Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

INDONESIA PUSAKA TANAH AIR KITA

Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi nan Jaya, Indonesia tempatku mengabdikan ilmuku, tempat berlindung di hari Tua, Sampai akhir menutup mata

This is default featured post 2 title

My Family, keluargaku bersama mengarungi samudra kehidupan

This is default featured post 3 title

Bersama cucu di Bogor, santai dulu refreshing mind

This is default featured post 4 title

Olah raga Yoga baik untuk mind body and soul

This is default featured post 5 title

Tanah Air Kita Bangsa Indonesia yang hidup di khatulistiwa ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus senantiasa kita lestarikan

This is default featured post 3 title

Cucu-cucuku, menantu-menantu dan anakku yang ragil

This is default featured post 3 title

Jenis tanaman apa saja bisa membuat mata, hati dan pikiran kita sejuk

Rabu, 29 Agustus 2012

KIBBUTZ DARI SUDUT PANDANG SAYA

Embahnya Kapitalis Dunia Baron De Rotschild dari Inggris susah payah membeli tanah sangat tandus di sekitar Jaffa, tanah-tanah Palestina dari orang-orang Arab dan Turki, untuk diberikan kepada orang Israel yang mau mudik.

Tanah yang luar biasa tandusnya dan berawa-rawa garam lagi, ini kebetulan diterima oleh orang-orang bersemangat dari bermacam umur dan latar belakang pendidikan laki-laki dan perempuan, bujangan dan berkeluarga. Mereka berikrar mendirikan usaha bersama dalam bidang Pertanian di lahan gersang itu. Usaha kolektip dari milik kolektip ya tanah gersang itu. Mereka mengabdikan hidupnya mendirikan usaha pertanian kolektip.

Idea untuk kembali ke tanah Judea setelah ratusan tahun berdiaspora ke Europa, Amerika Kanada dan seantero Dunia, diwujudkan mulai tahun 1910 dengan bertani. Upaya kolosal untuk membuat padang pasir bersemi, begitulah idealisme orang Yahudi, yang juga didorong oleh Zionisme. Tahun itu sudah ada pertanyaan diantara Pemimpin Yahudi, apakan upaya ini akan berbentuk individualisme atau berbentuk usaha kolektip ?
Zionisme lebih condong ke kolektivisme, karena dalam banyak hal cocok dengan tujuannya mendirikan Negara Israel yang tanpa Arab di Palestina yang terakhir wilayah itu menjadi mandate Kerajaan Inggris, tujuan yang archaic dan exentric tentu saja dengan menguasai tanah terlebih dahulu, cocok dengan semangat Kibbutz karena apa gunanya kekuasaan terhadap tanah, bila tidak digarap untuk bertani ? Sedangkan sekitar tahun-tahun itu tanah yang paling gersangpun sudah di tangan orang Arab dan Turki.
Tentu saja tanah yang dilepas saat itu adalah tanah yang paling gersang, rawa garam penuh dengan malaria, dan diterima oleh orang-orang yang bersemangat ini.

Dari Europa Timur, sesudah perang dunia ke I datanglah kelompok besar yang berpengalaman di bidang pertanian sehingga anggauta Kibbutz meningkt menjadi 700 orang. Sedang pada kancah peperangan dan pemburuan kaum Yahudi oleh Nazi Jerman anggaouta Kibbutzim (jamak) jadi 24.105 orang dengan 79 Kibbutz adalah 5% dari tanah mandat Palestina dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke Pemerintah Inggris.

Ternyata peritungan Kaum Zionis benar, anggauta Kibbutz yang telah bertekad untuk bekerja kolektip dengan pemilikan kolektip atas alat kerja, dapat melebihi target, malah menyerahkan sebagian besar ‘privacy' mereka,  sangat besar semangat pengorbanannya, untuk kepentingan umum, yang juga berarti untuk kepentingan zionisme. Tidak untuk kepentingan Negara Palestina yang multi cultural dan multi rasial.

Secara kultur-teknis, pekerja Kibbutz telah membuat padang pasir tergersang bersemi menjadi ladang dan kebun yang berproduksi cukup dengan ‘drip-irrigation’(pengairan menetes) pertanian di atas plastic, bahkan sebelum ada plastik mereka pakai terpal, desalinasi tanah garam, dan introduksi tanaman di lahan yang extreme ini, dengan macam-macam tanaman budi daya. 

Dengan semangat itu mereka telah menciptakan banyak kultivar Jeruk, Pisang, Anggur dan lain buah-buahan dan sajuran ataupun biji-bijian untuk keperluannya, bukan dengan uang saja tapi oleh semangat dan ketekunan yang dapat dicontoh.

Kibbutzim kini mampu menghasilkan 40% dari kebutuhan produk pertanian dan peternakan senilai 1,7 billion dollar. Di samping 9% dari bahan input industri mereka yang bukan berbasis pertanian (Wikipedia mengenai Kibbutz).

Kolektivisme Kibbutz ternyata dipergunakan oleh Zionisme dengan sangat berhasil juga secara cultural, buktinya banyak pemimpim Israel, yang semula jadi Pionir di Kibbutz masing-masing, ternyata melatih diri untuk menjadi pemimpin yang tidak egois, mampu memberi teladan bangsanya, mampu memacu kreativitas bangsanya dan jauh dari korupsi, karena pembuktian terbalik sangat gampang dilancarkan.
Sebaliknya di Negara yang sangat kaya sumber daya alam tapi compang-camping dalam moral seperti di kita ini, seorang angauta Badan Anggaran DPR yang berinisial MA ganteng dan berwajah alim, terdeteksi mencuci uang haramnya dengan membeli tiga mobil mewah di show room sekaligus atas nama oran lain, menghadiahi kerabatnya ratusan juta,(Harian SURYA   27/8/2002  hari Senin di Halaman 2).

Pasti oleh konselor hukum yang mengkhususkan diri dalam menangani perkara korupsi sudah diberi kisikan bahwa uangnya yang bejibun itu dari penjualan warisan tanah kakek-neneknya, soal  surat surat……. Beres (apa sih yang tidak bisa dibeli?), segampang itu mengelak. Pokoknya memang “uang tidak berbau”...

Memang sisi jelek umat manusia, semua terpampang nyata di kawasan padang garam dan padang pasir pada sifat penghuninya. Tidak peduli dari suku, ras dan Agama mereka, namanya sifat Jahiliah. Sifat Jahiliah ini oleh Islam sangat diwaspadai, dan harus dikikis habis.

Makanya segala pelajaran baik, lewat wahyu Allah diturunkan di sana, dengan perantara utusan Allah. Barang siapa yang bisa menangkap pati sari dari Wahyu itu pasti jadi orang yang paling baik di Dunia. Betul-betul rakhmat bagi Dunia, bahkan seluruh Alam Raya.

Si Pengingkar bukan dari kalangan kita, pasti akan menyimpangkan makna pati sari Wahyu itu, dan menukar dengan yang sampingan, dibesar-besarkan dengan eloknya.

Penganjur paling terkemuka untuk individualisme, Datuknya Kapitalisme Dunia, kok susah payah mengeluarkan uang yang sangat berharga untuk ikut berbagi mendirikan Kibbutzim, yang berdasarkan kolektivisme, lho kok ?

Si Datuk Kapitalisme memang mengerti sekali bahwa ribuan Kibbutznik ini telah dengan sukarela mengorbankan kepentingan “privacy” mereka, dan mampu membebaskan diri dari kekurangan, kemiskinan tanah tandus, rawa garam, penyakit malaria,  menyulap sesuatu yang uang sedunia tidak akan bisa membeli, yaitu : keteguhan hati.

Tapi bukankah Bangsa Arab juga mempunyai padanan yang lebih hebat dari Baron de Rotschild, yaitu bukan hanya Baron, tapi malah para Sultan dan Raja di Jazirah Arab yang kaya minyak bumi hingga sekarang ? Sampai kekayaannya tidak terhitung.
Bedanya mereka tidak bisa mengeluarkan dari sosok Arab, suatu yang tidak terbeli dengan uang.
Orang Yahudi punya kitab Torah yang digulung dan dibaca dengan khidmat, oleh mereka sendiri.
Orang Orang Arab punya Wahyu Illahi, yang ditulis dalam bahasa Ibunya, tanggung asli dari Allah, wahyu itu dimulai dengan “Bacalah”………..Ikrok Bismirobbika……Dibaca oleh umat Islam seluruh Dunia.
Kitab Al Qur’an dimulai  Basmallah, ikrar untuk memulai segalanya dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan dan Maha Penyayang. Basmallah dibaca manusia karena manusia sebagai Khalifah Allah di Dunia. Bukan dimulai dengan ikrar yang lain.
Bangsa lain ikut baca, hanya artinya  menjadi ikrar : ….. “Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih”, lho dengan ditambah “menyebut” ?,  dengan ditambah kata 'menyebut' maka  makna hukum dari ikrar itu kan jadi ndak jelas.
Orang Arab sayangnya malah rebutan kekuasaan diantara mereka sendiri, saling membunuh dengan bom dan kanon, pesawat tempur dan tank, mereka tidak bisa bersembunyi dari pemusnahan massal antar mereka.
Si Datuk tidak bodoh, dan ternyata dapat bonus yang sangat berharga, tercetaknya kader Gembong- Gembong Zionisme yang sangat-sangat exclusive dari penduduk lain di tanah Pelestina. Pandangan yang sangat kuno, bisa bisa juga demikianlah  akan memperlakukan seluruh umat manusia, kecuali kaum Yahudi, kaumnya sendiri thok.

Apa mereka tidak ingat bahwa kita semua bangsa di Dunia adalah menentang serta mengutuk Jerman-Hitler dengan Nazi yang pendukung Fascisme, yang menciptakan ”Holocaust” pembunuhan Massal orang Yahudi ?  Apa mereka tidak dapat mengingat bahwa yang menentang Hitler adalah hampir seluruh bangsa di Dunia ?. Kita semua ummat manusia menentang holocaust, karena amat tidak manusiawi, bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Umumnya semua bangsa menentang kesadisan Nazi, bahkan yang Negaranya belum merdeka seperti Pasukan Afrika Hitam dan Pasukan Gurkha juga mengorbankan nyawa menentang holocaust, apa mereka tidak mengerti ? Saya orang asli Indonesia pun menentang kebiadaban holocaust, semoga tidak terjadi lagi hal seperti itu.
Apakan mereka tidak mengerti bahwa Rakhman dan Rakhim Allah itu untuk seluruh manusia, dan di-ikrarkan oleh seluruh manusia untuk memulai segala aktivitas manusia yang jelas jelas sebagai Khalifah Allah di Bumi  ?(*)

Senin, 27 Agustus 2012

BUDIDAYA BUAH ANGGUR DI SEKITAR SINGARAJA


Sebenarnya banyak lokasi yang pernah jadi pusat penanaman Anggur  (Vitis vinifera ) di tanah air kita ini, bukan sekedar menanam tapi menghasilkan  buah meja yang bermutu juga. Cuma bedanya satu daerah lebih lama bertahan dari daerah lain.
Satu daerah kurang bertahan  membudidayakan buah ini karena dari semula ada bagian dari daya adaptasi   budidaya Anggur yang diabaikan, mungkin juga teknik budidaya masih belum komplit, sehingga peng-abaian ini merupakan satu cacat yang serupa satu titik yang posisinya di ujung kerucut, makin menjauh dari ujung kerucut makin menjadi problem  besar, sehingga pada satu saat merupakan kesulitan yang tidak teratasi. Atau menjadi tanaman yang kurang bersaing dengan budidaya  buah yang lain.

