Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

INDONESIA PUSAKA TANAH AIR KITA

Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi nan Jaya, Indonesia tempatku mengabdikan ilmuku, tempat berlindung di hari Tua, Sampai akhir menutup mata

This is default featured post 2 title

My Family, keluargaku bersama mengarungi samudra kehidupan

This is default featured post 3 title

Bersama cucu di Bogor, santai dulu refreshing mind

This is default featured post 4 title

Olah raga Yoga baik untuk mind body and soul

This is default featured post 5 title

Tanah Air Kita Bangsa Indonesia yang hidup di khatulistiwa ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus senantiasa kita lestarikan

This is default featured post 3 title

Cucu-cucuku, menantu-menantu dan anakku yang ragil

This is default featured post 3 title

Jenis tanaman apa saja bisa membuat mata, hati dan pikiran kita sejuk

Selasa, 28 Januari 2014

MENUKANGI JASMANI YANG SUDAH CUKUP UMUR

Manusia yang sudah berusia lanjut, mempunyai tingkat metabolisme yang sudah bertentangan dengan manusia dari golongan balita sampai manusia muda usia. Golongan pertama disebut “lansia” atau lanjut usia, golongan yang merupakan imbangan dari lansia adalah “balita” dan “ABG” anak baru gede. Sebagai makhluk hidup, metebolisme adalah tanda dari kehidupan itu sendiri, sedangkan metabolisme atau petukaran zat mempnyai dua sisi yang tak terpisahkan yaitu asimilasi dan disimilasi. Bila ditinjau dari sisi metabolisme, lansia sudah cenderung ke disimilasi, tidak tumbuh malah berkurang sel selnya yang berfungsi hidup. Sedang balita dan ABG cenderung ke asimilasi yaitu membuat sel sel baru yang menjadi hidup dibadannya. Sedang umur 30 tahun sampai 50 tahun adalah pertengahan umur dimana dua factor metabolism itu seimbang. Bila anda sudah usia 75 tahun dan berkunjung ke dokter konsultasi mengenai keluhan anda tentu dokter akan memberi tahu anda dengan sopan bahwa anda memang sudah tua, dalam pikirannya badannya sudah cenderung mengalami kemunduran. Dalam biology kecenderungan metabolisme anda adalah ke disimilasi, bukan menumbuhkan sel sel jaringan, atau akibatnya fungsi yang tidak optimal dari jaringan jaringan vital anda. Tentu saja anda merasakan tidak nyaman disana sini, kurang bisa tidur, pendengaran dan penglihatan menurun, jantung sudah sering berdeba debar tanpa sebab, tekanan darah meninggi, glukosa dalam darah kandungannya naik, cholesterol tidak seimbang antara yang low density lipida (LGL) dan high density lipida (HDL) sehingga mengganggu fungsi pembuluh darah, asam urat (sisa permbakaran protein) meninggi yang menggangu gerakan otot, dan lain lain. Dokter selalu mengingatkan anda untuk hati hati dalam makan, artinya menjaga agar tubuh menyerap makanan yang dibutuhkan seperlunya saja. Sebab organ organ dalam tubuh anda sudah tidak mampu membuang kelebihan makanan yang tidak diperlukan. Makanan yang ampasnya gampang dibuang adalah sayuran ( (bukan Lombok/cabai atau tabasco) dan banyak buah buahan yang bukan buah extravaganza ( bukan buah durian atau longan/ kelengkeng, leci, atau nangka pisang raja dan pisang emas – bukan apa, ya boleh saja lansia mengkonsumsinya tapi buah buah yang saya sebut ini memang enak dan baik untuk orang muda yang masih bisa mengkonversi makanan bergizi tinggi ini untuk dirubah menjadi energy). Atau jenis bahan extravaganza yang lain seperti merokok, minum minuman beralkohol, minum kopi berlebihan makan yang pedas pedas. Itu pasti diingatkan oleh dokter dengan hati hati, soalnya kemampuan lansia untuk menetralkan bahan bahan ini sangat bervariasi. Bahkan mengkonsumsi roti pun kadang harus dari tepung gandum yang rendah glutine –nya, bila tidak sendi sendi sendinya akan sakit, padahal diwaktu mudanya tidak ada gejala itu. Saya tidak akan membicarakan hal ini bertele tele, tapi kepingin untuk berbagi dalam menggunakan tumbuh-tumbuhan sekitar pekarangan kita yang pantas diingat kembali dalam menukangi badan kita dalam periode lansia ini agar bisa “fit in” dalam tugas hidup sehari hari, kurang mengganggu anak cucu kita, bahkan masih berguna bagi mereka itu. Misalnya daun papaya ( Carica papaya L ) untuk kita orang Indonesia sudah rata rata faham bahwa daun ini bisa di makan dan untuk beberapa daerah umum dimakan sebagai sayur. Ada disemua pasar tradisional. Benar, rasanya agak pahit, bisa dihilangkan dengan merebus campur dengan daun singkong, atau memncucinya sambil diremas remas dengan larutan garam (air cucian ini harus sampai berasa asin), atau merebus dengan tanah liat, anehnya sesudah terbiasa dengan pahitnya, bahwa lauk sayur yang berasa agak pahit ini kok membuat kita ketagihan. Saya anjurkan untuk mengambil daun meskipun yang agak tua, tapi derebus dengan presto cooker selama 15 menit- pasti sampai ke tulang daunnya sudah jadi lunak, kemudian baru dimasak, paling gampang ditumis dengan lengkuas sedikit, bawang putih dan cabai merah. Masakan sayur ini bisa dikonsumsi banyak, hingga sangat membantu anjuran dokter untuk mengkonsumsi sayur, meski hanya secukupnya lauk sayur lauk makan nasi saja, sudah bisa membantu melancadkan BAB, disamping membantu badan untuk memperbaiki sistim pencernakan kita, nafsu makan bertambah juga berfungsi macam macam. Sehingga kita lansia ini tidak terganggu oleh sembelit. Buah papaya dikonsumsi mengkal maupun masak tapi dijadikan juice, dengan pemanis buatan, seper derlapan buah papaya ukuran sedang air satu liter, pagi dan sore. Diminun sebanyak kita kuat pagi pagi sampai siang habis, sore nge-juice lagi, ini yang dianjurkan dokter, supaya kita lansia dengan ini bisa minum banyak, sebab kebiasaan minum banyak ini juga anjuran dokter, tapi seberapa ? Sulit bagi kita untuk menuruti anjuran ini, sesudah teh pagi secangkir dan satu dua gelas saja air putih sesudah makan kita merasa cukup, padahal untuk menukangi badan lansia ini harus dua tiga liter air diminum sehari paling sedikit, sebab air putih itu juga obat. Setelah saya praktek-kan benar juga anjuran ini. Daun Graptyophylum pictgum L/Handeleum, daun Ungu: daripada nge juice papaya thok dicampur dengan enam sampai sembilam lembar dau ungu ini baik sekali intuk mencegah sembelit dan wasir. Rumpai meniran (Phyllanthus inuri L – termasuk familia Euporbiaceae) Waktu saya jalan pagi mendadak permulaan musim hujan ini di berem jalan dikampung saya medadak saja jadi hijau merata ditumbuhi meniran ini, daunnya bersirip genap, kecil kecil (3-5 mm) pohonnya kayak succulent yang lunak, bunganya kecil disebelah bawah sirip daun seperti daun Katu tinggi 60 cm maximum. Saya medapat obat dokter yang saya minum saban hari, pengencer darah ( acetosal 100 mg) menurun kadar cholesterol ( simvastatin 10 mg) penurun tekanan darah dan pelancar kencing (Hytrin 1mg) dan vitamin. Saya pikir meniran tumbuh begini banyak, pasti ada gunanya, saya cari di Google informasi mengenai meniran dengan kata kunci “meniran sebagai obat”, ternyata informasinya banyak, antara lain dari Prof Sumali Wiryowidagdo, Fak. Pharmasi UI, rebusan meniran juga dipakai untuk pelancar kencing. Kecuali itu penurun tekana darah untuk anti bakteri, penolak jerawat, menguatkan daya tahan tubuh dan masih banyak yang lain, tetapi tidak menyebut keluhan deg- degan/ berdebar debar. Saya coba meniran ini saya cabut bersama akarnya delapan hingga sepuluh tumbuhan dengan akarnya dari pangkal akar sudah setinggi dua jengkal, direbus dan dari empat gelas air jadi tiga gelas saya ambil segelas trus saya minum, memang kencing saya lebih lancar, dan berdebar debar saya mereda atau tinggal sedikit, nyaris tidak terasa. Bila keluhan ini hilang berarti saya tidak perlu konsultasikan ke dokter yang pasti menjawab saya sudah tua, atau diberi tambahan obat, yang mungkin menambah gangguan organ yang lain. Saya tidak bicara mengenai uang, sebab dokter saya dokter ASKES yang hanya meresepkan obat yang ada di ASKES. Lain dengan dokter spesialis swasta pasti diberi obat patent yang dosisnya belum tentu cocok dan harganya selangit. Artinya saya menukangi badan lansia saya dengan herba dengan dosis dari kecil yang sudah umum jadi obat, bila di check di google memang tumbuhan obat, kerena diskripsinya tidak berbahaya dan cocok dengan keluhan saya maka saya pergunakan, dengan catatan saya sudah mengkonsumsi obat pharmasi dengan khasiat yang sama, sehingga tidak menganggu kehati hatian dokter dalam menentukan dosisnya, sedangkan deg degan saya hilang. Meniran ini rebusannya pahit, tidak sepahit sambiloto.*)

