Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

INDONESIA PUSAKA TANAH AIR KITA

Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi nan Jaya, Indonesia tempatku mengabdikan ilmuku, tempat berlindung di hari Tua, Sampai akhir menutup mata

This is default featured post 2 title

My Family, keluargaku bersama mengarungi samudra kehidupan

This is default featured post 3 title

Bersama cucu di Bogor, santai dulu refreshing mind

This is default featured post 4 title

Olah raga Yoga baik untuk mind body and soul

This is default featured post 5 title

Tanah Air Kita Bangsa Indonesia yang hidup di khatulistiwa ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus senantiasa kita lestarikan

This is default featured post 3 title

Cucu-cucuku, menantu-menantu dan anakku yang ragil

This is default featured post 3 title

Jenis tanaman apa saja bisa membuat mata, hati dan pikiran kita sejuk

Kamis, 17 Januari 2013

KORPS PEGAWAI NEGERI REPUBLIK INDONESIA, AKU TAGIH SUMPAH JANJI MU



Duhai para PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang saya harapkan, ingatkah anda sewaktu anda diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil, anda disumpah menurut jabatan anda.
Pasti inti sari dari sumpah jabatan itu, bahwa anda akan mencintai Negara Kesatuan, Tanah Air Indonesia kita ini dengan segenap hati.
Agar anda tahu, sedikit hari lagi yang akan datang, janjimu ini akan teruji.
Harga pangan di seluruh Dunia akan naik drastis, terutama jenis Karbohydrate dan minyak nabati.
Manusia akan bersaing dengan mesin-mesin internal combustion dalam mendapatkan bahan bakar, bio ethanol dan bio diesel. Bersaing ini maksudnya ya rebutan karbohidrat dengan mesin, atau perumpamaan telanjangnya adalah : perut kita VS kebutuhan BBM mesin SUV, kira-kira begitu.

Kembali pada harapku, Korps Pegawai Negeri di seluruh Indonesia kira-kira dua juta personil lebih.
Kementerian/Departemen, tempat anda mengabdi di Negara ini meliputi semua bidang, yang menyangkut kehidupan rakyat banyak.
Sebagai imbangan yang tak terpisahkan, anda sebenarnya mencari nafkah.
Mencari imbalan yang layak untuk membiayai pangan, sandang dan papan sekeluarga anda, bahwa prakteknya anda hanya mengabdi pada Kepala Kantor Dinas anda, kepada Kepala Bagian anda, itu dianggap wajar mulai dari Orde Baru yang Despotic, hingga sekarang dalam Orde Reformasi, akan sulit sekali dihapus, digantikan dngan pengabdian kepada Bangsa dan Negara, sekarang malah mengabdi pada Politisi yang menduduki jabatan Politis yang tidak bagi mereka dari Pemilihan Umum yang curang, karena ssetahu saya tidak suatupun yang sakral bagi mereka para politisi curang.
OK saya maklum.
Tapi sebentar lagi, selagi anda belum pensiun, pangan, terutama bahan makanan pokok yaitu biji padi-padian, rhizome dan tuber yang kaya akan karbohidrate bakal ada pesaing yang sangat kuat. 

Karbohydrate dan minyak sawit dijadikan bio ethanol untuk penambah bensin dan minyak nabati bakal bio diesel, mesin-mesin ini darah daging Kapitalis Raksasa Dunia, sedang anda bukan apa-apanya, artinya bukan “sanak dan bukan kadang” dari para Raksasa Industri Kapitalis Dunia ini (jumlahnya tidak banyak).
Tidak heran para Raksasa Industri Kapitalis Dunia sudah mendirikan Pompa penjualan bensin dan solar di samping Pertamina, telanjang sekali.

Sayangnya saya tahu bahwa Negara tidak bakal kuat kasih subsidi terus-menerus terhadap BBM. Tidak bakal kuat saudara, percayalah. 
Negara anda tempat anda mengabdi, juga tidak akan bisa menggaji anda cukup untuk kebutuhan anda, apa yang bisa dihasilkan dan kedua bahan pokok pangan ini tidak cukup untuk konsumsi pangan seluruh rakyat Indonesia, terutama carbohydrat, terutama beras.

Jangan bicara mengenai minyak goreng dari kelapa sawit, karena jutaan hektare kelapa sawit kita bukan untuk konsumsi anda, melainkan masuk pasar International untuk dijadikan bio diesel, dan cobalah beli di sana di lantai bursa komoditas Internasional.

Problem kita bukan kita ndak punya lahan yang bisa menghasilkan pangan untuk segenap rakyat kita. Sebaliknya, kita punya lahan lebih dari cukup, kita punya man power juga lebih dari cukup, kecakapan ada, diklat, adumla, diklat Pim IV hingga Pim I ada, Sespa ada, yang setara Sesko-nya para jendral Militer juga ada. SDM sudah lengkap.

Cuma, akibat dari Kekuasaan Despotic selama 35 tahun kekuasaan orde Baru, anda para abdi negara -sayangnya- terdegradasi jadi penjilat atasan nomer satu.
Hukum pergaulan di bawah sadar anda adalah “the might is right” yang teradaptasi oleh nenek moyang anda semenjak “Tanam paksa-nya VOC” yang selalu siap muncul ke permukaan di zaman Orde Baru, maupun Orde Reformasi.

Sebenarnya tujuan nomer satu anda adalah kelimpahan materi, anda dan sekeluarga anda dalan hidup ini, ya sudahlah saya maklum.

Namun saya hanya mengusulkan apakah tidak seyogyanya diantara dua Daerah Otonomi Kabupaten, dapat kerja sama diantara mereka, misalnya, untuk menukar pegawai yang mau dan mampu, di usia muda, bertukar tempat. Katakan usia 35 - 40 tahun, pensiun usia 55 tahunan. Andaikata PNS yang dari Daerah Kabupaten Jawa setelah pensiun ingin jadi wiraswasta menanam singkong, maka dia dapat mendaftar -katakanlah- di Kabupaten Kutai Kartanegara. Memang Kabupaten ini tempatnya Singkong gajah yang sangat potensial panen diatas 100 ton/ha. Setelah pensiun masih cukup muda dan memungkinkan, untuk berwiraswasta sambil masih mengabdi pada masyarakat.
 Sambil masih mengadi pada Kabupaten tujuan selama lima tahun !
Sehingga masih jadi ”orang dalam” ?

Mengingat gawatnya situasi pengadaan staple food, bahkan tahun demi tahun swasembada beras selalu gagal, sebab rencana yang acak-acakan (mosok ada Menteri yang road map nya tidak cocok dengan kenyataan?) dan kebobohan pengambil keputusan dan pelaksananya, dan harus mencari tambahan mengandalkan  pasar dunia, yang pasti harga staple food dan harga biji-bijian makin “digoreng” oleh lantai bursa komoditas Internasional, sehingga harganya jadi tinggi. Ini adalah kejadian yang imminent ! Artinya segera terjadi. Para ahli pangan dunia sudah mencemaskan adanya rakyat miskin di Dunia Ketiga yang tidak kebagian pangan, karena  bahan karbohidrat disedot untuk diolah jadi bioethanol/biodiesel/biomethanol dan aneka  jenis bahan bakar terbarukan lainnya.
Jadi bikin bioethanol bukan lagi dari minyak pohon Jarak (jathropha), kesuwen, terlalu lama saudara, dari bahan karbohidrat, gandum, jagung, kedelai, atau beras saja lebih melimpah stok internasionalnya, dari karbohidrat saja sudah gampang bikin biodiesel/diolah menjadi bioethanol.

