Segala yang hidup akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan, bagitu juga masyarakat manusia. Masyarakat manusia hidup, menyertai kehidupan manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial.
Sudah jelas selama sejarahnya yang panjang, Primata yang tidak berbulu ini, dan dengan pertumbuhan akalnya yang luar biasa, menciptakan pengertian yang tidak alami yaitu “hak milik perorangan” dikaitkan dengan hak “mempertahankan hidup” yang sakral, kemudian menjadi alasan untuk “individualisme” yang berlebihan dan menggelikan.
Individualisme mengadakan akal-akalan yang dipertahankan terus-menerus kekuasaannya terhadap masyarakatnya sehingga sekarang, untuk mengalahkan kepentingan masyarakat, menyertakan Tuhan dan dan Dewa-Dewa dengan dalil yang tidak terbantahkan, bahwa Beliau telah menciptakan manusia tidak sama.
Mereka lupa bahwa ajaran terakhir yang diturunkan lewat Utusan Pamungkas Allah dengan Wahyu Illahi, menganjurkan manusia untuk berikrar dengan sungguh-sungguh bahwa Manusia berbuat apapun hanya atas Nama Allah yang maha Pemurah dan Pengasih, Ikrar ini berlaku untuk seluruh ummat manusia, demi mengimbangi kenyataan bahwa manusia diciptakan-Nya tidak sama, dengan alasan yang merupakan Rahasia-Nya, yang manusia tidak akan mengerti secara jelas.
Anehnya secara keseluruhan, dalam kurun waktu yang sangat panjang berkat daya pikir dan kecenderungan mengikuti panggilan hati nurani manusia selalu mendambakan kehidupan yang lebih baik, lebih aman, lebih adil lebih menjamin kedamaian dsb. Sehingga perbuatan yang mementingkan diri sendiri bagaimanapun disamarkan dan ditutup-tutupi akan terasa mengganjal.
DiturunkanNya Wahyu Allah kepada UtusanNya yang terkhir, sekitar seribu enam ratus tahun yang lalu, lewat ajaran Islam khusus kepada seluruh umat manusia lewat masyarakat Arab padang pasir yang jahiliyahnya sudah kebangetan, diharapkan ada hasilnya memperbaiki akhlaq manusia. Ternyata sampai sekarang itu masih merupakan perjuangan yang makin berat. Sebab si kini malah dilengkapi dengan kemudahan harta benda berupa minyak bumi yang melimpah, sangat dibutuhkan oleh masyarakat modern. Egoisme Pemimpinnya, Egoisme Rakyatnya malah mencelakakan mereka seperti di Irak, terhadap yang tidak cocok dengan Saddam Husain, kemudian terhadap para pengikutnya Saddam Husain, Libya terhadap yang menentang Khaddafi, dan kemudian terhadap pengikutnya Khaddafi, membalas dengan perlakuan yang sama begitu pula di lain Negara Arab, jauh dari rahman dan rakhim.
Begitu juga disini, Sang bekas Pentolan Mahasiswa Islam, berhasil jadi Pentolan Partai, berhasil mengantongi uang trilyunan rupian dari hasil main sulap, tidak menunjukkan ikrarnya menjadi manusia rakhman dan rakhim sama sekali, kalau keturutan manusia macam ini juga akan menjadi Saddam Husain, akan menjadi Khaddafi yang tetap egois meskipun digelimangi rizki Allah secara luar biasa.
Apa lagi pentolah Yayasan Pendidikan Islam di Pantura yang luar biasa akalnya mengumpulkan dana, merayu artis dan actress untuk mengusung dia sebagai Pemimpin Spiritual mereka, merogoh koceknya sedalam- dalamnya untuk sang Pembimbing, akhirnya kena perkara yang memalukan dengan sesama teman “seperjuangan” nya, soal memalsu tanda tangan. Sama sekali tidak menunjukkan track record yang rakhman dan rakhim terhadap sesama manusia.
Mereka yang cenderung untuk memenangkan kepentingan individu, menafsirkan Demokrasi dengan penafsiran bahwa seseorang jadi kurang beruntung dan seseorang jadi lebih beruntung adalah kehendak Tuhan, bahwa dia jadi Raja adalah kehendak Tuhan yang memberkahi keturunannya anak cucunya berturut turut adalah kehendakNya.
Hukum Alam menyeimbangkan dengan aliran pengertian lain, masyarakat bebas dari tipuan ini, yaitu dengan masyarakat Demokratis, yang mengetengahkan kepentingan umum, dengan mengadakan perwakilan rakyat. Bahkan menciptakan dalil baru, “suara rakyat adalah suara Tuhan” .
Tapi akhirnya perwakilan ini terpisahkan dari akarnya yaitu rakyat, berkat sistim kekuasaan birokrasi dan management yang memandang bulu, sehingga watak berbelit belitnya ndak nampak oleh atasannya, ndak nampak oleh wakil rakyat yang berbulu indah dan lebat, kan Pegawai Penjaga Loket Pelayanan ini memandang bulu, trus mau apa ?
Sedangkan rakyat hanya disuguhi semboyan jargon bahwa demokrasi adalah kebebasan bagi rakyat secara menyeluruh untuk mengejar cara hidup yang dikehendaki dengan batasan tidak melanggar”hukum”.