Rabu, 22 Januari 2014

SULAWESI UTARA KAGET

"SULAWESI UTARA KAGET, MANADO DITERJANG BANJIR BANDANG MEMBAWA KORBAN  JIWA"

 Lha iya wong tahun-tahun yang lalu Propinsi Sulawesi Utara masih mengizinkan HPH oleh Pemerintah waktu itu, yang tentu saja diketahui oleh Gubernur Sulawesi Utara waktu itu, dengan keluarnya Surat izin Menteri Kehutanan waktu itu. Jadi sekarang dan tahun-tahun selanjutnya ndak perlu kaget, kok sampai Menteri Kehutanan menerbitkan SK 121/MENHUT-WBRPH/2007. Tahun 2007 umpama diberi izin selama 5 tahun apa ndak sudah hancur lereng-lereng perbukitan di sana, bukan hulu water catchment area Manado saja tapi seluruh Sulawesi Utara termasuk Bolaang Mongondow sekarang. 

Lha ini tidak adilnya orang masa kini, masih menyalahkan Pemerintah Pusat. Apa ndak tahu bahwa yang mengetahui persis situasi wilayah setempat itu pasti ya orang setempat diwakili Pemerintah Daerah dan Gubernurnya, tidak mungkin ada SK ini kalau Gubernur mendapat input lain dari Dinas Kehutanan dan dinas dinas lain disana. Sudah menjadi bubur, masih menyalahkan Basarnas kok nggak cepet tanggap. Saling menyalahkan tidak akan mengurangi penderitaan dan akibat kesalahan SK ini. Saya jadi ingat di blog saya: idesubagyo.blogspot.com/2011/11/12/panghijauan.html sudah terkubur di post ini yang mengunjungi cuma lima pemerhati. Isinya akal orang Klakah untuk menanam pohon buah-buahan di lereng bukit, bahkan di puncak bukit, menggunakan rumpun Pisang Saba untuk pompa air menyiram bibit yang sampai kemarau tahun ke tiga belum punya akar yang cukup panjang untuk sampai di tanah yang masih menyimpan air, bila di lokasi itu sudah tiga bulan ndak hujan. 
Bila waktu kritis ini bisa dilalui oleh bibit pohon buah-buahan di tempat itu maka seterusnya pohon yang ditanam akan bisa mandiri. Karena apa, semua orang tahu bahwa Sulawesi itu pulau tipis seperti pita yang berkelak-kelok panjang bercabang empat menjulur ke semua penjuru angin. Dari pantai sisi satu ke pantai sisi lain cuna 40 – 70 Km, jarak garis lurus tegak lurus pantainya. Di tengah pita daratan ini berbukit-bukit memanjang setinggi bervariasi dari 300 – 700 m diatas air laut. Bisa dibayangkan betapa mudah pengusaha HPH menggunduli hutan di wilayah ini berlereng (banyak yang curam dan lebat dengan pohon besar-besar ) hingga habis kayu dibabat, dengan teknologi masa kini. Semula dibuat jalan truk pengangkut log yang panjang dan berat, dibuat berkelok-kelok untuk mendapat sudut naik yang tidak berat dilengkapi dengan putaran hairpin beberapa kali hingga puncak. Habis ini dilepas regu chain saw, anda bisa membayangkan betapa cepat dan rapi keja regu chain saw ini, dengan sedikit rekayasa di setiap putaran hairpin agar panjang log tidak menganggu putaran truck untuk log log ini ditururnkan dan didorong ke truct lainnya yang sudah menanti di bawah hairpin trus diluncurkan lagi ke bawah, sampai di pantai log log tersebut diikat rapi dan diseret ke bargas diseret lewat laut ke pelabunah, urusan selesai. 
Logging di Pulau macam Sulawesi ini jauh lebih mudah dari logging di Papua atau Kalimantan yang hutannya jauh di pedalaman, truck angkutan log harus muat log ratusan kilometer sebelum sampai ke sungai kemudian ratusan kilometer lagi untuk sampai di pantai dimana menunggu pontoon/bargas. Pulau Sulawesi sebenarnya telah memberikan contoh, macam apa Sulawesi nanti dua puluh lima tahun lagi. Saya persilahkan pembaca untuk melihat pemandangan perbukitan sepanjang jalan menuju ke dataran tinggi Toraja. Sejak dari perjalanan mulai menanjak sengikuti aliran sungai Sa’dang, di kiri-kanan sungai ini adalah perbukitan yang gundul, berpuluh puluh kilometer, lereng yang gundul dan curam dengan ketinggian dari sungai retusan meter, aliran Sungai Sa’dang kelihatan seperti pita kebiruan yang kecil, berkelok-kelok jauh di bawah jalan raya. Hanya kadang kadang jalan raya mendekati rapat dengan sungai ini di hunian atau kota kecil dimana kendaraan bisa berhenti dihunian itu. Pertanyaanya dari ratusan tahun yang lalu tidak pernah ada penghijauan di sepanjang lembah sungai Sa’dang Sungai Sa’dang di wilayah itu, karena tanahnya miring dan kemaraunya cukup panjang. Tanpa memeras otak dan perhatian yang sungguh-sungguh tidak akan mungkin ditanam lagi pepohon di lereng sungai Sa’dang di wilayah itu (lihat  Blog saya ini dengan subjek “Penghijauan” yang tak pernah dikunjungi orang) Saya heran dan “kagum” akan penyataan Walikota terpilih di Koran bahwa beliau akan memerangi inungation di Makasar dengan reboisasi water catchment area nun diatas Camba atau di lereng Bawakaraeng sana, seolah-olah menanam pohon di dilereng-lereng pulau Sulawasi dengan pola iklim yang tegas, kemaraunya sangan sering melewati tiga bulan tanpa hujan itu gampang, lebih enak dan lebih baik siapkan gorong-gorong dan saluran-saluran pematus dari sampah, menyediakan pompa-pompa di saluran pematus yang terlalu panjang meninggikan tanggulnya itu lebih mudah bagi seorang Walikota daripada menanami lereng bukit Sulawesi. Menanam sih bisa lha tmbuh jadi pohon bagaimana ? Itulah problemnya. Penunggu pulau itu sendiri sudah memberikan contoh sepanjang jalan raya menuju ke Tanah Toraja dari Pare Pare merupakan tujuan wisata yang penting untuk Sulawesi Selatan maka lereng gersang puluhan kilometer sebelum Rantepao ini pasti membuat orang bergidik melihat hasil kerja nenek moyang kita yang sembrono, kok masih diulang lagi di Sulawesi Utara.(*)

