Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Sabtu, 10 November 2012

Pupuk Organik


Tidak habis-habisnya keprihatinan saya mengenai kebutuhan pemupukan yang benar, di lahan pertanian  terutama di Pulau Jawa.
Soalnya selalu sama, pada pemakaian pupuk jenis pupuk organik harus voluminous supaya memperoleh effect  yang diharapkan pada tamanan saat sesudah diperlakukan.

Demikian dengan pupuk organik bisa memberikan effect yang baik sesudah tamanan kedua maupun ketiga. Pupuk ini bisa mempebaiki structure tanah, maksudnya agregat tanah yang berupa butiran dan debu mineral (kebanyakan senyawa silikat) menjadi satu butiran paket structure, sehingga  sangat memperbaiki fisik tanah.
Tanah yang ber-struktur baik bisa dengan mudah ter-airasi sampai dalam, dan air bisa menembus dengan mudah ke lapisan yang lebih dalam. Sepertinya semua orang sudah tahu mengenai ini.

 Kita menempati wilayah tropis, sepanjang waktu ada air dan sinar Matahari, \temperaturnya tetap bisa mendukung vegetasi sepanjang tahun, lantas apa problemnya?

Kita bisa mengerti problem  pengadaan pupuk organik di lahan yang membutuhkan, baik dari limbah hewan ternak maupun dari limbah tumbuh-tumbuhan atau limbah tanaman budi daya, kita bahas satu persatu sumber pupuk organik yang  kita butuhkan.

Limbah dari hewan ternak :
Di seluruh  Dunia ini sudah tidak ada satu Negara pun yang perlu memperhitungkan secara garis besar, berapa banyak ternak besar (kerbau/sapi) dapat dipikul oleh satu satuan tanah yang diusahakan  (lahan pertanian), karena jumlah ternak ini bakal dibatasi sendiri oleh pasar bebas, Yang bisa memperoleh pakan ternaknya dari mana saja asal ekonomis usaha ternaknya masih menguntungkan.
 Misalnya penggemukan sapi sekitar Tokyo untuk mendapatkan Kobe Beef  yang terkenal itu, peternak Kobe mampu membeli rumput kering (hay) dan silage (silos) kelas satu dari Amerika Serikat.

Kerena sebenarnya pakan ternak besar adalah limbah dari berbagai tanaman budi daya. Mulai dari bekatul atau kulit ari nya biji-bijian baik dari Padi, Gandum atau Jagung.
Atau tamanan makanan  ternak bila untuk konsumsi manusia kualitasnya jelek, sengaja ditanam khusus untuk makanan ternak, karena hasil panen yang besar, dengan sendirinya harganya murah.
Sampai ke batang dan daunnya yang masih hijau,  buah dan sayur yang rusak karena hama, yang selalu ada di wilayah pertanian yang luas, bisa dipakai untuk pakan ternak

Limbah pertanian ini di-utilisasi oleh usaha peternakan hewan ternak besar yang mempunyai empat perut besar / memamah biak.

 Dari golongan ternak besar ini saban hari dihasilkan beberapa puluh kilogram tahi/ pupuk kandang segar.
Yang bisa dikumpulkan kotoran adalah ternak besar yang di kandang, paling sedikit di waktu malam.

Pupuk kandang, pupuk organik dari sumber ini bisa dipakai sebagai pupuk [N] karena microba yang berpopulasi menghuni di sana, bercampur urine Sapi atau Kerbau itu bersama.
Pupuk jenis ini sulit diperhitungkan guna  mengisi kekurangan pupuk buatan pabrik yang membutuhkan energi besar dalam  proses pembuatannya dan energi ini semakin mahal saja. Dengan  motif inilah maka pertanian mencari sumber-sumber alternative pupuk yang masih bisa dikumpulkan.
 Pupuk kandang jenis ini sesudah “matang” artinya ter-fermentasi sempurna, harus diberikan dengan dosis minimal 0,5 kg per tanaman untuk mendapat hasil yang bisa dirasakan dengan efeknya seperti diberi pupuk urea sesendok rata.
Jadi bila kita punya tanaman Sawi seluas satu meter persegi isi 25 tanaman ya perlu 2,5 kg/m2, jadi kebutuhan per hectare =  25 ton !
Baiknya pupuk kandang jenis ini sampai tahun tanam ke 3 masih ada khasiatnya.

