Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Minggu, 25 November 2012

Renungan, Mengapa kok di Arab-kan ?


Orang Arab memang orang yang terpilih oleh Allah untuk di -Islam –kan oleh Allah sendiri dengan perantaraan Rasul Allah yang dipilih oleh Allah di antara Bangsa Arab sendiri,  yang mengalami sendiri betapa jahiliahnya bangsa itu di masa itu, betapa istimewa jahatnya dari sebagian besar bangsa itu, di masa itu sekitar tahun 400 M.,

Lha, supaya yang sudah Islam bisa mengajari yang lain selama mungkin, agar tidak kena stroke atau cardiovascular deseases (wong makanannya daging kambing dan lemak kambing) pada jantung, mereka harus pada saatnya persis, wajib melakukan ibadah sholat dengan ruku’ dan sujud 17 kali sehari (dibagi dalan lima waktu, yang persis sampai menit), yang lebih jelas lagi, sehabis menjalankan kewajiban berpuasa satu bulan penuh.

Setiap habis berbuka dengan makan besar (banyak daging dan lemak kambing, mereka harus menjalani sholat tarawih 23  roka’at, yang artinya 23 kali suku’ dan sujud’ supaya segala pembuluh darah dan jantung menjadi elasstis dan gerakan Sholat sangat baik untuk pembuluh darah, supaya elastis, dan menghapus plak. Terbukti menurut Google, Kementrian Kesehatan Kerajaan Saudi Arabia membuat satu penelitian dengan methode mutakhir, bahwa kematian karena stroke dan jantung di Kerajaan itu jauh lebih sedikit prosentasenya dari negeri maju lainnya. (kata kunci: The Kingdom of Saudi Arabia, Department of Public health, cardiovcascular, cerebrovascular disorders).

Satu lagi berdasarkan pengamatan saya bahwa dalam Islam, wanita hamil tua masih diwajibkan untuk tidak meninggalkan ibadah wajib yaitu sholat, sampai hampir melahirkan sekalipun, tetap wajib Sholat 5 waktu. Saya terus berpikir, mengapa ?
                      
Ternyata ketemu jawabannya, yakni upaya ini adalah Allah mempersiapkan generasi baru -kebetulan kaum Arab- yang pertama kali menjalankan ibadah Sholat 5 waktu, ini semua agar manusia  siap diajari menjadi lebih cerdas lagi. Akan saya jelaskan bahwa ada hubungannya antara Ibu hamil dan ibadah Sholat 5 waktu serta khasiat Sholat yang dilakukan sang Ibu pada jabang bayi yang dikandungnya.
 Semua artikel di google lebih mengulas  keuntungan sang ibu yang hamil tua bila tetap menjalankan sholat, ini adalah satu hal yang penting. Karena  bagi janin yang sudah berusia delapan bulan keatas, dia sudah sanggup menerima rangsangan suara ibu dan ayahnya, bola matanya sudah bisa dibuka, otaknya berkembang pesat.(sumber : artikel -artikel tentang kesehatan manusia).
 Jadi ternyata saat Sholat ini telah dipertimbangkan oleh Allah SWT bahwa kepala bayi yang masih lunak tulangnya (untuk bisa keluar dari voremen obturatum)  kelunakan ini meneruskan rangsang tekanan ringan  dari gerakan sholat, maka saya berpikir apa tidak mungkin bahwa rangsangan ini bagi otak janin yang berkembang pesat untuk lebih mempersiapkan sang otak janin untuk jadi lebih berkapasitas ?

Pengalaman saya, setiap saya bila bertemu dengan ibu yang menggendong jabang bayinya yang masih merah, saya perlukan untuk tanya,  "Bu waktu hamil tua lebih dari 8 bulan apakah Ibu masih sholat apa enggak ?". Jawabannya bisa beragam, biasanya di pedalaman pulau Jawa jawabnya "tidak". Bagi sejumlah Ibu yang  menjawab tidak Shalat saat hamil, ternyata saya amati  jabang bayinya yang masih beberapa minggu belum bisa bereaksi terhadap rupa/ wajah. Syaraf matanya masih belum sempurna, pandangannya masih kabur. Ini mirip seperti bayi mamalia yang lain (kondisi reaksi mata bayi) sepanjang pengetahuan saya yang belajar ilmu science biology sejak  tahun 1958.