Kamis, 16 Januari 2014

WAYANG KULIT/WAYANG PURWO (III)

Dua tulisan sebelumnya menceritakan arti pagelaran wayang kulit bagi rakyat pedesaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tulisan kedua mengenai perubahan yang diadakan untuk memakai wayang kulit sebagai media dakwah Islam oleh Penyebar Agama Islam yang di pulau Jawa dinamakan para Wali, yang terkenal yaitu Wali Songo ata Wali yang Sembilan. Meskipun para wali ini tidak seumur atau sejaman, tapi sama-sama hidup pada satu era, yaitu peralihan rakyat pulau Jawa dai beragama Hindu dan Budha, kemudian dikenal dengan Hindu Jawa, ke agama Islam yang tentu saja dengan segala kesulitan yang harus diatasi pada kurun waktu itu.
Sudah dikemukakan terdahulu wayang adalah wahana Hinduisme untuk rakyat banyak yang mengajarkan agama Hindu dalam bentuk cerita yang sangat panjang dan berkotak yaitu Mahabaratha dan epos ceritera suci mengenai titisan Bhatara Wishnu di Dunia yaitu Sri Rama yang danggap cerita suci dalam Hinduisme.

Wayang dalam puncak perkembangannya oleh para Wali menjadi media dakwah yang lengkap yaitu  merupakan  media visual, media audio, dilandasi kebudayaan Jawa yang kental dengan subjek yang mencakup seluruh kehidupan manusia didalam rangka Islam (sebelumnya tentu seluk beluk  Hinduisme saja).
Oleh karenanya Dalang harus bagus suaranya bisa menirukan gaya perempuan  bicara, kastria gagah perkasa, pendeta tua dan anak anak. Bahasa Jawa adalah bahasa bertingkat seperti juga bahasa Bali dan Dalang harus menguasai tingkatan tingkatan bahasa dan bisa dengan benar mengetrapkannya.
Untuk membantu dalang dalam menggambarkan suasana mereka dilengkapi dengan alat pemukul kotak wayang yang namanya “cempolo” yang bisa dipukul dengan cepat atau sekali sekali dengan keras. Bunyi cempolo selalu menyertai penggambaran suasana, mengganti alinea pembicaraan. Juga masih ada rencengan plat-plat besi atau kuningan untuk dipukul dengan telapak kaki sebagai alat untuk menekankan gambaran suasana, meningkahi langkah jalan  para lakonnya, pertempur menirukan suara pukulan jurus silat dll, yang oleh Dalang yang akhli bisa menghidupkan suasana. 
Jadi Dalang menjadi pusat pagelaran wayang kulit atau wayang golek yang paling sibuk, tangan kaki dan mulutnya dan ingatannya selau bekerja bersamaan. Para dalang bisa istirahat sejenak bila suranya digantikan oleh waranggono untuk menyanjikan satu lagu disertai gamelan. Jadi para Dalang ini pasti punya cara untuk menahan membuang hadats kecil apa lagi hadats besar ditengah tengah pertunjukan.

Last but not least dalang dibantu oleh pembantu dalang yang duduk bersila persis dibelakangnya untuk mengatur dan menyiapkan wayang wayang yang akan dimainkan dan yang sudah dimainkan, mengikat kembali tangan-tangan yang lepas engselnya.

Ada satu jenis  wayang yang termasuk paling besar ukurannya, menggambarkan kalpataru atau pohon kehidupan, dilukis dan ditatah supaya tembus sinar, merupakan segi lima simetris dengan sudut lima, (symbol dari sholat lima waktu, meruncing keatas,symbol Ketuhahanan Yang Maha Esa, sudut yang dikiri kanan tumpul dan yang dibawah juga  kira-kira 90 derajat, namanya wayang ”gunungan” lukisan simetreri yang penuh symbol, digunakan oleh Dalang untuk menggambarkan apa saja, hutan, pepohonan, angin kencang, cuaca,  api dan bebatuan yang digunakan senjata oleh para yaksa dan segala yang sangat besar.
Karena wayang kulit ini pada dasarnya dimainkan pada malam hari maka mutlak diperlukan penerangan yang handal, yaitu lampu minyak dinyalakan sepanjang malam  ada reflektornya yang dirupakan hiasan untuk menyoroti seluruh layar yang terbuat dari kain putih di bagian bawah berwarna  hitam kira-kira sejengkal unutk menggambarkan tanah.
Karena semua wayang ini dubuat dari kulit kerbau yang dikeringkan maka diperlukan rangka penguat yang berupa bilah tanduk kerbau meruncing kearak pucuk semacam cemeti, dibelah di tengah untuk menjepit wayang, debelok-belokkan unutk keseimbangan pahatan wayang itu sendiri. Cemeti dari tanduk kerbau ini harus berwarna terang bila wayang yang dijepit diiwarnai dominan warna emas, bila wayang yang dijepit dominan diwarnai hitam maka jepitnya dari tanduk kerbau yang berwarna gelap. Bilah tanduk yeng merupakan cemeti dibelah ini di pangkalnua berujung runcing untuk menancapkan wayang di batang pisang dengan erat, sewaktu wayang wayang kulit ini diam untuk ditonton.