Familia Vitis berasal dari wilayah beriklim sedang di sebelah utara khatulistiwa, yang harus mempunyai iklim berbeda, tegas saat basah dan saat kering. Saat basah Familia Vitis segera berbunga dari kuncupnya menggunakan air hujan atau salju yang mencair, saat buahnya masak diharapkan kering.
Jadi di tempat Familia Vitis ini  berasal dari wilayah yang hanya berbuah sekali dalam setahun. Sehabis dipanen, umumnya musim berubah jadi kering dan dingin, tidak cocok untuk pertumbuhan vegetatip.
Musim dingin yang basah, atau musim basah yang melampaui saat buahnya masak 115 – 130 hari setelah per-sarian, akan merusak buah dan merusak rasa dan aroma buah anggur. Familia Vitis mempunyai lebih kurang 50 species, dari wilayah yang ada diseputar belahan Utara khatulistiwa, Wilayah Asia Tengah, Seputar pantai Laut Tengah dan anak benua India dan Amerika Utara.

Di India, Negara Timur Tengah anggur ditanam untuk buah meja dan dikeringkan sebagai kismis, kira-kira  dari 10 % sisanya untuk diperas jadi minunan beralkohol, di banyak Negara Europa, Afrika  Selatan, Amerika Serikat dan Australia, sebaliknya lebih dari 80 % panen buah anggur diperas diramu bermacam macam varietas untuk aroma minuman anggur (wine), bahkan dari ini masih disuling lagi menjadi minuman beralkohol kandungan alkoholnya lebih dari 30% yang namanya cognac (baca konyak).

Anggur (Vitis vinifera L) dibudidayakan oleh manusia di negeri negeri asalnya sudah lebih dari 2500 tahun. Di bagian sub tropica dari Benua Asia yang iklimnya mendukung, akan tetapi dalam upaya introduksi macam- macam tanaman sub tropis, anggur bisa ditanam di daerah tropic mana saja, bisa bertahan lama asal mempunyai pola iklim yang tegas berbeda antara musim basah dan musim kering, ternyata pola iklim semacam ini orang malah belum mencoba, misalnya di Pulau Sabu NTT, dimana penduduk sana sampai minum air tetesan akar pisang saba  yang dipotong pada musin kering  panjang, bukan karena apa, hanya Tanah Air seluas ini memang perlu dana penelitian pertanian yang kolosal, justru mencarikan introduksi tanaman budidaya dari mana saja, tanaman budidaya dari daerah yang iklimnya extrem, untuk pulau-pulau kita dari wilayah kering extreme dekat Australia.

Sebagai ilustrasi, viticulture di India tropic bagian selatan di Bengalore sangat berhasil dengan menyesuaikan waktu  dan jumlah pemangkasan saja, pola iklim di sana hampir sama dengan di sementara wilayah Indonesia yang musim keringnya panjang.
Bila disesuaikan dengan di sekitar Singaraja-Bali, maka mesti  dipanen, misalnya kualitas buah terbaik pada bulan September, dedaunan dibiarkan ada, dilindungi dengan pestisida  hanya sebulan setengah sesudah panen, baru dipangkas berat, inilah yang dinamakan “foundation pruning atau back prunning”  tanaman dipangkas ditinggalkan hanya satu tunas pengganti, setelah  panen daun-daunnya dibiarkan dan dipelihara untuk memulihkan vigor tanaman, bila cabang baru ada bunganya di potes semua, sampai satu setengah bulan.

Tunas-tunas yang keluar dari satu satunya tunas pengganti ditinggalkan empat sampai enam pada pangkasan bulan Mei, sampai buahnya masak bulan September. Inilah yang ditunggu panennya, bulan September, dengan sistem ini  di sana panen buah sampai 30 000 sampai 40 000 pon (Lbs) itu biasa. Memang di India Selatan (Heyderabad, Bengalore) ada 4 bulan kering sekali tapi untuk kebun anggur diberi pengairan cukup.  Pemupukan dengan pupuk kandang dan pupuk buatan ukuran sini sudah  pupuk berat- (sumber Google, “Indian Council of Agriculture New Delhi India” oleh  R K Bammi dan. G S Randhawa),  keduanya bergelar Doktor.

Di India total area anggur buah ada 199 000 acre, hanya 1,1 % dari kebun anggur Dunia, sedang Anggur yang tahan  cendawan (anthracknose dan downy mildew) di India adalah cultivar dari V.labrusca yaitu “Bengalore blue”, konon di India tidak ada hama Pheloksera, jadi Anggur cukup di stek. Terbiasa dinilai panennya diatas akarnya sendiri.

Anggur pertama kali di-introduksi secara luas di Indonesia, di sekitar Pusat Percontohan dan Penelitian anggur  di daerah Probolinggo, yang merupakan lahan  penelitian anggur dari Penelititan Hortikultura di Malang, kemudian, meluas pindah ke daerah Situbondo, dan Batu/Malang, rupanya tidak ada perkembangan yang memberi harapan di wilayah itu.

Tiba tiba saja, sepuluhan tahun yang lalu berkembang di sekitar Singaraja wilayah pantai Utara Pulau Bali, rupanya cultivar “Probolinggo Biru” sebagai pengganti tanaman Jeruk cultivar “Siem” yang punah kena serangan virus CVPD  (citrus virus phloem defficientcy)  sindrom, paling kurang di lima Kecamatan punah.

Pekebun jeruk yang telah kehilangan jeruknya ini, terkesima oleh kecepatan tumbuh tanaman Anggur, dalam tempo delapan bulan sudah mampu merambat sampai di kawat yang direntang setinggi 2 meter dan siap bercabang yang mengandung tandan tandan buah. Seratus duapuluh hari kemudian buah ini siap dipanen karena sudah masak.

Bila stek anggur ini ditanam bulan Oktober- November permulaan musin hujan, delapan bulan kemudian, maka tepat pada bulan Mei – Juni tanaman baru ini siap berbuah, dan masak empat bulan kemudian berarti bulan Agustus September puncaknya musim kering, buah anggur ini masak, dan rasanya enak, manis, renyah,  berair,  kurang unsur seratnya.

Sesudah dipanen, bulan September - Oktober, mulai problem, bila daun daunnya yang masih berfungsi kejatuhan hujan bulan oktober November, maka harus dilindungi dari segala penyakit cendawan, karena memang rentan terhadap segala penyakit cendawan.

Lha, petaninya berfikir, buahnya sudah habis, dari pohon yang masih berdaun ini tdak akan berbuah lagi bila tidak digundulli daunnya dan dipangkas untuk mendapatkan cabang baru, atau daun-daun itu selama kehujanan di musim hujan harus tetep berkala dilindungi, sebab bila tidak, dia mesti kena serangan cendawan dan sangat melemahkan pohon  Anggur sendiri.

 Akhirnya pangkasan dan rompesan (penggundulan daun) pada bulan Mei Juni gagal karena pohonnya sudah lemah, sebaliknya bila dilindungi dengan fungisida dan insectisida, tidak ada buahnya. Maka diputuskan segera sesudah panen bulan September Oktober – terus dipangkas dan dirompes, jadi bulan  Okteber - November keluar cabang baru yang mengandung tandan bunga, andaikata harus dilindungi dengan fungisida dan insectisida selama musim hujan November- Desember- Januari - Pebruari -Maret -April, masih ada harapan panen Anggur lagi, untuk ongkos perlindungan tanaman.

Satu hal yang dikorbankan adalah kualitas buah jadi asam dan texture nya mirip jelly, kadang buah ini harganya jatuh sampai ndak laku. Juga waktu tengah musim hujan ada banyak buah favaforit lain seperti Mangga, Rambutan, Durian masih banyak. Bila sekitar Singaraja budidaya anggur masih kurang cocok karena kurang panjang masa keringnya, ya coba dibudidayakan di Pulau Sabu misalnya, karena di NTT musin keringnya lebih panjang dan lebih menggigit. Bahkan konon untuk minum saja di puncak musin kering, penduduk menampung air yang menetes dari akar pohon Pisang Saba yang dipotong, sore ditampung dengan gelas pagi sudah tertampung air hampir satu gelas.

Ya itu salah satu gunanya penelitian untuk tanaman yang di-introduksi, antara lain untuk memberi sumber baru ekonomi rakyat yang menderita karena wilayahnya extreme, budidaya biasa tidak banyak hasilnya. Misalnya introduksi tanaman dan teknologi dari India dan diteliti pengetrapannya hingga detail.

Sayangnya yang mendiami wilayah itu adalah miskin oleh alam, makanya perlu masyarakat untuk membantu Pemerintah. Untuk seluruh Negeri yang banyak wilayah extreme iklimnya, dan memerlukan biaya yang kolosal, termasuk pembuatan waduk-waduk untuk pengairan. untuk mengembangkannya, rupanya Pemerintah Pusat dan Daerah sama-sama menunggu investor, sebangsa Nyonya Hartati Murdaya Poo yang bila wilayah itu masih mengandung bahan tambang gampang ngusir penduduknya, jadi, memudahkan open pit mining,  yang bekas galiannya dijadikan waduk, tanah  kebunnya dikuasai Hak Guna Usaha untuk satu Pulau,  masak kalah sama Bupati Buol ? (*)

(Oleh : Ir. Subagyo, M.Sc, alumnus Magister Agriculture Universiteit Drushba Norodov- Universitas Patricia Lumumba-Moskow, Russia, angkatan tahun 1959)


































































Kamis, 23 Agustus 2012

INGATAN SITUASI SEBELUM 17 AGUSTUS 1945 HINGGA DESEMBER 1945 DI SURABAYA


CATATAN INI ADALAH INGATAN SERTA KISAH BERDASARKAN SAKSI MATA ANAK  BERUMUR HAMPIR TUJUH TAHUN.

