini sangat menguntungkan kroni Presiden Suharto.  
Semua pilar itu sirna, karena rakyat  dengan LSM nya semakin pintar, mulai  bermain mata  dengan Despot-despot kecil di Daerah,  sehingga setoran dari Pengusaha yang didukung oleh Triad dan Tong  ini semakin kecil oleh tarikan punglinya  yang semakin banyak.

Hingga runtuhnya kekuasaan Despot Tertinggi  Jendral  Suharto, persoalan tanah hanya menjadi bahan permainan nya Badan Pertanahan Nasional , karena UU Land Reform sudah dilumpuhkan, sedangkan  BPN  siap melayani Pemohon apapun dengan beaya.
Sampai sekarang Pabrik Gula hanya menerima upah menggiling tebu jadi gula, konon sering merugi..     

Masih soal Tebu dan Pabrik Gula.
Pabrik Gula sudah kehilangan hak istimewanya atas lahan tebu dengan pengairan teknis dan jaringan transportasi yang di-design khusus untuk keperluannya, juga hak untuk mendapatkan tenaga gratis dari para kuli /gogol untuk maintenance jalan tebu dan saluran air, semua diambil alih oleh Pemerintah, demi kepentingan usaha tani  rakyat.
Penanaman tebu dikerjakan oleh rakyat berdasarkan prinsip ekonomi.
Budidaya tebu berealih ke lahan tidak berpengairan yang lebih murah.
Padi lebih menguntungkan  bagi petani untuk sawah berpengairan teknis , di samping urusan pemasaran yang lebih langsung.
Kisah kawanku A. Sudibyo alm.
Tragedi  menimpa temanku A. Sudibyo (almarhum ). Lulusan UDN (Universitas Druzhby Narodov) Moscow tahun 1965 Fakultas Ekonomi.  A Sudibyo mengalami ketragisan dalam urusan tebu denga Pabrik Gula.

Tahun 1978 aku pernah mengujungi rumah Orang Tua temanku Dibyo ini di Srengat, Udanawu – Blitar, atas petunjuk sepupunya yang kebetulan jadi tetangga saya. Kisahnya:
Setelah beberapa tahun A. Sudibyo sobatku berhenti bekerja dari salah satu Poject swasta Surabaya,  Sudibyo (alm) pulang kampung dan memulai usaha menanam tebu di lahan kering,  di lereng  bawah  Gunung Kelud, tanah pasir lahar dingin dari Gunung Kelud yang kaya kandungan mineral – sangat baik untuk budidaya tebu.
Semula waktu programTRI ( ebu Rakyat Intensifikasi) dicanangkan dengan iming-iming kredit dan  harga tebu yang lumayan, uangnya lancar dari Pabrik, banyak Petani yang tertarik menanam tebu.
Begitu semakin banyak tebu dihasilkan oleh Petani dari lahan mereka, maka mulai ada problem giliran menggiling di Pabrik. Pungli di antrian penerimaan tebu mulai menggerogoti kocek, rendement ( kandungan sucrose) dan timbangan mulai dimainkan, dan  pembayaran mulai dibebani potongan dari Instansi Pemerintah yang mana saja bersangkutan dengan alasan wilayah, keamanan, pembangunan, apa saja yang terlintas di pikiran para yang Berwenang, di tingkat Kecamatan maupun Kabupaten, biaya ini kan tinggal potong, beres.
Akhirnya  temanku Alm. Sudibyo ngambeg dengan sistem ini,  karena dia tergolong cerdas tebunya digiling sendiri  dimasak jadi gula mangkok (gula merah dari nira tebu yang dicetak di mangkok).  A.Sudibyo yang cerdas memasok  gulanya ke Usaha Kecil  pembuataan kecap manis,  rupanya membuat gula sendiri jauh lebih menguntungkan dari urusan dengan Pabrik yang penuh Kecoa dan Preman Kerah kumal maupun  kerah putih.
Selang kurang dari  dua tahun penggilingan tebu milik temanku A. Sudibyo Alm. tercium oleh oknum-oknum aparat yang tak suka petani mengolah tebunya sendiri, akhirnya usaha itu diserbu, di “pagrom” alias dihancurkan oleh Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan – Camat, Koramil, dan Polsek) salah satu alasannya temanku ini lulusan Russia, menurut Orba orang lulusan Russia membahayakan karena terbiasa berpikir kritis, jadi kami yang terbiasa berpikir kritis ini amat membahayakan-katanya Orba. Sebaliknya, orang-orang yang tidak berpikir, dan emoh berpikir akan sangat menyenangkan bagi Penguasa.
Yah....saudara pembaca, jaman dulu, terfitnah atau tidak, yang penting lulusan Russia halal dikejar- kejar.
Malang nasib sobatku A.Sudibyo Sarjana Ekonomi dari Moscow Russia ini, dia balik ke Indonesia untuk mengamalkan ilmunya, dia wiraswasta  gula tebu sendiri, ehh...tapi apa lacur alat-alatnya disita semua secara sewenang-wenang, termasuk mesin giling dan kuali besar, dan motor 16 PK , penggilingan yang lain hanya ditutup alat-alatnya harus dibongkar. "Sudah menurut Peraturan!" kilah mereka para aparat yang tak suka melihat Alm. Sudibyo mampu mengolah gula tebu sendiri. Ini kisah nyata yang tragis.
Beberapa bulan sesudah tragedi penghancuran usaha wiraswasta tebu miliknya itu, temanku itu bangkrut karena modalnya ludes, Sudibyo kawanku makin merana, makin ngenes, tak lama kemudian kawanku ini meninggal dunia,  inna lillahi wa innalillahi roji’uun.
Sayangnya dia belum sempat melihat kawan-kawan sesama lulusan Russia lainnya kini sudah tak dikejar-kejar lagi.  Bahkan kini banyak anak muda masa kini di tahun 2000-an sudah banyak yang belajar di Russia, Chinna, bahkan mau ke Cuba, atau Kolumbia pun boleh. Pendeknya, kawanku, sekarang anda mau belajar ke negara mana saja boleh, sekarang ini anda mau belajar di negara manapun bebas.
Mau belajar di Libya boleh, di Afghan, atau Pakistan boleh saja. Mesir, boleh. Bahkan bila anda punya uang mau belajar ilmu Geologi di Kutub Utara juga boleh. Saya saja sewaktu di Russia tahun 1960-an pernah menyempatkan diri belajar bahasa Uzbekhistan di Bukhara tempat makam Syeh Bukhari di Uzbekhistan sambil mempelajari teks-teks asli Karya Hadratus Syeh Al Bukhari almarhum. Kini  wahai sobat tenanglah engkau di akhirat wahai kawanku A. Sudibyo alumni UDN (Universitet Durzhby Norodov) Moscow Russia tahun 1966. (*) 

(Oleh Ir Subagyo, M.Sc, tulisan ini didedikasikan untuk almarhum A Sudibyo 'pejuang wiraswasta gula tebu rumahan', A. Sudibyo merupakan alumni Fakultas Ekonomi  UDN ( Universitet Durzhby Norodov) Moscow Russia tahun 1966.)























Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More