Tiga sampai empat meter di kiri kanan layar yang di bawahnya dipasang batang pisang, diatur menyamping deretan waayng kanan saling membelakangi dengan dereretan wayang golongan kiri semua wayang, makin ke tengah mendekati arena dalang memainkan wayang, dipilih wayang yang kecil dan pendek, makin keluar makin besar. Sebelah kiri ditancapkan semua tokoh yang sering membuat onar, dan disebelah kanan ditancapkan semua tokoh wayang yang mengamalkan dharma,atau kebenaran. Layar yang ditengah kira kira dua meter lebih kosong. Jadi semua penonton wayang tahu tokoh tokoh yang dimainkan Dalang termasuk golongan apa. Adegan penghadapan kepada Raja, upacara, pertemuan semua wayang dipilih yang berwarna emas, sedangkan dalam adengan diluar itu, wayang dipilih yang dominan berwarne gelap. Semua anak wayang bertangan yang mempunya engsel/sendi, sendi bahu dan sendi siku, sangat jarang yang mempunyai sendi lutut, ada wayang khusus yang ditambahkan sendi leher.

Ada wayang khusus Pandita Durno yang tangannya yang diberi sendi hanya satu tangan yang sebelah lain lekat ke lukisan dan cacat. Telapak tangan dibentuk dalan keadaan jemari yang empat merapat telapak ke arah bawah, jari jempol di tekuk di bawah telapak tangan kempat jari yang lain dilukis melengkung ke bawah. untuk wayang wilayah kanan, sedang wayang wilayah kiri dibentuk dengan jari jemamari seperti melambangkan “metal” menurut jaman sekarang, jemari sebelah kiri mengepal, tidak diberi sendi, sebab secara permanent dilukiskan berkacak pinggang.  Kecuali jemarinya tokoh Petruk, menunjuk dengan jari telunjuk. Bahu dan tangan wayang kulit diwujudkan panjang, sampai menyentuh betis, ini menjadikan permainannya yang dikendalikan oleh dalang lebih expressive. Semua wayang baik golongan kiri yang metal dan golongan kanan telanjang dada, kecuali wayang para dewa dan pandita yang memakai jubah. Juga semua tokoh wayang tanpa alas kaki baik raja maupun kalangan bawah Petruk yang tokoh pembantu, kecuali para Dewa dan Pandita, mereka bersepatu yang ujungnya meruncing ke atas, seperti bentuk sepatu orang India.

Tokoh wayang kiri (wayang yang dijajarkan di sebelah kiri Dalang), perut dan hidungnya besar, sedangkan tokoh wayang kanan perut kecil dan hidungnya serasi mancung. Yang aneh tokoh wayang kiri ditandai makin rendah pangkatnya makin besar perut dan hidungnya. Malah ada tokoh wayang kiri yang pangkatnya rendah dari golongan yaksa yang namanya Bhuto Terong, bila perang selalu kalah suka bergulung gulung penperagakan jurus pencak silat dimanamana ( kayak jawara penikutnya Ratu Atut Khosiah) dan bila marah  melempar batu.

Sedangkan tokoh wayang kiri yang pangkatnya tinggi perutnya mengecil proporsinya. Tetap Saja wayang kiri ini tatapan mukanya menengadah dan menantang. Garis bibirnya memperlihatkan giginya yang bertaring.  Mulut yang digambarkan dari wayang butha ini lambang keserakahan dan kesombongan.

Sedangkan tokoh wayang kanan tatapannya mukanya sering menunduk, mata dan garis bibirnya tidak menonjolkan gigi dan tidak bertaring. Kecuali satu tokoh wayang kanan Ksatrria Gatotkaca anak sulung sang Bhima, bibirnya tidak menutupi taringnya, karena ibunya seorang putri  raseksi:  Dewi Arimbi. 

Tokoh ksatria Gatotkaca adalah favorit anak-anak karena bisa terbang dan selalu menang perang tranding dengan tangan kosong, tidak pernah memperagakan jurus jurus pencak silat, tapi semua golongan wayang kiri disapu bersih, bila bertemu di medan laga, pasti babak belur.

Tokoh wayang kanan, yang paling tenar adalah para Pandawa dan Prabhu Kresna yang menjadi ipar Arjuna,  semua penonton kenal denan tokoh-tokoh ini, yang mencitrakan satria tanah Jawa. Berbusana sederhana, tanpa perhiasan yang berlebihan, tatapan mata dan muka menunduk sabar, tapi pinggang dan pahanya  ditutup oleh busana dilukiskan memakai kain bathik dengan motif yang terhalus membungkus celana beledu selutut, sering tokoh Arjuna menyoreng keris dibelakang. Tokoh Pandawa semua hampir sama, berdadan kurus proporsional dengan lukisan hiasannya yang minim tapi digarap dengan teliti oleh pembuat wayang, keluma Pandawa mereka hanya berbeda sedikit tatapan mukanya menunguk dari hairdo (penataan rambut) sedikit merbeda. Hanya adik kembar para Pendawa yang termuda agak expressive tatapan muka dan matanya.
Tokoh wayang kanan yang agak mewah dandanannya adalah Prabhu Kresna, yang dalam kepercayaan Hindhu merupakan avatar dari Bhatara Wisnu. Salah satu dari Trimurti. Tatapan muka dan matanya lurus ke depan, meskipun posture kepala agak menunduk. Hiasan banyak proporsional dengan posisinya sebagai seorang Raja dan dilukis halus, tapi tetap telanjang dada dan tak bersepatu.  Dari lukisan wayang tokoh Sri Kresna, orang jawa merasa bahwa inilah gambaran orang yang  pas untuk tokoh yang tahu segalanya bisa mengeahui sebelum kejadian,  menjadi tempat betanya dari para Pandawa, tetap dalam janji dan tetap dalam dharma.

 Sebaliknya tokoh wayang sebelah kiri, adalah Bhuta Cakil, yang dibuat dengan maksud menggambarkan ksatria golongan wayang kiri, badan besar, tidak gemuk, penuh dengan hiasan yang dilukis agak kasar, dengan dua keris di anggar di depan dan disisipkan di belakang, besar badan dan tangan si wayang ini sangat cocok untuk dimainkan dengan peragaan silat dan salto. Tatapan muka dan tatapan mata menantang  pelupuk melengkung kebawah setengah tertutup, mulut lebar terbuka dan Nampak taring besar tumbuh dari bawah keatas, dagu bawah yang sangat menonjol ( jut jaw).  Suka pamer dan bila perang selalu bersenjata keris, dan mati oleh kerisnya sendiri.
Inilah gambaran orang Jawa terhadap ksatria seberang laut, di masa lalu, -dalam imajinasi saya- ini kok persis penampilan sebagian anggauta dewan sekarang, apalagi  yang sering tampil di TV atau para omong-wan dari Partai apapun. Jangan heran si 'Aas Orbanengbui' sering menggambarkan lawannya dalam partainya sendiri sebagai Sengkuni. 
Wayang kiri Sengkuni  stereotype nya mirip  Buta Cakil terutama matanya, tapi jabatannya Mahapatih Hastinapura. Cuma badannya agak panjang tidak ber-rahang bawah yang “lantern Jaw” badannya tidak dibuat seimbang - rusak, karena tidak pernah perang tanding, tarikan mulutnya meremehkan, perutnya  agak buncit. Jadi dalang jaman dahulu pintar sekali menggambarkan rupa sosok kstaria, dan rupa sosok butha yang jail mutakhil.(*)

