Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

INDONESIA PUSAKA TANAH AIR KITA

Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi nan Jaya, Indonesia tempatku mengabdikan ilmuku, tempat berlindung di hari Tua, Sampai akhir menutup mata

This is default featured post 2 title

My Family, keluargaku bersama mengarungi samudra kehidupan

This is default featured post 3 title

Bersama cucu di Bogor, santai dulu refreshing mind

This is default featured post 4 title

Olah raga Yoga baik untuk mind body and soul

This is default featured post 5 title

Tanah Air Kita Bangsa Indonesia yang hidup di khatulistiwa ini adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus senantiasa kita lestarikan

This is default featured post 3 title

Cucu-cucuku, menantu-menantu dan anakku yang ragil

This is default featured post 3 title

Jenis tanaman apa saja bisa membuat mata, hati dan pikiran kita sejuk

Sabtu, 29 September 2012

ricyled: PENGGUNAAN BURUNG HANTU (Titus alba L) UNTUK MENGENDALIKAN HAMA TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer)


Meskipun saya sudah berhenti berkerja puluhan tahun yang lalu, kawan-kawan baik saya selalu dengan senang hati memberikan informasi mengenai keadaan terkini tentang pengendalian hama.
Yang terakhir saya dengar saudara Cahyo (nomer HP  : 085732732789 ) yang memang rumahnya di Mojokerto, telah check kebenaran berita ini, bahwa di Kecamatan Bangsal di beberapa desa  yakni di kawasan Desa Babatan, Desa Janti, Desa Gempol, Desa Bendungan dll, telah berhasil membuatkan sarang untuk Burung Hantu (Titus alba L) di tengah sawah untuk mengendalikan hama Tikus Sawah (Rattus argentiventer) .
Ada beberapa pasangan Burung Hantu itu di satu sarang (mirip sarang Burung Merpati). Satu sarang bisa mengendalikan kira-kira 10 hektar sawah dengan sangat baik pada saat musim serangan hama Tikus Sawah ini, selebihnya Burung-burung Hantu ini bisa mencari makan sendiri.
Bila musim hama Tikus kembali, pada musim Padi kedua (kemarau) burung ini akan kembali ke sarangnya, yang telah dibuatkan khusus buat mereka.
Malah di lokasi dekat sarang buatan ini petani hanya menyediakan tempat bertengger untuk mengawasi mangsa bagi burung-burung ini, toh tidak ada yang dirugikan.

Sebenarnya di lokasi yang telah ada sarang buatan untuk Burung Hantu, juga mungkin jenis lokal, petani harus menghentikan mengumpan dengan racun Tikus Sawah, sebab  akhirnya dapat membahayakan hidup Burung-burung Hantu yang bekerja untuk petani.
Karena jika petani memakai Burung Hantu dan Racun Tikus secara bersamaan maka, dikhawatirkan racun Tikus yang telah dimakan tikus justru akan ikut pula termakan oleh Burung Hantu yang memangsa Tikus Sawah. Karena kebanyakan racun Tikus adalah zat anti koagulant, maka sisa zat anti koagulant yang tersisa di dalam usus Tikus yang terikut dimangsa Burung- burung ini, akan terakumulasi di dalam tubuh Burung Hantu yang akan ikut membunuh Burung Hantu sahabat petani ini.

Berita ini penting diupayakan supaya ditiru oleh petani lain daerah. Permainan layang-layang yang menyisakan benang-benang ulet dan tajam terentang ditempat tempat di mana sering menjadi tempat lewat terbang Burung-burung Hantu ini, juga harus dihentikan.

Ini adalah suatu berita  baik, karena petani dapat mengatasi hama yang luar biasa cerdik, dengan sangat murah.
Tentu saja harga sepasang Burung Hantu yang masih muda harganya relatif mahal, sebab untuk menunggu pembeli, pasangan  burung  muda ini harus dipiara dalam sangkar, supaya sewaktu waktu bisa dijual, juga harus diberi makan daging karena Burung Hantu adalah karnivora.
Konon seekor Titus alba (Burung Hantu) di perkebunan Kelapa Sawit di Sumatra Utara di mana pemangsa ini sudah lama dikembangkan,  maka seekor Titus alba bisa memangsa 5-6 ekor tikus dalam semalam.(*)
..               

Rabu, 19 September 2012

PHILOSOPHY – ILMU


Segala ilmu bisa dipelajari.
Tugas  “ilmu” adalah membuat  subject matter – pemikiran pada bidang tertentu, jadi mudah :
Mohon pembaca cukup bersabar, ini adalah ilmu Filosophy, atau, pertama kali ada disebut Falsafah dalam bahasa Arab.
Anehnya begitu istilah ini dipakai sebagai judul suatu buku, maka jadi suatu subject yang berbelit-belit  dan membosankan, seolah-olah buku-buku yang berjudul dengan tambahan ….Philosophy….. adalah buku untuk orang-orang yang sudah tua, banyak waktu untuk merenung, ; ketakutan lebih gawat lagi si pelajar bisa jadi gila.