Anak itu adalah saya sendiri.  Masa akhir penjajahan Jepang di Indonesia pada tahun 1945, saya, Subagyo, sudah bersekolah di Sekolah Rakyat zaman Nipon. Saya lahir pada tahun 1938.
Biasa, sekolah gratis sudah diajari nulis Jepang.
Sampai sekarang saya masing ingat tulisan katakana – “yama” yang artinya gunung.
Nyanyi di samping 'Kimigayo' lagu kebangaan Dai Nippon Taikoku, juga Umi Yu Kaba yang menlancholik.
Ada nyanyian yang di Jepang sekarang dilarang, waktu saya berkunjung ke Tokyo tahun 1980 saya ditegur oleh teman satu anak muda Jepang, saat saya melagukan syair : "Isimo ciwa…asahi tomo ete…", bilangnya, "Jangan nyanyi gitu Pak Bagyo itu nyanyan fasis". Lha itu dulu tahun 1945 yang diajarkan Jepang pada anak sekolah di Surabaya.
Waktu tahun 1945 itu, kepala saya digunduli bukan niru Nipon, oleh kakek saya, tapi banyak borok di kepala he.. he.. he. Kalau nggak salah saya berpakaian celana pendek dari kain seadanya, dan hem dari kain mekao/belacu (kain katun kasar sampai sekarang dipaki untuk karung terigu).
Artinya tidak pakai hansop atau baju “monyet” yaitu baju tanpa lengan, kerah hanya lubang, di belakang tengkuk diberi celah untuk kaki dan badan masuk, diberi kancing satu. Bagian atas ini dijahit selingkar celana tarzan, di bagian pusar dijahitkan kantung besar. Ini pakaian seragam anak anak sampai kelas III-IV, yang bukan untuk sekolah, nama Inggrisnya “long John” kata anak saya.
Saya lupa, bahwa mereka yang dilahirkan tahun sesudah penyerahan kedaulatan th 1949-1950 yang sekarang umurnya sudah 62 tahun pasti tidak tahu ada baju “seragam” umum untuk anak kecil seperti ini.
Cuma pada zaman itu, anak kelas satu Sekolah Rakyat (SR) yang dibawa dari rumah hanya “gerip”  yakni alat tulis dari batu lei, dan potongan lidi untuk berhitung. Gerip yang baru panjangnya sejengkal, dan diameternya lebih kecil dari pensil, lebih besar dari gagang lidi.
Pada waktu itu, sisa gerip yang panjangnya beberapa centimeterpun berharga, kami gunakan dengan menyambung dengan ranting bamboo.
Setiap saat alat tulis dari batu lei ini harus diasah di pemukaan semen yang agak kasar, Tempat mengasah ter-favorit adalah bibir got air cucuran atap sekolahan,  supaya runcing.
Gerip ini dituliskan datas “sabak” dibuat dari lembaran batu hitam yang lunak berbingkai kayu-batu lei ini di import dari Jerman, sudah ada sejak zaman Nederlands Indie. Sekarang saya mengerti, lembaran batu ini  asalnya sediment lumpur hitam yang berlapis-lapis.
Diambil setebal kira-kira 5 mm, “papan” batu lei ini dijadikan alat untuk belajar menulis dan menggambar, panjangnya dua jengkal orang dewasa dan lebarnya sejengkal, ini milik sekolah, tidak dibawa pulang.
Di batu lei ini atau sabak ini (yang jarang utuh karena tidak tergantikan, oleh suasana Perang Dunia II), semua anak sekolah belajar menulis, berhitung  dan menggambar dengan alat ini.

Saya lahir dan tinggal di Surabaya, saya jalan kaki dari Jalan Juwet pinggir pojok barat daya lapangan depan Gelora Tambaksari, sampai Sekolahan di jalan Pacar Keling dekat kuburan Cina, cukup jauh jalan kaki.
Seingatku, meskipun depan rumah sewa keluargaku di jalan Juwet ada sekolahan, tetapi dipakai oleh Nipon untuk asrama calon Heiho.
Alhamdulillah, selama saya dalam perjalanan ke sekolah dan dari sekolah, ternyata saat saat akhir Dai Nipon, menjelang kalah, tidak pernah ada serangan udara Sekutu, tapi waktu di sekolah, dalam kelas, sering.
Saya ingat kami digiring ke lubang perlindungan yang diberi atap anjaman bamboo supaya tidak panas, dari sela-sela anyaman ini saya lihat dengan jelas pesawat berbadan dua, ternyata kemudian namanya pesawat tempur P-40, pesawat tempur Amerika yang dipakai menggempur pertahanan Nipon, menukik kearah utara, arah Pelabuhan Ujung, pangkalan Angkatan laut Nipon.
Aku ingat saat itu tanggal 15 Agustus 1945, dan Hirosima dan Nagasaki telah di bom atom dan kemudian Nipon menyerah kepada Sekutu. Saat itu keluargaku tidak tahu dan merasakan apa-apa, wong semua radio disegel pada gelombang Propaganda Perang Nipon.
Tapi dua hari kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 saya pulang lebih pagi dari sekolah, sekira pukul 10:30, Ayahku dan Ibuku sudah ada di luar rumah, raut wajah mereka terlihat gembira luar biasa, kemudian dengan penuh kegembiraan mereka bilang kami sudah merdeka. Sontak pada tanggal 17 Agustus 1945, di Surabaya, di radio kami sudah dikumandangkan lagu Indonesia Raya, segera disusul lagu “Dari barat sampai ke Timur berjajar pulau-pulau……. ” semuanya irama mars.  Rasanya senang sekai, kami anak sekolah rakyat tetap masuk sekolah, pakai lencana merah putih kecil disematkan di dada, wow... rasanya bangga sekali.  Perasaan penuh nasionalisme, anak umur 7 tahun. Mungkin pembaca mayoritas, tidak merasakan apa yang saya rasakan.
 Aku ingat di antara tanggal akhir Agustus 1945 itu, kakakku yang di SMP Praban pulang, dan pamanku yang di sekolah STM belakang Kantor Pengadilan juga pulang dari asramanya di Jl Tembaan. Mereka kemudian saling berbicara dengan bersemangat, dan disertai mata yang berapi-api. Yang aku tahu beberapa hari kemudian, aku lantas dibawakan oleh-oleh dari abangku berupa mainan mobil berwarna merah dan buku tulis lengkap dengan pensil berwarna cap tiga burung gelatik, diambil dari dari persediaan Sekolah di Jl Darmo yang disita Nipon.
Saat Itu baru saya tahu, gembiranya merdeka.
Sesudah itu, ingatanku kabur sedikit, terlarut dalam euphoria merdeka orang dewasa, yang saya mengerti, dijajah itu dipaksa kerja oleh Belanda, itu dari media propaganda peperangan Nipon yang sangat gencar.
Sampai sekarang aku masih ingat nyanyian propaganda Nipon yang diajarkan…. : “Awaslah   Inggris dan Amerika……” sol la sol do’’   sol do\ re mi re do’’, ha.. ha.. ha.., maaf ya kawan-kawanku warga Inggris dan Amerika, karena bunyi nyanyiannya memang seperti itu.
Yang jelas abangku dan pamanku sudah jarang pulang, waktu abangku pulang, dia sudah membawa sepeda motor pakai zijspan dan berpakaian ala tentara Nipon, meskipun tidak komplit, masih celana pendek selutut dan hem putih handuk putih kecil terkalung di leher, sepatu kain sampai diatas mata kaki. Katanya padaku :
"Kami merampas dari Gudang Jepang". Kemudian tak lama pamanku juga datang ke rumah dengan membawa senapan mesin pesawat udara yang magazijnnya bundar. Senapana itu diutak-atik di rumah, dalam upaya memasang penopang untuk dipakai di darat. Mereka abangku dan pamanku itu terlihat gembira sekali. Sekarang kalau masih hidup, keduanya tentu telah berumur 80 tahun ke atas, sayangnya beliau-beliau sudah meninggal.
Pamanku pensiunan kolonel Zeni angkatan darat. Dan Abangku tertua, aku sangat bangga padanya, saat 10 November 1945, abangku, namanya Mukadi Imam (alm.), dia saat itu sudah kelas 2 SMP, lain halnya dengan anak SMP sekarang, waktu itu abangku sudah tergabung dalam kesatuan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar). Dan saat Surabaya dibombardir oleh sekutu karena salah paham, pada November 1945, abangku tahunya dia melawan Belanda. Kita semua di Surabaya telah diberitahu oleh Mas-mas pejuang, bahwa Belanda (Londo) mau mendarat di Surabaya. "Wah gila Belanda ini !?", pikir saya waktu itu, kalau Belanda mau mendarat lagi, jadilah kita dijajah belanda lagi. Maka wajar jika warga pribumi Surabaya ngamuk mendengar Belanda -yang sudah dihancurkan Jerman, juga sudah diremuk Jepang di Asia itu-, lha kok mau balik lagi menjajah Indonesia ?
Abangku yang TRIP ikut melawan saat meletus pertempuran 10 November 1945, sekali lagi Malaby terbunuh itu adalah kecelakaan dan kelengahan Sekutu sendiri. Situasi di Surabaya, situasi Indonesia, kan sudah panas, sekutu kurang tanggap dan kurang mengerti akan situasi psikologis rakyat Surabaya. Tahunya kami ini rakyat Surabaya, ya NICA Belanda membonceng sekutu, teko maneh (datang lagi). Baru kemudian saya ketahui karena Belanda adalah anggota sekutu yang berperang melawan Jerman, maka Belanda jelas ingin melanjutkan menjajah Indonesia, setelah bebas dari Jerman dan Jepang.
Bulan-bulan Agustus-September 1945, kami merasakan kemerdekaan dengan semangat dan kegembiraan anak-anak.  Saya masih ingat di Tunjungan di  hotel Yamato pada 18 September 1945, bendera mera putih biru dirobek birunya. Saya ingat ada dua bulan yaitu separo Agustus, September dan separo bulan Oktober, adalah  bulan konsolidasi Tentara Keamanan Rakyat dan Badan Keamanan Rakyat, beserta embrio inti  dari TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar), terbentuk oleh abangku dan teman-teman-nya SMP Praban dan sebagian kecil SMT.
Ada satu peristiwa yang saya ingat, yang menimpa teman Abangku bernama Dumadio Adhi, dia gugur di pagar tembok rendah SMA 2 Surabaya di jalan Sedap Malam  di pojok timur, tertembak oleh tentara Gurkha. Saat itu di Bulan November 1945 Abangku dan TRIP Surabaya menyerbu Pasukan Gurkha yang  menduduki HBS, sekarang SMA Kompleks, dan Dumadio Adhi tertembak oleh sbiper gurkha tepat di jidadnya..

