Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

INDONESIA PUSAKA TANAH AIR KITA

Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi nan Jaya, Indonesia tempatku mengabdikan ilmuku, tempat berlindung di hari Tua, Sampai akhir menutup mata

This is default featured post 2 title

My Family, keluargaku bersama mengarungi samudra kehidupan

This is default featured post 3 title

Bersama cucu di Bogor, santai dulu refreshing mind

This is default featured post 4 title

Olah raga Yoga baik untuk mind body and soul

This is default featured post 5 title

Tanah Air Kita Bangsa Indonesia yang hidup di khatulistiwa ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus senantiasa kita lestarikan

This is default featured post 3 title

Cucu-cucuku, menantu-menantu dan anakku yang ragil

This is default featured post 3 title

Jenis tanaman apa saja bisa membuat mata, hati dan pikiran kita sejuk

Rabu, 24 September 2014

KEMENTERIAN KESEHATAN MASYARAKAT TIDAK PERLU DIPIMPIN OLEH SEORANG DOKTER

KEMENTERIAN KESEHATAN MASYARAKAT TIDAK PERLU DIPIMPIN OLEH SEORANG DOKTER.

Lho kok ? Iya,  ini menyangkut kesehatan menyeluruh penduduk suatu  Negara, Jadi  Harus tidak dipimpin oleh seorang professional salah satu komponen dari  Usaha  Maha Raksasa  Idustri  Pharmasi Dunia- dan ruma Sakit , seorang Dokter.  Ya sebabnya akan jelas nampak.
Kesehatan seluruh masyarakat suatu Negara tidak hanya harus dinyatakan dengan angka  terbesar dari statistic, tapi harus  juga dicerminkan oleh kesehatan masing masing anggauta masyarakat, tidak ada kecualian, sebab mereka juga manusia.  Itu adalah idealism pokok yang mendasari  existensi  dari satu Kenenterian Kesehatan. Yang memiliki idelisme semacam ini adalah seorang humanis yang idealis.  Tidak heran bila di India seorang Mother Theresa bukanlan seorang Dokter,  Henry Dunant dari perang  Sofferno di Italia sekarang diakui sebagai Bapak Pelang Merah seluruh Dunia bukanlah seorang Dokter, Florence Nihgtingale, the Angel with a lamp di perang Krim juga bukan seorang dokter, tapi gadis bangsawan Inggris dengan Hati. yang meromkak seluruh sistim palang merah korban perang yang sudah tidak berdaya.
Ilmu Kedokteran mengajarkan metoda memadamkan epidemi, bahkan pandemi, tidak berarti harus menolong tanpa diminta oleh penderita, tanpa diminta oleh msyarakat. Baru sekarang ada Dokter tanpa batas Negara, tanpa diminta datang atas initiatve sendiri..
Sampai pada saat ini, bedanya dengan Rumah Sakit biasa, di RSJ  pasien boleh merokok, mngkin bisa membantu  menenangkannya. Penyakit infeksi sudah hampir semua bisa ditangani, penyekit fungsi fungsi jaringan ( fisiologi)  hampir semua bisa ditangani dengan keberhasilan yang semakin baik. Tapi menurut harkatnya bahwa  faal manusia terdiri dari  jaringan sel sel  dan Jiwa, disisi  hal ihwal mengenai pengobatan penyakit jiwa ini masih sangat ketinggalan hingga saat ini.
Diyakini bahwa jiwa sama sekali tidak mempunyai keberadaan konsep yang sama  dengan rokh. Jiwa masih bisa sakit, sedangkan rokh sama sekali tidak bisa sakit. Banyak sekali kesaksian bahwa ilmu kedokterean tidak mempunyai konsep  baru mengenai penyakit jiwa sejak  dua ratus tahun yang lalu  hingga sekarang. Hanya ada konfirmasi bahwa penyakit jiwa ini seperti penyakit faal yang lain juga ada hubungannya dengan factor genetic,  kombinasi DNA yang mana belum ada kejelasan yang pasti.
 Yang jelas, semakin berat keadaan ekonomi dalan arti ketimpangan sosial suatu masyarakan semakin banyak jumlah penderita penyakit jiwa, jadi bukan sekedar kemiskinan saja dari suatu masyarakat, tapi ketidak berdayaan  sebagian individu   yang menekan jiwa seseorang tertetu sehingga sedemikian rupa, membuat sistim informasi dan reaksi pikiran di otak menjadi rusak, terutama informasi mengenai hubungan individu terhadap masyarakat, angan angan terhadap kenyataan dalam masyarakat.