Jumat, 10 Januari 2014

MESIR, SANGAT ADA KESAMAAN DENGAN INDONESIA


Bedanya, Mesir sudah bersinggungan dengan Kebudayaan Barat sejak ribuan tahun yang lalu, sedang Indonesia baru sesudah Pelayar samudra dari  dari Portugis mulai pelayarannya mengelilingi Tanjung Harapan. Limaratus tahun yang lalu. Sebenarnya justru pelayar dari Nusantara sudah sampai ke Madagaskar dan Afrika termasuk Mesir sudah mulai adanya pelabuhan dagang di Aceh, Samudra Pasai misalnya.
Mesir sudah ribuan tahun membangun masyarakat dengan tingkat kebudayaan yang sangat tinggi, sebelum bangsa Europa bangun menapaki zaman  “Rainessance”.
Segera sesudah bangsa Arab bangun, seribu enamratus tahun yang lalu, dibimbing oleh Rasulullah SAW, Mesir menyumbang dengan budayanya yang tinggi dan kemakmuran wilayahnya megembangkan Islam, sampai ke Maghribi.
Ratusan  tahun sesudah itu Mesir ikut menikmati dominasi ekonomi, politik dan budaya di seputar Laut Mediterania, yang merupakan pusat berputarnya seluruh kekayaan di wilayah yang luas jauh menembus  daratan meliputi anak benua Europa dan benua Afrika. Dominasi ekonomi dan budaya Mesir di zaman Islam identik dengan dominasi Arab dengan perdagangannya, yang ditandai dengan Daulah Islamiyah dari lembah sungai Indus sampai ke Jazirah Spanyol.
Bisa dikatakan bahwa pasang naik Dunia Arab dalam segala bidang, ekonomi, militer, budaya sangat dominan di seputar laut tengah dan di timur sampai lembah sungai Indus di anak benua India. Ke Mesir datanglah dengan leluasa, suku suku  Arab bercampur dengan elit bangsa Mesir dan bersama-sama menguasai ekonomi  lembah sungai Nil, ekonomi penguasaan tanah yang mendapat akses air sungai Nil, pardagangan hasil bumi yang spesifik dengan penimbunan dan pelepasan stok yang dapat mengatur harga komoditas setempat. Pada jaman khalifaur raqsyidin pasukan Arab dilarang memiliki tanah tertanian untuk tidak mengurangi jumlah pasukan dan mengurangi hak eknomi orang setempat untuk menggarap tanah milik umum ( Negara) Akan tetapi qada abad ke 19 justru para syaikh dari suku suku Badui penggemala ternak Arab, diiberi hadiah tanah tanah petanian tetapi harus ditinggali disana, menimbulkan perpecahan dan hialngnya kesetai kawanan diantara mereka ( google kata kunci Egypt. Rural Sogiety. -souce US Library of Congress.)
Tentu saja perputaran uang jauh lebih cepat di  perdagangan, daripada di bidang pertanian. Sedangkan di bidang pertanian secara tradisi digeluti oleh fellahin yang kebanyakan suku Hamid dan Nubia , mempertahankan tradisi lama, sedangkan suku Semit/Arab bergiat dalam sektor perdagangan.  Tanahnya 95 % berupa padang pasir  padang rumput dan oasis,  didiami kaum yang beternak unta dan kambing.
Pemisahan profesi ini ( petani yang merupakan pribumi Mesir suku Hamis dan Nubia dan tengkulak yang campuran Arab  dalam jangka yang sangat panjang, menimbulkan ketimpangan kekuatan ekonomi, kini hanya menyisakan  sedikit tanda ibaratnya kemunculan gunung es, yaitu bahwa kenyataannya sebagian rakyat Mesir sampai menolak bahasa Arab menjadi bahasa Nasional Mesir (Google kata kunci Egypt). Malah konon mereka dari ratusan tahun yang lalu diperintah oleh dinasti  Mamluk yang Islam,  arti Mamluk harfiahnya  golongan bawah, sedangkan Islam dipeluk dengan aliran Alawiyah, yang  dinyatakan non Islami oleh aliran Wahabiah karena disana sini mengadakan sincretisme dengan kepercayaan setempat  (Google kata kunci  Alawiyah……….).
Meskipun dalam praktek Islam,  nampaknya di Perguruan Islam yang paling tua dan bergengsi seperti Al Ashar belum bisa memperoleh formula solusi yang mendinginkan perbedaan ini  berpotensi memanas tanpa kendali untuk kepentingan Nasional Mesir (pengeboman kota Hom di Siria…Google………..) Rupanya Hom adalah kota kaum Alawiyah di Siria, inipung mempengruhi soliditas nasional Mesir
Pertanda lain dari dominasi akumulasi  modal yang berat sebelah,  adalah sistim land reform Mesir, yang diprakarsai oleh kaum militer muda seperti Gamal Abdul Nasser, kok bukan Ikhwanul Muslimin, meskipun Ikhwanul Musdlimin hanya ikut mendukung reform ini.
Mengenai pembatasan kepemilikan tanah pertanian yang semula th 1953 – 200 feddan dan sisanya akan dijual pada petani yang tidak punya tanah dengan mencicil pada Pemerintah, sekarang jadi 50 feddan saja, apa ini tidak menimbulkan gejolak pada golongan tuan tanah untuk melawan kaum yang memulai land reform - kelas  militer modern. Prsiden Hosni Mubarak didemo diturunkan paksa sesudah 30  tahun berkuasa, sebagaimana umumnya rezim militer, dia sengat berani menikmati KKN.  Hanya sebentar diganti dengan Presiden terpilih Muhamad Mosi, yang langsung di coup d’etat oleh kaum muliter. Ikhwanul Muslimin dibubarkan dan assetnya disita.
Apakah dengan ketidak cocokan antara Ikhanul Muslimin dengan keum Militer yang muncul dipermukaan sekarang ini dengan meng – coup de’etat dan mengadili Presiden Mohamad Morsi dengan dakwaan korupsi yang clise, menyita asset, membubarkan Ikhwanul Muslimin dengan alasan clise dicurigai sebagai simpatisan kelompok terrorist. Memperkuat dukungan Amerika terhadap rezim ini, dan untuk sementara pemerintahan ini bisa bernafas dikucuri duit kredit untuk mengimport pangan, yang kaum Ikhwanul Muslimin pun harus dapat mengatasi kekurangan produksi dalam negeri di bidang pangan ini bila mereka berkuasa.
Sebaliknya tindakan kaum militer sejauh ini nampak mendapat perlawanan hanya  di kota-kota saja sedikit mengikut sertakan kaum fellahin.
Ada ke-engganan dan penyesalan  dari kaum  tuan tanah maupun fellahin  produsen kapas, tebu/gula dan lain komoditas export terhadap monopoly pemerintah untuk membeli dengan harga yang ditetapkan, yang maksudnya selisih harga  ini untuk masuk ke pendapatan Negara.  Hal ini merambat ke komoditas staple food dari kaum fellahin karena  input pertanian yang dikuasai oleh Negara harus dibayar menurut harga pasar ( menurut konjuncture harga minyak mentah) sedangkan ongkos produksinya   makin tidak seimbang  dengan harga pembelian  Pemerintah.( google –  kata kunci Pressing economical problem in Egypt)
Ini kita di Indonesia sudah hafal dengan pengalaman kita di Bimas/ Inmas  petani tetap miskin modal pertanian, boro-boro mengakumulasinya, wong infra strukturnya saja sisa penjajahan dulu  karena korupsi dari dua sisi secara besar besaran dan sistemik. Penyediaan input disubsidi dan harga output petanian distabilkan oleh campur tangan Pemerintah Orde Baru. Bulog selalu mengadakan operasi pasar dimana disatu wilayah lagi panen ( artinya menjual beras murah), akibatnya petani terpaksa menjual pada tengkulak kroni Bulog dengan harga gabah yang sudah  anjlog, masih kembali ongkos saja sudah untung wong pupuk dan pestisida disubsidi  Dan Bulog membeli dari tengkulak gabah yang kroni Dolog dengan harga yang ditetapkan (lebih tinggi).  Input pertanianpn di mark up  mulai dari pembelian Pemerintaah dari Produsen pupuk KCl dan Supeerfosfat dan pestisida sampai  harga  distribusi dari tangan tengkulak yang menjadi kaya raya, sedangkan dari distributor Pemerintah (PT Pertani) sudah habis, dijual cash ke tengkulak.
Toh masa Orde Baru masih ada semangat swasembada pangan,  kredit untuk membeli input pertanian, sedikit saja tersedia uang untuk import pangan dalam keadaan emergensi  artinya Menterinya ditegur bila pangan harus import. Dengan membandingkan produksi dengan target swasemdada. Sedangkan setelah reformasi produksi pangan amburadul.
Presiden berfikir selama jabatannya import selalu didukung oleh kredit dari Amerika, ditukar dengan consesi tambang apa   saja sayangnya  menteri pendukungnya lebih suka menikmati kredit gampang ini, malas bekerja. Di Daerah, oleh Otonomi Daerah Penggede masyarakat contohnya Atut dan Bintih, Bupati Buol Amran  Batalipu dari Sulawesi Tengah lebih suka pada investor tebu, investor kebun kelapa sawit, tambang terbuka batubara  yang jelas memberi gratifikasi miliaran daripada membagun pertanian beserta  petani setempat atau transmigrasi membuka tanah petanian baru, yang tidak memberi apa apa selain menganggu mereka dengan persoalan permukiman baru,  yang bikin pusing. Toh Si Akil Jahanam wasit sabun Pemilu di tangan mereka ( tidak sekarang, entah nanti).

