Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 04 Januari 2012

BUDIDAYA MANGGA DI SEBAGIAN INDONESIA SEPERTI APA YANG SAYA LIHAT

Mangga  (Mangifera indica L) dan kerabat dekatnya Embacang (Manggifera fuetica Loar). Gandaria (Bouea macrophilla Griff), Jambu Monyet atau Cashew (Anacardium occidetale L) Mangga Kweni  (Mangifera odorata Griff) temasuk Familia Anacadiaceae.(Tropical and Subtropical Agriculutre  J.J. Ochse. At al. )

  Apa yang saya perhatikan, di Nusantara ini Pulau-pulau yang baik untuk Mangga adalah Nusa Tenggara, Barat, Bali Utara, Pinrang-Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jawa Barat.  Sebagian varietas Mangga cuma ada di Jawa Timur, sebagian cuma ada di Jawa Barat. Dari Jawa Barat terus ke Barat ke Pulau Sumatera makin sedikit  mempunya cultivar sendiri yang makin sedikit keaneka-ragamannya, tapi makin banyak Embacang ( Mangifera fuetica. Loar),  rupanya species ini kerabat Mangga yang  cocok dengan iklim yang makin kebarat makin basah.
  Bila makin ketimur makin kering, artinya beda drastic antara musin penghujan dan musim kering,  cocok dengan Jambu monyet (cashew), maka makin ke barat cocok dengan Embacang (Mangifera fuetics Loar) dan Gandaria  (Bouea odorata. Griff) dimana hujan makin merata.

  Meskipun menurut pengamatan saya, entah karena iklim makin berubah, entah sebab lain, kok sekarang di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Barat makin banyak populasi Mangga cultivar yang aslinya di Jawa Timur dan nampak setiap tahun berhasil panen, seperti cultivar “Gadung” dan “Arumanis” padahal biasanya yang terbanyak adalah Mangga “Gedong”  dan “Dermayu”, mungkin maksudnya Indramayu dan “sengir”(serupa Mangga madu tapi lebih berasa terpentin ).
   Kalau memang demikian, menentukan lokasi penanaman Mangga,  adalah soal yang tidak gampang, apalagi Mangga adalah budidaya yang sering berprilaku biennial, setahun berbuah “sedikit” dan setahun lagi berbuah “lebat” (Tropical and Subtropical Agriculture J.J. Ochse. At. al.)
         Bila  orang membuat kebun Mangga masih dihantui dengan persoalan ini kan repot.
Saya ingat, ada kenalan saya punya “hubungan” baik dengan Bank Pemerintah, ingin membuat perkebunan Mangga di pulau Madura, pulau perbukitan kapur, yang air tanahnya cepat kering seperti diatas saringan.  Pada satu waktu saya berkeliling di pulau itu, memang hampir semua pohon Mangga berbuah lebat, meskipun Mangga yang ndak ada namanya, tapi ya itu, Mangga di pulau Madura berbuah lebat hanya tiga tahun sampai empat tahun sekali. Aku teringat temanku itu, bagaimana menjelaskan kepada Bank yang dia hubungi ya ?
       
Meskipun selama situasi budidaya Mangga masih seperti sekarang, sebagai tanaman rakyat, tanaman hiasan,  tanaman  pekarangan dan tegalan sekaligus diharapkan buahnya,   berbuah  lebat ya syukur, berbuah sedikit ya tak apa,  persoalan sifat  pembuahan yang begini ya apa boleh  buat.
   
Kebanyakan pemilik pohon Mangga, meskipun dari cultivar yang baik, memperlalukan tanaman Mangga apa adanya, sering muncul cabang air yang kuat, dan tentu saja dibiarkan, dan menggangu percabangan tua yang mestinya dipelihara, dengan perhitungan beban sesuai dengan kapasitas pembuahan-nya, artinya cabang yang lemah atau terlalu banyak cabang ya dikurangi.
   Cabang air yang kuat ini mempunyai pola pembuahan sendiri, misalnya seluruh pohon berbunga, hanya si cabang air yang kuat ini tidak, nanti tahun depan, atau nurut cuaca yang cocok dia berbunga, dan tetap mempunyai pola sendiri lain dari pohon induknya, aneh.

  Lain halnya petani sekitar Jabodetabek, dulu dekitar Pasar Minggu, meskipun memelihara tanaman Rambutan (Nephelium spp) seperti apa adanya, sifat kultivar Rambutan masih alami, berbunga pada musim labuhan (permulaan musim hujan)  hanya angin besar  dan kekurangan hara [P] saja yang menganggu produksinya, atau malah macet, berhenti berbuah.
  