Setahu saya, orang Jawa lebih bijak memberi definisi mengenai Ilmu : Ilmu adalah suatu subject pemikiran yang bila digelar bisa memenuhi Dunia, bila digulung bisa sekecil merica yang dibubut (artinya digosok menjadi bulat benar) kecil sekali.
"Ilmu iku manawa  digelar bisa ngebaki Jagad, lamung rinegem bisa dadi sak mrica binubut". (Bahasa Jawa)

Orang Europa sesudah Renaissance, mulai menghimpun semua pemikiran orang yang terdahulu, yang dihimpun dalam buku Philosophy.
Derajad para iImuwan yang diberikan oleh University, Academia adalah  derajad penguasaan ilmu untuk satu profesi, akhirnya derajad yang tertinggi untuk setiap bidang ilmu adalah Ph.D (Philosophical Doctor), mungkin artinya orang tersebut sudah menguasai cabang ilmu yang bersangkutan, sampai inti sarinya sehingga mampu melengkapi atau menambah sesuatu pengetahuan baru dari bidang ilmunya, suatu yang baru mengenai  alat-alat dan procede, mengenai  pembuktian penafsiran baru, yang berguna bagi perkembangan cabang ilmu yang dipelajarinya dan berguna bagi masyarakat manusia pada umumnya, dan lain perkembangan kegunaan yang menonjol.

Di Dunia Islam sendiri, dari mana sumber pemikiran logis yang mengilhami zaman Renaissance, berkembang juga ilmu-ilmu yang ada, terutama dalam bidang-bidang kesehatan dan kedokteran, arsitektur, astronomy dan matematika, dalam bidang-bidang hukum yang diambil dari petunjuk petunjuk kitab-kitab Agama. Masyarakat manusia ahli agama dimanapun mereka berada juga pasti telah membentuk tataran-tataran penguasaan ilmu seseorang, yang  kita sudah tidak mengenal lagi seluk-beluknya, umpama gelar Maharshi, Empu, Kyai,  Ayatulah atau Hujatul Islam dsb.

Sayangnya ilmu-ilmu yang berkembang di Barat meskipun diilhami oleh perkembangan Islam yang luar biasa, pesatnya, ilmu-ilmu di Barat juga mendapat stimulasi dari revolusi industri yang memuat pemikiran lebih rasional dan sekaligus melipat-gandakan dan menjadikan barang-barang kebutuhan sehari-hari terjangkau oleh umum, barang pakai yang memperbaiki kualitas hidup manusia, terutama mengenai kebendaan, jadi melimpah. Begitulah sehingga perkembangan ilmu-ilmu yang menyangkut pengadaan kebutuhan kebendaan manusia jadi berkembang pesat, sehingga atribut-atribut keilmuan di segala bidang laku keras, dan pasar menyediakan dengan segala jalan.

Di Indonesia sekarang seperti di Amerika dalam segala bidang ilmu ditata, yang terbawah adalah tingkat Diploma (D1, D2, D3), yang menguasai satu bidang  aplikasi dari satu cabang ilmu.
Kemudian Sarjana Strata I (S1),  dalam bekerja berhak mandiri berdasarkan ilmu yang dipelajarinya tanpa pengawasan langsung, merupakan otoritas sebatas cabang ilmu itu sendiri.
Kemudian Sarjana Strata II (S2), diberikan pada sarjana strata dua ini kebebasan memberikan pelajaran pada para profesional di bidang ilmunya, atau mengusai satu cabang bidang ilmu itu  jadi merupakan spesialis, atau Kandidat Doktor (Dr Cand).

Kemudian sarjana strata III (S3), penguasaannya terhadap suatu cabang ilmu, sehingga menemukan sesuatu kemajuan baru di bidangnya, strata III ini setara dengan Philosophycal Doctor (Ph.D).

Di Indonesia begitu banyak manfaatnya Ph.D ini, seperti juga Computer, ada yang Computer “jangkrik”, nah atribut Ph.D ini juga ada yang “jangkrik” loh, ini ndak bohong, coba tengok kawan di sekitar anda.

Di negara Uni Sovyet dulu diadakan derajad Akademic di atasnya sarjana strata III, derajad akademik itu diperuntukkan bagi mereka yang diangggap berjasa di bidang ilmunya, dan diberi hak untuk ikut menentukan arah penelitian, diangkat jadi Anggauta Akademi Ilmu Pengetahuan, yang bisa mengerahkan beaya dan tenaga besar milik masyarakat.

 Seorang Ph.D seharusnya sudah mampu melihat keseluruhan structure kelemahan dan kekuatan pemikiran di bidangnya sehingga mampu membimbing colega-nya yang akan mencapai derajad Philosopical Doktor, mencari celah dan sebagai pengungkit untuk mengangkat satu permasalahan dari satu cabang ilmu dan pengembangkannya sehingga lebih maju setapak. Sebab waktu penelitian yang panjang maka perlu dilanjutkan kapada generasi berikutnya dan organisasi masyarakat yang membiayainya.

Untuk tugas itu, dia memerlukan Philosophy, sehingga dia seolah-olah dapat melihat dengan jelas perspective ke depan cabang ilmu yang ia geluti untuk kegunaannya bagi Manusia. Misal pelestarian Orang Hutan pun untuk kegunaan manusia, misalnya untuk merubah diet species manusia yang lama-kelamaan kok menjadi penyakitan.

Tentu saja suatu penelitian perlu latar belakang “kegunaan”  bagi manusia,  dan alam raya, sesudah itu memang perlu beaya yang besar yang mestinya akan dipikul oleh masyarakat manusia, sebagai penyandang dana.