Tapi di pesisir Jawa, pertanyaan yang sama sang ibu menjawab : “Oh Iya tentu pak saya masih Shalat 5 waktu bahkan sampai hamil tua, kan wajib,” jawab sejumlah ibu. Karena secara kehidupan sehari-hari di pesisir Jawa, Islam sudah jadi tradisi sehari-hari maka  saya tak heran ketika sang ibu tetap sholat 5 waktu.

Nah, dari rahim Ibu yang tekun menjalankan ibadah Sholat 5 waktu ini kebanyakan oroknya/ bayinya sudah mampu bereaksi terhadap rupa saya (wajah saya) dengan menggerakkan bola matanya mengikuti muka saya, malah kadang tertawa. Subhanallah. Menakjubkan sekali gerakan Sholat 5 waktu ini bagi Ibu hamil, dan bagi perkembangan yang luar biasa bagi sang jabang bayinya.

Maka saya berpikir lagi, apakah ini bukan upaya Alloh SWT supaya bangsa Arab (dan Manusia lain) ini menjadi pintar dan panjang umur  untuk  satu tujuan dakwah, bukan untuk yang lain ?

Pembaca yang budiman, saya tidak mengada-ada, pekerjaan saya sebagai Agronomist Perusahaan Pestisida, memerlukan kerja saya sehari-hari keliling dari desa ke desa diseluruh Jawa, bahkan seluruh Sulawesi dan sebagian Sumatera. Dan ada produk yang cocok untuk sayuran pegunungan, ada yang cocok untuk mengendalikan hama tambak berupa keong Trisipan di pesisir, semua harus dipromosikan oleh saya. Maka jadilah separuh umur saya ini keliling pelosok desa Indonesia. Saat itulah saya banyak bertemu dengan para warga.

Jadi segala ajaran Islam ini pada hakekatnya pada mulanya adalah pertama-tama sebelum sampai kepada seluruh ummat manusia adalah  harapannya supaya orang Arab yang sudah beriman dan bertakwa kepada Allah dan Rasulnya (pada kurun waktu itu) bisa mengembangkan  pelajaran dari Allah ini yang sudah dipastikan untuk yang terkhir kalinya. Sudah itu ya biar langit ambleg tidak ada Utusan lagi. Sebagai scientist dan telah meneliti banyak evidence, baik literatur-literatur sejarah ummat manusia, saya mengimani benar bahwa Muhammad SAW adalah Utusan (messenger) Allah yang terakhir.

Maka dari pertamanya tidak ada tanda-tanda bahwa bangsa Arab akan memonopoli untuk melanjutkan mengajari Agama Islam, seperti ajararan kaumnya Nabi yang lain. Bangsa Arab sangat bijaksana dengan menyebarkan Islam secara inklusive, secara egaliter, berpegang bahwa Islam adalah Rahmatan Lil Alamin. Ali bin Abi Thalib dari suku bangsa lain menjadi menantu Nabi Muhammad SAW, cukup jelas untuk dibuat patokan dalan setap Hadist yang shahih.

Rasulullah Muhammad SAW sebagai Khalifah atau Presiden, tidak menunjuk penerusnya dari keturunannya sendiri kayak para Feodal. Penggantiya dipilih diantara para sahabat oleh mereka sendiri. Sangat demokratis, saya mengimani hal ini.

Namun dalam perjalanan kepemimpinan bangsa Arab selanjutnya, seusai Khulafaur Rasyidin selesai memerintah, apa boleh buat di zaman itu membutuhkan Pentolan Masyarakat yang sama nafsunya dengan Masyarakat seputar Timur Tengah. Nafsu Despot. Nafsu feudal.

Janda Nabi, anak dan cucunya terlalu zuhud untuk mengikuti zamannya yang penuh dengan para Despot yang keji. Baik itu para penguasa  di Mesir, Roma, dan Mesopotamia.