Melihat sifat pohon Mangga, yang mengakhiri pertumbuhan vegetatif dengan dipucuk  pucuknya “bundhel” (Bahasa Jawa)  artinya siap dilanjutkan dengan pembentukan tandan bunga ( pertumbuhan generatip), setelah mendapat isyarat alam, yaitu “bedhiding”( Bahasa Jawa)  atau cuaca dingin pada pertengahan dan akhir musim kemarau beberapa hari sampai bebarapa minggu.
  Di Jawa biasanya bulan Juni-Agustus, orang tua tua sering menandai bila ’bedhiding”nya dingin dan kering bunganya akan menyeluruh semua cultivar Mangga, bila bedhiding nya basah dan hanya sebentar, hanya sebagian cultivar Mangga saja yang mau berbunga banyak.

  Lho kok sesuai dengan berita dari India ( Google wikipedia ), cultivar “baramasi” bila ditanam di India lebih ke utara dimana mungkin bedhiding nya lebih mengigit dari pada musim bedhiding di selatan, cultivar ini bisa berbunga sekali, dua kali bahkan tiga kali setahun. 

 Mungkin ada Mangga di sini  yang tidak perlu bedhiding  kuat, (mesti saja tandanya tahun demi tahun kok varietas ini stabil saja musimnya dipasar pasar – misalnya Mangga madu), atau Mangga Gedong, Mangga Dermayu, cultivar ini yang dipakai sebagai batang bawah/ root stock- dalam hybridisasi vegetative, atau sekalian embacang atau gandaria yang cocok dengan cuaca lembab (lebih lembab, bedhidingnya lebih lemah)  di daerah lebih ke barat, di wilayah ini pasti bedidhing nya tidak sekuat di Singaraja misalnya.

Apa culivar-cultivar ini yang dijadikan bahan untuk crossing antar cultivar dan varietas untuk mendapatkan tanaman Mangga unggul yang setiap tahun siap berbunga.?

Jangan-jangan “batang bawah”  Mangga Gedong atau Mangga Dermayu sudah dipakai mengembangkan cultivar dari Jawa Timur, Mangga Gadung dan Arumanis dengan scara dijadikan batang bawah dihabitat aslinya ( Hibridisasi vegetative dengan root stock yang tidak membutuhkan bedhiding yang mengigit)  karena jumlahnya cultivar ini selalu banyak dari tahun  ke tahun –  Mangga-Mangga yang dipakai sebagai root stock ini memang tidak memerlukan “bedhiding” yang terlalu menggigit cuaca ini langka  di Jawa Barat – sedangkan di Jawa Timur sendiri cv. Madu dan Lalijiwa sudah sangat menipis untuk dijadikan root stock dibandingkan cv.gedong dan cv. dermayu dari Jawa Barat itu.Satu kebetulan yang perlu di check kebenarannya.

Ada peristiwa:
Gandum musim dingin (Triticum durum L) harus ditanam di musim gugur (menghadapi mim dingin), karena perlu mendapatkan temperature tanah yang dingin  misalnya 0 - 3  derajad C dibawah  salju supaya musim semi kemudian titik tuumbuhnya mau berubah dari pertumbuhan vegetative ke pertumbuhan generative, artinya selama musim semi berikutnya sudah siap berbunga. Bila tidak, selama musim  semi titik tumbuhnya tidak bakal berubah dari pertumuhan vegetative ke perumbuhan generative- artinya tidak membentuk malai. Jadi rendahnya temperature  menjadi syarat perubahan pertumbuhan vegerative ke petumbuhan generative pada saat dini mamang ada, (stadium pertumbuhan “temperature”- stadium tertumbuhan berikutnya stadium “kwalitas penyinaran” yaitu panjang hari dan jenis spektrum)