Selanjutnya kami bisa bertahan tinggal di Surabaya melewati bombardemen Sekutu dari laut darat dan udara  tanggal 10 Nopember 1945.
Sebagai akibat Jendral Inggris Mallaby, tertembak di depan gedung Internatio, dekat Jembatan Merah, sekutu memberi ultimatum pada rakyat Surabaya, namanya 'Ultimatum Mansergh' karena yang tanda tangan perwira Inggris bernama Mansergh, isinya : bila tidak menakluk berpakaian putih-putih sambil membawa senjatanja kosongan, pelurunya di kantong, menjerahkan diri di tempat yang ditentukan, sebelum jam 10 pagi, bila tidak Kota Surabaya akan dibombardir dari laut darat dan udara. Selebaran ditebar oleh pesawat di seputar kota, kami anak-anak berebut mendapatkannya. Juga mengoleksi selongsong peluru dari jalanan dan diberi oleh Mas-Mas laskar. Ultimatum tidak digubris oleh rakyat yang sudah percaya diri tanpa takut.  Maka pecahlah pertempuran 10 November 1945 karena kami warga Surabaya tidak mau tunduk pada sekutu. Wah, kedengarannya aneh juga ya, apalagi untuk anak muda jaman sekarang ? sekutu kok dilawan ? Kan di film Holywood sekutu adalah pahlawan yang menangan ? Ya, waktu itu rakyat Surabaya tahunya melawan NICA yang ada dalam kapal perang sekutu, itu saja. Melawan Belanda pada intinya.

Mengungsi
Pada bulan Desember tahun 1945 kami sekeluarga harus mengungsi keluar Surabaya karena kota sangat genting. Surabaya sudah tidak bisa dipertahankan oleh TKR, BKR Lasykar Rakyat dan gabungan unsur Profesional bekas Heiho, serta unsur angkatan Laut,  dan unsur angkatan Udara, karena Surabaya adalah pangkalan Angkatan Laut Nipon yang amat strategis, dan Polisi yang dibawah Komando Nipon kemudian dibentuk Polisi Istimewa yang ikut bertempur.
Karena gigihnya para pejuang Indonesia melawan (resistance), laskar pejuang bertambah banyak di mana-mana. Akhirnya, melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, dirubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947. 
Saat itu TNI unggul dalam organisasi tingkat batalion dan divisi tapi kurang personil terlatih dan berpengalaman di tingkat kompi dan regu, kemudian menyerap laskar BKR dan TKR, bukan tanpa persoalan di kemudian hari. Terutama dengan laskar-laskar yang banyak dipimpin oleh tokoh kharismatis seperti Bung Tomo, Sabaruddin, Tokoh Kiai  Hisbulloh, Mat Osin, dll. Lasyka Lasykar  banyak dari luar kota Surabaya, menduduki gudang  peninggalan Dai Nipon dan  Pabrik dengan dalih untuk Surabaya.
Malah ada laskar khusus dari Parakan yang bersenjatakan bamboo runcing yang dianggap mempunyai kekuatan magis dari seorang tokoh Kiai Parakan Jawa Tengah, kebanyakan abang-abang kita membawa karaben Nippon, melawan kendaraan lapis baja tank tank Scorpion dan Chieftain dari Tentara Inggris, berita burung saat itu menyebutkan tank raksasa.  
Dari udara berseliweran si Cocor Merah atau pesawat Spitfire punya Inggris. Pertempuran frontal berbulan- bulan kemudian, untuk mempertahankan kota Mojokerto. Di lini Warudoyong-Tambakboyo sampai Tandes  dengan garis pertahanan lini kedua sekitar Jetis. 
Saya terkenang sosok pahlawan Surabaya bernama Pak Gumbreg seorang bekas Heiho, hebatnya Pak Gumbreg ini berhasil menembak jatuh Spitfire di front lini kedua ini. Namun pada perlawanan melawan pesawat yang kedua kali, Pak Gumbreg gugur bersama meriam anti pesawat terbangnya-Bofor, berlaras ganda, sebelum gugur Pak Gumbreg sempat menembak jatuh pesawat Spitfire. Jadi total 2 buah Spitfire rontok di tangan pak Gumbreg. Dan korban dua pesawat pemburu musuh tidak pernah terulang lagi selama lima tahun Perang Kemerdekaan. Lini ini sangat alot berkat sarang senapan mesin pillbox buatan  perencana Nipon. Karena lewat jalan raya Surabaya-Mojokerto akan percuma, bahan bakar tank cukup hanya untuk 50 km, dari selatan jalan  dan dari utara jalan. Lasykar dan tentara Republik di selatan dan utara belum di mopping up dari Para Republiken yang mempertahankan lini ini. Akhirnya seki5tar bulan Desember, garis perahanan sepanyang tTandes sampai Warudortong rntuh sebab pada malam hari puluhan tank mafibi Inggris lewst  Kedurus turun ke sungai Mas ( cabang singai Brantas yang lerat kota Surabaya) malam malam melayari kalo Mas dari sana mudik, hingga percabangan kali brantas di Mlirip, naik lewat darat tepat dibelakang gari pewtahanan rsngksisn pillbox ( sarang senapan mesin berat)  dari Warudoyng sampai ke Benowo yang diuat Jepang. Situaisi ini membuat Pasukan petahanan compur aduk di garis petahana pillbox ini  terbuka di dari belakang, membuat laskar laskar yang bertahan segera mundur lewat utara atau selatan sunga Mas, dan Molokerto menjadi terbuka lebar lewat jalan besar Mujukerti Krian, tanpa takuk tetjebak untuk melayani logosdtik penetrasi tentara Belanda. Operasi amfibi ini jarang diceritakan oleh  para sejarawan, karena selama kekuasaan Orde Baru jendral Suharto, front sSurabaya diusahakan dilupakan, karena dapat mewnyramkan jasa TNI di Palagan Ambarawa yang hanya satu pencegatan majunya pasukan Belanda saja.
Di lain front Selatan Sungai Porong, karena Sidoarjo sudah dianggap tanpa pertahanan. Belanda malah mendarat lewat Bangil, di seberang selatan sungai Porong, blunder besar dari TNI bagian Artileri berat, peralatan howitzer dan meriam buang (istilah rakyat) untuk kanon berat tinggalan Dai Nipon malah diundurkan ke kawasan cul de sac Pandaan Tretes. Terpaksa dibumihanguskan. Tentara Kerajaan Belanda terus ke Lawang, dari Bangil.    

Berkat dukungan bahan makanan dari abangku, pamanku dan ayahku yang mencari sisa-sisa gudang gudang tentara Nipon yang bukan tanpa resiko kepergok tentara Gurkha, mereka meskipun jarang pulang tapi selalu mengirim ke rumah, terutama beras dan banyak ransum kering tentara Nipon.
   
Pengungsian dilakukan senja dengan kereta api yang diberangkatkan dari Stasiun Wonokromo,  Stasiun lain di Gubeng dan Semut atau Sidotopo sudah tidak mungkin, karena sering jadi ajang pertempuran, kereta pengungsian menuju ke Mojokerto.