Mengingat gawatnya situasi, diharapkan Pemerintah Orde Reformasi ini mencoba seluruh terobosan, yang dulu oleh Administrasi Negara tidak mungkin. Apalagi mengandalkan pengetian Departemen-departementnya dan Politisi Pemerintah Daerahnya.
Persoalan yang tercermin dalam Hak Guna Usaha  Tebu dan Kelapa Sawit di Lampung kepada Kroni Orde Baru, persoalan mengenai Permohonan HGU di Sulawesi Tengah oleh Njonja Besar Hartati Mudaya Poo, yang rela menyebar uang 4 milliard rupiah sebagai suap kepada Pemerintah Daerah sudah bisa menunjukkuan indikasi  yang kuat mengenai kebenaran perhitungan ini. (*)

Rabu, 16 Januari 2013

BAGAIMANA INSTRUMENT PERDAGANGAN DERIVATIVE BISA MENGANGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN, TERUTAMA STAPLE FOOD KARBOHIDATE DAN MINYAK KELAPA SAWIT ?

n
Perdagangan Derivative menurut definisinya adalah perdagangan ngomong, perdagangan janji, juga bisa dipakai sebagai wahana spekulasi, yang diizinkan oleh banyak Pemerintahan Negara-negara di Dunia, izin ini diberikan kepada Bank-bank yang bertanggung jawab terhadap investasi uang rakyat, umpama dana cicilan rumah, asuransi kesehatan, dana pensiun, tabungan dll.

Dulunya pasti ada peraturan yang sangat ketat untuk menginvestasikan dana yang menyangkut hidup orang banyak ini. Bank-bank yang menjalankan dana macam ini harus tidak berspekulasi, harus dijamin oleh Pemerintah hak nasabah supaya tidak dipakai sembarangan, kayak jaman dulu dipakai judi valas oleh Dicky Iskandardinata yang Kroninya Pak Harto dahulu, meskipun Bank ya mencari uang dengan spread positip.
Artinya orang pinjam uang di Bank ini, kecuali dipastikan membayar juga bunga plus ongkos administrasi lebih besar dari bunga plus ongkos yang diberikan pada nasabah.

Lha ini kok aneh, bank bank yang bersangkutan dengan dana rakyat banyak ini, dana tabungan anak sekolah, dana pensiun, dana arsuransi kesehatan, kok boleh dipakai untuk “hedging” perdagangan penyerahan ke depan.

Dari blogger muhamadnahdi.blogspot.com/2008/01/artikel-perdagangan-derivative html Garden of thoughts. Diberikan uraian yang bahasanya gampang mengenai perdagangan derivative ini.  
Pokoknya sebagai pengusaha, kopi bubuk, dia bisa menggunakan right untuk membeli kopi dari Brasil dengan harga kurs USD/rupiah umpama Rp. 9.500 rupiah, dibayar sekarang untuk penyerahan barang 6 bulan yang akan datang dari satu lembaga keuangan, dengan onkos tentunya.
Bila kurs rupiah terhadap Dollar Amerika naik misalnya Rp. 8.500 maka dia rugi.
Sedangkan bila setelah 6 bulan kurs USD/rupiah turun umpama Rp. 10.500 rupiah dia sudah membayar Rp. 9.500 rupiah per USD. Tidak perlu repot cari uang tambahan.
Instrument financial ini mananya “hedging”, artinya dia sudah mematok harga Rp.9.500 rupiah untuk satu dollar US, yang dia sediakan dari menjual kopi bubuk.
Bila dalam jangka 6 bulan itu mendadak dia butuh uang segera, right ini bisa dengan mudah dijual di lembaga keuangan, enak kan ? Uang kulakan kopinya masih liquid, selama enam bulan, harga sudah dipatok lagi.
Bagi Lembaga Keuangan dengan ukuran raksasa dalam jumlah uang dan akses  Informasi, dia bisa beraksi seperti pedagagang kopi Brasilia, dia bisa tawarkan kopi saat sekitar penen raya, dan harga akan turun, karena penjualan kopi tersendat, waktunya dia beli dari pekebun yang sudah gatal untuk terima uang.
Juga begitulah jaman Orde Baru Dolog/Bulog menurunkan harga gabah di level petani Kecamatan yang lagi penen raya, dengan dalih operasi pasar, menjual beras murah beberapa truk. Bila harga gabah anjlog di kecamatan itu, counterpartnya yang pedagang gabah diberi kredit diam diam disuruh ngeborong gabah.
Hayaa... taulah untung dibagi bagi laa.

Soalnya kemudahan apa yang diberikan kepada Lembaga Keuangan yang bergerak dibidang Derivatif Trading ini, apalagi mengenai stock komoditas pangan, untuk menguasai stock comoditas pangan dimana saja kapan saja, bukan usaha yang sederhana dari seluruh Kebudayaan umat manusia.

Kenapa ndak dulu dulu kira-kira tiga sampai limapuluh tahun yang lalu, derivative trading tidak menyangkut komoditas pangan seluruhnya?
 Semua jenis pangan, adalah komoditas yang sangat rentan terhadap kerusakan oleh handling dan penyimpanan, dan produk produk ini voluminous.

Alam mengerahkan segenap kemampuannya untuk memberi perlindungan kepada biji-bijian, toh tidak bakal tahan terhadap basah dan kelembaban udara, segala biji-bijian akan tumbuh atau rusak  bila kena basah atau kena hawa yang lembab.

Sekarang gudang gudang dolog pada nganggur, lima puluh tahun yang lalu tidak ada gudang gudang ini.
Dolog sudah mencoba dengan teknologi penyimpanan dan pengendalian hama gudang dengan CO2. di suasana  kering, tanpa kelembaban. Rupanya berhasil baik.

Alam tidak pernah memberikan perlindungan kepada komoditas produk hewani, sebab produk itu juga makanan jazad renik, yang bisa aktip bahkan pada  temperatur dibawah nol derajad Celcius.

Kini teknologi sudah berkembang begitu pesatnya, sehingga penyimpanan komoditas pangan dari produk sayur sayuran, buah buahan, semua jenis produk hewani, apalagi biji bijian,bisa disimpan tanpa ada perubahan kualitas, dan gangguan apa apa praktis selamanya, di wilayah iklim apa saja, merata di seputar
bola planet ini.
Tentu saja dengan ongkos yang sesuai.

Ongkos ini semakin murah dengan adanya teknologi yang mecinptakan isolator Panas/dingin, teknologi super konduktivitas, teknology pendinginan, technology ultrawave untuk pemanasan instant produk culinair yang sudah dimasak, pemurnian udara dari jazad renik dan debu, bahkan dari kristal kristal virus, pemurnian air
dengan saringan membrane,bisa disediakan secara masal, lebih murah jauh, katakan dari nilai limapupuh
tahun yang lalu.
Teknologi komunikasi, begitu cepat murah dan handalnya, belum saja diciptakan tele transportasi.