Banyak diantara ilmuwan yang terikat pada persoalan dana ini.
Bila perkembangan Ilmu juga harus dibebankan pada seseorang, maka dikhawatirkan  semboyan “The might is always right” bisa terjadi.
Untungnya ada petunjuk mengenai Philosophy keberadaan Manusia di alam Raya ini:
Pesan terakhir bagi manusia dari Allah untuk melihat perspective keberadaannya di dunia dilewatkan Malaikat Jibril kepada Utusan Allah, Nabi Muhammad SAW. “Mulailah perbuatanmu di Bhumi ini dengan Mengatas Namakan Allah yang Maha Pemurah  dan Maha Pengasih.” “Bismillahirakhmannirrakhim” 

Selebihnya urusan Dunia sama sekali adalah urusan Manusia, tanggung jawab manusia, mau membuat bom nuclear??? kek boleh, mau menghancurkan Dunia  seisinya ?. . . . . Boleh (kemungkinan ada !).
Akan tetapi segala perbuatan manusia kan harus dilandasi dengan “Bismillahirokhmanirokhim”? membunuhi orang yang tidak berdosa  jutaan orang sekaligus, mendesak species lain hingga punah,  mana rakhmannya mana rakhimnya ?
Sudah begitu tidak merasa salah lagi.
Apa cocok dengan “Falsafah” keberadaan manusia di Bhumi ini ?

Allah sendiri melimpahkan Rakhman dan Rakhimnya ke seluruh Alam, Allah memberi bekal kepada KhalifahNya di Bumi dengan “Bismillahirokhmanirokhim” sebagai falsafah hidupnya.

Pesan Allah kepada Pemerhati Lingkungan hidup apalagi Philosopical Doktor (Ph.D) penelitian di bidang ini, bukan hanya menyangkut beaya masyarakat yang besar.

Tetapi apapun perbuatannya harus cocok dngan ikrarnya saban hari yang terikat erat jadi falsafah hidupnya. Bismillahirokhmanirokhim.
Mau Anthropocentris kek, mau Economy centris kek boleh,
Tapi seandainya pandangan Anthropocentris yang di pakai, untuk mempertahankan keseimbangan alam dengan manusia di alam tropis ini keberadaan hutan di lereng-lereng gunung masih diperlukan untuk sebanyak mungkin adanya penangkapan air hujan yang harus menyerap ke tanah, terperangkap dua lapisan pejal, beberapa ratus meter di bawah  akan jadi sumber dan sendang (mata air) maupun situ (danau), sehingga musim kemarau masih diharapkan ada air untuk pengairan, dan mencegah 'run off 'dari top soil. 

Anthropocentris dalam arti bahwa pertanian sayur-mayur sub-tropik di pegunugan harus diminimalkan, begitu pula lahan hunian yang tidak bersangkutan dengan pemeliharaan hutan, ya hutan itu tempat rekreasi, bukan Park Beton.

Caranya ya ganti jenis sayurannya bukan Kol, Broccoli, Bloem Kol, Bawang Prei, Kentang, Wortel, tapi diganti dengan tanaman Daun Turi, Daun Singkong, Bayam, Daun Kenikir, Daun Mangkokan, Bawang Merah, Batatas rasa kentang. Jadi manusia jadi object perubahan perilaku makan, bertempat tinggal, dan berekreasi, tidak se-enak perutnya sendiri, jadinya ecology hutan lereng gunung jadi lestari, manusia hidup bersama ecosytem yang di sana. (baca tulisan saya tentang egoisme petani pegunungan di http://www.idesubagyo.blogspot.com/2012/12/egoisme-dari-petani-pegunungan.html

Tapi orang berduit yang menanam Apel, yang membayar pembangunan amusement centre, yang membuat resort apa mau ? Mereka akan mengerahkan petani sayur dan petani Apel untuk bertahan, persis kayak petani Tembakau yang dimanipulasi.
Ini gunanya dibekali dengan Bismillahirokmanirokhim. Sebagai “Falsafah hidup”
Kata Pembukaan dari pengertian Ummul Qur’an.

Lah dalam mengelola benda ya pakai “falsafah alam” yang sudah ribuan tahun yang lalu diketemukan oleh Kebudayaan Kebudayaan tinggi umat manusia, dihimpun dalam “Dialektika Alam”.

Lah dalam tugas bersinggungan  dengan alam dimensi lebih tinggi ya pakai falsafah esotheric pernyataan di nisan  R.M.P. Sosrokartono. saya anggap sebagai “Dialektika esoteric”.

Semua ini jadi mudah, sebab tinggal buka google dan ketik semua ada di sana.(*)

Minggu, 16 September 2012

BUDIDAYA JAMBU CAMPLONG PUTIH (Syzigium aqueum L) - SEBAGAI TANAMAN BUDIDAYA ALTERNATIVE UNTUK MENGELOLA LAHAN PINGGIR PANTAI , YANG BERIKLIM TEGAS.


Iklim tegas yang dimaksud adalah  perbedaan yang tegas antara musim penghujan dan musim kering. Untuk banyak tanaman budidaya tanaman keras, musim kering yang tegas diharapkan, akan tetapi air harus tetap ada, berarti membutuhkan pengairan, misalnya Kapas, Anggur, dsb.

Di pulau-pulau kecil yang iklimnya tegas, sering malah air  tanah jadi terlalu dalam atau di wilayah pantainya malahan terjadi intrusi air  laut yang merepotkan. Ini disebabkan oleh wilayah penangkapan air yang sempit dan penggundulan lereng-lereng sehingga mengakibatkan “run off” dari air hujan (mengalir  lewat permukaan, tanpa berkesempatan menyerap ke dalam tanah, merupakan kejadian yang yang sangat merusak).