Lha untuk ratusan hectare cereal crops bisa dapat  pupuk jenis ini dari kandang mana ?
Belum ongkos dan problem pengangkutannya.
 Namun pupuk kotoran manusia, di seputar Medan dan Tangerang, tanpa rame-rame delapan puluh tahun yang lalu masih dikumpulkan, dan dipergunakan sebagai pupuk organik kotoran manusia yang dikumpulkan dari masyarakat  penghuni kota untuk memupuk sayur-mayurnya.  Budaya ini dibawa dari kebiasaan petani China. Konon hingga sekarang di RRC pupuk tinja adalah pupuk organik yang lazim pula digunakan. Malah di Perancis dan bahkan Negeri Belanda juga demikian.
Baiknya lagi sebelum pupuk jenis ini “matang” masih bisa digunakan sebagai sumber biogas untuk berbagai keperluan, sehingga mungkin menggerakkan mesin-mesin yang disesuaikan.
Untuk menghitung potensi pupuk kandang dan kotoran manusia baik sebagai sumber biogas maupun potensinya sebagai pupuk sumber [N] masih sulit dikerjakan, apalagi segalanya harus berasal dari situ sendiri.
Sebab apa ? Dalam sistem  kapitalisme, jumlah berapapun  dalam satu satuan luas masih bisa dipiara ternak besar asalkan cukup beaya untuk  membelinya dari luar area. Sehingga, hasil finish productnya  hanya impas dengan ongkosnya.

Berapa beban untuk satuan area pertanian bisa diberikan untuk memelihara berapa ekor  ternak besar yang masih dalan lingkaran tertutup di lokasi itu ?  Artinya tidak membutuhkan pasokan dari luar wilayah yang lagi dihitung potensinya.

Ternyata angka ini dalam sistem kapitalistik yang integral sulit sekali dinyatakan karena sistem pertanian di dunia “laissez faire”, makanan ternak bisa dilayani berapa saja asal harganya sampai di tempat cocok dengan harga finish produk  peternakan tersebut.
Sedangkan harga pokok finish produk, petenakan tersebut harus dibebani juga dengan peralatan dan infra structure untuk menampilkan  potensi pupuk [N] dan bio gas  yang didapat.
Di samping melatih dan menghargai sumber daya manusia yang menggerakkan sistem ini,  seorang yang harus terlatih dan berdedikasi tinggi.

Lamat-lamat saya masih ingat dari masa lalu saya, waktu belajar di Uni Sovyet tahun 1960-an. Negara dengan organisasi ekonomi rencana secara sentral.  Artinya pelaku pelaku ekonomi tidak bisa dengan sistem “ laisses faire”.  Jadi para pelaku ekonomi  pertanian yang terdiri dari Kolkhos (Kolektivnie Khazaistwo) yang mengelola hingga puluhan ribu hectare, dan Sovkhos ( Sovyetskie Khazaistwo) yang mengelola ratusan ribu hectare, dibebani memelihara ternak besar seekor per-l00 hectare lahan pertanian, itu yang tanahnya subur, dari Sovkhos yang tanahnya campuran dengan yang tidak begitu subur setiap 200 hektare dibebani dengan memelihara satu ternak besar. Lebih boleh, akan tetapi segala pakan baik consentrate maupun hijauan (untuk musim dingin disediakan silages dan hay- artinya hijauan dipadatkan untuk menjadi asam dan tahan disimpan untuk musim dingin) harus dihasilkan sendiri dari areal yang ada.
Dengan perhitungan apa angka ini ditetapkan, sayangnya aku kurang memperhatikan.
Yang jelas Nikita Sergeyevich Khrusyov (alm)  Perdana Menteri Uni Sovyet waktu itu, menganjurkan penanam Jagung yang dalam slogan disebut sebagai daging, lemak (minyak goreng) dan susu – artinya melipat-gandakan jumlah ternak besar, sebagi tanda yang nyata dari kemakmuran.
Sayangnya, para pelaksana pertanian di Sovkhos maupun Kolkhos waktu itu jadi cenderung berspekulasi, untuk daerah utara khatulistiwa, musim vegetasi, artinya bisa mendapat sinar Matahari hangat cukup, sangat dibatasi oleh di berapa derajad lintang utara letak lokasi itu.
 Di banyak tempat Jagung mulai sangat mendereita kedinginan meskipun masa vegetasinya belum selesai, panen tongkol; muda dan batangnya untuk silages perlu mesin panen khusus (dengan mesin pencacah), ini yang membuat perencana sungsang-sumbel alias tambal sulam, tumpang tindih.

Di Jawa Timur, sentra tenak Sapi susu ada di beberapa kecamatan wilayah Nangka Jajar, wilayah Grati (Pasuruan) dan Batu - Pujon (Malang).
Hijauan didapat dari rumput -rumput gajah (Pinisetum perpureum) yang ditanam di tanah tanah yang tidak terpakai seperti lereng-lereng pinggir jalan, pinggir kali, di bawah naungan hutan muda, concentrate bisa dibeli di pasar-pasar  tentu saja dari daerah lain, hingga berapa ekor sapi perah orang bisa memelihara  di wilayah-wilayah tersebut sangat tergantung dari harga susu.