Lantas apa sulitnya menciptakan stok pangan yang akan dilepas waktu panen raya di kiri kanan sabuk tropis di sudut planet ini ?

Lantas apa sulitnya memborong semua komoditas pangan terutama staple food, senyampang ada outlet yang sangat potensial yaitu mesin-mesin internal combustion, sementara dihambat penciptaan mesin-mesin jenis lain yang tidak memakai bahan bakar fosil ?

Ya sederhana saja, semua panen daerah yang surplus beras, sudah diborong dulu sebelum panen raya, secara future trading, pasti harga conjunture beras akan naik, drastis seperti di Phillipinas dan dan Indonesia ? (*)      
                                          

Jumat, 11 Januari 2013

………..BANGUNLAH JIWANYA……..BANGUNLAH BADANNYA………… UNTUK INDONESIA RAYA………


Jiwa satu Bangsa bisa hidup, bangun jiwanya  dengan pendidikan, pendidikan mencintai kebudayaan bangsa itu, sebelum ketagihan akan kebudayaan bangsa lain.
Kebetulan bukan subjek yang akan saya kemukakan disini………….

Saya akan memberikan perhatian kepada harapan harfiah “bangunlah badannya” untuk Indonesia Raya.

Jauhnya segala penyakit dari bangsa ini adalah kunci pokok kesehatan badan dari bangsa ini.
……………..bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.
Pangan, sandang dan papan yang harus jadi perhatian pokok untuk menunaikan harapan ini yang dengan khidmat kita nyanyikan di setiap kesempatan peristiwa yang pantas, untuk mengulangi kembali janji kita kepada Ibu Pertiwi, lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Baru benar benar bangun badannya bila mengkonsumsi empat sehat, lima sempurna.
Satu-satunya orang yang tersering mengulang ulang janji ini adalah Presiden Rebunlik  Indonesia, karena saya yakin beliaulah orang yang tersering menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya selama menjabat jadi Presiden Republik ini.

Saya hanya akan membahas satu saja dari komponen pangan yang teramat penting yaitu staple food, artinya pangan yang memberi sebagian besar kalori yang dibutuhkan “carbohydrate” untuk bangun,  yang   sangat terancam kemudahan keberadaannya.
Staple food adalah makanan pokok, “carbohydrate” yang akan terancam keberadaannya untuk makanan pokok manusia Indonesia, karena tersaing dengan kebutuhan bio ethanol dan bio diesel Dunia yang akan semakin nyata, bila tidak produknya langsung, pasti juga areal tanamnya.

Sebab pokoknya adalah: “Bila mesin berputar, keuntungan dijamin, makin menumpuk.”
Tapi bila orang beraktivias, kerja,  yang orang membutuhkan kalori, keuntungan belum tentu masuk. Hendaknya setiap manusia Indonesia, camkanlah dalil ini dalam benak.

Sekarang zamannya kanibalisme, demi keuntungan.

Mesin mesin harus tetap berputar, kendaraan semua jenis masih harus merajut setiap jengkal jarak, dengan beban yang semakin berat, demi keuntungan, ambang nilai karbohidrate semakin tinggi bagi segolongan manusia yang kurang beruntung.
Dan akan kelaparan.
Disini saya tidak menggugat orang cari keuntungan sebanyak banyaknya, tapi apa gunanya Nyonya Besar Hartati Murdaya Poo membuang uang 3 milliard rupiah untuk mendapatkan tanah yang akan ditanami kelapa sawit, singkong dan  sorghum 75. 000 hektare di propinsi Sulawasi Tengah,  sama dengan dua Kabupatan di Jawa Timur?
Hebatnya bila lahan itu diminta untuk diberikan kepada petani, tanah untuk digarap menghidupi keluarganya, Pemerintah Daerah alot, lelet, Putra Daerah lebih suka jadi PNS, atau Pegawai Perkebunan Sawit punya Nyonya Besar Poo ini
Mereka tidak sadar kebutuhan staple food akan dijual di Pesar Dunia, kepada siapapun yang mampu beli.

Mulai sejak dini di wilayah HGU (Hak Guna Usaha) raksasa di Lampung yang diberikan sejak zaman Orde Baru kepada Kroni Presiden Suharto, sudah diterapkan tradisi aturan Tuan Pemilik HGU ratusan ribu hectare. Ketegasan  itu sudah diterapkan dengan tradisi “kekerasan” peraturan dengan enforcement Pasukan Bersenjata yang untuk selamanya berkemah di sana (mesti saja secara bergilir).
Meskipun sementara ini aturan itu hanya melarang memetik mangga di lahan HGU (ya disemua tempat disana),  nanti akhirnya larangan untuk makan singkong, makan tebu milik HGU dengan hukuman setempat yang di- inforce oleh pasukan senjata, dibiasakan mulai sekarang, meskipun lapar kayak apa atau haus kayak apa.
Lahan 75 000 hektare lahan HGU steril dari rakyat umum, yang nanti bisa kelaparan, kecuali yang di pekerjakan oleh Perusahaan.

Apakah mereka tidak sadar bahwa bhumi subur ini (apalagi dengan kemauan Politik Pemerintah Pusat cq Departemen Transmigrasi  ( sudah diganti nama jadi Kemenakertrans) dan Terutama Pemerintah Daerah membantu tiap Warga Negara untuk bertani di lahan milik sendiri, saya kira sampai saat ini cukup untuk semua orang yang mau, harus difasilitasi sementara bisa, tidak hanya difasilitasi tapi diarahkan untuk bisa mencukupi pangan dari bhumi kita ini,  paling kurang untuk keluarganya sendiri.

Bahwa Si Penanggung jawab untuk mengupayakan pemerataan penduduk kesemua pulau-pulau, bahkan yang mendesak bukan hanya tekanan penduduk yang tidak seimbang, tapi sangat diperlukan agar siapapun yang butuh makan dan tidak mampu bersaing dengan kebutuhan mesin mesin milik Modal Besar seluruh dunia, dibantu melibatkan diri, menanam sendiri dan mencukupi diri sendiri dengan staple food dan menyediakan bagi orang lain, tanpai mengandalkan beli dari Pasar Dunia, yang sudah ditukangi oleh lembaga Finansial Dunia, (apa lacur, mereka adalah Kanibal, membuat sebagian penduduk Dunia tidak punya uang untuk membeli ).
Orang tidak perlu terlalu cerdas untuk mengeti betapa krusial-nya langkah ini.

Toh si Pencuri Kesempaan ini lebih memilih mempermalukan keluarga besarnya dan mengkhianati pamannya-bibinya,  untuk mendapat kursi yang empuk saja, tidak berjuang dari posisinya yang sangat strategis untuk Bangsanya di percaturan ini.