Yang saya ingat pengungsian kami sekeluarga dimulai senja dari Tambak Sari pakai truck, dengan wanti-wanti tidak usah membawa barang banyak-banyak, sebab kita mengugsi hanya seminggu, sepanjang perjalanan senja kota Surabaya menjadi sepi. Truck yang kami  tumpangi menghindari patroli tank Belanda Inggris yang tak tertahankan. Tank Belanda-Inggris itu cuma takut terhadap tentara berani mati yang memanjati tank dan memasukkan granat dari lubang intai Tank. 
Sepanjang jalan banyak toko Cina tutup tapi masih mengibarkan bendera merah putih dan bendera China Nasionalis. Pemerintah Cina Nasionalis Kuomintang adalah termasuk dalam Komisi Tiga Negara yang membantu Indonesia merdeka yang pertama, dengan Australia dan Amerika Serikat.
Aku jadi teringat saat kami di pengungsian dari Mojokerto trus Ke Pare  dua bulan trus Ke Madiun  empat bulan, berakhir di Solo dari awal th 1947. Melewatkan  pertentangan bersenjata oleh  Muso, yang gembong PKI, berakhir dengan dibantainya seluruh PKI juga Muso oleh Pemerintah yang Pemrakarsa Perundingan KMB, sebab Muso  tidak menyetujui perundingan ini yang menuju kompromi dengan Belanda, sampai aksi penyerbuan Belanda yang mereka namakan aksi Polisionil ke II berakhir dengan perundingan KMB tahun 1949.
Dengan habis-habisan dalam harta benda dan daya tahan, akhirnya tahun 1950  kami sekeluarga pulang ke Surabaya dengan tambah adik kami dua orang perempuan, saya naik kelas enam, masih menumpang di rumah Paman yang lain yang jadi  Kepala Stasiun Wonokromo, di  Jl Gunungsari no 20 tidak ada yang tercecer dalam pengungsian selama 5 tahun dengan kekurangan pangan dan penderitaan bathin dibandingkan keluarga yang tetap ada di Solo, artinya tidak mengungsi kemana-mana. Selama di Madiun dan Solo, ayahku jadi Pegawai BPPGN (Badan Pembagian dan Penjualan Gula Negara), yang karena gula dalam gudangnya habis dicuri oleh Bapak Kepala BPPGN namanya Bapak Danu dan atasannya seorang Menteri di Yogyakarta, berlindung di bawah Gubernur Militer Solo, mereka kompak waktu itu, bapakku harus bertanggung jawab dan tanpa pengadilan masuk penjara Gladak Solo. 
Namun ayahku kemudian dilepaskan di Karang Pandan sebelum penyerbuan aksi Polisionil Belanda ke II th 1949.  Tahun 1950 kami balik ke Surabaya.
Epilog
Hatiku masih serasa teriris oleh sembilu bila mendengan lagu “Surabya o Surabaya ditahun empat lima ……kami berjuang menyabung nyawa..”
Mengingat tanggal 10 Nopember 1945 dihapus dari hari besar Nasional entah karena apa, sedangkan satu hari saja di Yogya tanggal 3 Mei 1949 dibesar-besarkan dibuatkan monument Nasional, di Ambarawa dibikin monunen Palagan. Aku sangat setuju monument itu semua untuk pelajaran generasi mendatang, tapi jangan sekali-kali menghapus dari sejarah apa yang terjadi pada tanggal 10 Nopember 1945 di Surabaya, kotaku dengan menghapuskan dari arti Nasional  seperti yang dibuat oleh Penguasa Orde baru, diprakarsai oleh Doktor Sejarah. Nugroho Notosusanto, kualat lho.
Pejuang Kemerdekaan yang tidak bergabung terus dengan TNI, diangkat jadi Veteran Pejuang Kemerdekaan dengan pangkat seperti ketika masih remaja  berjuang di Surabaya dan bergerilya, sedangkan yang terus berdinas dengan pangkat yang pasti lebih tinggi dihargai lebih dari koleganya yang memilih kehidupan sipil sesudah Perang Kemerdekaan, perlakuan yang sangat dibuat buat untuk meremehkan upaya rakyat. Sebab Perang Kemerdekaan  hanya terjadi sekali selama Republik ini masih merdeka.
Memang ada beda approach perlawanan bergerilya di Jawa Tengah terutama Solo Yogya dengan perlawanan bergerilya di Jawa Timur. Tapi ada persitiwa di Wlingi pernah ada upacara di Markas Tentara Belanda dibuat kocar-kacir oleh tembakan meriam 88mm Banteng Blorok, tanpa tertangkap meriamnya oleh pengejarnya yaitu pasukan  Belanda yang lengkap dengan pesawat intai dan artileri berat.
Di Jawa Timur tidak pernah gerilya membuat ajang pertempuran di kota-kota, melainkan di tempat penghadangan yang jadi urat nadi ekonomi. Buktinya, tidak ada perkebunan yang bisa operasional karena angkutan hasil yang tidak terjamin keamanannya oleh gerilya.
Pernah terjadi, setelah beberapa tahun Penyerahan Kedaulatan, seorang Menteri Kabinet RI ditolak menginap di Hotel Simpang kalau ndak salah Menteri Mr. Iskak. Rupanya penolakan itu untuk menyepelekan Republik ini yang dilakukan oleh Manager Hotel yang orang Belanda Totok. Hasilnya, Hotel itu langsung dibuat porak-poranda oleh para pemuda pelajar yang mendengarnya. Pesannya jangan macam-macam di Surabaya, kotanya Pahlawan. 
Pola Pemerintah Orde Baru mengecilkan perlawanan Rakyat dibandingkan dengan yang dibuat oleh ex didikan Nipon yang tergabung dalam Peta adalah pola memecah-belah dan tidak berdasar, karena PETA pun membutuhkan Rakyat.
Sampai sekarang Negeri ini, Pertahanan Negara tidak dilakukan oleh para wajib militer, tapi oleh profesional militer, banyak militer yang sangat profesional dan baik di mata rakyat. Tapi masa Orla dan Orba menunjukkan bahwa militer sangat piawai terhadap perimbangan kekuatan, gampang kasak-kusuk membuat ulah kudeta kek, berontak kek, politisasi korupsi kek, yang berakhir dengan kompromi dengan temannya sendiri.
 Ayahku almarhum bernama Kusno, beliau dulu adalah  Pegawai Swasta (Klerk Kantor Notaris) jaman Belanda yaitu Mr. Theodore Vermeulen. Bukan ayahku tidak nasionalis, tapi dengan bekerja sebagai clerk untuk orang Belanda, ayahku jadi banyak tahu tentang cara Belanda mengatur pertanahan di Indonesia. Jaman Jepang ayahku nganggur, Ibuku membatik dan mewarna kembali kain batik yang sudah luntur dimakan usia, jaman Jepang masih keren dipakai kembali, wong kain mori bahan baku kain batik sudah hilang dari pasaran. 
Jika ada pertanyaan ; "Kok ikut mengungsi sampai lima tahun membela apa ? Ikut Belanda di daerah Pendudukan kan pasti dapat rumah gedung dan penghasilan yang baik seperti Meneer Liem  yang lulusan HCS (Hollandsche Chineesen Scool) yang dipekerjakan oleh BPM th 1947 di kilang aspal Wonokromo hingga Uni Indonesia Belanda dibubarkan  th 1953 ?"
Jawaban Pertama : Ternyata kata "Merdeka!" yang ditegaskan Bung Karno telah mengilhami beliau, untuk tidak terpisah mendukung secara moral abang saya yang akan berjuang di fihak Republik di daerah Republik, mulai 17 Agustus 1945 umurnya belum 16 tahun yang teman-temannya bilang dia anak pemberani dan tegas.  Dia dijemput teman-temannya dari Akademi Militer di Prambanan, tahun 1946 antara lain oleh mas Gatut Kusumo alm. ayah menganjurkan dia masuk ke akademi militer karena masih sangat muda usia.
Kedua:.  Anak-anak bapakku banyak ada 8 anak waktu itu, hanya bisa disekolahkan bila Indonesia Merdeka, bila kembali terjajah Belanda, hanya anak para priyayi saja yang mampu bersekolah seperti di zaman Ayahku. Ayahku hanya lulus Sekolah  Pertukangan Ambach School, bisa dapat gaji lumayan setelah ganti profesi bekerja di kantor Notaris, dia hafal hukum waris cara Islam, diperlukan di kantor Notaris yang Belanda, karena banyak kenalan akrab beliau yang bangsa Arab dan Islam, lebih mantap dengan Klerk yang memberikan banyak alternative, daripada dengan Notarisnya, misalnya soal hibah harta sebelum meninggal kepada anak perempuan yang disayang, yang nanti bila sang ayah keburu meninggal, akan dapat waris sedikit saja,. Ternyata akta hibah Notariat ini dibenarkan Hukum Islam dan Hukum Negara, rupanya Arab di Indonesia telah berubah dari Arab aslinya, yang menganut adat partriarchaat murni, artinya waris terutama pada garis keturunan lelaki, sedang hukum adat Jawa dan Minang matriarchaat murni, waris terutama sawah jatuh ketangan gari keturunan perempuan.
Orang seperti almarhum abang saya, menjadi korban kesewenangan komplotan orang pencari kesempatan, komplotannya lebih gampang menyatu dengan sejenisnya kuat dalam segala hal, selau lemah dalam satu hal “moral”. Komplotan ini melampaui batas Negara. Negara Adhi Kuasa yang membagi pil anti nurani, bangga membunuh teman sendiri, sebangsa heroin dalan saat konflik kayak di Negara Negara Arab sekarang.
Orang pencari keempatan, tidak menghiraukan Hukum Pemerintah dan Hukum Pegaulan yang sopan, dan melecehkan Hukum Allah. lebih berhasil selama perjuangan untuk kemerdekaan akan berlanjut lama. Sebab sudah diramal oleh Pujangga Jawa Raden Ngabehi Roggowarsito dalan Serat Kalatidha : ….. "Hing jaman kena musibat, wong hambeg dyatmika konthit", artinya : di jaman kena kutuk musibah, orang berwatak ksatria sejati didorong ke sudut. Abangku kemudian keluar dinas tentara dan memilih menjadi Guru. Sampai wafatnya tahun 1990-an abangku adalah pensiunan Guru.
Tulisan ini yang merupakan kesan orang dewasa diilhami dari buku karangan Mas Radjab Gani yang konon dari bagian Kesehatan TRIP mulai dari Surabaya, kemudian pembicaraan saya dengan Mas Gatut Kusumo alm. tokoh kesenian Surabaya ketika masih hidup, sayang bukunya sudah hilang, mengenai sejarah kawan-kawannya TRIP Jawa Timur yang ditempa waktu lahir di Surabaya seperti Jabang bayi Tutuka. Kemudian lewat kawah Candradimukha Revolusi Kemerdekaan menjadi anggauta Brigade TNI ke 17, TRIP Jawa Timur yang sekarang pasti bukan anggauta Veteran RI, karena semua sudah wafat sebagai Prajurit sejati, semoga amalnya diterima Allah, kesalahannya sewaktu hidup diampuni Allah. (*).
(Oleh: Ir Subagyo, M.Sc (74); teriring doa keselamatan kubur untuk almarhum abangku Mukadi Imam, pejuang TRIP,  yang memberitahukanku  bahwa arti hidup berjuang melawan penjajah itu adalah lebih baik, daripada diam mencari selamat-tapi dijajah terus, pesannya singkat :"Dijajah itu ga enak Dik Bag, Merdeka...!")

Rabu, 15 Agustus 2012

APEL (Malus domestica ) DI BATU/PUNTEN – MALANG

Buah Apel ini tumbuh berproduksi di daerah  pegunungan  dengan ketinggian antara 800 hingga 1500 meter di atas permukaan laut, di pulau Jawa di mana angin musson kering   bertiup dari arah timur (Australia), dan pada musson barat yang basah, daerah itu merupakan lereng dengan angin yang agak kering karena terletak di bayangan hujan,  dia lebih cocok. Makanya Apel tumbuh  dan berproduksi lebih baik di Batu dan Poncokusumo Kabupaten Malang,  dari kawasan Pujon lereng sebelah barat gunung Panderman.
Pada tahun tahun sebelum tahun 1950-han Apel sudah ada di  Batu, tapi belum merupakan tanaman budidaya buah yang bisa diandalkan – merupakan tanaman buah yang tidak berarti, dan tumbuh nyaris merupakan semak berketinggian sedang  ramping cabangnya  banyak lurus ke atas kayak sapu lidi terbalik, orang tidak pernah memperhatikannya, karena nyaris tidak berbuah. 
Ini yang saya amati mulai dari masih sekolah di SMP, saat saya berkunjung ke Famili ayah saya yang Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Malang, Beliau juga mempunyai kebun jeruk di Batu. Memang tahun 1953 daerah Batu/Punten masa itu masih didominasi oleh kebun jeruk. Mulai saat itu saya tidak pernah berkunjung ke daerah itu hingga tahun 1966. Ternyata selama 13 tahun saya tidak menengok daerah Batu/Punten, Apel sudah mengalami transformasi menjadi tanaman budidaya penting untuk daerah itu, bahkan sudah merebak sampai lereng utara pegunungan Ijen (mungkin Pakistaji, Sukowono atau hulu Kali Putih ) sampai ke lerang utara gunung Welirang  Pacet Desa Claket  malah sudah disebut kultivarnya Rome Beauty, dan satu jenis Apel Hijau yang saya lupa nama kultivarnya. Tahun 1970 sudah ada cultivar baru yang lebih enak di Batu/Punten kayaknya mirip Golden Delicious dari Amerika Serikat yang sangat terkenal itu. 