Dapat disimpulkan bahwa memperhitungkan beban yang pas dari lahan subur pertanian dengan berapa ekor ternak besar untuk pedaging dan susu hampir tidak mungkin.
Yang jelas sayur-mayur dan buah-buahan sekitar kandang-kandang raksasa, pupuk urea yang berharga tinggi (kira-kira Rp Rp 8000 /kg harga non subsidi sekarang ini) bisa diganti dengan pupuk kandang.

Kotoran kandang Kambing (Oveis aries) dan Domba (Capra hircus).
Memelihara Kambing apapun verietasnya dan Domba (juga apapun varietasnya) merupakan kesenangan orang dari desa-desa yan khusus, entah karena apa.
Kambing lebih suka dedaunan di atas kepalanya, sedang Domba lebih suka rerumputan.
Kotoran kandang Kambing maupun Domba adalah pupuk yang sangat berharga.
Hanya jumlahnya terlau sedikit untuk segara significant bisa mengganti pemakaian pupuk bikinan pabrik.  Tetap saja kotoran kambing bisa dianggap pengganti pupuk [N] untuk tanaman di halaman berupa buah-buahan favorit atau tanaman hias.

 Pupuk Kandang Ayam
Di sekitar Bogor, pupuk ini sudah ada langganan yang pasti, yaitu penanam oyek atau singkong (*Manihot utilisima)  dipanen daunnya setiap bulan.
Daun singkong muda adalah sayuran yang sangat bagus nilai gizinya, masakan daun singkong tidak bisa dipisahkan dengan rumah makan Padang.
Setahu saya singkong tidak pernah khusus ditanam untuk dijual daunnya ditempat lain seperti halnya di out skirt Bogor.
Pupuk Kandang Ayam dikenal sebagai pupuk  [N dan P].  Cuma, baunya terlalu kuat untuk tanaman buah sekitar rumah. Mungkin nanti sayuran sebangsa Kangkung Darat (water spinach)  dan Kacang Daun (Lembayung yang ditanam dari biji kacang tunggak, dipanen setelah 20 hari) terikut sebagai pemakai pupuk ini.
 Sayuran jens ini tidak mewakili 3% saja dari syuran sub tropis yang ditanam di Gunung-gunung, jadi ya tidak teralu terasa penggantian pupuknya dengan pupuk organik ini.
Sebaliknya jutaan Ayam petelor dan pedaging  di Blitar dan Tulungagung telah membina hubungan  “bilateral” dengan barter secara saling menguntngkan antara mereka,  menukar  kotoran Ayamnya dengan hasil Jagung dari petani Kabupaten Trenggalek, untuk bagian besar dari ration pakan Ayamnya.
Ini contoh penggantian pupuk pabrik, dengan pupuk organik yang cukup signifikan dan saling menguntungkan.

Pupuk Kompos dari seresah dedaunan segar.
Saya, dan mungkin juga banyak warga kota Surabaya sangat berterima kasih kepada Wali Kota Surabaya, Ibu Risma, bahwa beliau  telah menyediakan mesin pencacah dedaunan untuk lebih mudah memadatkannya dan membuat kompos dengan bahan ini.
 Maksudnya supaya tanaman hias dan pohon muda di kota Pahlawan ini bisa mendapat pupuk yang baik dan lama-kelamaan media dari perakarannya bisa diganti dengan kompos ini.
Satu ide yang brilyan, hanya saja belum bisa diterapkan dipakai di sampah basah, karena alat ini masih sederhana , semacan shredder biasa. 
 Mesin ini dibagikan di depo-depo penimbunan sampah di seluruh kota. Karena pasti ada saja orang yang menebang pohon atau memangkas pohon di pekarangan, memangkas naungan jalan, membuang tanaman pelindung jalan yang roboh dll. Mesin ini berguna agar  dedaunan ranting-ranting yang sulit dibuang mendapat tempat untuk dijadikan kompos, selang beberapa minggu dipakai di pot-pot raksasa seputar kota, bravo.

Sayangnya pegawai rendahan yang menjaga depo sampah menarik uang terlulu banyak untuk memangkas maupun mengangkut dedaunan dan ranting itu menjadi kompos yang tentu saja dihargai oleh Bu Risma Wali Kota.
Para pegawai rendahan di depo-depo sampah mungkin tak dapat kita ajak sadar  untuk mengumpulkan serasah dedaunan. Para pegawai atau orang-orang penjaga depo sampah ini tentu merasa tidak bakalan kehilangan apa-apa (nothing to lose) bila orang/warga membiarkan dedaunan hasil pangkasan terbuang percuma. Untuk memangkas satu pohon Mangga sedang, Pegawai Depo Sampah sampai menarik uang 250 ribu rupiah untuk diri sendiri, ini saya pernah mengalaminya. Guna mengkomposkan  serasah itu.  Pikir warga yang terpaksa memangkas pohon Mangganya, ya mending dibakar saja sedikit demi sedikit di lapangan badminton kampung, tanpa ongkos !