Sebagian besar dari Warga Negara Republik ini tidak bisa mengharapkan memperoleh kebutuhan pokok pangan staple food dari Pasar Dunia, karena azas Neoliberalisme, mengharuskan mereka bersaing dengan mesin-mesin dengan design berbahan bakar  minyak bumi yang semakin cepat langka, tapi design  mesin- mesin inilah yang sampai sekarang  kita punya.
Pasar  Pangan Dunia telah dikuasai oleh Modal Raksasa, Satu tempat di Dunia panen raya hanya untuk dijatuhkan harganya dengan dumping stock Dunia cukup dari conjungture harga komoditas itu, mendadak saja hasil panen raya itu ndak ada yang beli, wong sudah di-supply oleh gudang gudang diseluruh dunia yang dimiliki oleh Modal Raksasa ini, yang isinya secara berjangka sudah dimilikinya, kok kebetulan kepingin juga menjual komoditas yang sama, untuk satu tempat kekurangan pangan,  (gobloknya kok ndak bisa menghasikan sendiri),  akan dilayani pasar Dunia yang dimiliki oleh Modal Rahwana ini dengan harga yang setingkat dengan harga unutk mesin mesin yang memberi keuntungan, sederhana saja.

Multinasional Finance Corporation ini luput mendengarkan perintah Allah yang diberikan kepada Nabi-Nya yang terakhir:
“Menimbun pangan dan mendapatkan keuntungan dari maipulasi stock pangan adalah larangan Agama Islam”,  karena mudahnya dapat keuntungan besar atas penderitaan orang banyak, tapi itulah yang dilakukan pedagang besar atau kecil.     
Sekarang dijalani oleh Modal Raksasa Dunia, tentu saja tanpa diketahui oleh FPI (Front Pembela Islam), mesti saja

Jadi gimana ?
Ya nanam sendiri, dimakan sendiri,  syukur syukur bisa melayanai kebutuhan setempat, ndak usah nyari di Pasar Dunia.

Wahai orang yang menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya setiap kesempatan yang cocok dengan khidmat, tahukah anda bahwa anda akan semakin sulit menyanyikan ….. bangunlah jiwanya bangunlah badannya…… untuk Indonesia Raya.
Karena sebagian besar bangsamu nanti  sudah akan lemas kelaparan.
Karena Bangsa anda menggantungkan keberadaan staple food nya dari Pasar Dunia, sudah jadi instrument menggoreng konjuncture harganya oleh Lembaga financial Dunia.
Meskipun tanah subur masih berlimpah.
Sepuluh tahun sampai akhir 2014,  Orde Reformasi masih tidur pulas tentang  perkara ini.
Tapi si Oknum berjamaah di Pemerintahan Pusat dan Daerah bejibun gratifikasi yang kebal hukum wong dibolehkan, menghadiahi HGU untuk bio ethanol dan bio diesel kepada Modal Raksasa Penguasa Dunia,sambil cuek terhadap transmigrasi*)

 
                                                                                             

Senin, 07 Januari 2013

MEMANJATI JENJANG KETOKOHAN DENGAN ONGKOS PALING MURAH, BERMUARA MENJADI PIMPINAN POLITIK


Sebenarnya, adakah manusia yang tidak punya ambisi ?
Semua manusia punya ambisi, cuma cara meraih ambisinyalah yang akan menandai kualitas sebenarnya dari manusia ini. Umpama ambisi memperoleh hadiah Nobel.
Tentu saja manusia yang berhasil meraih hadiah Nobel, adalah putra-putri terbaik dari bangsa itu.
Yang saya akan ketengahkan disini adalah ambisi “Memimpin” masyarakatnya, satu diantara ambisi manusia yang amat banyak ragamnya.

Sebelum orang menjadi tokoh Pemimpin, tentu dia harus diakui oleh masyarakat sebagai “tokoh” untuk bidang yang menyangkut kehidupan masyarakat.

Nah sekarang terbukalah jalan untuk menjadi Pemimpin Mayarakat – harus menokohkan diri.

Tokoh yang selalu terlihat menonjol dalam masyarakat miskin adalah Tokoh Agama apapun, sedangkan ketokohan yang sulit dicapai adalah tokoh Seniman, dan tokoh yang paling tidak ada tolok ukurnya, tidak ada 'isi'nya yang jelas adalah tokoh Politik, selama konstelasi ekonominya cocok dengan kepribadian si calon Politikus itu. Inti bathinnya adalah individualis.

Tokoh Pendidikan, tokoh Ekonomi tokoh Lingkungan, tokoh Wanita, tokoh Sosial Budaya, tokoh Ilmu Pengetahuan,  bahkan tokoh Ideology,  jenjangnya jelas terukur. Artinya terukur dari ide-ide nya dari pelaksanaannya yang dimengerti oleh masyarakat dan nyata menguntungkan masyarakat,  ketokohan diperoleh dengan jerih payah, kadang tidak dimengerti oleh masyarakat, hasilya harus nyata, dia tidak dimusuhi malah memperoleh penghargaan, karena  sejalan dengan  dengan konstelasi kekuasaan.

Orang yang memaksakan diri, tentu saja berhasil menurut kadar kelicikan-kelicikannya  misalnya  menciptakan energi dari sekedar air tawar, (ndak usah repot repot dengan pembakaran luar, merubah energi panas bahan bakar menjadi energi gerak dst).
Orang tidak akan terlalu lama terpukau oleh kelicikannya.
Kita kenal dengan tokoh yeng menciptakan the “blue energy”, setelah dekat dengan Pejabat, lantas issue itu hilang begitu saja.

Inilah kerumitan dari pelaksanaan ambisi seseorang untuk jadi Pemimpin Masyarakat.

Dalam masyarakat miskin, memperoleh ketokohan di bidang Agama apa saja, juga sulit, harus memiliki jenjang pengetahuan Agama dan pengetahuan kemasyarakatan, dipelajari dari yang Akhli secara scholastic dengan susah payah, begitu pula dalam Ideology pembebasan masyarakat dari kemiskinan.

Disini ada peluang untuk menjadi tokoh dengan ongkos yang murah dan mudah, dan berhasil.
Pada waktu ideology komunis berkembang diseluruh dunia ketiga yang miskin, maka jaman dulu orang bisa jadi tokoh 'pembebasan' dengan hanya selalu memakai hem/kemeja merah, dan hidup memusuhi kemapanan, menonjolkan kejembelan lantas menjadi sifat kekiri-kirian. Maka pada jaman itu, orang-orang macam ini dihormati kaum Komunis dan rakyat miskin pada jaman dulu.

Pada zaman orang mengharapkan bimbingan Ilahi untuk mendapatkan jalan terbebas dari kekurangan, orang bisa langsung dihormati oleh kaum beragama hanya melarang kaum wanita duduk di boncengan sepeda motor dengan mengangkang, demi kesopanan beragama, wong perempuan-perempuan yang membonceng itu hidup di Serambi Mekah.

Dengan begitu saja  dia bisa menjadi tokoh zamannya dan menaikkan elektabilitas nanti bila diperlukan.
Banyaklah cara menokohkan diri dibidang Agama, dengan cara murah dan mudah yang buntut-buntutnya menaikkan jenjangnya jadi tokoh Politik yang tidak jelas.