Untuk pelengkap, menurut majalah Rider Digest Apel Cultivar Golden Delicious ini berasal dari satu pohon induk, yang buahnya menang sayembara apel di Amrika Serikat  dengan cepat mendominasi pasar buah Apel. Menurut Wikipedia, cultivar ini mulai muncul th 1905 di Clay County W. Virginia, sekitar th 1938 seorang Plant Breeder buah buahan Pak Colonel Bracket membeli pohon itu seutuhnya dengan harga 5000 dollar dari Pak Muller, lalu menjaga mata tunasnya untuk dikembang biakkan, bahkan di kurung dalam sangkar kawat dan dipangkas sendiri untuk menjaga pencurian entrys-nya.
Ada festival “Golden Delicious” diselengarakan di West Virginia sampai 1972 Karena Pemerintah Setempat memutuskan menjadikan cultivar ini mascot resmi th 1955.
Konon pohon induk itu hidup sampai tahun 1950.               

Lho, sampai segitunya……..perhatian Pejabat Publik di sana, lha disini... Penjabat Besar Publik ikut panen padi tapi cultivarnya malah meragukan, diorbitkan oleh Penipu. Saking kebeletnya citra-nya ikut populer.  Malah sampai sekarang entah dimana cultivar padi itu ditanam, apa bisa mengungguli hasil karya Breeder padi dari Balai Penelitian Resmi yang dikembangkan oleh Breeder profesional?
Memang di Indonesia hampir semua tanaman budidaya, seleksi dan breeding kalau ada, diselengarakan oleh Pemerintah, yang ya maklum dananya sangat terbatas, kecuali tanaman hias dan bunga bungaan, kesenangannya orang kaya, kebanyakan introduksi dari luar.

Kembali pada apel di Batu, rupanya dari tahun 1953 sampai 1966 ada perubahan besar mengenai pendekatan terhadap budidaya tanaman apel di Batu/Punten: Pertama; entah dimulai oleh siapa, memang sejak itu, Apel selalu disambungkan dengan batang bawah Apel kerdil (Malus micromalus ) dari China,  kebiasaan yang sangat baik ini menyebabkan mudahnya orang mendapat kualitas yang seragam sebab dibiakkan dengan clone. Lha Apel kerdil ini dibiakkan dengan stek batang dan stek akar, sampai sekarang tidak ada kekurangannya.
Kedua; Apel kerdil ini menjadikan pohon apel di Batu ya kerdil, dibandingkan dengan  yang tumbuh dinegara asalnya, ini menyebabkan kamungkinan semua cabang cabangnya bisa dirundukkan melengkung ke bawah sampai ujungnya menhadap tanah,  dengan tali rafia.
Ketiga ; Pohon yang kerdil ini gampang dipangkas ujung ujung rantingnya dan digunduli daun daunnya sampai gundul seluruhnya.
Perlakuan digunduli daun daunnya dan dipangkas pucuknya, dan cabang cabangnya dilengkungkan ke bawah sampai tunduk ke tanah, dan digunduli daun-daunnya sampai habis, menyebabkan tunas tunas dekat ke ujung cabang tumbuh selang beberapa minggu, lho sambil mengeluarkan bunga bareng-bareng, asal air dan hara cukup, jadi bisa ditebak kapan harus dipupuk dan diairi, umumnya ya sesudah dipanen. Lha ini yang menyebabkab apel di Batu/Punten dapat dipanen dua kali setahun.
Perlakuan ke empat; Karena Apel mudah sekali terpolinasi sendiri atau polinasi silang dengan Apel lain pohon, konon di Daerah Sub Tropic oleh serangga, tapi di sini malah  terjadi terlalu banyak pentil (bakal buah) yang jadi, malah mesti dikurangi higga 2 maximum 3 pentil setiap tunas, malah bisa dikurangi ulang setelah buahnya nampak terlalu banyak.
Setelah buahnya sebesar salak masak, baru harus diberi selongsong kertas semen atau  satu per-satu untuk mencegah hama ngebor masuk dan mendapat warna yang baik.

Terus terang, buah Apel yang masak musim kemarau lebih alot/liat dagingnya dari yang masak diwaktu masih ada hujan.
Terus terang lagi, budidaya buah Apel sekarang sangat perlu bahan proteksi  tanaman yang harganya mahal, terutama fungicida, yang diaplikasikan berkali-kali dan beberapa kali insektisida untuk mengendalikan ulat daun yang macam-macam.
Fungisida ini harus mampu mencegah kanker batang, berupa jamur sebangsa Fungi imperfectans, yang mematikan phloem cabang dan batang, juga menyerang buah, yang membekaskan penjalaran kematian jaringan secara concentric makin melebar, bila menyerang batang, begitu lingkaran batang seluruhnya sudah terinfeksi, ya seluruh bagian atas dari serangan itu lantas layu dan akhirnya mati. Meskipun menurut pengalaman saya masih bisa ditolong dengan menyambungkan dengan batang bawah baru di tempat dia ditanam tanpa menjebolnya, atau cabang air ranting yang tumbuh dari bawah serangan, kayak di-by pass, seminggu sudah berfungsi, sayang tho, wong untuk memperoleh batang berdiameter 5 cm saja perlu tiga tahun atau lebih dengan beaya tinggi..
Satu  tips untuk pemula, hati-hati memberi Pupuk  (N) misalnya Urea, atau ammonium Nitrate (NH3)N03, karena puput tsb gampang membuat vigor yang baik, tapi pohon sangat rentan terhadap kanker batang (bangsa Fungy imprfectans itu )
Lebih baik mengalah, memberi pupuk berimbang (agak banyak P dan K), lebih baik dengan mengganti tanah seluruh lubang tanam sebaiknya 1x1 meter sedalam 70 cm dengan pupuk kandang siap pakai kualitas baik thok, anda akan terbebas dari problem agak lama, dari pada lubang tanam yang hanya 60x60x60 cm dengan pupuk seadanya, toh tanahnya subur, iya dia hidup dengan baik tapi problem berikutnya yang perlu beaya mahal perlu dipertimbangkan. 
Tanah di dataran tinggi umumnya adalah andosol, endapan gunung api berupa debu dan pasir yang sangat muda, maklum wong dekat dengan kepundan gunung api jadi belum sempat terurai oleh jazad renik dan iklim, apalagi serangga.
Ada lagi, Mites dan Thrips yang dikendlikan dengan  Miticides atau Thripsicides yang umumnya harganya mahal selalu harus tersedia, bila tidak hama ini cepat sekali menjalar dan merusak panen. Soalnya kecuali hama daun dan buah ini cepat sekali berkembang, bila udara kering kurang dari 70% kelembaban relatifnya, harganya juga mahal.
Tips untuk pemula, amati dengan interval beberapa hari, perkembangan thrips dan mites ini dengan menghitung populasinya, terutama pada saat cuaca kering. Dengan alat kaca pembesar, dari daun pada posisi yang sama, misalnya daun pada ruas ketiga, untuk seterusnya ya ruas ketiga cabang yang mewakili. Sebab hama ini kecil sekali dan selalu bergerak, sebaiknya daun itu dicepit diantara dua lembar kertas HVS putih sebaiknya yang agak hygroscopis, trus lembar kertas itu sebelumnya diberi tanggal dan jam, lokasi pengambilan sample daun, perlakuan dan consentrasinya dsb,  kertas HVS rangkap yang ditengahnya ada daun yang mau diperiksa ini digiling di antara dua roller baru dari mesin ok(terbuat dari karet yang diperkeras masih rata karena belum pernah dipakai)  ditekan dengan pegas, hingga hama hama yang akan dihitung itu sekiranya bisa tergencet mati.
 Hasilnya ada dua lembar kertas yang ternodai oleh bangkai Thrip atau Mitesi. Yang nodanya besar betina dengan telor telornya. berwarna merah, noda merah kecil berarti hama jantan, berwarna merah muda berarti hama muda, noda coklat atau hitam berarti hama itu sudah mati sebelunya tergencet, mudah ya ?
Karena kita menghitung dengan loupe hama yang tidak bergerak.
Begitulah saya belajar mengamati mites atau thrips ini di Inggris, dari seorang Agronomist biasa yang membuat alatnya sendiri untuk mengakuratkan data lapangan sebelum aplikasi dan jam jam sesudah aplikasi miticide atau thripsicide dan memudahkan kerja.
Rupanya semua Penelitipun di sana membuat alatnya sendiri, biasa meniup kaca, mengelas dan menjahit, apalagi membuat kotak, merangkai alat electronika pun mereka mahir, di negara kita semua peneliti kebanyakan beli jadi, barang begini di sana ndak ada pabriknya, makanya penelitian sangat mahal wong beli kerajinan tangan Peneliti, karena Peneliti di sini di negara kita ini adalah kaum Priyayi, kaum Menak, mereka inilah kalangan Aristokrat baru. Gelar akademisnya saja ndak boleh ketinggalan walau di surat undangan kondangan temanten, bahkan surat kondangan sunatan sekalipun, meskipun karya ilmiahnya -maaf ya- kebanyakan- tidak semuaya lho- minim. Malah... Masya Alloh, di banyak pemakaman saya pernah lihat batu nisan yang tertera gelaran akademis dari si mayit sampai batu nisan itu tak muat. Saya yakin Malaikat Munkar dan Nakir mungkin tidak begitu concern para gelaran nama di batu nisan, saya yakin kedua malaikat itu hanya concern pada amalan perbuatan sang mayit saja.
 
Oke, setelah sindirian saya kepada kaum Aristokrat Akademik Indonesia yang lebih mementingkan gelaran-gelaran Akademik yang berderet dari depan dan belakang namanya, ketimbang karya, ketimbang manfaat untuk rakyatnya, marilah kita kembali membicarakan Apel di Batu. Pertanyaan saya kenapa budidaya Apel yang di hulu Kaliputih Situbodo di Kecamatan Pacet, di NTT hilang, sedang di Batu/ Punten, Poncokusumo  saja,  hanya petani kaya  yang mampu memelihara Apel, entah sampai kapan kemudian tersaing oleh Apel import.
Wong memenuhi kebutuhan Kedelai yang sangat penting untuk generasi mendatang kayaknya kok sulit sekali, senengnya ya import. Kepada yang saya hormati : kaum Aristokrat Akademik Indonesia, marilah buat Indonesia jadi surplus Kedelai. (*)

Senin, 13 Agustus 2012

CARA PENYELEWENGAN YANG SANGAT CANGGIH DAN TERENCANA.


 
 "IKRAR HIDUP PALING COCOK DAN TERBAIK YANG PERNAH DIDAPAT OLEH MANUSIA, DALAM BERMASYARAKAT, KONSTITUSI YANG TERBAIK YANG PERNAH DICIPTAKAN MANUSIA DISELEWENGKAN  DENGAN CARA YANG SAMA OLEH ENTITAS YANG SAMA."