Maka dalam sejarah, timbul dantara bangsa Arab Bani Muawiyah yang menjadi penakluk di seputar Jazeera dengan cepat.

Bagi bangsa Arab yang sudah Islam, semua sunnah Islamiah diikuti dengan tekun, tapi pengaruh Feodalisme begitu luar biasa di antara manusia zaman itu, sehingga turun temurun Bani Muawiyah akhirnya menjadi Khalifah kerajaan Islam yang semakin besar dan kuat dalam waktu yang singkat, selain Raja yang terkenal sebagi penguasa yang ideal seperti Harun al Rasyid kemungkinan besar mereka juga memiliki nafsu duniawi penguasa seperti biasanya.

Sejarah membuktikan betapa benarnya pilihan ini, dengan mengorbankan turunan Nabi yang sudah zuhud, kebesaran kerajaan Arab yang Islam dapat dipertahankan beberapa abad. Karena Hukum padang pasir mendiktekan “pertahanan yag paling handal adalah menyerang musuh” sejauh mungkin dari perbatasan (di padang pasir batas alami tidak nyata).

 Bangsa-bangsa sekitar Jazeera yang sudah tinggi kebudayaannya seperti bangsa Parsi dan Mesir, bangsa Kurdi, bangsa Turki, telah mengembangkan pemikiran Islam amat jauh dari sebelumnya seperti belum pernah terjadi.  Hanya perkembangan zamanlah yang membatasi mereka.

Tidak heran sementara sarjana telah membuktikan bawa di pulau Jawa mubaligh Islam yang pertama datang untuk keperluan syi’ar agama Islam adalah orang dari Yunan Negeri China (keterangan sejarah dari Dr Slamet Muyana) di mana alur perjalanan darat di negeri itu aman dan alur pelayaran yang sudah dipakai sejak berabad-abad sebelumnya aman (abad ke11 M), dengan kebudayaannya yang sudah tinggi dari asalnya pula. Singkatnya dengan begitu seluruh Pulau Jawa sudah mengenal dan memeluk agama Islam.

Gelombang kedua, pada abad ke 16 zaman kapan pelayaran dari Hadramaut dari Parsi dan India sudah terbuka aman, datanglah mubaligh dari Jazeera.
Mazhab menjadi penting sekali karena merupakan indikasi dari kebangkitan kekuasaan Islam di Arab, dan Mesir dari suku Semit. Sedangkan  arus mubaligh dari China diganti dengan arus pelarian ekonomi dan perang antar negara, tidak ada hubungannya dengan syi’ar agama Islam, satu degradasi yang tak terelakkan.

Kita di Pulau Jawa terbebas dari segregasi yang menyakitkan antara Hindu dan Islam berkat siasat mubaligh dari Yunan China. Bukan bernasib seperti umat Islam di India yang tak pernah akur berdampingan dengan umat Hindu dan Budha tanpa pertentangan yang berdarah-darah, seperti perpecahan ini telah memecah anak benua India jadi Pakistan dan India.

Kita selamat dari ini semua, berkat kebijaksanaan akulturasi budaya oleh mubaligh yang kita kenal sebagai Wali Sanga, yang amat populis, demokratis, dan mengerti serta paham benar budaya bangsa Indonesia, dakwah dengan akulturasi yang sejuk, sehingga bahkan orang Islam waktu itu tidak menyembelih Sapi  memakan Sapi secara terang-terangan didepan saudaranya yang Hindhu, untuk menunjukkan toleransi bahwa 'torang samua basudara', kita semua di tanah air ini bersaudara. Agama bukanlah untuk musuhan. Agama untuk berdamai satu salam lain (salam). Sejuk-lah ajaran Wali Sanga ini.