Begitulah sosok ini, naik jenjang ketokohan, jadi  pembawa panji keagamaan dan naik lagi jadi Pemimpim Politik, Pemimpin Kekuasaan satu wilayah, yan artinya pendapatan Daerah dan kekayaan alamnya.
 Sosok lain menekuni hablum minanas, hablum minallah dengan pengetahuan dan perbuatan dengan susah payah, semoga Allah membimbingnya, tapi masih sulit untuk jadi tokoh Agama, apalagi meloncat jadi Pemimpin Politik yang tidak jelas maunya apa, selain “jerohannya” atau isi perutnya yang sangat egois.(*)

.
                                                                    

Pemakaian Pestisida yang Bertanggungjawab

Dituntut untuk mempertimbangkan masak-masak, sebelum mulai pengendalian hama.
Dengan menggunakan Insektisida, apalagi sekaligus di wilayah yang luas.
Sebab segera Pemodal Raksasa mendadak diizinkan (dengan gratifikasi pada oknum)  Negara yang lagi sewot butuh uang, saran kaun Neoliberals tentu  memberi HGU untuk membuka kebun-kebun raksasa,  atau jarak kepyar ( Recinus communis L) di Papua, puluhan ribu hectare, tanaman budidaya ini sangat disukai hama Lepidophtera, bangsa ulat.
Atau mungkin ratusan ribu haektare singkong gajah, yang sangat cocok di sana, mendadak terserang Planocoocus manihot, atau diserang mites.
Kanapa ?
Karena setiap hama dimulai dengan serangan yang tidak berarti, sedikit, tidak sebanding dengan luas tanaman.
Setiap hama, apakah insekta, apakah tungau/mites, mau trips apa mamalia, bisa diburu dengan racun kontak, artinya begitu kena partikel racun bisa mati. Atau lebih lanjut mengejarnya dengan racun yang meresap ke tubuh tanaman, atau istilahnya memakai racun sistemik, tetap menganggap tanaman yang dilindungi sebagai umpan, juga beracun terhadap manusia dan hewan yang makan bagian tumbuhan itu. Meskipun maksud sesungguhnya agar terjadi keracunan pada perut si hama, namun  racun tidak tercuci oleh hujan. 
Pokoknya maksud utamanya ialah mengendalikan populasi hama sehingga kerusakan pada tanaman budidaya saat itu bisa terkendali.
Misalnya pada zaman saya masih bekerja sebagai agronomist, tahun 1970 dan seterusnya selama Pemerintah Daerah ada uang, maka pengendalian hama kelapa (Cocos nucifera L) di Sulawesi Utara, pada hama Sexava yang menggunduli daun kelapa, hingga tinggal lidinya,  maka akar kelapa disuntik dengan monocrotophos 15 % weight a.i. / solvent volume,  atau Azodrin 15,   - dosis 2-4 cc per pohon. 
Caranya yakni dengan memasang  “kondom” kantung lastik semacan es lilin, akar kelapa yang sudah dipotong bersih dimasukkan kedalam kondom plastic yang di dalamnya sudah ada larutan azodrin 15 WSC, lalu diikat erat maksudnya supaya larutan tidak tumpah dan terserap lewat daya tarik penguapan oleh akar dan daya kapilaritas akar ke atas puluhan meter ke dedaunan, dan sangat efektive memberantas hama Sexava atau Brontispa, tapi tidak untuk hama Rhincophorus atau Oryctes rhinoceros yang keduanya adalah kumbang penggerek umbut kelapa.
Sesudan itu sebulan berikutnya tiada bagian dari pokok kelapa yang diperlakukan itu, boleh dikonsumsi oleh manusia. Tapi masalahnya adalah selama masa itu siapa yang melarang Lebah Madu untuk mengkonsumsi madu bunga kelapa (nectar) selama sebulan penuh ?
Penanganan menggunakan racun monocrotophos juga sama bagi hama Brontispa ( sebangsa kunang-kunang yang menghisap kering daun kelapa yang masih muda, sehingga daun daunnya nampak  kering) di pantai selatan Jawa, atau dekat perairan semacam danau besar atau waduk, juga disuntik dengan monocrotophos 15, dosis 4-5 cc/liter/pohon. 
Pertanyaan mendasarnya, Lebah apa saja yang musnah keracunan ?, tiada seorangpun yang tahu. Semoga sekarang bisa pulih, oleh migrasi dari tempat lain.
Sekarang tidak ada lagi pemerintah Daerah Propinsi-Propinsi yang menganggarkan pemberantasan hama untuk hama yang  menyerang secara massal, dan menimbulkan bencana.
Mungkin mereka lebih suka mengurusi wanita yang membonceng sepeda motor dengan mengangkang, bisa menaikkan elektabilitasnya.

Akibat dari kemusnahan Lebah-lebah liar ini di Kanada da Amerika Utara, oleh seorang  Peneliti diperkirakan ada 20.000 species tanaman liar yang punah akibat ketiadaan biji penerus di kawasan dimana pestisida dipakai secara intensive, ( sumber :Wikipedia), untung masih bisa dengan sengaja di reintroduksi lagi dari wilayah itu.

Upaya yang pertama, memburu hama dengan racun kontak, pasti juga mengganggu populasi makhluk yang lain dari kelas  apa saja, selalu kena dampaknya serangga yang  bukan hama, malah sering  predator atau musuh hama yang kita mau kendalikan.
Tidak berarti meresapi dengan insektisida yang sistemik, tidak  bisa membunuh secara kontak makhluk apa saja, ya terkena racun waktu aplikasi,  dan terbunuh karena keracunan perut, dan dapat membunuh penyerbuk serangga apa saja, kerena mereka makan madunya.
Sebab hingga sekarang insektisida yang kita gunakan itu selalu racun, bagaimanapun canggihnya.
Lha ini, yang kita harus pertanggung jawabkan sebagai makhluk Allah yang tertinggi derajadnya, sebab sekali menggunakan racun insektisida, diharapkan kiamat bagi bangsa insekta atau tungau atau thrips atau tikus. Kiamat  mereka oleh racun kita, kita bisa mempertahankan diri, mengelak dari tanggung jawab ini, demi membela kelangsungan hidup manusia. Lha bila yang kiamat makhluk yang ndak salah apa apa malah berguna di lain sisi ?
Coba pikir, lebih dari separo makhluk tumbuh-tumduhan berkembang biak hanya  dengan biji yang dihasikan hanya dengan persarian dengan pertolongan serangga terutama lebah liar.
Bagaimana dampak pemakaian insectisida terhadap Lebah liar pencari madu dan tepung sari ini ? Tepatnya di negara yang paling majupun tidak diteliti dan diketahui secara pasti.(*)  

Rabu, 02 Januari 2013

SINGKONG Manihot utilissima Pohl, sinonim Jathropa manihot L (Buku P.M. Zukovski – Kulturnie Rastenie i kh Sorodicie ) - UBI KAYU

                                 
Sebenarnya saya menulis perkara tanaman budidaya singkong atau ubi kayu ini lebih banyak terprovokasi oleh “kata kunci singkong” dari page alexa rank yang anehnya terarah kepada blog saya. Dalam alexa page rank, kata kunci yang direferensikan ke blog idesubagyo adalah "singkong", untuk itu, saya akan berusaha menyajikan alternatif literatur yang bisa untuk bahan bacaan, para netter sekalian.