Di desa Camplong, pinggir jalan raya antara Sampang dan Pamekasan Pulau Madura, mirip keadaan di atas, air tanahnya dangkal dan sering malah payau, tanahnya berpasir.
Di Bali utara sekitar Singaraja tempat Anggur dibudidayakan sering masih kebagian air tawar dari pengairan, di barat Sririt, ada petani Anggur yang terpaksa menggali sumur hingga puluhan meter.
Menariknya dari Familia Myrtaceae ini banyak yang merupakan penghuni wilayah hutan tropis, konon menduduki peringkat sampai 60 %., jadi Jambu-jambuan sangat bisa beradaptasi diwilayah tropic, makanya bila Jambu Camplong Putih yang sudah dibudidayakan, pasti tidak akan terlalu rewel, seperti biasanya hanya perlu pemupukan organik dan berimbang, setera dengan hasil panennya, karena buah Jambu Camplong meskipun daging buahnya tebal, rasanya manis, panennya besar, tapi hara yang terbawa tidak banyak (hanya air – namanya saja Jambu Air).

Jambu Camplong Putih ini sudah pantas diberi gelar buah  budidaya kerena syarat-syarat pentingnya sudah dimiliki, antara lain : Daging buahnya tebal, tidak berkulit (sangat tipis, biasanya terikut dimakan tanpa persoalan), aroma dan rasanya enak manis sagar  dan tidak berbiji. 

Banyak buah yang sudah menyandang nama buah budidaya akan tetapi masih berbiji besar dan tidak enak /pahit, toh sudah disebut buah budidaya. Saya yakin bangsa Jambu Air yang ini  sudah pantas menyandang gelar buah meja dan telah dibudidayakan sempurna, akan tetapi untuk menjadikannya mata dagangan buah meja yang terhormat rasanya kok masih ada faktor-faktor lain yang harus mendukung.

Kita bisa melihat, kebiasaan petani dan pedagang buah dari suku Madura, sangat membantu menjadikan semua buah meja berbudi daya yang terhormat, sedangkan Jambu Semarang (Syzygium samarangense), yang berwarna merah maroon, rasanya manis tidak mencapai pasar dengan cukup terhormat karena perlakuan panen,  pasca panen, dengan  packaging kurang memadai, dan cara berdagang yang lemah, penuh kekhawatiran, bahwa dagangannya akan busuk,

Menurut pengalaman saya, orang Madura sangat piawai dalam memperdagangkan buah. Buah apapun selalu dipilih yang ranum ataupun sudah siap disantap bila sudah di tangan mereka. Salut, betul-betul yang diperdagangkan semua barang yang bagus, tanpa cacat.
Para pedagang buah dari Suku Madura selalu bisa menawarkan dagangannya  sedikit di bawah harga super market atau fruit shops yang dilengkapi dengan  vitrin pamer berpendingin dan ruang a/c, padahal Pedagang Madura selalu bisa menempatkan dagangannya di bawah tenda sementara dengan 'terang-terangan menantang'  super market di depannnya (hebat bukan ?),  atau di trotoir jalan protokol atau jalan strategis, tidak masalah akan peraturan apapun.

Misalnya, saya selalu tertarik membeli Pisang Ambon Kuning di Jember yang aromanya harum di trotoir jalan raya ke Surabaya, dekat Kantor Direksi PTP XXVI dulu, sekarang tergabung dalam PTP Nusantara XII.
Dua puluh lima tahun yang lalu mereka selalu bisa mendapatkan harga premium Rp 9000,- sampai Rp l5.000,- per sisir, ditawar untuk turun seribu rupiah pun tidak dikasih, dia menolak tanpa exspresi apa-apa, padahal Pisang itu sudah tua dan masak, bila sisir Pisang itu diangkat pasti terlepas dari gagangnya saking masaknya dan harga akan jatuh.
Betul juga pisang berpindah tangan, saya beli, setelah sisir Pisang ini saya angkat, hati-hati sekali langsung tiga butir lepas dari sisirnya saking tuanya, sampai di jeep, yang mrotholi menjadi lima, sudah terlanjur, sampai Surabaya semua pisang yang mrotholi sudah masuk perut saya, tinggal tetep di gagangnya satu sisi kurang lima, tak apa, seluruh isi rumah senang.

Petani pedagang pisang di Jember ini  orang Madura, saya kira syarafnya setebal kelingking, kuat bertahan harga, dengan 'poker face' nya, lebih kuat dari syaraf saya yang lemah menghadapi kenikmatan pisangnya, sedang dia menghadapi penawar terakhir terhadap Pisang khusus ini, sesudah saya, sesisir pisang super ini sudah mrotholi tidak menarik lagi untuk dijual. Mental jualannya sangat hebat.

Menghadapi pembeli, pedagang buah yang bermental 'dingin' memang harus selalu bermuka pemain poker, dan menawarkan dengan harga toko buah yang kenamaan, alias dua kali harga pasar atau bahkan tiga kali harga pasar. Memang barangnya baik, bagi super market harga yang diminta adalah layak.
Buah yang begitu prima keadaannya telah didukung dengan panen dan perlakuan pasca panen yang sangat hati-hati, tidak sampai beradu berdempetan dengan sesamanya atau pinggir dinding yang keras, persis seperti aturan transpotasi  telur ayam.