Bila demikian, penyakit jiwa bisa digolongkan sebagai penyakit masyarakat ?
Nampaknya demikian. Di masyarakat kita sekarang penderita penyakit jiwa bertambah banyak, terbukti setiap Kabupaten di Jawa, ada puluhan Pondok Pesantren  Islam yang mengobati penyakit jiwa, juga dari golongan masyarakat yang lain,  dengan metoda pengobatan yang berbeda beda malah  mengabaikan  obat standard ilmu Kedokteran ya ada, wong  KASIFIKASINYA PENYAKIT JIWA SAJA TIDAK TAHU, APA LAGI JENIS OBAT UNTUK MASING MASING PENYAKIT JIWA. MEREKA DARI SISI PARANORMAL.  TIDAK MEMPUNYAI STANDARD SAMA dengan ilamu kedokteran dan tidak sama satu sama lain, Gukum danNegara sungkan terhadap mereka. malah gampang fiajak kerja sama.
Mereka semua mengaku sudah puluhan hingga ribuan penderita yang dirawat  datang pergi, banyak diantaranya yang sudah tidak kembali, institusi kemasyarakatan ini DIAKUI KEBERADAANNYA  oleh Pemerintah  Daerah nyaris tanpa syarat dan pengawasan.  
rDan bila mengaku pasien yang tidak kembali itu sudah sembuh. Tidak jarang ada institusi kemasyarakatan yang menampung orang gila yang sudah tebuang dari masyarakat, jadi seandainya hilangpun masyarakat sudah sangat bersyukur, kota sudah bersih dari orang terlantar.  
Jadi institusi sosial kemasyarakatan Penampung  orang  gila terlantar ini  dengan dukungan media dan wartawan bayaran mempoles jadi berkilau  gambarnya di media, demi  untuk memperoleh  dana APBD ?. 
Membantu menampung dan menyembuhkan orang  gila tanpa ada suara apa apa dari keluarga karena memang terlantar, entah sesudah ada pemeriksaan  mereka dilepas kembali di Kabupaten lain, ya Allahualam. Sedang dana APBD/APBN dibagi bagi antara mereka, dengan amannya.
Apa antisipasi dunia kedokteran ?
Dunia Kedokteran mengantisipasi panyakit ini ya seperti penyakit lainnya, dicari fungsi faal yang mana yang mengalami gangguan, makanya semua golongan penyakit ini dimasukkan dalam penyakit “syaraf dan jiwa”, belum ada beberapa decade yang lalu kafedra  penyakit jiwa ini dipisahkan dari  kafedra penyakit syaraf, jadi mandiri kafedra Penyakit Jiwa.
Obat pharmaceutical yang digunakan hampir semua golongan penenang syaraf pusat, anti depressant dan lain sebangsanya.. Ini mengenai ilmu pengobatannya.
Mengenai Penanganan  yang bersifat Institusional bagaimana ?
Ya sepeti penanganan penyakit yang lain, dengan “Rumah Sakit Jiwa” seperti rumah sakit yang lain skala penanganan berdasarkan beaya yang diberikan oleh Negara dan/atau masyarakat waras. Kena apa begitu sebab oenyakit jiwa dianggap oleh Ilmu Kedokteran adalah penyakit faal biasa. Lahan  praktek dunia Kedokteran  yang kapitalistik. Bukan penyakit sosial akibat ketimpangan kesempatan di Masyarakat. Jadi bukan urusan para Dokter dan perusahaan raksasa pharmasi, tapi sebenarnya urusan Masyarakat yang dibebankan pada Negara, sebagai institusi Masyarakat yang mengurus  masyarakat  secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan keuntngannya sendiri.
Sebenarnya ini juga sudah diakui oleh Pemerintah,  oleh Departemen Kesehatan  bukan demi menampung penyakit social tapi menampung penyakit biasa.   Lha Departemen Sosial di Negara Berkembang, tidak pernah menerima alokasi dana cukup buat menangani penyakit social jenis penyakit jiwa ini , malah data penedidikqan yag sudqh banyak ditukangi, termasuk  DPR kita jang masih  rendah penalarannya)  DALAM KURUNG INI LELUCON YANG ITDAK LUCU BAHKAN  MENYEDIHKAN BAGI KELUARGA PENDERITA SAKIT  JIWA,  SI SAKIT TIDAK SEDIH WONG SUDAH GILA,  TAPI BISA DISIKSA SAMPAI MATI WONG DITANGANI OLEH MEREKA YANG TIDAK AKHLI, DAN   SIAPA YANG PROTES ? .