Memang saya termasuk konsumen singkong goreng di manapun saya bisa beli, dan saya tidak segan-segan belanja sendiri pagi pagi ke pasar untuk membeli beberapa kilogram buat oleh-oleh, wong kendaraan saya hanya jeep dan selalu berkeliling ke desa-desa, jadi penampilannya selalu bergelimang lumpur.
Ternyata tidak gampang untuk memilih singkong yang enak untuk dimakan,  dibanding dengan memilih segala macam buah-buahan dan umbi-umbian  yang ada di pasar.

Segala tanda-tanda yang bisa dilihat dari sebatang singkong, yang saya jadikan patokan untuk mendapatkan singkong yang nantinya “empuk” dan “gurih”, tidak selalu cocok, setelah direbus atau digoreng, meskipun sesudah dipilih dengan teliti,
Misalnya : warnanya, tanah yang menempel, perkembangan umbinya yang dilihat dari kulit terluar yang serupa jala yang mengembang, kemudahan mengelupas kulit dicoba dengan kuku jari, mematahkan ujungnya untuk melihat warna dagingnya, dsb.

Ternyata pertama, tanda tidak baik adalah sulit dikupas, kurang berair, ini pasti akan membuat kecewa, karena pasti nanti bila diolah tidak enak, antara lain :
Dibalut dengan lapisan kehitaman, “ngganyong” alias tidah “medhuk” atau tidak empuk, nampak dalam pertumbuhannya umbi akar ini berseling dengan lapisan yang berserat kasar dll, padahal nampaknya dari penampilan semua OK.

Ini saya tidak bicara perkara kandungan tepungnya, atau vitaminnya, saya bicara mengenai nikmatnya bila dikukus atau digoreng nanti.

Saya baru bisa yakin 100% bahwa singkong yang saya dapat itu nanti bila direbus dikukus atau digoreng,  akan nikmat, dari mengetahui tempat di mana dia ditanam dan diperlakukan selama masa vegetasinya, dan kapan dicabut, sudah cukup umurnya dan tidak terlalu tua, setahun umpamanya, yang umur segini kebanyakan tidak enak.

Dari sini bisa diraba kondisi lingkungan tumbuhnya dan perlakuan yang disukai tanaman budidaya Manihot utilissima ini, sehingga memberikan kenikmatan maksimal untuk dikukus atau digoreng.
Setelah saya pelajari di Wikipedia, ubi kayu atau singkong ini termasuk dalam:
Kelas : Dicotyledone
Ordo  : Euphorbiales
Familia : EuphorbiaceaeGenus : Manihot
Species: Manihot utilissima Pohl

Tanaman budidaya hari pendek 10-12 jam, suka tanah yang kaya hara terutama K+ dan bertekstur gembur, poreus, dan bereaksi pH antara 5,5 – 8.

Yang saya tahu:
 Harus tidak ada gangguan pertumbuhan pada pucuk-pucuknya, oleh hama dan penyakit, apalagi dipotes untuk sayur, pasti nanti singkongnya tidak enak, tidak empuk.
Curah hujan 2000 – 3000 mm/tahun tidak ada musim kering yang panjang lebih dari 3 bulan, tumbuh di tempat terbuka, bukan di bawah naungan tanaman lain.
Masa vegetasi sampai cocok untuk dipanen 4-8 bulan, bila kurang dari 4 bulan, singkongnya masih “ngganyong” artinya keras bila direbus matang, tidak empuk.

Kawasan sekitar kota Solo, tepatnya di Pajang, Kartosuro, jaman tahun 1947 zaman Perang Kemerdekaan kami mengungsi dari Surabaya bermukim di Solo, sebelah barat kota, saban siang sampai sore selalu lewat banyak wanita menggendong jualannya “gethuk” yakni rebusan singkong yang empuk, ditumbuk dalan bakul kecil sekaligus sebagai cetakannya, dari cetakan itu sepotong “gethuk” di iris dan disajikan dengan parutan kelapa yang agak muda, masih manis sedikit, kadang bila beruntung gethuknya masih hangat, wah bagi kami anak berunur 7-8 tahun  dan selalu kelaparan, sangat nikmat, sekarang entah apa masih ada.
Ada yang hanya diberi garam secukupnya berwarna putih kekuningan, ada yang diberi gula kelapa jadi berwarna coklat muda berasa manis, berbondong-bondong digendong ke Kota, untuk dijajakan dari kampung ke kampung.
Ini berarti wilayah Pajang bisa secara handal mensuplai bahan baku berupa singkong yang enak sepanjang tahun.
Beda dengan jenis tanah sekitar Jakarta, di Pajang tanahnya ringan bepasir endapan ledakan vulkanik Gunung Merapi, curah hujan lebih rendah dari sekitar Jakarta, tapi tidak pernah kering karena tanahnya “ngompol” artinya menarik air keatas kepermukaan tanah,  air yang ada di kedalaman, berkat porositas dan kapilaritas tanah yang  baik.

Kawasan lain dimana saya bisa menikmati singkong goreng, umpama: Dulu ditahun 1966 -1968 Jakarta belum seperti sekarang, di sepanjang pinggir rel KA  dekat Mesjid Istiqlal  Gambir Jakarta, banyak penjual teh poci dan singkong goreng, nikmat sekali, setelah jalan kaki begitu jauh dari Kantor Dept PTIP  (Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan) dibelakang Universitas Indonesia di Salemba, hanya untuk minum teh poci dan makan singkong goreng.
Jadi mestinya di seputar Jakarta, entah di Pasar Minggu, entah di Bekasi atau Krawang, bahkan sampai wilayah Bogor, atau Sukabumi, lingkungan itu cocok buat menanam singkong, meskipun tanahnya rata rata agak berat dan lateritic, artinya pH kurang lebih asam, banyak mengandung Fe203--,disela-sela tanah regosol coklat tua, tidak ada musim kering yang panjang.
Sampai sekarang, singkong di wilayah Parung Bogor,  ditanam hanya untuk daunnya sebagai sayur terutama restoran Padang di Jakarta. Daun singkong dipanen dua bulan sekali.

Selanjutnya setelah saya bekerja sebagai Agronomist yang kerjanya keliling untuk menjelaskan kapan dan untuk hama apa produk saya dipergunakan untuk pengendalian hama, daerah yang ketela pohon yang selalu baik setiap saat adalah daerah lereng Gunung Kelud, terutama di daerah Kepung, Pare, dan Kediri. Di sana tanahnya rata-rata ringan berpasir endapan abu Gunung Kelud, dan banyak yang “ngompol”.
Belum pernah saya mencoba singkong dari Malang selatan, yang konon diangkut lewat jalan Semeru Selatan yang terkenal, dengan  “Power wagon” kendaraan truck ringan 4x4, sisa Perang Dunia II yang  bensinnya 1 liter hanya untuk 5 km, untuk pabrik Tapioca, entah sekarang.
Di samping itu wilayah Bojonegoro yang dipengaruhi tanah alluvial Bengawan Solo, mungkin tanah yang tumbuh di atas batuan kapur gunung Kendeng, pun bisa menghasilkan menyok (Manihot) yang berkualitas tinggi. Jadi terutama di akhir musim penghujan saya ke pasar beli beberapa kilo singkong, ya enak.
Begitu pula dari Kecamatan Kincang sedikit ke barat Madiun, singkongnya selalu enak.