Saya kemukakan di sini perlakuan semacam ini juga di trapkan dalam menyajikan Jambu Camplong dari  Sampang Madura, ke pasar, artinya ke tempat dia dijajakan, tidak heran bila cultivar Jambu Air ini berhasil menghiasi meja makan Tamu Negara di Istana Merdeka.
Jambu Camplong putih dari Sampang Madura, kualitas terbaik akan dihargai oleh penjualnya di tepi jalan  dengan harga Rp 15 000 / kg, bahkan Rp 20 000 per Kg. yang isinya kurang lebih 9 -10 biji.

Tidak aneh, Cincalo Merah atau Syzygium Samarangense tidak sampai berprestasi seperti itu.
Sebagaimana semua jenis buah yang kulitnya tipis, seperti belimbing (Carambola balimbi) Mangga (Mangifera indica), Jambu Biji (Guava, Psidium guajava ) pasti diserang Lalat buah ( Dacus spp) jadi mulai dini sejak buah sebesar ibu ibu kaki sudah dibungkus pakai tapas – (semacam anyaman alami dari serat pinggir pelepah kelapa/siwalan/tal) atau kertas pembungkus, atau polypropylene woven, bekas pembungkus pupuk. Bagusnya jenis Jambu ini tidak bakal merontokkan semua buahnya walaupun cuaca kering. Mungkin bisa memanfaatkan air tanah yang payau yang tidak terlalu dalam.                             

Oleh karena pembiakkannya dilakukan dengan cangkok (marcotting) maka pohonnya bisa dibuat setinggi 2,5 meter dengan dahan dahan yang mengembang,  perakaran yang jadi perakaran serabut atau tidak berakar tunjang, ini yang memungkinkan melindungi dompolan buah dengan membungkus beserta dahan dahannya, kecuali menangkal serangan Lalat buah sejak dini, mungkin juga melindungi dari penguapan yang berlebihan.

Kecuali itu jumlah populasi Jambu Camplong Putih di sekitar desa Camplong cukup panyak ada 160 ribu pohon dengan  kemampuan produksi 300-800 kg/pohon, artinya produksi cukup untuk ongkos angkutan dan diversifikasi pasar. 

Mungkin keadaan ini yang menyebabkan  Camplong Putih beda  nasib dengan Cincalo Merah atau Jambu Semarang.(*)

Salam Pertanian

Kamis, 06 September 2012

LAHAN KIAN SEMPIT, TARGET SWASEMBADA PANGAN DIREVISI

   
   (Artikel ini saya buat setelah  terinspirasi dari berita yang saya baca pada  Harian SURYA. 3 September 2012 Senin)   

Lho kok ?
Menurut Harian itu,  ini bicaranya Pak Menteri Pertanian jadi tidak sembarangan.
Selanjutnya diberitakan bahwa  “road map” yang dibuat dasar upaya Swa Sembada Pangan Nasional hingga tahun 2014 itu ketinggian, karena sekarang areal tanam dalam setahun saja di Pulau Jawa thok yang mempunyai area tanam 3,5 juta Ha dibandingkan tahun lalu, sudah berkurang 600.000 Ha. diteruskan lagi di Jawa Barat saja pengurangan yang hebat ini disebabkan peruntukan lahannya dirubah jadi Perumahan.

Hati saya jadi mencelos, lemas mau muntah, maklum sudah tua.
“Road map” nya seorang Menteri Kabinet yang dibuat jauh-jauh hari untuk mulai merencanakan Kerja  Kabinet selama lima tahun sampai tahun 2014 kok keliru begitu fatal apapun alasannya. Kok baru sekarang mau direvisi.
Saya jadi menerawang ingatan terhadap berita-berita yang sudah lalu, sudah basi, dan nampaknya terpisah- pisah, saya hubung-hubungkan sendiri.
Nyonya Besar dari Negeri Seberang  yang  Corporations di Negerinya sangat berkepentingan mengenai pertambangan emas yang mereka caplok, sering datang ke Indonesia, mengajari kita mengatur ekonomi rumah tangga kita, salah satu dalilnya adalah privatisi, dia serious banget sebab bolak-balik ke sini.
Satu Nyonya Besar lain dari dalam negeri, seorang Nyonya Pengusaha Besar  yang mengeluh dengan emosi, di siaran TV : “Kok di negeri ini apa-apa usaha  ndak boleh”, dia menyuap Bupati 3  milliard rupiah untuk dapat menguasai lahan di Kabupaten Buol,  tanah seluas 75 000  Ha, dan semula urusan  lancar-lancar saja, entah kena apa upaya ini diendus oleh KPK (semoga Allah tetap bersama para anti korupsi tulen). Sekarang th 2018 baik penyuap maupun yang disuap sudah keluar dari penjara.

Di sisi  yang lain, dari sumber yang saya baca di buletin Kementrerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia,(www.ristek.go.id) ada tulisan Prof. Haryadi, (kok tumben tidak pakai gelar berderet), berjudul "Mengapa Swasembada Kedelai" :
“Pemerintah memang berniat memperbaiki nasib para Peneliti, sampai sekarang niat itu belum  terlaksana, bahkan mungkin dilupakan, Kalau demikian barangkali swasembada kedelai memang hanya impian”.
Nah loh, siapa yang memelas sekarang ?.
Lagi satu dari artikel Ristek:
Bapak Eko Budiharjo  “From ‘Rio’ to Riau Declarations” July 18, 2012 di Google
Terjemahan, dari tulisan beliau dalam Bahasa Inggris :
"Negara yang sudah maju tanpa malu-malu merndominasi Conferensi di Rio de Janairo ini untuk membela  kepentingan Corporasi -Corporasi raksasa, dari pada membela kepentingan rakyat negeri miskin dan nasib planet Bhumi. Mereka cenderung untuk menggalakkan swastanisasi  pengerukan kekayaan alam  di sana sambil bicara mengenai kemiskinan penduduk dari Negara yang Sedang Berkembang.”