Ide Ibu Wali Kota Surabaya -kalau pemerintah punya kesadaran sedikit- sebenarnya bisa diperluas hingga diterapkan di penebangan kayu rimba resmi (HPH) yang telah mengeruk kekayaan Negara triliunan rupiah.
Berapa banyak kayu besar-besar yang dibabat dengan mudah dengan chain saw, harusnya dedaunannya dikumpulkan dan dicacah, dipadatkan dan dikirim ke depo sampah di Pulau Jawa dan Bali untuk diproses atau diperkaya dengan pupuk pabrik.
 Seharusnya ini merupakan kewajiban dari pemilik HPH, keharusan bisa diperkuat dengan kemauan politik  Pemerintah lewat Kementrian yang terkait, -tapi- ya ini mungkin sebatas khayalan saya saja, yang sudah terlanjur lulus sebagai magister pertanian lulusan Russia th 1960-an, jenis orang yang  bahkan hingga dekade 1990-an masih dikejar-kejar pemerintah (sebagian besar untuk ditangkapi tanpa pengadilan). Jadi, ya mana mungkin ide saya didengar pemerintah. Tapi setidaknya Ide Subagyo bisa dibaca di blog ini hingga Insya Alloh ratusan tahun mendatang.

Bayangkan, berapa juta ton kompos yang bisa menyelamatkan kesuburan sawah ladang pulau Jawa dan Bali atau mana saja. Dan tentu saja Pabrik Pupuk tidak usah terlalu mengada-ada menciptakan pupuk organik  bekerja sama dengan penduduk desa yang hanya bisa mengumpulkan kompos sedikit saja.
Daripada menyalah-artikan kemampuan pupuk organik yang dosisnya hanya 5 kwintal sehektare, itu mah urea yang diencerkan (diberi pewarna sedikit) dan dibotolkan latas dijual- supaya harganya terasa rendah ! (*)

(Salam Pertanian dari IrSubagyo, M.Sc, Alumnus sarjana-magister Universitas Patricia Lumumba-Druzhby Norodov, Moskow, Russia angkatan tahun 1959)

4 comments:

assalamualaikum warahmatullah wabarakatuhu (beni lumajang)

mbah, bisa tolong dikupas secara lebih mendalam lagi tidak, tentang cara2 membuat pupuk organik yang bisa kami praktekan sendiri, karena dalam hal ini kami adalah petani2 pelosok yang masih awam dan msh butuh banyak masukan dari para ahli.

Tak kirim jawaban lewat internet anda ternyata ndak punya alamat, Nak Beni kalau mau coba bikin kompos kayaq bibin tape, dedaunan dipotong keci kecil satu jari atau dua jari biar bisa dipadatkan rantingkecilpun harus dipotong kecil, jadi bisa dipadatkan dengan di press kalau gungukan besar ya di injak injak kalau sedikit ya ditindihi batu ditaruh daam tong plastik sedikit dicampur abu juga boleh dikasih urea SP 36 jugs boleh asal tidak banyaj dan tercampur sara sisalnya 5 % sesudah itu ditutupi plasti supya ndak ketambahan air, kita ini membuat fermentasi/tape jadi ya dijaga jangan kedinginan ( tumpukan besar dibawah atap dan dibungkus plastik setelah dipadatkan, 3 minggu bisa dibongkar didinginkan dan dipakai
makeknya banyak 0,5 sampai 1 kg per pohon untuksayur sawi putih baru kelihatan hasilnya.

Ini gimana to, tak jawab disini ilang, di internet ndak ada alamat
pokokny dedaunan dipotong kecil kecil dan ranting nya yang ketil,supaya bisa dipadatkan,kita banyak tumpuk setinggi 1,5 m dipadatkan dengan di injak injak terus dibungkus (presis kayak bikin tape0 ini juga maksudnya supaya ada fermentasi, kalok sedikit dibuat dalam tong plasti dipadatkan dengan ditindih batu trus ditutup dibawah atap supaya anget. 3 minggu baru dibuka. bisa dicampur dengan urea SP36 abu tapi sedikit 5% supaya ndak mengganggu fermentasi

nggeh, matur nuwun mbah
oya, sebenarnya banyak yg mau saya tanyakan, tp keburu mau tahlil

kalau berkenan menjelaskan lbh detailnya, bisa ke www.catatan-harianq.mywapblog.com/

terima kasih mbah

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More