Dapat diduga bahwa dengan sendirinya, satu set hukum yang benar benar baik hanya dibuat oleh para legislator dari masyarakat yang benar benar sudah dewasa, artinya sudah mengenal hati nuraninya sendiri dan teguh berpegang pada prinsip itu, rahman dan rakhim terhadap sesama hidup.
Sedangkan Partai politik meneguhkan hati nurani kader kadernya itu dengan Ideology.-lha di negeri kita ini Partai yang ber-ideology sekarang tidak ada.
Malah tokoh yang ber-ideology pun tidak ada.
Bila satu Partai menawarkan Demokrasi sebagai ideology, sangat berbahaya apabila partai tersebut malah lebih memilih kader-kader yang berwatak egois seperti suka bohong karena tidak tertangkap tangan dalam melakukan kolusi korupsi dan nepotismenya, dari pada mengetengahkan kader-kader yang berikrar untuk hidup rahman dan rakhim, terbaca pada track record riwayat hidupnya, tentu lain……. hukum yang diciptakan, ini sangat penting demi melindungi rakyat dari tirani hukum.
Selebihnya untuk rakyat biasa, Demokrasi diartikan bebas untuk mengejar apa saja yang seseorang senangi demi kebahagiaannya, semampu dia, bila dia tetap miskin dan bodoh itu tanggung jawabnya sendiri.
Masyarakat yang sudah dewasa, tahu benar bahwa kebahagiaan apapun yang dikejar perlu sarana yaitu kemudahan yang diberikan oleh masyarakat dengan hukum yang melindungi, dari monopoly terhadap keperluan esensial kehidupan orang banyak, yaitu pangan sandang dan papan kemudian ditambahkan dengan kesehatan dan pendidikan. Dengan sendirinya yang dinamakan papan itu ya tempat berlindung di hari tua, dilengkapi dengan sanitasi dan transportasi yang memadai, yang dinamakan pangan itu ya pangan yang dilindungi dai racun jangka panjang maupun jangka pendek dilindungi dari monopoli kapitalistis, dilindungi produsennya dari kabangkrutan, beaya untuk semua ini harus dipikul oleh masyarakat, oleh pendapatan negara, tidak ada debat kusir lagi.
Ini semua sudah terekam dalam ikrar hidup rakhman dan rakhim, atas nama Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih.
Kebanyakan masyarakat demokrasi, sandang pangan dan papan, kemudian kesehatah dan pendidikan merupakan komoditas yang dipersaingkan, dan persaingan ini penuh rakayasa dengan kekuasaan, malah dibenarkan oleh azas demokrasi menurut pengertian mereka.
Demokrasi pada masyarakat yang sudah matang artinya sudah berkembang dewasa, harus berarti bahwa rakyat banyak dijamin untuk mendapatkan hajat hidup esensialnya seperti pangan sandang dan papan, juga jaminan kesehatan dan pendidikan artinya masyarakat harus mampu menciptakan hukum dan implementasinya untuk menjamin terselenggaranya itu semua.
Bahkan Negara kecil seperti Kabupaten Kabupaten yang neggunakan otonominya malah berulah menghianatinya, seperti menghianati UUD 45 pasal 33. tanpa akibat apa apa. Malah si pengkhinat ini dapat applause dan banyak pengikutnya, karena uang yang disebarnya, tentu saja lebih banyak yang untuk sendiri dan keluarganya.
Karena rakyat belum paham terhadap kekuatan Undang Undang Dasar.
Rupanya sejak Orde Baru, Undang undang Dasar hanya sebagai buah bibir saja.
Beruntunglah wakilnya, tidak perlu mempertanggung jawabkan implementasinya.
Ini tugas Partai Partai untuk menjunjung pelaksanaannya dari setiap produk legislasi.
Bukan bebas kayak pengertian mereka, untuk berbohong dan merekayasa korupsi bertahan di wilayah- wilayah yang hukum belum menjangkaunya, seperti “pembuktian terbalik” dan “nepotisme”.
Sayang sekali, banyak kecoa yang menokohkan diri duduk di Perwakilan Republik dengan memberikan “dana” yang super besar hasil manipulasinya, kepada Partai dan langsung kepada rakyat yang menengadahkan tangannya, yang masih dangkal kesadarannya mengenai legislasi yang lemah keberpihakannya kepada rakyat, umpama mengenai izin pertambangan dan perkebunan, disertai dengan hak hak kapitalistik hak exorbitant yang membiarkan mereka yang punya uang menjadi Raja, merugikan orang banyak.
Begitu memuakkan dan bodoh, ketika kelompok ini yang memenangkan pilihan rakyat dengan cara di atas. Berkomplot dengan Partai manapun untuk mengulur-ulur waktu guna tidak memfasilitasi Komisi yang Memberantas Korupsi, malah jadi merengek dan merajuk, minta kekuasaannya untuk tetap dihormati oleh Rakyat, tidak usah mengumpulkan “saweran” khusus, sehingga sabotasenya, …………. unjuk giginya,……….gertakannya,……. bisa menaklukkan Lembaga ini berhasil, karena mereka bilang rakyat melanggar hukum dengan memfasilitasi calon taklukan ini.
Kalau urat malunya sudah putus, ini pagar makan tanaman …lawan terus. (*)