Mesir kini sangat rentan untuk menjadi Negara yang bangkrut, karena neraca pembayaran yang sangat berat ke keniscayaan import bahan pokok pangan, karena kegagalan mengendalikan jumlah penduduk selama puluhan dasa warsa. Meskipun selama itu produksi pertanian dan infra structure juga meningkat. Akhirnya siapapun yang berkuasa akan menghadapi kesulitan yang luar biasa untuk memberi makan penduduknya.
Kedepan nanti bila di Indonesia Perkebunan Tebu, Perkebunan Kelapa Sawit, tanah sawah modern yang diberikan kepada sebangsa Sugar Group, sebangsa  Sawit group, sheik dari Arab, sebangsa Hartati Murdaya Poo, yang orientasinya mengisi pasar Dunia dengan bioethanol dan biodiesel.
               Apakah hasil pertanian pangan dapat mencukupi jumlah penduduk yang tumbuh 2% setahun, sedangkan lahan sawah makin susut di pulau Jawa, tidak ada upaya membangun gantinya di luar Jawa (sama sama Sudrun antara Bupati dan Menteri akan saling mendukung, menjual konsesi tanah untuk investor besar yang memberi gratifikasi miliaran) dan tidak menyertakan petani yang sudah berdesakan di pulau jawa  lahan sawah berkurang sicara pasti ratusan ribu hectare setiap tahun mnjadi hunian dan pabrik,, sampai Menterinya yang sudrun kehilangan “road map” untuk mengetahui luas tanaman kedele tahun yang lalu hingga mendadak harga naik dua kali lipat. Siapapun Presiden nya pasti mohon mohon kredit untuk membeli pangan.
               Kelompok sudrun yang mengendarai Islam, akan putar haluan kalau bisa, medukung Amerika dan mencederai ukhuwah Islamiah, sambil mengobar kobarkan nafsu pribadi jadi  Kapitalis kalau bisa.  Menjadi titisan Raja Farouk, Sayangnya bangsa Palestina kok dengan semena mena diusir dari tanah airnya, tanahnya  hanya untuk orang Yahudi Israel, ini memaksa sudrun harus barpura pura  berseberangan dengan Amerika, suh sulitnya*)
             

Kamis, 09 Januari 2014

WAYANG KULIT/WAYANG PURWO MEMPUNYAI SEJARAH PERKEMBANGAN YANG PANJANG


Adanya  wayang kulit sebenarnya merupakan  dari kesinambungan upaya panjang untuk menancapkan Hiduisme di rakyat Jawa. Upaya ini perlu sebab Hinduisme adalah suatu jalan hidup bagi seluruh masyarakat. Maka diciptakan satu peragkat pelajaran moral untuk rakyat banyak yang mudah dicerna yaitu Epos Bharatayudha dan epos Ramayana.  Sebagai diletahui umat Hindu menganggap Kitab Mahabharata adalah Wedda yang kelima, dan Ramayana adalah cerita suci yaitu kisahnya titisan Bhatara Wishnu memberantas kejahatan dari  kaum yaksa.
Di India sendiri semacam wayang yang dirupakan layar bergambar telah dipakai dalam dakwah dan upacara mereka. Jadi cara memakai gambar besar yang merupakan layar bisa ditonton orang banyak untuk memberi ilustrasi cerita cerita yang ada dalam kitab  Ramayana maupun Mahabharata. Perkembangan dari layar bergambar  ini menjadi layar bergambar dan  dtambah boneka jadi tiga dimensi, kemudian oleh kesulitan memberi penerangan lampu yang  cukup terang, gambar dihapuskan, diganti boneka yang tangannya bisa digerakkan dan layar yang butih temaram pada waktu malam.  Ternyata boneka dua dimensi dengan lampu minyak besar yang ada  bisa menimbulkan gambar hitam putih yang berubah-ubah bentuk bayangannya, merupakan hal yang menarik untuk ditonton..
Metoda bercerita dengan bantuan peragaan layar bergambar maupun boneka tiga dimensi maupun dua dimensi meluas keseluruh kebudayaan  China dan Asia Tenggara.
Para penyiar Agama Islam mengembangkan pertunjukan wayang dengan lakon dari Mahabharata dan Ramayana untuk kepentingan syi’ar Agama Islam dengan sedikit perubahan alur cerita. Pantheon Trimurti dalam Hinduisme kurang cocok dengan konsep Islam yang Monotheis, sehingga  lalu mengubah Syiwa sebagai Bhatara Guru yang mempunyai alur silsilah dan Dewa Brahma dan Dewa Wishnu menjadi putra Bhatara Guru, dengan konsep satu Raja dari para Dewa akan memudahkan konsep keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dari  ajaran agama Samawi. Ini sebuah cara yang cerdas karena masyarakat dari berbagai macam suku bangsa di dunia umumnya sulit menerima monotheisme, yang banyak diterima oleh orang di dunia ini adalah konsep trinity, trimurty, atau pasti sedikitnya ada 3 tokoh perwujudan yang disembah. Entah itu tiga dijadikan satu dijadikan tiga, yang penting ada konsep sekutu di Ketuhanan mereka itu.

