Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Jumat, 08 September 2017

PERKARA KEDELAI DI INDONESIA

\

PERKARA  KEDELAI,  (Glycina soya ) DI INDONESIA.

Artikel ini terlalu sederhana, baik penyusunannya maupun materinya yang bisa disajikan, bila dibandingkan dengan judulnya untuk membuat essay  mengenai budidaya kedelai di Indonesia, karea hingga sekarang, seleksionis kita, agroteknik kita belum mendapatkan sesuatu, demi bisa ditawarkan  untuk memenuhi kebutuhan Nasional kita yang sangat bahyak,  secara kuantitative antara satu juta sampai satu setengah juta ton pertahun, kekurangan ini merambat naik sejak  ¼ pertama usia  kemerdekaan republik ini, hingga kita menapaki usia kemerdekaan 72 tahun.  Tanpa bisa diatasi, dengan  tanaman swasembada.  Apalagi secara qualitative, kualitas rasa ini  hanya  muncul belum sampai satu decade samapi sekarang. Sampai segitu parahnya memburuk, sangat pelan tapi pasti.  Karena tidak disadari dari semula. Sebab pengrajin makanan dari bahan kedelai selalu mencampur bahan baku kedelai dengan ampas tahu atau bungkil kelapa, atau rebusan jagung, peosentase nya naik makin lama makin banyak. Akhirnya ganti kedelai amerikana yang bisa lebih murah karena hasil panennya besar.

