Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Minggu, 13 November 2011

TANAH LEMUNFG ITAN pONPORO VERSUS BUPATI

  Wilayah Kabupaten Ponorogo yang merupakan kaki dua Gunung api yang sudah lama tidak aktif yaitu Gunung Wilis dan Gunung Lawu persisnya di lereng Selatan, artinya sebelah Barat Daya Gunung Wilis dan sebelah Tenggara Gunung Lawu, berbatasan dengan Kabupaten Pacitan di sebelah Selatan dengan pegunungan kapur Selatan, ada hamparan tanah lempung hitam yang sangat lengket. Tanah ini  berwarna hitam ke-abu abuan, dan  hitamnya dalam keadaan basah makin pekat.
    Orang pinter menamakan tanah ini tanah Grumosol, saya belum menyebutnya demikian di tulisan ini, karena belum mengkonfirmasi dengan Lab. Tanah. Pada zaman keemasan industri Gula hamparan tanah ini tidak terpilih jadi lahan Tebu, karena waktu itu, agak sulit membangun pengairan teknis di lahan ini. 
   Ciri khas tanah ini sangat liat ( komponen clay-nya sangat besar). Membentuk  Rekahan-rekahan bila musim kering, konon lebar rekahan ini ada yang segenggaman tangan, dengan kedalaman sampai 50 cm. Kesannya kemarau  di wilayah ini sangat kering, padahal biasa saja, malah semua pepohonan pada  puncak musim kering masih segar saja, meskipun kebanyakan rerumputan pada mati, sebab water holding capacity artinya daya meemegang air tanah berlempung  berat ini sangat besar.
 Dari dahulu petani daerah ini mengerjakan tanah pada musim kemarau, ya setelah hujan habis kira-kira enam bulan dimana tanah merekah, beberapa orang bekerja  sama mendongkeli bongkahan sebesar kepala Kerbau tanah lempung ini sambil  membaliknya, akhir musim kemarau tegalan dan sawah rata merupakan hamparan
bongkahan tanah besar besar, hanya di bawah pepohonan besar di lapangan seperti  Mangga dan kayu-kayuan disana agak kecil bongkahan yang bisa dibalik di bawah  pepohonan itu, mungkin agak ke dalam, rekahan tanah liat ini  dipegang oleh  perakaran pepohonan besar.
  Bagusnya belakangan ditemukan bahwa air tanah/serapan permukaan, agak dangkal dapat dipompa dengan impeller (kipas pompa air) diatas, jadi permukaan air sumur ini dipastikan kurang dari 9 meter, namanya “sumur pantek”. Pompa dengan impeller di atas tanah ini digerakkan oleh mesin kecil saja 3 – 4 PK dengan debit 3-4 liter per detik saja.
  Setiap petak sawah tadah hujan ada satu sumur pantek, secara bergilir, mesin bisa  dipindah-pindah, dari satu sumur ke sumur lain. Pada musim hujan, di petak sawah tanah ini  setelah tiga bulan musim pancaroba segera menjadi genangan air dan langsung ditanam padi, maklum air hujan tidak mudah terserap kebawah,  jaman solar masih murah karena disubsidi, ya dibantu dengan pompa sumur pantek, supaya cepat bisa ditanam padi.  Dari musim pancaroba menjelang musim hujan, tanah bongkahan sekeras batu ini satu dua kali hujan saja hancur menjadi remah dan situasi ini biasanya digunakan untuk menanam sayur Terong, Jagung muda, Kacang, sebelum Padi, tanpa nengerjakan tanah apapun, sebelum menjadi bubur garu/mertakan lumpur untuk padi. Petani punya perhitungan agar masih tersisa waktu akhir musim kemarau, tanah masih sempat merekah dan segera dibalik dengan linggis, agar begitu hujan jatuh tanah sudah dikerjakan seperti mestinya.
  Bapak Bupati pada, Zaman Orde Baru, merasa bahwa dizaman Orde Baru “harus dipacu pembangunan artinya “Pambangunan yes, Politik no”. Tanah pertanian tidak boleh nampak nganggur,  nampak tidak hijau oleh tanaman budidaya sepanjang tahun, bila perlu di-bor lebih banyak sumur pantek dan mesinnya. Duit ? Gampang kredit dari Kabupaten. Jadi tiga empat bulan  terakhir dari musim kering yang mestinya untuk mengerjakan tanah (sebab seluruh musim hujan kecuali dijadikan bubur, tanah ini sangat lengket, sulit di cangkul atau di bajak). Waktu yang tiga, empat bulan itu waktu mengerjakan tanah inipun diperintahkan untuk dimanfaatkan bagi tanaman umur pendek dibantu dengan pompa misalnya Kacang Hijau, Mentimun, atau panen Padi dimajukan guna menanam Kedelai. Akibatnya tanah tidak pernah berkesempatan untuk merekah sepenuhnya dan dibalik dengan linggis dan gancu oleh petani.