 Untungnya para ulama Islam terdahulu telah memberikan paham kepada masyarakat Jawa bahwa Tuhan itu Satu ya Satu-satunya, Tunggal, tidak ada anaknya, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, sosok Nya tidak dapat dicapai oleh panca indera manusia, karena Dia lah Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri, Maha Pencipta, Berbeda dengan makhluk, tidak pernah menyerupai makhluk apapun juga.

Perubahan konsep dasar ini dibuat setelah Islam  hadir di Tanah Jawa.

Sesudah falsafah epos Mahabharata  disesuaikan dengan sistim Pantheon satu Mahadewa, kemudian Raja  Dewa ini diberi ginealogy, Shiwa diubah menjadi Bhatara Guru yang merajai Dewa Dewa, konsep Trimurty jadi pudar, karena diatas Batara Guru rajanya para Dewa masih ada Dewa tertinggi lagi. Sang Hyang Wenang, semua Dewa yang menurunkan Bhatara Guru tetap ada karena mereka tidak bisa mati.

Didunia-arcapadha atau madyapadha dalam wayang kulit ditambahkan Dewa lagi sekeluarga yang urutannya lebih tua dari Mahadewa / Bhatara Guru  raja juga bapak para Dewa  yaitu Semar sekeluarga  anak anak dewa Ismoyo atau Semar atau Lurah Bodronoyo yang tertua  Gareng, Petruk dan Bagong  paling muda. Semar dan anak anaknya ditugaskan untuk membimbing dan mengawal serta melayani Ksatria muda atau Ksatria sapa saja yang sedang melaksanakan tugas dari Dewata. Dewa yang menjadi manusia pelayan para Ksatria inilah yang menjadi favorit penonton wajang purwo/wayang kulit dengan banyolannya lawakan yang disertai tarian (wayang kulit) dan nyanyian ( Dalang) terutama dimengerti oleh anak anak, dengan lawakan slap sticknya
Waktu pertunjukan semalam suntuk ini dibagi dalam tiga bagian besar dari jam tujuh sore sampai jam dua belas malam waktunya anak anak dengan perang kembang ( perang tanding antara Ksatria yang lagi berangkat bertugas melawan para makhluk manusia liar ( perintis  kroni dari balatenrara Raja Seberang  -baik berupa raksasa maupun berupa jin syaitan yeng menghalang halangi jalan) Disini ada pelajaran mengenai bedanya budaya bermasyakat yang teratur berhadapan degan budaya hidup bermasyarakat yang acak acakan makanya mereka dijuluki  kurang ajar. Dalam Perang Kembang, selalu dilakonkan dengan perang tanding seorang lawan seorang – karena Dalang tidak mungkin melakukan perkelahian wayang lebih dari sepasang kan tangannya hanya dua, bagian Ksatria sebelah kanan dan bagian lawannya yang kurang ajar sebelah kiri layar. Pihak kiri biasanya badannya besar dimainkan oleh Dalang  berkelahi dengan berguling guling, melempar batu batuan. Sedangkan Ksatria mengakhiri perang tanding dengan panah yang ampuh/ atau keris milik yaksa yang menghalangi jalan.
Jam duabalas malam sampai jam tetenga tiga adalah waktunya orang dewasa dimana dalang menyindir, menghibur dan member harapas kepada penonton yang sudah dewasa.Dalang biasanya melewatkan waktu ini dengan memainkan wawancara antara Pandita dan Semar, atau antara Prabhu Kresna dan Ksatria Pandawa atau Ksatria mana saja yang akan menunaikan kewajiban.
Jam setengah tiga pagi hingga menjelang subuh waktunya memenangkan yang benar dan mengalahkan yang salah dengan peperangan tanding satu lawan satu dan senjata pamungkas. Dengan wanti-wanti senjata pamungkas ini hanya dipergunakan bila  lawan  seimbang, bila tidak Dewata akan murka dan memberikan kutukan.
Mengenai nada gamelan yang ditabuh, pada sure hari menjelang hingga menjelang tengan malam akan benada “pelog” artinya bernada rendah, tsetelah tengah malam dengan pertanda dari Dalang akan ditabuh gamelan bernada tinggi nada “Sledro” pertanda ini dinyatakan dengan “suluk” yaitu monolog Dalang dengan menyanyika syair namanya “suluk”.
Salah satu suluk, yaitu “suluk  Manyuro”  yang artinya burung merak,  untuk berganti nada lebih tinggi disajikan dalam bahasa Jawa Kuno, yang menggambarkan istana Pesanggrahan raja Hastina yang terletak ditepi hutan tutupan khusus bagi Raja berburu :
Wus bang rahina,  - Ufuk timur sudah memerah
Hayang Aruna kadhi netraning ogha rapuh – matahari merah seperti mata  sakit
Sabdaning kokila ring kanigara, saketer wuwusing winipanca, - bunyi burung  berkasih kasihan di pepohonan, bagai seruling lagi mendendangkan cinta
Papetoking ayam wana , panguwuhing mrak ring pagagan- kotekan ayam hutan memanggil anak, bunyi merak melengking di huma.
Bramara ngabareng kusumo ring parahasyan arum. – watunya Lebah gung membangunkan  bunga di kamar yang harum.
Bagi sastrawan yang mengerti bahasa Jawa Kuno,  bila syair ini didendangkan Dalang yang suaranya bagus dengan nada tinggi  disertai biola Hindu (Rebab) untuk mengambil nadanya,  akan sangat romantis. *)
Lanjutnya akan disajikan pembuatan wayang kulit.                       