Marilah kita berfikir, KementrerianSosial tidak harus dipimpin oleh orang yang terinspirasi pada Agama thok. Alangkah baiknya bila Menteri Sosial mbak Khofifah, berniat menukar posisinya atas bantuan suara anda di kotak pemilihan  rakyat Peropinsi jawa Timur, bila beliau berniat menukar posisi jadi Guperur Jawa Timur sebulan lagi. Sang Embak sudah tidak didukung oleh PKB Muhimin.

Karena posisi Gupernur adalah inisiator dan membidangi pemakaian APBN/APBD, apakah penanganan Penyakit Masyarakat akan menjadi tambah bermutu ? Karea KKN juga penyakit masyarakat, semacam  mania masal yang suka bersidang berjama'ah ditempat yang sangat terhormat PDRD? Yang akibatnya menyusahkan orang banyak ?

Ini perlu ketegasan anda untuk melaksanakan check and balance tingkah polah para Bupati Camat dan Lurah, yang sebagian besar mengincar incar dana  Pemerintah uutuk kesejahteraan, kesehatan dan kelayakan kehidupan masyarakat,  sangat gampang ditungangi karena wujudnya abstrak. Apalagi anggauta DPRDnya masih gaya yang takterhormat kayak Rusafak Rous dkk, yang sekarang mau nyalon lagi, karena sudah keluar dari penjara, ?