Saya yakin bahwa dakwaan ini berdasar, dan si terdakwa tidak bakal protes dengan cara kita, menuntut ke Pengadilan Negeri, sebab perkara ini sangat luar biasa dan si Terdakwa bukan dari lingkungan kita.
Tidak aneh, sebab bila Konstitusi Amerika Serikat ini,  yang sudah berlaku sesudah di-undangkan lebih dari 200 tahun yang lalu, yang sekarang didukung oleh penduduk  311.491.017 jiwa. Warga Negara Adhi Kuasa ini, kalau tidak ada aral melintang di Dunia ini, pasti sudah menjadi Rakhmat bagi umat Manusia dan Alam Raya. 
Sayang, masyarakat sehebat itu kini dilanda resesi yang  berkepanjangan menular ke seluruh Dunia, konon menurut ROL  (Republik On Line) terdapat sekitar 100 juta orang pencari nafkah yang tidak berpenghasilan  tetap alias menganggur. Hal ini membuat saya sebagai warga Negara miskin dalam kekayaan resource alamnya, merasa prihatin tentang kebenaran gunjingan ini.
Saya juga melihat siaran di TV HBO Signature, dua bulan yang lalu, penuturan sosok pembuat film kenamaan, Michael Moore, dalam film berjudul "Capitalism, A Love Story", bisa diakses di http://michaelmoore.com/books-films/capitalism-love-story/, yakni film documenter tentang orang-orang yang terusir dari rumah pribadinya karena tidak mampu menyicil hutangnya, (sub prime mortgage), jutaan kaum menengah yang semula mempunyai penghasilan tetap, terlibat dalam sistem dagang yang dinamakan “Derivative Trading”, kayaknya seperti surat hutang yang diperdagangkan dengan untung tinggi, tapi pembayaran terakhir tetap beban si empunya asset yang dijaminkan, si penanda tangan pertama. 
Lha ini kan seperti bunga-berbunga yang diharamkan oleh Islam ?  
Negara yang hebat, Konstitusi yang mati-matian menentang Feodalisme, menjaga kebebasan warganya dari kekurangan kebutuhan primer, kebebasan beragama dan mengeluarkan pendapat, kebebasan mengejar kebahagiaan hidup menurut caranya, lho kok sepele. Cuma dihapus dayanya dengan kalimat pendek di surat hutang atas  jaminan puluhan juta rumah yang diperdagangkan dari tangan ke tangan dengan keuntungan, dan nilai terakhir dari hutangnya, plus keuntungan setiap transaksi,  beban tambahan yang dibuat di luar pengetahuan si empunya rumah yang dijaminkan, menjadi bebannya si penjamin pertama, si empunya rumah, lho kok ya bisa  menurut Hukum mereka ? Hukum ini diratifikasi oleh Congress dan Senat, mengenai “derivative trading”, wong ini termasuk kebebasan berusaha, salah satu dari mereka, Nyonya Utusan khusus Pemerintah Amerika Serikat  telah mengajari kita untuk mengatur ekonomi berumah tangga Negara ini, duh malunya.
Sandungan permainan kata kata Hukum dalam Undang-Undang berikutnya sebagai anak pinak Konstitusi sehebat itu.  Siapa mengira ? Permainan mengenai makna Konstitusi yang hebat ini bisa dijabarkan  menyengsarakan rakyat bnyak dengan mudah, jadi Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah apapun yang membuat ambruk sistemnya sendiri, yang menjalar hampir ke seluruh Dunia (karena sistem Tirai Besi sudah kalah).
Entitas apa yang mampu menjerumuskan Masyarakat Negara itu dengan fikiran dan kecerdasan sehebat itu ?
 
Ada lagi gejala yang lebih gawat dari itu.
Pada waktu ada Konferensi Negara-Negara Islam di Cairo tanggal 31 Juli hingga 5 Agustus 1990, dihadiri oleh Negara-Negara Islam di Dunia dan atas prakarsa  PBB, membicarakan Deklarasi Hak Azasi Manusia menurut Islam, telah disepakati membuat document mengenai Hal Azasi Manusia menurut Islam berdampingan dengan Document Hak Azasi Manusia secara Universal yang dibuat oleh PBB sebelumnya. Ada 25 pasal dalam document itu, (sumber :Wikipedia).
Pasal pertama mengemukakan bahwa semua manusia anak Adam mempunyai derajad yang sama di Mata Allah sebagai abdi Allah, sebagai Khalifah di Dunia.
Anehnya semua orang pintar mengenai Islam dari fihak Suni, Shiah, dan berbagai aliran lain, hanya bersumber pada Syari’ah untuk nenentukan fasal-fasal berikutnya.
Padahal Surah yang disebut induknya semua Surah yang ada di Al Qur’an, Al-Fatihah, Ummul Qur’an dari mana syari’ah bersumber, didahului dengan membaca ikrar Basmallah.
Ikrar manusia Islam, menjadi khalifah Allah di Bumi dengan hanya satu azas penghambaannya kepada Allah, yaitu semua perbuatannya dilandasi dengan ikrar “Bismillahirahmanirahim”
Anehnya lagi, terjemahan dalam bahasa Indonesia, sebelum tahun 1960, dari kalimat Bismillahirahmanirahim dari dulu ada dua dua versi: “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang” yang setara dengan Atas Nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, versi kedua ditambah dalam kurung (…) menjadi “Dengan (menyebut ) nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”
Sesudah tahun 1967 kurung ini dalam terjemahan kalimah Basmallah malah dibuka, dihilangkan  menjadi “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”
Menurut Paman saya almarhum, yang juga Notaris, kalimat yang dimulai “ Dengan nama……..” atau Atas nama………..” Lain sekali tanggung jawab, makna hukumnya dengan kalimat yang dimulai dengan “Dengan menyebut nama………”
Yang pertama Kalimat yang dimulai dengan “Dengan Nama………” atau “Atas nama……….” Harus disetujui lebih dahulu isi kalimat keseluruhannya oleh entitas yang disebut namanya, tidak bisa tidak, bila di Perbankan, orang bisa mengambil uang account seseorang dengan check atau giro atas nama seseorang itu, bila atas persetujuannya seseorang itu, speciment si Pengatas nana ikut disimpan oleh bank tersebut jauh-jauh hari. 
Sedangkan dengan menyebut nama seseorang nasabah, meskipun ibunya sendiri, dan syah menurut hukum tidak akan serta merta dibayar oleh bank yang bersangkutan, ada aturan Hukumnya, sebagai implikasi Hukum dari makna kedua versi terjemahan itu.
Dua ratus limapuluh juta penduduk Indonesia, 95 persen Islam dan bahasa Ibunya Bahasa Indonesia, bukan bahasa Arab. Ada dua versi yang jauh berbeda maknanya dari terjemahan kalimat ikrar yang sangat penting dari Wahyu Illahi.

Konferensi Umat Islam di Cairo tahun 1990, membicarakan Hak Azasi Manusia, versi Islam, kenapa Hak yang diberikan Allah sebagai Khalifah Allah di Bumi yaitu Mengatas Namakan Alloh bukan keseluruhan Nama Alloh yang 99 Nama (dari  Asma’ul Husna) tapi hanya dua yaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim, dengan apa segala perbuatan manusia dipertangung jawabkan, ditakar, sesuai apa tidak, kok ndak disebut sebagai azas pokok umat Islam?
Mungkin takut akan konsekuensinya kaki dan tangannya akan terikat ikrar itu.
Ndak akan jadi Despot di atas ketakutan rakyatnya puluhan tahun,  ndak akan ada orang-orang hilang yang 'Kontras' saja tak bakal bisa menemukannya, ndak akan ada Guantanamo Detention Camps  Iya ? 
Karena waktu itu Saddam Husain, Muamar Khaddafi,  masih hidup dan berkuasa.
NAPA KOK BISMILLAHIRAKHMANIRAKHIM TIDAK DIJADIKAN MUKADIMAH DEKLARASI DARI HAK AZAZI MANUSIA ISLAM SEKALIAN KUWAJIBANNYA SEBAGAI KHALIFAH  DIMUKA BUMI INI ??

Itulah pintarnya entitas ingkar ini, mengilhami anak buahnya yang konon ahli dan pandai melipat-gandakan uang, siasat yang sangat lihai, yang mensabot dengan nilai kecil di tempat yang penting, dari titik di ujung kerucut, mengabaikan yang pokok dan membesar-besarkan yang sampingan yang setelah  ratusan tahun jadi sangat besar, kayak hasil upaya Dr. Snouck Horgronje dan yang pokok dilupakan, yaitu  upaya merubah manusia menjadi Manusia yang dimaksudkan Alloh SWT. O, o, makanya………(*)

 

HAK PENJAJAHAN YANG MENYAKITKAN INI DINAMAKAN HAK “EX-TERRITORIAL”



Hak Penjajahan yang sangat menyakitkan hati para Nasionalis pernah ada dan masih ada terus di pojok-pojok dunia yang dikuasai oleh sebuah “kekuatan adi daya” hingga sekarang.
Tinggal  merunut kepada siapa kekuatan ini berpihak. Maka keberuntungan berpihak pada mereka.

Di sini tidak dipersoalkan pikiran sehat, kemanusiaan, keadilan bagi semua orang dsb. Pokoknya satu kelompok dilindungi  “kekuasaan adi daya”, dan pihak lain ditindas di tempat dan waktu yang sama.

Keberadaan hak ex-territorial yang sangat “melegenda” ada di kantong-kantong wilayah di mana orang asing berkelompok untuk melakukan pekerjaannya, bertempat tinggal dan berkarya, tanpa campur tangan administrasi dari Penguasa setempat secuilpun. Hukum di lokasi itu dijalankan oleh Penguasa yang mewakili Negara yang mendapatkan Hak Ex-Territorialnya dari Penguasa Negara Terjajah.
Contohnya di Kekaisaran China dan Republik China sebelum Perang Dunia I.
Hampir seluruh Perwakilan dari Negara-negara Europa waktu itu berdagang dengan China. Mereka tinggal di wilayah China, tapi penegak hukum China tidak mempunyai kekuasaan terhadap mereka kaum expat yang tinggal di kantong-kantong Ex-Territorial ini.

Banyak Penjahat dan Komprador orang China  berlindung di kantong-kantong ini, yang membuat aturannya sendiri. Itu terjadi dulu di Negara China, yang terjadi sebelum Perang Dunia I, apa lacur itu juga terjadi di wilayah jajahan, di mana orang asing (expat) atau warga kaya mendirikan perkebunan-perkebunan besar puluhan ribu hectare, tempat ditanam berbagai tanaman budidaya misalnya kelapa sawit, kopi, tebu, karet, sampai sekarang.