Namun dalam pandangan kaum asli Jazeera, jasa mubaligh dari Yunan ini tidak pernah dilihat dari sisi ini, yang terlihat hanya Islam di Pulau Jawa kok tidak seperti Islam di Arab yang dianggap murni secara harfiah/badaniah ?
Ini yang membuat arus mubaligh Islam dari Jazeera heran. Ketika pendakwah asli Jazeera datang pertama kalinya ke Nusantara, mereka memincingkan mata, kok Mesjidnya tidak berbentuk kubah ?, perempuannya terutama di Jawa kok tidak pakai burqah dan cadar ?, lha kok masih cincing jarit di sawah alias terlihat betisnya di sawah ?, lho kok jarang yang mahir bahasa Arab ?,  dan menurut kaum asli Jazeera lagi, lho kok Islam di Nusantara anehnya akur-akur saja dengan kepercayaan lain, kok bisa ya ?Sebenarnya banyak 'lho kok?' yang lainnya di mata mubaligh asli yang baru datang dari Jazeera ini, misalnya, Islam di Jawa lho kok ada unsur budaya Jawanya ?

Mereka asli Jazeera mungkin tidak mendalami secara batiniah pengertian orang Islam Jawa sampai ke pengertian hakikat dan Tasawuf, yang penah dimgerti dari Bhagawath Gita, pernah diajari kasih oleh agama Buddha, lha bangsa padang pasir dari Jazeera ini mana tahu “jerohannya” (isi perut) orang Jawa ? tahunya mungkin orang Jawa ini Islamnya tidak kafah, tidak penuh.
 
Terlebih arus pendakwah asli Jazeera mulai banyak berdatangan ke Nusantara  lagi setelah abad ke 18 akhir, banyak kapal api KPM yang ribuan setiap  tahun, melayari terusan Suez ke Hindia Belanda, baliknya mampir ke pelauhan Jeddah kosong.
Daripada nganggur, maka KPM mengundang orang Arab untuk menjadi penumpang kapal-kapal ini  ke tempat yang lebih subur, dengan bayaran yang tidak murah tentu saja.
Mayoritas penumpang adalah orang dari Jazeera jang mengadu nasib, memperbaiki ekominya,  malah banyak yang buta huruf Arab, mubaligh-nya yang paham benar ilmu kitab suci, satu banding seribu.
Runyamnya lagi dengan pengertian masing-masing, mereka merangkap jadi juru syi’ar agama Islam juga, ya tak heran semua yang tidak seperti di negerinya, terlihat jadi bukan mirip Islam.
Toh selama ratusan tahun masa kekuasaan Hindia Belanda, para pendatang Jazeera ini tidak terganggu apa-apa, hanya beberapa gelintir saja yang masuk pergerakan kemerdekaan, untuk mendukung Nusantara merdeka dari Hindia Belanda, mereka rupanya puas dengan pelayanan Pemerintah Hindia Belanda untuk menumpuk kekayaan pribadi dengan berdagang. Ini sejarah.
Baru keturunan mereka yang ke empat, mereka merasa bahwa harus meng-Jazeera-kan orang
Islam di Jawa, kalau bisa, supaya kemurnian Islam menurut azas Wahabiah ala watak dasar masyarakat Jazeera berkembang, nah itu baru benar, menurut mereka.
Tapi, fenomena inipun biasa saja menurut saya, karena lihat saja Belanda pun membuat kita semua bercelana yang mestinya bersarung  atau berkain batik dan berdestar, Eropanisasi.
Bukan hanya itu, watak yang sudah mendarah daging, tolerant terhadap budaya lain karena kita di persimpangan dunia, ternyata salah menurut paham asli tradisi Jazeera, maka -kalau bisa- harus disatukan dalam Pan Arabisme dimotori kaum keturunan  pedagang yang ngertinya cuma fulus. Ini kadang membuat akulturasi budaya terasa menjadi tidak selaras, tidak seimbang.
Tanpa itupun demi keadilan dan rasa kebersamaan sesama manusia, kita orang asli Nusantara, ini mendukung Palestina Merdeka dari kezaliman Israel, pada zaman terang benderang ini. (*)

(Renungan Saya adalah pikiran saya, tak ada kewajiban apapun dari orang lain untuk memahaminya bahkan mengiyakannya, semuanya sudah tertera dalam sejarah Nusantara, Ir Subagyo)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More