Senin, 01 September 2014

ECOLOGY TANAMAN TROPIKA

ECOLOGY TANAMAN TROPIKA

Ecology adalah ilmu yang mempelajari lingkungan hidup.  Adanya teknik bercocok tanam yang  baku sebagian besar tanaman budidya kita karena  kebutuhan para Manager Perkabunan Jaman Penjajahan Balanda  untuk meng-exploitasi tanah perkebunan  sebaik mungkin  supaya mandapat hasil yang  optimal. 
Sayangnya   para pakar ilmu Pertanian yang pertama  ada  untuk menanganinya adalah  orang yang terbiasa dengan Ekology wilayah empat musim,  jadi banyak asumsi yang terikut  secara tdak sengaja, bahwa tanaman tropik berasal dari Ekology yang lain dari tempat mereka.  Misalnya hutan sub tropic dan sub arctic Mempunyai kecenderungan  yang sama yaitu tumbuhan yang hidup  dihutan alam ini hanya sejenis, dengan semak dibawahnya yang hanya beberapa jenis tumbuhan saja.  
Disabuk tropic  dataran rendah basah selalu hutan campuran dari ribuan species tumbuhan, tumuh berdesak desakan selama ada sinar matahari. Keserakahan ekonomi penjajahan  mendiktekan “cultuurtechniek” ( bahasa Belanda)  penanaman secara  monocultuur – lahan hanya dipenuhi tanaman sejenis, karena sesuai dengan azas ekonomi:  Buat apa menghabiskan  pupuk, pestisida dan tenaga untuk tumbuhan lain yang tidak menjadi tujuan produksi ? Setelah ratusan tahun sibuk  ber-asumsi bahwa monocultrure ini wajar di  ekologi kita, wongh padi kita jagung kita baatas kita ya gitu, .mulailah kita berpikir, mungkin  tanaman tropis memang membutuhkan multi-culture untuk memenuhi kebutuhan ecosystimnya dan akan menjadikan  cyclus hidup tanaman pokok yang dibudidayakan menjadi lebih baik, syukur syukur bila campuran tanaman yang lain adalah tanaman yang pantas dibudidayakan karena nilai ekonominya mungkin belum di-integrasikan dengan upaya agro-industri .  OK, bila kejauhan, ya kebutuhan  pangan segera,  sementara disekitar konsentrasi penduduk – kebutuhan pangan harian, misalnya  pucuk pucuk dedaunan  nyaris tidak terpenuhi.untuk kebutuhan setempat.
Harapannya  membuat orang ternggugah mempelajari  gejala ini dengan ikut memikir, kemudian checking dilapangan dengan mengadakan inventarisasi, apa yang bisa dikerjakan dalam jangka pendek dan penelitian dalam jangka panjang kedepan. Meng-exploitasi lahan pertanian secara multiculture, malah kita sudah punya istilah sendiri yaitu “tumpang sari” dan “tmpang gilir”, upaya ini bukan saja harusnya lebih efektip dari monoculture tapi lebih mendukung ecology yang  dibutuhkan oleh tanaman tropis. Karena hama bisa terkendali oleh predators yang memerlukan multi cultuur untuk  ekosytemya, jadi bagaimanapun hama tidak meraja lela.
Lho lah sekarang ditengah kemarau ini cari kenikir (Cosmos  caudatus – sebaiknya dicari di google dengan kata kunci “kenikir” saja – di Indonesia banyak informasi  dan tanaman ini jadi perhatian untuk dimakan, karena kandungan antioksidan dan vitamin yang unik  ikut menetralkan  bahan bahan  additive ( yang dalam jangka panjang  mengganggu kesehatah tubuh)  bila kemarau  begini  sulit didapat, apa lagi bagi bakul pecel, terpaksa menjual pecel dengan sayur dari rebusan daun tua tua yang dijual di pasar. Celakanya juga daun singkong tua – kecuali liat/alot, juga  mestinya singkong ini diharapkan hasil  umbi akarya, bila tanaman singkong  diambil daun-nya tua maupun muda umbinya jadi tidak bermutu,  tidak karuan,  ngganyong monyong keras berserat, tidak empuk,  jadi  konsumen kita yang rugi dua kali, daunnya tua, liat, umbinya jalek mutunya Apa kita perlu import dari Thailand ?
Lha kita ini sekaran lagi mengalami krisis kurang sayur yang berkualitas baik dalam musim kemarau. Mbok dicoba disambungkan kacang tunggak ( Vigna unguiculata ) dengan turi ( Sesbania gandiflora), keduanya bisa disayu, tapi turi daharapkan lebih tahan kering karena pohonnya besar asumsinya perakarannya lebih baik, sedangkan kacang tunggak  parakarannya lebih pendek  untuk mencari air  dimusin kemarau.
Ide nya sama, mencari  penerapan multi cultur dengan tanaman jangka pendek , yang menghasilkan uang cepat,  umpama sayur yang berkualitas bagus sebagai tanaman sela dimusim kemarau yang tidak perlu bersaing mendapatkan air dengan tanaman pokok. Konon sayur lembayung harus dipetik pucuknya ( seperti sayur kita yang lain) tapi pucuk kacang tunggak ini harus berkali kali pucuk pucuknya dipetik, sebab baru baik untuk dimakan bila sudah tumbuh dari tunas yang tumbuh kembali sesudah dipetik yang  ketiga kali, petikan pertama dan petikan kedua pucuk pucuk ini kasar tidak enak dimakan.
Juga daun ketela rambat ( dari familia Convolvulaceae ), satu familia dengan dia, ada semak di tempat tempat yang basah, batangnya berdiameter 1-2 cm, daun tunggal setelapak tangan berbentuk hati, bunga terompet besar diameter 10 cm atau lebih, berwarna ungu pucat nama setempatnya “krangkongan”  konon  bisa disambungkan dengan batang ketela rambat, teknik  menyambungkan atau occulasinya penulis tidak tahu,  tapi bila sedikit tua batang ini sudah berlubang di tengahnya. Taknik menyambungkan tanaman yang umum ya sama saja,  jaringan yang bersangkutan harus komplit ploem maupu xylem,  harus meristematis artinya ada cambium yang aktip, harus rata air bidang kontaknya, ( sel sel yang teriris harus  bersih),   harus tebebat erat tanpa digeser geser,  dan harus basah tapi streril.  Lho kok pindah topic menyambung  tanaman gimana ??
Maksudnya kan membuat lahan tumpang  sari  dengan suyur dedaunan yang dipanen   pucuk pucuknya, jadi asumsinya perakaran  tanaman ini harus kuat sehingga mudah mencari air, lebih cepat bila disambungkan dengan  sebangsanya dari satu familia yang mempunya perakaran kuat, dan afinitas batang atas terhadap batang bawahnya baik., gitu, dari pada mengharapkan hasil seleksi  yang konvensional, kan lama.  Baru kita bisa menganjurkan untuk mengisi lahan dengan tanaman sela sayuran yang bisa berproduksi  panen cepat, karena diambil pucuknya saja.