Jumat, 03 Januari 2014

WAYANG PURWA ATAU WAYANG KULIT TELAH MENYUMBANGKAN FUNGSINYA UNTUK MENGERAKKAN HARKAT JIWA ORANG JAWA


Di tulisan ini saya sengaja meletakkan subjek ”wayang purwa atau wayang kulit” sebagai perangkat budaya Jawa yang telah berhasil mendasari cetak biru dari idealisme jiwa orang Jawa, jaitu cetak biru ksatria yang wutuh dan membenci kadholiman pada umumnya.    Bagaimana tidak ? 
Selama Dunia bergolak menjelang Perang Dunia ke II, Pendudukan bala Tentara Dai Nippon selan tiga tahun disambung dengan Perang Kemerdekaan selama lima tahun, masyarakat Jawa dair Banten Sampai Banyuwangi toh tetep menjalaini rutinitas kehidupan sehari hari yang menyangkut kegiatan jasmani dan kegiatan rokhani mengalami penindasan perang dengan kekurangan. Tapi masyarakat Jawa selama pendudukan terntara Dai Nippon dan perang kemerdekaan di pelosok  desa desa di pulau Jawa masih ada hiburan perhelatan khitan, perhelatan temanten, ada hari Kemerdekaan 17 Agustus yang sering dirayakan dengan pagelaran wayang kulit dengan dalang  Dalang dari lain  yang ternama dari Kabupaten lain, ada waranggono dari jauh yang tersiar dari mulut ke mulut, menghibur rakyat sekitanya terutama anak anak dari kurcaci sampai pemuda ABG.
Setiap ada tanggapan wayang kulit lakon apa saja baik siang maupun malam, tabuhan gamelan pasti terdengar sampai jauh menyeberang beberapa  hamparan sawah yang luas dan kita sebagai anak laki laki kurcaci antara umur 6 – 15 tanun tanpa ada yang bisa menahan selalu berbondong bondong menuju ke desa dimana suara itu berasal. Pulang sesudah pertunjukan selesai bisa sampai besuk subuh, yang kami bawa pulang adalah bau badan yang khas, bisa tercium dari jarak yang jauh, keringan hasil dari berdesakan duduk di seputar layar atau di belakang Penabuh gamelan ada yang sambil tekantuk kantuk dan mulutnya mengilar ada yang duduk berhimpitan sambil melongo. Ini yang membuat simbok simbok kita, nenek-nenek kita selalu marah-marah. Karena pertunjukan wayang kulit ini  multi demensi, menambah kesenangan anak-anak menyajikan banyolan dan perng tanding antara bangsa raksasa/daitya melawan ksatria favoritnya anak-anak sampai memberikan wawasan pada hal gaib dan hukum Yang Maha Kuasa yang selalu merunuti bersama kehidupan  manusia.
Saking dalamnya contoh perkelahian seorang lawan seorang di pedalangan mereka tidak pernah ada yang tawuran kayak sekarang.
Pada kurun  waktu sepuh tahun mulai perang Pasifik hingga perang Kemerdekaaan hampir tidak ada hiburan umum. Rakyat kecil butuh disentuh semangat dan harapannya untuk gigih bertahan melewati segala kesengsaraan akibat konflik fisik yang sampai satu generasi. Alhamdulillah para dalang pada waktu yang kritis itu seperti tradisinya  “infallible” tanggap. Bimbingan para Pemimpin terutama Bung Karno dikumandangkan sampai ke pelosok desa menyegarkan harapan rakyat kecil yang sudah sangat berkorban. Para Dalang memang biasanya peka dan meraba tanpa salah apa yang dihati pendengarnya memberikan hiburan bathin dengan harapan harapan sebagai harapan para Pandawa akan memenangkan Bharata Judha. Makannya lolos sensor dari Kenpeitai Balatentara Dai Nippon yang sangat ketat.
Lain halnya dengan luka parah jiwa penduduk pedesaan, mereka yang teriris-iris karena tulang punggungnya secara fisik dibinasakan sebagai penerima Land Reform - sesudah UUPA no 5 tahun 1960 dilaksanakan.
Kapan pada saat itu lebih dari satu juta hectare tanah Pabrik Gula di redistribusi kepada tani gogol ( buruh tani Pabrik gula) yang dahulu tergabung dalam BTI yang  diterngarai sebagai onderbow dari PKI,  bertabrakan dengan kepentingan petani papan atas yang telah secara tekun de facto menjadi boss tanah tebu yang berpengairan sangat baik ini, untuk menanam padi. Mereka jaman itu tergabung dalam PNI Osa. Usep,  Anshor/Banser dari NU dan Masyumi.
Konflik horizontal yang merupakan pembantaian mirip “the killing field”  ini lantas diabaikan, dihilangkan jejaknya hingga sekarang,  akibatnya  para Dalang yang sudah terbeli oleh Orde Baru di samping takut  dibawah arahan Babinsa dan Koramil, mereka jadi menumpulkan diri dan abai terhadap kagelapan yang meliputi jiwa keluarga para petani jang mendapat bagian tanah.  Kebanyakan dirampas kembali oleh pengelola sebelumnya, sehingga kelompok besar petani  meskipun mereka adalah pengggemar wayang kulit, hanya beli kaset Ki Nartosabdo yang tetap pada pakem, paling paling mengeritik tata bahasa para Dalang pada umumnya,  netral dari propaganda politik Orde Baru kala itu.
Hampir semua para Dalang menjadi tumpul tidak peka terhadap kegelapan jiwa sebagian besar petani di Jawa tengah dan Jawa Timur. Daerah ini secara Nasional mewakili empat puluh persen wilayah berbengairan teknis yang ditanamai padi. Jumlan buruh tani pabrik gula ini meliputi hampir 70 persen petani tanpa tanah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Akibat dari jaman Orde Baru wayang kulit jadi konsumsinya orang yang sangat kaya, pajabat executive tingkat Bupati keatas,sehingga mendapatkan kucuran dana untuk pemperbaharui sama sekali tekhnik pentas dengan puluhan waranggono ( penyanyi puttri) pintar untuk menari dan menyanyi lagu Jawa moderen “campur sari” yang sangat nge “pop” sehingga mencapai tingkat yang sangat entertaining, dan sangat mahal.
Sebaliknya di desa-desa Jawa Tengah dan Jawa Timur, keturunsan 70 % petani gogol/ buruh tani pabrik gula mengalami metamorphosis, jadi TKI, jadi penghuni kota kota tukang bakso, tukang soto mie, sangat resilient dan adaptive,  juga WTS dari segala kelas dan pemulung telah melupakan wayang kulit sama sekali. Walaupun di kampung kampung perkotaan jam jam tertentu bila ada Stasion TV menayangkan serial dari India “Mahabharat” menjadi sepi pada nonton didekat TV, sayang mereka sudah terputus dari “adhi luhung”nya seni yang telah menjadi seni Keraton, semenjak zaman Wali wali Islam yang menciptakannya untuk dakwah, digelar untuk umum.  Para Dalang mengalami lupa diri meninggalkan infallibilitas menanggapi  kegelisahan dan derita rakyat yang mendalam karena  peristwa yang sangat mengguncangkan di tahun 1965. Walaupun tokoh-tokoh sejalan dengan Gus Dur almarhum dkk dalam NU, sudah menandai keharusan adanya rekonsilisasi Nasional tapi masih mendapati sikap keras kepala dari golongan  pelaku peristiwa 1965 yang lain yang masih hidup. Ini semua memang adalah konsekuensi politik dunia dua kutub di masa lalu, di masa datang jangan ada lagi bunuh-bunuhan gara-gara politik, seperti halnya di Suriah sekarang.
Selain itu wayang kulit sudah tidak jadi sumber pelurusan jiwa massa petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur, mati karena tercerabut dari akarnya, yaitu “infallibility” menanggapi kegelisahan  penghuni pedesaan.
Ini yang para Budayawan dan Akhli Komunikasi sangat menyayangkan, karena mereka belum sempat menciptakan perangkat komunikasi massal yang sekomplit wayangg kulit/wayamg golek.(*)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More