Kecuali itu  perlu sekali menghilangkan cabang cabang air yang merampas hara dan tumbuh menang sediri, pada saat awal, artinya sesudah panen,  sehingga semua pucuk percabangan,  dedaunannya mendapat sinar matahari, dan  dibatasi jumlahnya menurut kekuatan pohonnya.
Misalnya seperti yang saya amati, Mangga “Manalagi Probolinggo” yang biasa buahnya banyak dalam satu tandan, bentuknya bulat telur sebesar kepalan orang dewasa, kulit buahnya hijau pucat seperti ada tepungnya bertitik titik seperti pori pori, daging buahnya putih kekuningan dengan noktah-noktah coklat muda didekat  bijinya, ya itulah yang saya maksud sebagai  cultivar  “Manalagi Probolinggo”
Dilokasi yang cocok, di sekitar Singaraja, Seririt, Tejakule, posture pohonnya seperti pohon turi ( Sesbania grandiflora L) percabangannya sedikit lebih supel dan tembus sinar matahari – e e buahnya banyak.
 Sebaliknya disekitar Malang, Surabaya,  Bogor apalagi, cultivar yang sama menjadi bercabang amat banyak, dan pendek pendek sehingga nampak gelap, dan pohonnya cepat menjadi besar, akan tetapi berbuah cuma sedikit di ujung ujung saja, atau tidak sama sekali.
 Saya kira Mangga pada umumnya suka sinar Matahari, sebetulnya Mangga cultivar Manalagi Probolinggo harus dicarikan batang bawah (root stock) yang mampu membatasi pertumbuhan vegetatip, persis seperti Apel (Malus domestica L)  di Batu Malang yang setelah disambungkan dengan di root stock Apel kerdil dari China, jadi apel Batu yang kerdil, dan mau berbunga setelah digunduli daunnya, dan cabang cabangnya dirundukkan.

Atau- seperti berita dari India  (Wikipedia ) sejak dulu sudah dikerjakan pemangkasan Mangga, tidak usah kuatir mengenai taknik memangkas Mangga, tidak mungkin keliru, batang sebesar apapun  tetap mau bertunas kembali. Malah bila iklim habitatnya pas malah tidak perlu pemangkasan, ya berbunga saja saban musim.

Jadi Mangga pun demikian bila ditanam ditempat yang lebih lembab, dimana bedhidingnya kurang terasa, dicarikan root stock yang biasa hidup dihabitat itu dengan pembungaan yang setiap tahun lebat, bukan sekedar batang bawah entah Mangga apa seperti sekarang ini.   
(Masih untung sambungan beneran, banyak sambungan yang palsu, cuma digurat dengan pisau saja serupa “jendela” bekas okulasi !)
Kecuali itu di wilayah yang lebih banyak hujan, sangat membutuhkan batuan manusia untuk mengurangi percabangannya yang lebih merupakan parasite sebab daun daunya  sangat tumpang tindih. Ini kan praktek yang sangat lazim dalam ilmu budidaya tanaman pohon buah-buahan.

Lha anjuran pemeliharaan yang bagaimana, pencarian batang bawah yang cocok untuk kebutuhan tertentu, pemupukan, belum dikemas dalam anjuran agroteknik, sudah  diperintahkan oleh Gubernur Jawa Timur jaman Orde Baru, Jendral Basofi Sudirman, untuk  “Mangganisasi” Jawa Timur.  (Ya maklum dwifungsi ABRI)
Mesti saja perintah itu dilaksanakan orang, terutama yan mempunyai lahan agak luas,  kepingin cari muka kepada Pejabat Propinsi yang lebih “wah”, misalnya  Pak  Carik, Pak Jagabaya (Pejabat paling kecil di Kelurahan).
   Mereka pada berlomba menanam Mangga ditanah tegalan dari puluhan sampai ratusan pohon setiap orang.
Lantas mencari bibit dari Dinas Pertanian ( tentu saja beli) dianjurkan cultivar “Gadung” atau “Arumanis”.

Persoalan pertama mulai muncul, Dinas Pertanian Kabupaten dan Propinsi dapat bibit dari mana? Mestinya dari Orang  Dinas “turned to be Breeders” pada waktu senggangnya, bibit sambungan  ratusan ribu batang harus disediakan pada saat yang sama, ya  untung masih sambungan, tapi batang bawahnya apa ?
Peneliti dizaman Penjajahan Belanda mendapatkan, batang bawah yang terbaik adalah ‘pelok” atau biji dari Mangga “Madu” atau Mangga “Lalijiwa” alias Mangga “tai kuda”, akan tetapi Mangga  varietas ini sudah jarang ada di pasar pasar, mungkin harganya terlalu murah bagi si empunya pohon, setelah lima  puluh tahun berlalu pada zaman Jendral Basofi Sudirman jadi Gubernur Jatim, hampir lima puluh tahun sesudah zaman penjajahan, pokok pohon  pohon Mangga verietas Madu dan Lalijiwa malah sudah ditebangi untuk kayu bangunan, padahal kebutuhan untuk batang bawah besar sekali.
           