Yang paling tidak bisa dipercaya adalah wilayah Gresik dan seputar Surabaya, daerah ini sangat meragukan dapat menghasikan singkong dengan kualitas tuntutan saya. Maklum kebanyakan bertanah berat, aluvial lumpur dan tanah grumosol bila basah berwarna hitam yang sangat berat, hingga pecah di musim kemarau, kecuali sedikit tanah yang tumbuh di atas perbukitan dan lereng perbukitan kapur Kendeng, yang tentu saja tidak mengkhususkan tanaman budidaya singkong, tetapi tembakau,kedelai dan jagung yang masa vegetasinya lebih singkat, tanah di lokasi ini lebih cocok untuk singkong. Meski saya curiga tidak pernah sampai ke pasar, hanya cukup untuk keperluan sendiri.

Saya sangat bersyukur bila kualitas singkong yang saya cari, cocok dengan kualitas yang dituntut oleh Industri tepung singkong atau tepu aci/kanji/ tapioca.

Di Perkebunan HGU untuk kopi ada larangan Departemen Perkebunan khusus menanam singkong, meskipun hanya sementara. Peraturan ini berdasarkan kenyataan bahwa singkong sangat menguras kesuburan tanah, dan run off dari air hujan akan mengangkut top soil dengan gampang bila ditanami  singkong.

Konon dulu HVA (Handels Vereeneging Amsterdam) berkebun singkong ribuan hectare di seputar Kepung dan Pare dengan singkong yang mengandung asam sianida tinggi, mematikan (supaya tidak dicuri), racun ini hilang dengan dicuci air banyak banyak, demi tepung tapioca yang bernilai tinggi untuk culiner dan ethanol, tepung ini sangat berharga karena butirannya yang sangat kecil kira-kira 20 micron saja, sangat memudahkan proses mengolah jadi produk lain.

Di Utara kota Manado, beberapa puluh mil laut ada pulau vulkanik, Manado Tua, dimana penghuninya yang menetap di sana beberapa puluh keluarga, sepanjang tahun main staple food nya adalah singkong, menemani santapan hasil  tangkapan laut lainnya, sebagai garnier.
Di wilayah Gunung Kidul, di banyak tempat dipinggir laut selatan Jawa, singkong dikeringkan namanya “gaplek” untuk disimpan dan dijadikan staple food sebagai “tiwul”dimakan dengan ikan asin dan rebusan dedaunan yang diberi bumbu.               

Celakanya sesudah abad ke XVI Manihot utilissima Pohl sudah di-introduksikan ke Afrika oleh penjelajah Portugis, malah di banyak Negara Afrika tropis, Manihot atau Cassava sekarang menjadi main staple crop bangsa-bangsa Afrika.
Karena dibudidayakan gampang, hanya dengan stek, batang 10-15 cm saja, ditancapkan tidak dalam hanya 1,5 - 2 cm saja, selalu sudah dari clone dari jenis yang baik. Di benua Afrika singkong menduduki tempat terhormat, bahkan dalam bahasa Togo dan kawasan Benin di Afrika, singkong dinamakan agbeli, yang artinya "there is life" atau "itulah kehidupan".

Bencana besar sewaktu ada wabah  virus singkong yang meluas, mendadak saja diperlukan clone-clone lain yang tahan terhadap virus yang menyerang.

Dari “From crisis to control” google Wikipedia:
Di benua Afrika pada tahun 1970 kemudian 1987 hama Planococcus manihot, atau mealybug, / witte luis/ kutu  putih,  menyerang hingga 80 % hamparan makanan pokok Manihot ini, menimbulkan kelaparan yang  luas. Di perkebunan kopi kita ada Planococcus citri/ kutu putih dompolan, yang juga cepat berkembang di musim kering dan sulit dikendalikan.
Malah menjadi kebanggaan para ahli pengendalian hama secara biologis, karena mereka berhasil mengintroduksikan musuh alami yang dicari dengan susah payah dari Amerika Selatan tropis yang ternyata adalah sebangsa lebah penyengat Epidinicarsts lopezi yang merupakan predator dari Planococcus manihot yang ganas, bisa mengendalikan P manihot.

Lagi ada jenis mytes yang mengisap cairan sel daun singkong di pucuk-pucuknya hingga kering dan berkembang dengan cepat ke seluruh Negara Afrika penanam singkong.
Untuk menanggulangi hama mytes di Afrika, telah berhasil dicarikan predator dari tempat asalnya, diintroduksi dengan sangat mudah Typhlodromalus aripo, tanpa upaya rearing untuk melipat-gandakan populasinya secara teliti terlebih dahulu, bisa berkembang sendiri bila pucuk singkong yang ada mytes nya sudah dimakan musuh alami, mytes ini dipindahkan ke lahan yang belum ada predatornya, dengan cepat dari kawasan Benin-Afrika, ke tempat lain sehingga menempuh jarak 500.000 km di sembilan Negara Afrika, (google id.Wiki.org/code/singkong) di kata kunci :  “From crisis to control”.

Pengalaman dari Afrika yang panjang lebar jadi cerita disini hanya menggambarkan, di sinipun (Indonesia) akan terjadi hal yang demikian apabila singkong dilirik dijadikan sumber bio ethanol, atau bio diesel yang lagi “in” sekarang ini.
Malah menyinggung lahan gambut yang sangat luas di Indonesia, sangat berharga karena air ada di sana.
Hanya karakteristika lahan ini membutuhkan teknik khusus. Lahan ini tidak boleh sama sekali dikeringkan, sebab gambut bila kering berubah  watak dan menyusut,  hanya dibolehkan dikeringkan hingga permukaan air tanah turun 20-25 centimeter saja, dan sewaktu waku bisa dinaikkan ke permukaan tanah beberapa jam. 
Gambut di Indonesia banyak berasal dari pepohonan, bukan dedaunan yang secara anaerob terurai di dalam air, makanya reaksinya sangat asam dan mengandung lignin dan senyawa phenol yang beracun mengerdilkan tumbuh-tumbuhan (repertory ipb.ac.id/bitstream) di kata kunci : Manihot  utilissima.
Jalan satu satunya untuk memanfaatkan lahan ini adalah pengapuran yang diperkirakan  mencapai  500 – 1000 kg kaptan (kapur pertanian) dengan ukuran kecil misalnya 200 mesh. Begitulah angka untuk dicoba. Dengan pertimbangan bahwa terhadap lahan hutan yang baru dibabat saja yang pH nya 5,5 diperlukan kaptan dengan ukuran mesh ini - 200 kg untuk tanaman kedelai yang yang masa vegetasinya hanya 4 bulan saja.
Saya belum menemukan karya ilmiah yang meneliti persoalan ini.
Dari sumber yang sama saya mendapatkan  data  bio ethanol yang bisa dihasilkan dalam satu tahun dari lahan 1 hektar:

Tebu         : 3000  -  8700 l/tahun/Ha
Singkong  : 2000 -   7000 l/tahun/Ha
Sorghum  :  1500-    5000l/tahun/ Ha.