Ini Artikel saya yang paling mudah dibuat, hanya menyunting tulisan-tulisan di google. Namun  dada ini jadi sesak dan kepalaku yang sudah tua jadi pusing.
Saya kira seorang Menteri Kabinet dipilih oleh Presiden RI bukan orang bodoh. Prasiden yang sebelum kini.
Saya yang terlalu bodoh, karena keberpihakan mereka sudah jelas, jadi saya mengharapkan apa ?, mestinya dari dulu saya sudah menyadari ? Berekat pencitraan.
Cuma mereka cari alasan untuk tidak swasembada pangan hanya sembarangan saja,  wong sudah tercapai dominasinya terhadap rakyat banyak yang tanpa Kepala (untuk berpikir).
Kata kunci dari kaum Neolib kalau memang tidak bisa swasembada pangan, ngutang kan masih bisa. Di sini prinsip Neoliberalisme bila lahan berkurang, biar rakyat petani kecil bersaing dengan investor macam di Buol, yang jelas tiga milliard rupiah sudah ditebar, mau menanam kelapa sawit OK, mau nanam kedelai OK. Wong kelapa sawit lebih diperlukan untuk bio diesel oleh para Tuan dari Negara adhidaya.
Asal jaminan atas utang investasi diterima Bank (ndak diterima bagaimana, wong Banknya sendiri hanya duitnya dari Bank Indonesia) lha rakyat petani malah minta bantuan membuka lahan, bantuan bibit yang baik, bantuan traktor, jalan , jembatan, dan berbagai infra structure, meskipum mereka bayar sebagai Warga Negara yang baik dalam bentuk lain, misalnya kesetiaan Bela Negara, kesetiaan membayar pajak dan bergotong-royong. Si Ratu suap dan quangxi duitnyq sudah aman disimpan menurut Pweradise paper
Tapi semua ini akan tidak ada nilainya dibandingkan dengan uang tiga milliard cash, sesudah itu biar digondol kaya bank Century, kayak embahnya bank : Enron tapi sudah menurut Petunjuk si Nyonya dari Manca Negara : Privatisasi ! (*)  

Minggu, 02 September 2012

PUPUK ORGANIK DAN PERTANIAN ORGANIK

Yang akan saya kemukakan di sini hanya meluruskan istilah “organik” yang dipakai untuk cara bertani atau memilah-milah nama pupuk yang dipakai dan pengendalian hama /penyakit yang dipilih.

Belakangan ini kata ‘organik’ untuk cara bertani lagi santer-santernya disuarakan oleh petani, seolah-olah itu suatu cara baru,  menghasilkan panen yang sangat dihargai oleh konsumen, seperti beras organik, sayur sayuran organik dan lain lain.

Dalam hal pemupukan :

Hubungan tanah dan tanaman dilakukan  dengan kontak antara perakaran dan tanah.

Tanah, diharapkan memberikan apa yang dibutuhkan tumbuh tumbuhan dari kontak dengannya.

Perakaran sendiri, sebagai pekerja keras tumbuh-tumbuhan guna mendapatkan air dan hara, atau unsur hara yang dibutuhkan dalan jumlah relatip banyak dinamakan unsur makro, sedangkan yang dibutuhkan dalan jumlah kecil dinamakan unsur mikro. Di samping itu sebagai organ yang terdiri dari sel-sel hidup, perakaran membutuhkan udara untuk bernafas, makin cepat organisme tumbuhan “tumbuh” berarti semakin cepat hara tanah harus dikumpulkan. Dengan sendirinya perakaran perlu udara untuk bernafas yang extra banyak. Maka tanah harus gembur atau berisi rongga-rongga udara yang banyak dan saling berhubungan.

Dalam keadaan liar ada tumbuhan  yang hidupnya di rawa-rawa, pada tumbuhan rawa ini malah terdapat khusus akar untuk bernafas mirip snorkel untuk perenang. Seperti pada bakau, ada khusus saluran nafas, dan padi juga punya untuk nafas perakaran padi.

Maka dalam pemupukan ada pupuk makro, pupuk mikro dan ada pupuk organik.

Pupuk makro harus mengandung [N] atau [P] atau [K] atau segala kombinasi dari ketiga unsur ini dalan ikatan ion atau dalam campuran  [N,P,K.] dinamakan pupuk majemuk.

[N] dalam bentuk ion Nitrate ( NO3 -] dan sedikit ammonium dalam urea { 2(NH3)NO}

Adapun sebagian besar NH3 ion diolah dan teroksidasi oleh micro-organisme tanah menjadi NO3- alau  [ion nitrate] .

[P] dalam bentuk ion H2(PO4)- yang terbanyak dan sebagian kecil H(PO4)--  atau PO4 ---

Di Dunia satu-satunya sumber pupuk [P] adalah tambang phosphate dalam bentuk batu.

Yang asalnya ya organik juga, tapi biarlah itu menjadi istilahnya orang Geologi saja.