Akibatnya, sebagai batang bawah (root stock) dipakai asal biji varietas Mangga yang murah dan dipasar cukup banyak, seperti varietas “bapang”, varietas “podang”- setiap musim buahnya banyak di pasar, atau apapun asal Mangga murah yang bisa diambil bijinya, untuk disemaikan  kemudian disambung atau diokulasi, seperti umumnya penjual bibit yang jujur. 

Sebab, umumnya bila beli bibit okulasi maupun sambungan, semahal apapun, memang tidak pernah dipertanyakan batang bawahnya apa, yang menurut penelitian cocok untuk tujuan tertentu, jangan jangan tuntunan dari hasil penelitiannya yang tidak ada, semua sibuk cari duit dengan tergesa-gesa, atau memang tidak mengerti.

Dari Phillipine (Google) mereka dengan bangganya berhasil mend-kerdil-kan Mangga  C ultivar andalan mereka, sekaligus menstabikan pembungaan setiap tahun, untuk mempersiapkan perkebunan Mangga, supaya pemangkasan dan penyemprotan hama maupun  penyakit  atau membungkus buah ( banyak pengggorok buah pada musim tertentu) dapat dikerjakan dengan lebih mudah. Sayangnya si kerdil ini umur produktifnya hanya 8 – 10 tahun, yang mestinya sambungan culitivars andalan mereka yang disambungkan dengan batang bawah tradisional bisa 40 -50 tahun,(mesti saja tidak deberitakan kombinasi antara rootstock dan cultivars andalannya- malah mungkin bila ketahuan di Malaysia segera dipatent-kan di Lembaga Patent International  itu haknya)

Cultivar Gadung dan Arumanis memang asli buah meja, dessert fruit ?, ciri pokoknya rasa terpentin nya nyaris hilang, manis segar dan hampir tidak berserat, kulitnya tipis,harus dipetik cukup tua, supaya rasa manisnya tidak bercampur dengan rasa asam Mangga muda. Sayangnya sesudah dipetik (mengkal ) Mangga cultivar ini cepat sekali masak dalam transportasi yang cukup jauh, sehingga usia pasarnya sangat pendek, apalagi kurun waktu untuk dipajang (shelf live )nya jadi sebentar sekali, bisa  agak tertolong bila di ruangan yang dingin. Akibatnya Mangga ini membanjiri pasar, sebentar lagi membusuk  harganya jadi anjlog, bukan karena orang bosan, tapi kualitasnya cepat menurun, pola perdagangan buah segar memang begitu. 
Setelah lima hingga sepuluh tahun, tanaman Mangga project Mangganisasi Gubernur Jawa Timur Dwifungsi  Jendral Basofi Sudirman ini banyak ditebangi, atau merana sendiri, disamping itu Mangga mereka ternyata saban tahun buahnya masih teka-teki, harga jual di tempat - terlalu murah, tidak bisa di olah secara sederhana, misalnya dibuat manisan, sebab daging buah cultivar ini  meskipun masih mentah (Gadung dan Arumanis)  mudah hancur bila direbus, iya saja wong hampir ndak ada seratnya buat pegangan. 
 Untuk diolah jadi manisan ini mestinya perlu  cultivar  Mangga lain, malah yang berserat banyak, aroma Mangganya menyengat, tapi dipetik muda, trus direbus dalam sirup gula, dia tidak hancur, mungkin Mangga varietas “Santog” dari Magetan, malah mungkin sudah punah, atau Mangga varietas “Krasak” dari pantai Utara  pulau Jawa dari Lasem hingga Tuban, mungkin juga sudah punah.   
Yang saya amati, Mangga Gadung maupun Mangga Arumanis yang disambungkan ke Mangga varietas “Podang”  sebagai batang bawah, Mangga Podang habitatnya di ketinggian 500 m – 700 m  di lereng Timur Gunung Wilis. Sambungan Mangga Gadung atau Arumanis dengan batang bawah Mangga Podang,  -merana dan mati setelah umur 7 – 10 tahun di dataran rendah dimana air tanahnya dangkal.
Semoga penelitian buah-buahan terutama Mangga ( kalau saja dana penelitiannya ada ), bisa mengangkat derajad petani, dari petani proyek asal jadi ke petani pekebun buah-buahan terutama Mangga yang mengerti, misalnya mendapatkan cara untuk men-stabil-kan pembuahan cultiar-cultivar Mangga yang sudah unggul yang mereka usahakan.(*) 



0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More