Pokoknya sepanjang pengetahuan saya tanaman budidaya singkong, belum mendapat kesulitan kayak pisang, yang di pulau Jawa dan Sulawesi selalu diincar oleh penyakit  Pseudomonas dan Fusarium di mana saja sepanjang tahun.
Tidak seperti tanaman Kelapa yang pelan pelan punah dari pulau Jawa, dihabisi oleh hama Oryctes rhinoceros dan lundi dari Rhinchoporus dari ordo Coleoptera.

Singkong masih relatif aman, tapi menurut Wikipedia, ada ancaman uret/lundi dari Xilanthropus, ada serangan tungau merah Tetranichus bimaculatus.
Ada penyakit Xanthomonas manihotis/ cassava bacterial blight, ada bakteri Pseudomonas solanaceum, ada bercak daun  Cercospora, dan bercak consentris Poma phylostica. Sampai sekarang bukan merupakan serangan yang luas, hanya tanaman yang sembarangan ditanam menjadi lemah dan jadi mangsa hama dan penyakit.
Sampai pada satu saat ditanam besar-besaran untuk bio ethanol atau bio diesel. Ditanam secara serampangan dan mengintroduksi cultivar yang dianggap unggul dari wilayah ecology lain.

Last but not least, petani kita Pak Mukibat telah berhasil menciptakan pohung Mukibat, yaitu hasil sambungan antara Manihot utilissima dengan Manihot glaziovii L yang berupa pohon bisa setinggi 3 meter tapi tidak berumbi akar.
Hasil hybridisasi vegetative ini adalah pohung Mukibat yang umbi akarnya adalah M utilissima dan canopynya adalah M glaziovii, konon umbi akar pohon ini, bisa mencapai berat satu kwintal. Semoga belum menjadi ubi kayu dengan nama“Datuk Jiran” di Lembaga Patent Internasional.                 
Aneka Sumber Informasi

Kali ini saya akan mencoba menulis penelusuran saya mengenai kiprah penelitian tentang tanaman  singkong, baik dari kalangan resmi atau Balai Penelitian Tanaman Pangan dari Departemen Pertanian dan dari Kalangan Swasta.
Pertama saya kunjungi situs “Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian” di Kendalpayak Malang, yang merupakan Unit Kerja dari Badan Litbang Pertanian dengan laman www litbang.deptan.go.id
Dua puluh tanun yang lalu saya sering bertandang ke Balai itu. Memang sampai sekarang Balai tersebut masih menggeluti Penelitian dan Pemuliaan tanaman kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
 Ada dua varietas yang baru, diekspose dan di-release karakteristika nya dan potensi panennya yaitu : Malang 4 dan Malang 6  termasuk daya tahan terhadap hama tungau merah 
Informasi yang standard untuk varietas yang baru di-release, cukup bagus.

Di samping itu ada informasi dari fihak swasta yang menjual bibit yang diberi nama “varietas”  Darul Hidayah  yang ternyata sambungan dengan M. glaziovi L (ketela karet).  Didaftarkan apa enggak kepada Lembaga diatas saya tidak tahu. Namun sebenarnya ini adalah “pohung Mukibat” yang oleh penciptanya puluhan tahun yang lalu, berpotensi panen hingga 200 ton/Ha, berkat daya tumbuh yang hebat dari M. gaziovi ini. Adapun bagian yang berproduksi umbi akar, bisa varietas Manihot apa saja yang baku cocok untuk daerah itu.

Bukan soal yang menyangkut uang, tapi sekedar “pengakuan” kepada jasa baik seseorang saja,  karya intelektual seseorang  yang sudah tiada. Siapa yang menghormati selain kita sendiri ?

Kalau kita abai terhadap karya anak bangsa, wah gawat, bisa-bisa  didaftarkan kepada Lembaga Patent International sebagai ubi kayu metoda "Datuk Jiran", (lha wong reog Ponorogo saja diklaim oleh Datuk Jiran). Kalau karya ini diserobot Datuk Jiran maka bisa jadi produsen “cultivar” Darul Hidayah karya anak bangsa itu, bisa diharuskan bayar royalty atas hak “intelektual” si pendaftar hak patent metoda  Datuk Jiran. 

Sudah saya check kepada Balai Penelitian  Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Kendalpayak- Malang.
Memang betul, memakai metoda yang ditemukan oleh Pak Mukibat. Ibu Dina, Peneliti di  Balai tersebut, menjelaskan.

Ada informasi yang sangat membesarkan hati, dari fihak swasta di Kalimantan Tengah,

Telah dikembangkan ubi kayu varietas lokal baru dengan nama ubi kayu varietas lokal “Gajah” yang saya dapat dari sumber  : singkonggajah.wordpress.com

Memang sudah operasional sebagai produsen bio ethanol samentara produksinya 500 liter/hari yang dimotori oleh “Toba Group” sebagai pengabdian masyarakat dari “Indomining” – Perusahaan Pertambangan Batu Bara, dalam group yang sama, yang nantinya bisa mencapai 5000 liter per hari.
Penemuan cultivar  local “Gajah” ini melibatkan Prof. Ristono , tapi di Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian belum mencatat sebagai varietas unggul Nasional untuk lahan gambut, saya curiga jangan- jangan sudah di-klaim dan dipatenkan oleh Negara Jiran. (Sumber Ibu Diah, Peneliti di Balai tersebut, saya khusus konfirmasi lewat telephone tanggal 3 Januari 2013, jam 13.10 siang, nomer telepon  Balai Penelitian dan Pengembangan Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Kendalpayak,  Malang  (0341- 801468) 

Memang varietas ini ditanam di lahan gambut, dan berpotensi panen sampai 200 ton/ha. karena kapur pertanian yang dipakai 1 – 2,5 ton/ha, selain pupuk NPK yang menurut mereka hanya 50 : 75 : 50. kg ( N dalam urea 43 % Phosphor 75 kg ini merupakan  ketersediaan H2PO4 –  kira kira  2.5 kuintal SP 36, dan K+  diberi 50 kg kira kira 45 % dari KCl). 
Tapi stek batang direndam dulu dalam larutan pupuk cair beberapa jam. sebelum ditanam

Entah dengan cara apa Perusahaan se-strategis ini, mandiri tanpa perlindungan kemauan politik dari Pemerintah, menghadapi badai “ take over” dari Multi Nasional Corporation.
Karena kita telah melihat tingkah polahnya dalam perdagangan kelapa sawit yang dalam setahun harga  bisa turun drastis. Sehingga petani plasma pada minggat, sebentar lagi Perusahaan Intinya diambil oper oleh Modal yang jauh lebih besar,  ini wajar menurut azas Neoliberalisme.
Trans Nasional Corporations ini lagi  mabok, dilandasi dengan modal yang hampir tak terbatas. Dibantu sekuat tenaga oleh para Neo liberalis  local yang berkedudukan tinggi. Mempengaruhi Pemerintah, mencari pengganti minyak mentah dari sumber yang bisa diperbaharui, berebut dengan pangan, tentu saja hanya untuk kepentingannya sendiri.

Hanya ini yang bisa saya sajikan untuk memberi secuil pengetahuan kepada para pembaca blog idesubagyo, dimana diantara pembaca ada yang mengetikkan kata kunci : “singkong dan lahan gambut” seperti yang tertera di page rank alexa, dan mampir ke blog saya idesubagyo, semoga berguna. (*)
 
                                                          

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More