  Selama dua tahun berhasil baik, sepanjang tahun tanah pertanian wilayah tersebut nampak hijau berkat perintah Pak Bupati. Pada tahun ketiga, kedelai penanaman pertama daunnya nampak kekuningan, kegitu juga sajuran seperti Terong, Tomat.
  Dinas Pertanian kalang kabut, analisa terhadap hilangnya rekahan tanah dianggap  melawan perintah Pak Bupati, lantas menganjurkan ditambah pupuk KCL bahkan  KNO3, sebentar menjadi hijau tapi pemudian gejala menguningnya daun kembali  lagi, akhirnya panen padi (tanaman kedua)  pun merosot tajam perakarannya jadi  coklat tua.
  Perintah Bapak Bupati ini dibawa angin entah kemana, akhirnya banyak kredit macet untuk pembelian mesin pompa dan untuk membeli pupuk tambahan. Pokoknya tiga atau empat bulan terkhir dari musim kering, petani  kembali membalik gumpalan keras rekahan tanah, meskipun nanti entah kapan bisa dibantu oleh traktor berat. Pertanian adalah Ilmu yang harus dipelajari dengan serius, sering kesalahan policy mengenai agronomy yang dibuat kini akan berakibat jauh kemudian, tidak langsung. Jadi seorang Bupati bisa ngawur tanpa ketahuan dan akibat negativenya dalam bidang agronomy yang ketemu kemudian, gaya militer  ya harus diturut,namanya dwifungsi.
  Saya ada sedikit heran, ada seorang militer kemudian pensiun menjadi Doktor Ilmu Pertanian tanpa penemuan apa-apa, ndak pernah bicara apa apa mengenai pertanian, padahal sudah bertitel doctor 8  tahun, dan duduk di kendali dikancah kesulitan produksi pangan sekarang, wong yang import lebih murah.
Akan lebih sedih lagi bila diamnya itu disengaja, karena pengabdiannya kepada Pasar Bebas, petani boleh nangis, cari komoditas yang ongkosnya murah dong, konsumen berhak dapat harga yang terbaik, itu bila bicara dengan ibu rumah tangga, tapi ngurus Negara ya lain dong.
  Dampak dari sector pertanian yang bangkrut akan menjangkiti daya beli 70 % masyarakat, dan akhirnya sangat berpengaruh ke turunnya penjualan produk industri barang kebutuhan juga, yang buruhnya terpaksa dirumahkan, tanpa pesangon wong kontrakan, mereka adalah konsumen produk sector pertanian juga.
Kalau ngawur, lebih baik bikin patung memperingati dirinya saja,  atau ngarang autobiography yang elok-elok, bila ngawurnya terjadi di bidang pertanian kan berabe dan efeknya jauh lebih mengerikan.
  Bupati Orde Baru memilih gaya militer ya  syah-syah saja, tapi tanah lempung hitam wilayah itu tidak bisa diperintah, bahwa rekahan rekahan besar dan dalam selama musim kering, sangat diperlukan, bahwa tiga atau empat bulan  bulan akhir musim kemarau itu untuk membalik tanah dan sekalian menjemurnya,    
bila diairi dengan pompa sumur pantek,ini sudah menang dua bulan dari temuan nenek moyang, berkat adanya pompa sumur pantek,  tanam padi lebih awal, atau tanam Kedelai lebih awal, setahun dua kali panen kan sudah memadai, Bupatinya pensiun, seluruh tanaman jadi kenderita, adunnya kuning.
  Tanah merekah kemudian dibalik dan dijemur, artinya memasukkan oxygen di kedalaman tanah yang perlu sekali untuk perakaran, udara tidak bisa masuk diwaktu tanah sudah tertutup oleh tanah liat yang sangat lengket, sedang kebutuhan oksigen oleh perakaran makin besar, sudah tidak ada kesempatan lagi, pupuk (N) dan K+ tidak bisa membantu.(*)




















2 comments:

saya tinggal di daerah Slahung Ponorogo. Bapak saya juga seorang yang berkecimpung di dunia pertanian seperti bapak Subagyo. Tapi ilmu pertanian tidak menurun ke diri saya.
artikel ini berkaitan dengan Ponorogo, kalau boleh tahu selatan kota yang dimaksud daerah mana bapak??

Sdr.Pardi, terima kasih atas perhatiannya, wlayah lempung hitam ada di Jetis, Sumor4oto mungkin Balong Slahung mungkin tanahnya berat juga tapi warnanya agak keciklatan juga dikrakal artinya dibalik waktu musim kemarau, wong disana agak tinggi jadi mungin ndak ada sumur pentak. Salam pertanian

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More