Bayangkan, kedaulatan Negara hanya dijalankan dan terwujud oleh Pegawai atau petugas Negara yang pangkatnya dan wewenangnya kecil di pelosok, di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit atau tebu yang luas, dan memiliki semua infrastrukture yang ada di wilayah itu. Zaman Penjajahan Belanda dulu, bahkan rumah dinas Administrateur Perkebunan Kopi, di bagian belakang rumah itu ada kamar tahanan dengan jeruji besi ! Anda bisa bayangkan.
Bayangkan juga, lahan 75 ribu Ha selama 25 tahun dikuasai oleh 'Raja Putri Uang' Sang Hartati Murdaya yang juga Pembina Partai diberikan oleh Bupati Buol Sulawesi bagian Timur (Harian Surya 9/8/2012), tentu saja seluruh Bhumi dan pantai yang masih perawan dengan uang suap 3 miliar rupiah saja. Bayangkan hanya 7,5 juta untuk duapuluh lima tahun per-meter persegi ! Atau 300 rupiah per-tahun per-meter persegi, untuk hak yang secara praktis merupakan hak Ex-Territorial.
Bagaimana Pemerintah Daerah Bupati Buol “menancapkan amanah kedaulatan rakyat”  terhadap pemakaian dan pembangunan fasilitas umum yang diadakan pada areal seluas ini ? Kecuali tersandera pemakaiannya oleh “Hak Guna Usaha” yang dibuat atas rekomendasi Bupati Buol sendiri yang selingkuh dengan Pengusaha, sehingga terus terang mengkhianati Pemerintah RI yang menjadi majikannya ?
Tidak mengada-ada bila di tengah-tengah areal seluas itu ada tambang emas atau nickel misalnya, atau di wilayah garis pantainya ada pasir besi atau dikembangkan untuk pariwisata ?  Bukankah aturan-aturannya di ciptakan oleh Satpam Perkebunan ?
 Sebagai contoh yang mudah, Hak Guna Usaha yang dimiliki oleh Perkebun Tebu Jatiroto di Jawa Timur, merupakan areal tanah dantara Jalan Klakah - Randu Agung -Tanggul, sebagai batas Utara, di Timur jalan dari Tanggul ke Pantai Selatan Gumukmas, batas Selatan adalah Pantai Selatan, batas Barat adalah Yosowilangun-Lumajang. Wilayah teraebut dulu merupakan Hak Guna Usaha Perkebunan Tebu Jatiroto, yang sekarang di dalamnya terdapat beberapa Kecamatan, masih ada tanah hak milik Penduduk, hutan Negara, pantai milik Negara, jalan dan Jembatan milik Negara, yang bisa digunakan rakyat banyak.
Itu di Pulau Jawa, lha di Sulawesi, di Lampung lain lagi. Pengusaha sekaliber Sang Hartati Murdaya, pengusaha sekaliber Sang Artalita, mampu membersihkan areal itu menjadi massive seluruhnya di bawah “Hak Guna Usaha” nya, tidak secuilpun dimiliki orang lain. Andaikata ada sumber air memancar dari Bhumi di sana, maka si pemilik Hak Guna Usaha berhak melarang orang meminumnya. Begitu pula bila ada pohon mangga tumbuh dan berbuah matang, si pemilik Hak Guna Usaha akan berhak melarang orang memetiknya, atau memungut buah-buah yang masak dan jatuh, konon terjadi di lahan Hak Guna Usaha lahan Tebu yang massive di Lampung.
Sedangkan menurut budaya kita, orang orang se-kualitas mereka-mereka itu, di wilayah seluas Kabupaten, akan juga menguasai  potensi dagangan bernilai ekonomi yang lain menurut watak perangainya yang serupa Rahwana, yang ternyata pasti mengabaikan kepentingan masyarakat, misalnya membuat sarang kemewahan perjudian dan prostititusi yang namanya diganti “Entertainment and Resort centre” yang “exclusive”, seperti di Tanah Genting Kra,  pun bisa.
Uang tiga miliar rupiah, bisa membikin buta siapa saja.
Daya tarik Pengusaha sebangsa Hartati Murdaya dan Artalita atau Anggodo Wijaya, hubungan dengan mereka,  memang termasuk azas banking prudences dari Bank Bank Pemerintah maupun Swasta untuk memberi kredit, dengan uang rakyat.
Sedangkan -sayangnya- Bangsa ini butuh kedelai, bila rakyat mau membuka lahan baru, menanam kedelai siapa akan membantu membuka tanah ?, dan malangnya lagi, siapakah yang akan memberi Hak Guna Usaha bagi si Kecil ? 
Apalagi butuh modal untuk membeli “kapur pertanian” di sana, karena banyak tanah perawan dari pembukaan hutan yang tanahnya asam tidak cocok untuk kedelai, boro-boro membuat jalan dan jembatan, siapa menjamin kreditnya ? 
Saudara pembaca, agama Islam dan agama-agama Samawi sesungguhnya mengatur agar manusia tidak serakah, agar manusia mampu menjadi khalifah yang baik dalam mengatur Bhumi ini untuk kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan Sang Pharaoh atau Sang Qarun. Oh iya, ngomong-ngomong, Qarun itu saking serakahnya ditenggelamkan lho oleh Alloh sendiri, Dia waktu itu turun tangan sendiri untuk menenggelamkan Qarun hingga ke dalam tanah. Dan oh iya, -sekadar mengingatkan ingatan kita, saya khawatir kita lupa- bahwa Sang Pharaoh itu juga ditenggelamkan di laut, juga oleh Dia sendiri tanpa minta bantuan siapa-siapa. 
Jadi saya sangat yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu tidaklah mengantuk dan tidaklah tidur.(*)

Senin, 06 Agustus 2012

TULANG PUNGGUNG SUMBER PROTEIN RAKYAT, SEBAGAI PENGGANTI DAGING DAN IKAN ADALAH KEDELAI (Glicine soya L)

Belakangan ini bulan Juni-Agustus 2012 kedelai menjadi langka di Indonesia, kerena lambat mengimport kedelai dari pasar Dunia. Memang dari puluhan tahun yang lalu hingga sekarang, produksi kedelai (Glicine soya L) selalu tidak mencukupi kebutuhan Indonesia. Ada kekurangan dari tahun ke-tahun, antara satu juta hingga satu setengah juta ton per-tahun.
Tidak ada pengganti daging dan ikan (protein hewani) yang dibutuhkan tubuh manusia setiap hari, kecuali kedelai. 
Sebab tubuh manusia terdiri dari jenis protein hewani yang lengkap, guna mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Artinya, makro-molekul proteinnya terdiri dari dupuluh macam asam amino esensial, sedangkan protein nabati kebanyakan makro-molekul protein yang dikandungnya, ragam asam aminonya  kurang dari dua puluh macam asam amino esensial, kecuali kacang kedelai ( Glicine soya L)
Sedangkan hasil panen kedelai antara 5 kuintal hingga 10 kuintal setiap panen, jauh lebih tinggi dari kemampuan ternak apapun dalam mengkonversi panen/hasil satu hektar tanah pertanian menjadi protein esensial kebutuhan manusia dalam waktu empat bulan (satu musim).
Jadi semua orang sudah tahu perkara ini, kecuali itu, kenaikan kebutuhan kedelai disebabkan juga oleh naiknya dengan drastis penggemar tahu (tofu) dan tempe (soy cake) di kalangan semua suku anak bangsa  di semua  ilayah kepulauan Indonesia. Di semua wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa, setiap orang perlu kedelai untuk membuat tempe dan tahu. Dan semua orang  mempergunakan kedelai sebagai bahan makanan ternak ayam petelor dan pedaging untuk kompensasi tepung ikan dan tepung protein hewani lainnya yang merupakan limbah konsumsi manusia. 
Hal ini merupakan bagian yang sangat berarti dalam kenaikan kebutuhan akan kedelai, mengingat  ayam dan telur ayam sudah merupakan menu umum setiap hari.
Yang dulunya tahun 1995 ke-atas, kebutuhan kedelai maximum untuk Indonesia tidak lebih dari 1,5 juta ton per tahun. Sekarang menjadi 2,2 juta ton per tahun. Pernah kita berbesar hati, zaman pra-reformasi menghasilkan kurang lebih satu juta ton/tahun, sedang kini tahun 2012 dihasilkan 851.286 ton/tahun,  (sumber :Surabaya Post). Kayaknya produksi dalam negeri kok jalan di tempat ?  Kalau tidak, malah jalan mundur.

Negara mana yang tidak mengadakan iron stock untuk bahan se-strategis kedelai ?

 Bangsa ini mempunyai banyak kemungkinan untuk mengadakan iron stock kedelai, dengan swa-sembada memperluas tanaman kedelai, bisa mengadakan intensifikasi lahan yang ada seperti zaman Orde Baru,  dan bisa import oleh pemerintah karena pihak swasta selalu mempunyai motivasi mencari untung dengan membuat kartel, sebab kaum pemodal di Indonesia mampu dan pasti berbuat demikian. Kalau perlu mereka membuat stock- piling waktu panen, di gudang-gudang Negara Tetangga.
 Amerika serikat dan Brazil bisa mensuplai untuk Negara Kota tetangga yang hidupnya dari berdagang, mirip seperti memperlakukan kebutuhan beras Indonesia pada zamannya Kabulog lampau Bustanul Arifin dan para penggantinya dari Bulog Indonesia.
 Apalagi zamam sekarang zamannya neo liberalisme, melepaskan sebagian stock waktu panen dengan harga murah, untuk menghancurkan pasar selama petani kita masih petani individual yang pas-pasan, akan mudah sekali dilakukan.
Rupanya kaum neo-liberalis yang mengaduk-aduk Pemerintah dari dalam, telah merasa berkekuatan untuk mempraktekkan terang-terangan keyakinannya, senyampang kedelai sesudah padi baru ditanam di sebagian besar lahan, untuk sekaligus merangsang Petani mengerahkan dana dan tenaganya pada tanaman kedelai, yang harga importnya saja konon di atas Rp 8000,-/kg. Saat menjelang panen raya nanti pasti sebagian kecil stock yang dikuasai swasta akan dilepas sehingga harga jual kedelai lokal yang baru dipanen anjlog. Rupanya telah ada kerja sama yang rapi antara pemodal dan kaum neo liberalis di struktur pemerintahan.
Negara Besar yang menguasai produksi kedelai telah mengatur Indonesia untuk tidak memperluas lahan yang menjadi haknya, dan bisa dilakukan, sehingga sangat tergantung dari 'dia' (Sang negara Boss), lho anehnya kok ya nuruuut... Pembaca malah tau persis cara mengatasinya.(*)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More