Bila ditelusuri, batu phosphate ini ya organic, wong asalnya dari jazad renik karang laut yang menumpuk jutaan tahun, setelah terangkat ke darat jadi gunung kapur berkat gerakan orogenetis, terbentuk gua-gua karena aliran sungai dalam tanah yang jutaan tahun juga menjadi sarang burung atau kelelawar yang mengeluakan kotoran di sana, jadilah pupuk juga, karena tuanya unsur [N] dari kotoran burung ini menyusut drastis, jadi tambang batu phosphate saja. Sedangkan gua-gua yang masih muda jadi sumber pupuk [N] yaitu guano karena kotoran burung yang ini tidak sempat terdegradasi ya adilnya termasuk golongan pupuk organik

[K] selalu dibutuhkan dalan bentuk ion K+ sumbernya dari bahan tambang Kiserit K2O dan campurannya, bisa juga dari garam “bleng” untuk campuran membuat krupuk KOH.

Tambang ini hanya di Kanada. Maroko, dan Russia. Adil rasanya dinamakan pupuk anorganik dari sisi ikatan kimianya dan dari sejarah terbentuknya deposit ini.

Unsur hara yang jumlah kebutuhannya bagi tumbuhan sedikit tapi harus ada,  namanya unsur mikro, tentu saja dalam bentuk ion, artinya terlarut oleh air, ion Mn, ion B, ion Zn, ion Cu, ion Mo dan ion Fe.                                                                             

Ada lagi unsur tambahan, artinya beberapa jenis tumbuhan membutuhkan, tumbuhan yang lain tidak, yaitu: ion Na, Al, Si, Cl, Co.

Oleh karena semua yang hidup itu dulunya dari laut saat itu, tekanan osmose setiap sel manusia isotonis dengan larutan fisiologi setara dengan 0,9 % larutan garam NaCl murni, air kelapa dan air larutan 0,9 % garam dapur murni sama, isotonis.

Mestinya total tekanan osmose larutan hara di tanah ya begitu, bila lebih artinya hypertonis, malah ndak bisa diserap akar rambut yang satu sel. Tumbuhannya kering.

Kelebihan pupuk, organik atau bukan, orang awam nenganggap itu, pupuk yang berlebihan itu panas, jadi tumbuhannya jadi malah layu, cairan tbuhnya tertarik keluar.

Ada lapisan tanah sebagai media akar rambut, yang mampu menukar ion-ion, kelebihan-kelebihan itu,  mampu mengendalikan ion-ion,  sekuat kemampuannya ion-ion yang berkeliaran ditahan, jadi buffer, tidak berkeliaran menjadi hypertonis.                                                                                                    

Jadi memupuk bisa jauh lebih banyak karena kelebihannya ditelan oleh tanah, yang bersifat buffer atau penyangga.

Makanya ada aliran pemikiran bahwa tanah itu makhuk hidup, artinya bisa mengadakan pertukaran zat, mengendalikan lingkungannya (dengan derajad tertentu mempertukarkan ion-ion) dan bisa tumbuh dan berkembang, karena sebenarnya dia penuh dengan segala multi interaksi antar mikrobia baik flora maupun fauna, juga bangsa serangga dan cacing, satu populasi yang penuh yang hidup di sana. Pertukaran zat ini bisa menentukan pH tanah,  hanya manusialah yang  lebih kurang  bisa  campur tangan.

Jelas larutan  hara yang bisa diserap akar jauh lebih kecil dari unsur-unsur dalam sel rambut akar, hanya kemampuan tanah untuk mengurai partikel-partikel bebatuan yang terdiri dari bermacam-macam mineral, menjadi hara tumbuhan selama jutan tahun,  dan “menyimpan” hasil penguraiannya  oleh tanah sendiri, yang penuh dengan microba dan fauna berkelas kebih tinggi, ini yang merupakan bahan organik, bila tidak, terlanjur jadi mineral kembali, seperti batu bata yang dibakar, merupakan “kesuburan” tanah itu.

Bahan organik tanah tidak hanya menjadi media mikro dan makro organisme hidup saja, tapi juga mampu membungkus partikel partike debu yang halus dari bebatuan dan mineral, menjadi satu paket (besarnya sekecil biji kacang hijau sampai berdiameter satu centimeter, seperti kotoran kambing), tapi masih bebas menukar ion-ion, menggelembung  oleh absorbsi air. Paket itu namanya paket agregat tanah yang menjadi struktur tanah, artinya tanah itu jadi berstruktur, yang penting sekali untuk aerasi tanah, melewatkan udara ke dalam tanah, untuk pernafasan perakaran dan microba flora atau fauna, yang berkelas lebih tinggi pun tergantung dari udara yang melewati tanah berstruktur ini.

Menyeimbangkan antara air dan udara dalam tanah.

Makanya di hutan perawan, seberapa miskinnya tanah tertentu bila dianalisa quantitative unsur makro dan unsur mikro dari hara tanah, masih mampu menghasilkan ratusan bahkan ribuan ton kayu, dan lain biomassa, sebab itu adalah hasil kecepatan putaran hidup tanah yang didukung oleh iklim. Kesuburan tanah adalah kecepatan siklus itu.