Tidak heran,  pencatatan yang secara berkesinambungan sudah dijalankan ratusan tahun terhadap tanaman Kopi  Tembakau dan Teh, kemudian baru tanaman perkebunan yang lain lain. Tidak heran bahwa baru setelah Indonesia Merdeka     diadakan penelitian tanaman pangan, belum tentu  menurut  dasar ekologi tropic basah. 
Banyak pemikiran yag bisa disumbangkan untuk percobaan menemukan kembali teknik pertanian yang didasari ekologi  hutan tropic basah. Dimana sebagian besar tanaman budi daya kita  masih berbentuk dari tumbuhan liar, yang tentu saja mempunyai kebutuhan ekologis yang sama, yaitu multi kultur. Dan ini pun dosa menteri kehutanan yang bukan akhlinya tapi dari Partai sudrun seperti pesakitan KPK Yamkoyamda, yang tega menjual hutan primer di pulau pulau sebelum kta tahu apa isinya nungkin calon tanaman busdidaya?

Kita telah memberi tanaman- naungan khusus untuk tanaman kopi kita dengan lamtoro (Leuceana sp) yang telah diubah jadi tanaman tidak berbiji, cepat tumbuh L19 dean L21  yang sudah diciptakan sebelum Perang Dunia II,  tapi kasus yang sama terjadi pada tanaman jeruk  siem dan jeruk pomelo (jeruk bali) kita,  tidak pernah dianjurkan memberi  tanaman naungan dan tidak pernah diteliti kebutuhan penyinaran sesuai dengan siclus pembuahannya. Karena tanaman ini posturnya relatip   pendek dari tanaman hutan yang lain jadi pasti  bentuk liarnya dihutan bila masih ada,  masih dibawah naungan pohon hutan yang lebih tinggi.  Taunya  hanya  di iklim kita. jeruk yang berasal dari hutan kita selalu kena penyakit virus CPVD ( Citrus  Phloem  Vein  Degeneration desease). Sehingga di situasi tropis ini kita harus balapan menyambungkan jaringan yang belum terinfeksi  ke  batang bawah bibit kita dan melindunginya dari vektor virus CPVD hama pengisap Diaphorina citri  selama hidupnya. Ini mah bukan jalan keluar yang  benar dan normal.
Kesimpulannya petanilah yang harus mencari sendiri  cara tropis untuk berbudidaya tanaman tropis, Yang nenek moyangnya masih hidup liar dihutan hutan kita mumpung belum digunduli semua, dengan meneliti plasma nuftah yang tertinggal. ( sayang  kok  harus Petani sendiri,  mencukupi kebutuhannya saja masih sulit, karena kahan yang terlalu kecil)
 Oleh karena sekolah Pertanian tidak laku, Sarjana Pertanian harus bekerja mandiri (bukannya tidak bisa, tapi membutuhkan modal yang besar sekali, karena harus terintegrasi dengan  konsentrasi hnnian dan  pemrosesan pangan,  yang tiada seorangpun  yang mempunyai kemauan politik  untuk ini,  tidak Pemerintah  apalagi  Perbankan, mereka tidak terjangkau ). Mentri dan Bupati  yang sudrun lebih memilih para investor besar /calo untuk memberikan lahan pertaniannya, yang jutaan hektar,  gitu saja trus lahan itu jadi bankable, kalok ditangani si Raja Tega  (yang sedih apa apa tidak boleh- trus nyuap bupati Buol 7,3 milliard ke Bupati Amran Sudrun Batalipu baru jadi raja hutan), seperti  yang terjadi pada bekas lapangan Terbang Kemayoran- 33 Ha ditengah Ibu Kota*)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More