Tentu saja, kita tidak bisa berdalih soal adaptasi tanaman budidaya ini, kerena sudah dibudidayakan di Nusantara dan Asia Tenggara pada umumnya,  sejak puluhan abad yang lalu menyertai  perpindahan bangsa bangsa, dari daratan china ke selatan, bersama kebudayaan yang dibawanya, yaitu kegunaan kedelai sebagai bahan pokok makanan  setua batatas, dan jams (bangsanya talas talasan), sorghum,  kacang tanah  mendampingi  beras.  Sudah dikenal olahannya,  dengan fermentasi,  diambil minyaknya, kecambahnya,  juga rebusan dari biji masih dalam kotak buah dan rangkaian buahnya.  Sudah diterima bahwa asal bentuk liar dari kedelai adalah dataran rendah  Manchuria, China, Jepang  dan Korea di wilayah sub tropic basah.  Sudah lama diterima bahwa tingkat jumlah panen diwilayah barunya,  Asia tropik basah   menyamai tingkat produktivitas tempat asal muasal kedelai dibudidayakan, dari bentuk liarnya. Termasuk kualitas yaitu rasanya.
Rasa bahan makanan  dari kedelai,  berubah, terdeteksi bukan sekaligus, tapi bertahap menurut  lokasi, dimana  jumlah ragam makanan dari kedelai dan tingkat  daya beli penduduk setempat, karena produk jadinya sudah banyak dicampur dengan lain bahan makanan yang lebih murah supaya tetap terbeli. 
Misalnya tempe, setelah rebusan biji kedelai yang seharusnya bersih dari  biji rusak  oleh hama,  tumbuh tidak sempurna, ditiriskan dan dipakai sebagai media basah dari jamur Aspergillus niger, maka  hamparan, atau bungkusan media ini dengan dedaunan ( bisa daun pisang bisa daun waru atau daun yang lebar asal tidak mengubah warna dan rasa),  sekarang malah kantung plastic terang. Maka bugkusan media rebusan biji kedelai ini, bila ditaruh di tempat yang hangat dan gelap, akan menyatu  secara terikat padat oleh benang benang micelium cendawan yang di inokulasali-kan secara murni dengan merata dalam bungkusan lembab  itu. selang sehari semalam, jadilah  tempe. 
TEMPE inilah satu satunnya makanan dari jamur yang dikonsumsi sekalian dengan medianya. Kalok wine kan diminum ?
Tentu saja media rebusan biji kedelai yang dipakai sangat menentukaan rasa dari rempe tersebut. Seperti juga pembuatan minuman wine di wilayah tumbuhnya buah anggur ( Vitis vinivera), menghasikan macam macan cita rasa dan aroma wine, dari kualitas buahnya, bahkan buket dari varietas varietas yang sengaja diramu. 
Lain dengan tempe, yang dihubungkan dengan makanan pribumi "bangsa tempe", inlander di jaman Hindia Belanda, toh orang jawa sudah mengenal  “gurih” nya tempe, dan kelanjutan proses fementasi Aspergillus niger ini menjadi “tempe bosok” satu substansi bumbu sayur lodeh, sayur bobor,  dan macam macam sayur hasil cuisine local jawa, yang aromanya menyengat. Begitu juga brine (larutan garam) kedelai ini bila di fermentasikan jadi tauco yang terkenal untuk makan lumpia tapi bukan asli makanan orang setempat, jadi rasa bukan spesialis mereka. Kacualai di daerah dimana sampai sekarang masih jadi kerajinan rakyat di Cianjur, Jawa barat.
 Sayangnya dinegara kepulauan ini sedikit banyak akan menimbulkan  terisolasinya penikmat tempe, menjadi wilayah jawa Tengah dan Jawa Timur saja, dan suku Jawa thok, Karena tempe adalah bekal hidup mereka dari lahir sampai mati.  Merekalah orang yang tau rasanya tempe.
Dari olahan bijian kedelai,  yang lebih meluas di  dijadikan hidangan sehari hari  di Nusantara ini adalah tahu. Orang Ingris menamakan soybean curd, orang Jepang dan China menamakan tofu.
Tanpa ada yang protes sekarang semua tahu rasanya tidak enak, kecuali  di perbelanjaan kalangan menengah atas di supermarket tofu import dari jepang, sedangkan dari pembuatan local saya lihat di Semplak Bogor, tahu Yun Yi yang pemasarannya sangat terbatas,  dibuat dari jenis kedelai local yang harganya sampai 17500 per lk ½ kg. orang inggris bilang rasanya lebih creamy, kita bilang lebih berasa tahu, gurih.
Hanya satu jawaban dari kiamatnya tempe, tahu dan kecap manis ini, kedelai yang digunakan sebagai bahan dasar adalah kedelai verietas Americana, yang bijinya besar besar, nyaris dua kali lipat kedelai local berwarna putih kekuningan pucat. Kan petani lebih suka menanam kedelai jenis ini kerena yang di import dari Brazilia dan Amereika Serikat juga dari jenis yang sama. Panennya bisa 1 ton samapi 1,5 ton per Ha, nyaris dua kali lipat jenis local.  Sedang harga bibit dan beaya keseluruhan sama dengan jenis local.
Tanpa upaya mengembalikan “rasa”  tempe, tahu, tauco, dari jenis kedelai local, ketiga jenis makanan ini akan kiamat. Benih kedelai tidak dapat disimpan lama, dalam enan bulan daya tumbuhnya sangat menurun, tidak dapat dipakai sebagai benih.
Tandanya, sudah dicoba oleh Multi Nasional Company, membeli merek kecap manis local, yang dipasarkan luas merupakan kecap papan atas, cap salah satu burung rawa. Diproduksi dan dipasarkan oleh si MNC dengan resep tiruannya sendiri menggunakan bahan dari R&D nya, semua sintetis buatan pabrik, ya sebagian dari gulanya, ya aromanya, ya kekentalannya,ya warnanya, plus banyak MSG (mono sodium glutamate/vitsin). Ternyata masih laris. Malah secara pasti ditiru oleh merek lain, bisa lebih banyak mendatangkan keuntungan berkat BPOM, masih belum sadar akan beda rasa produk pabrik ini.  Akibatnya produk kecap manis   resep local kiamat. Yang ada sudah lain rasanya,  dengan rasa pabrik, bukan rasa bumbu alami, kecuali garam.   Satu merek yang  masih berasa kecap manis tradisional dari Kediri, harganya sebotol lk 250 cc RP 24.000,- cap sawi yang saya  tau dari dulu sudah ada.
Tanpa campur tangan dari para ahli culiner, yang mnghormati kreasi kakek moyangnya, tanpa campur tangan dari petani yang masih mau menanan kedelai local hasil seleksi dari Balai Penelitian yang sudah susah payah merelease cultivar kedelai local atau crossing  dengan cultivar Amerikana yang rasanya tidak enak, dengan rasa local, tanpa campur tangan dari pemerintah untuk mempertahankan rasa makanan local dengan kedelai rasa local untuk syarat direlease kepada petani kalaupun ada.  Sebab rasa ini bisa dicampurkan segara fisik, bukan secara genetik saja, jadi dengan bugitu, kedelai local masih bisa survive,  perangsang  harga premiumnya saja supaya setara dengan kedelai cultivar Amerikan.  Bila tidak makanan hasil dari seni kulinari local bisa  kiamat. Perlu asosiasi perajin kecap manis, tempe dan tahu bergiat mempertahankan domainnya. Perlu kaum menengah yang peduli, sebelum terlambat, benih lokal lenyap dari muka bumi.

Soalnya seleksionis Amerika menciptakan cultivar  kedelai mereka yang mendominasi hamparan penanaman kedelai seluruh dunia,  maksud sebenernya kedelai cultivar jenis ini, untuk digiling dijadikan produk industri pakan ternak, babi, ajam,  perikanan,  obat dan makanan dengan rasa sangat beragam buatan pabrik, minyak goreng dan margarine. Lha kita langsung jadi makanan kita sendiri, bahkan sesudah di fermetasi saja media kedelainya  ya kita makan  jadi tempe. rasa ya masih penting, lagi pula  supaya anak cucu mau makan di rumah, tempe ini bebas MSG ndak seperti bakso yang dagingnya sering di oplos dan digemari anak anak, sedangkan kedelai, seperti kita tau, adalah sumber protein yang jenis serta pebandingan asam amino esensialya sejajar dengan daging, halal lagi.
Supaya khazanah rasanya menyerupai khazanah rasa dari wine, ikut dirasakan dinikmati orang sedunia.  Kalok kita miskin ndak perlu segala rasa, pokoknya  telen,  kenyang,  ya sayang kita bakal tetep miskin dan malah jadi zombie *)

 

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More