Bahan organik untuk pupuk, dari segala limbah dan excresi hewan piaraan dan biomasa, seketika diaplikasikan, harus cukup banyak untuk menyatukan debu dan agregat tanah yang halus sekali, menjadikan tanah “longgar”, berstruktur bisa beronga-rongga yang saling berhubungan, udara gampang keluar masuk, di samping dia sangat cocok untuk sumber makanan dan sekaligus media untuk  mikro flora dan fauna, untuk media larvae serangga yang sangat mungkin menambah [N], kecil kemampuan masa organik ini untuk menambah lain unsur macro seperti [P] dan [K] organik,  unsur hara micro seperti ion Mn, B, Zn, Cu, Mo., dalam senyawa organik, ada peluang bisa sampai ke tumbuhan.

Apalagi kita di Iklim  tropis basah yang memicu adanya pencucian hara tanah dan erosi. Lantas bagaimana mengganti ion-ion hara yang hilang itu dengan bahan organik dan biomasa dalam waktu yang singkat karena hanyut ?

Saya sangat setuju dengan digalakkan-nya pemakaian pupuk organik, tapi menurut jalan yang lurus, menurut pengertian yang benar, ya bila memproduksi pupuk organik hanya diaplikasikan sebanyak lima kuintal per-hektar, karena substantsi organik itu dicampur dengan larutan ion-ion unsur makro seperti ion amonium, ion nitrate, ion dihydrophosphat  dan ion kalium  banyak, tapi nyata bisa mengurangi dosisnya  dari anjuran yang semestinya. Itu mah seperti Penjabat yang menganjurkan  bayi-bayi dikasih minun tajin (air kuah menanak nasi), karena susu bayi formula mahal. Ini sama dengan supaya harga jual pupuk pabriknya itu bisa nampak ringan, itu sama juga penyesatan dari pengertian yang seharusnya.

Saya sangat setuju dengan pertanian yang menggunakan sarana pestisida dan pupuk organik sebisa mungkin, limbah organik, kotoran mulai dari peternak ayam, peternak kambing, peternak sapi, atau peternak babi, limbah  basah pasar-pasar bahkan  hasil pengurasan WC, tapi dengan dosis yang realistis, bila diperkuat dengan senyawa pabrik (ammonium,  urea, pengolahan rock phosphate, pemakaian molasses, kapur pertanian ), semua OKE asal si substansi organik bukan untuk carrier saja untuk pengencer supaya harganya nampak ringan. Pupuk organik harus cukup untuk memperbaiki struktur tanah.

(Orang Rusia kehilangan musim tanam satu tahun dalan tiga tahun tanam untuk menanan klaver =Medicago sativa sebagai biomasa demi pupuk organik diareal itu guna memperbaiki strukture tanahnya dan menambah sebagian [N]).

Dipersalahkan oleh Nikita  Sergeyvich Chrusyov alm. karena kuno.

Sedangkan di Ngawi, petani padi dengan pengairan pompa,  menggunakan urea sampai 1000 kilogram per hectare satu musim, saya yakin itu sangat merusak lingkungan, merusak tanah dan sekarang urea (buatan pabrik yang menggunakan gas alam) menjadi sangat mahal, karena bahan bakar gas dimaui si Tuan Boss Besar Adi Kuasa.

Pembiakan lalat Trichograma sudah dirintis oleh Balai Penelitian  Produksi dan Pengembangan Gula di Pasuruan dulu dua puluh tahun yang lalu, yang sekarang P3GI sebagai parasite telur penggerek batang tebu dan berhasil memproduksi pias-pias telur Trichograma ini untuk pengendalian penggerek batang tebu.

Virus hama penggerek umbut kelapa telah dibiakkan oleh Dinas Dinas Perkebunan Provinsi sejak lama, semenatara ada dana. (Tulisan mengenai hama ini ada di Blog ini mulai Juli tahun lalu,  malah sedikit sekali peminat bacanya).

Cendawan pemangsa lundi/larvae Oryctes rhinoceros si kumbang kelapa tanduk tunggal yang berbiak di sampah dan kotoran kandang, tumpukan sisa bibit stek tebu, dikembangkan oleh Dinas yang sama.

Konsentrasi kapang  bakteri Thuringiensis telah dijual sebagai insectisida Thuricide unutk menginfeksi larvae Lepidoptera.

Lha bila daftar ini bisa  diperpanjang dengan consisten, memang pengendalian hama dan penyakit  secara “organik”(semoga tidak melanggar hak patent orang, dan dapat dilakukan sendiri oleh petani) bisa  menjadi upaya yang  murah, dan lebih ramah lingkungan.

Bukan “organik” untuk meneriakkan dagangannya saja. Dengan asal jargon organik ini beras organik harganya Rp 10 000 per kilo, itu mah kerjaan kaum tani opportunis  semoga tidak ada politisi yang ikut latah untuk mendongkrak citra menjadi politisi organik misalnya. Oh iya, kalau korupsi organik, ya itu sudah lazimlah di negeri kita, mungkin dari pada capek dan putus asa kita mikirin korupsi, karena semakin banyak saja yang nekat korupsi secara 'organik', maka boleh jadi nantinya kita harus terbiasa hidup berdampingan dengan kejahatan korupsi 'organik' ini.  (*)

 Note :Korupsi Organik (bukan beras organik) = terjemahan bebasnya adalah korupsi yang didukung dan saling dukung sesama anggauta organisasi (senyum pahit).



(Oleh Subagyo, alumni Universiteit Drushba Norodov - University Patricia Lumumba Moskwa Russia, angkatan tahun 1959, magister di UDN pada tahun 1966)

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More