Dongeng mengenai Kelapa (Cocos nucifera L)
Tegakan pohon Kelapa (cocos nucifera L) secara cepat semakin menghilang dari hamparan dataran rendah bumi Pulau Jawa, dan mungkin segera semakin menipis di pulau-pulau lain, akhirnya menghilang juga. Siapa mengira bahwa irama lagu “Rayuan Pulau Kelapa” yang selalu menyertai saya dalam melakoni hidup yang paling unik, belajar dan menjadi pintar di negara Uni Sovyet -yang pernah ada-, pada kenyataannya sekarang tahun 2012, sudah sulit ditemukan pantai dengan nyiur melambai di Pulauku sayang Pulauku yang malang ini, Pulau Jawa.
Mengapa ya ?
Cocos Nucifera L termasuk tumbuhan berkeping satu (Monocotyledone) biasanya tumbuhan golongan ini sangat canggih dan piawai dalam hal mendayagunakan biji - bijinya untuk mempertahankan speciesnya. Buah kelapa di-design sangat canggih dan teliti untuk pelayaran skala Samudra yang makan waktu berbulan-bulan, bayangkan.
Biji dengan lembaga yang terbungkus oleh tempurung, “bronenosyed”/ iroclad, yang super kuat, tempurung yang tak tembus air, hanya ada satu lubang kecil untuk mata tunas tunggal (jarang bermata tunas kembar/jamak) kemudian mata tunas ini dilengkapi dengan endosperm/ persediaan makanan yang unik, “daging buah” yang berupa lapisan spheric menempel pada tempurung berisi lemak, karbohydrate, protein dan segala yang diperlukan embryo, malah lapisan spheric berupa bola ini berisi cairan dengan mineral yang diperlukan lengkap dan glukosa senyawa alkaloid antara lain tannin dan lainnya (penting untuk pengobatan sebagai penurun panas) seluruh larutan ini bertekanan osmose persis sama dengan tekana osmose darah kita, setara dengan larutan 0,9 % Na Cl, steril lagi– konon bisa unuk cairan infuse !
Atau obat haus setelah memboncengkan si do’i dengan sepeda kebo 25 km. dari Jogja ke ke Parang Tritis begitulah. Seluruh buah yang bulat ini masih dibungkus dengan pelampung sabut serat dan gabus dan kulit luar yang licin tahan air dan memantulkan sinar Matahari (mungkin supaya tidak over heated selama berbulan-bulan terapung dilaut terpanggang sinar matahari).
Atau obat haus setelah memboncengkan si do’i dengan sepeda kebo 25 km. dari Jogja ke ke Parang Tritis begitulah. Seluruh buah yang bulat ini masih dibungkus dengan pelampung sabut serat dan gabus dan kulit luar yang licin tahan air dan memantulkan sinar Matahari (mungkin supaya tidak over heated selama berbulan-bulan terapung dilaut terpanggang sinar matahari).
Jadi tidak heran tegakan Nyiur merupakan landmark garis pantai yang berpasir wilayah tropis, sedangkan pantai berlumpur didominasi oleh mangrove/bakau, nama latin nya penulis belum mencari, cari aja di internet.
Sayangnya design alat perkembang-biakan generative: buah kelapa ini, buah berisi biji guna mempertahankan species yang super hebat ini, tidak diimbangi dengan adanya tunas vegetative yang malah tidak ada seumur-umur di seluruh “tubuh” pohon kelapa, hanya ada satu di ujung batang paling atas, yang menghasilkan organ daun, dan organ generative bunga dan buah. Ujung ujung akar juga punya jaringan titik timbuh akar, akan tetapi tidak bisa menghasilkan tunas batang dan daun. Lain dengan tanaman sukun/ bread fruit tidak berbiji (Artocarpus artilis Fosberg atau Soccus lanosus Rumphius.) atau buah Kledung/ Kesemek (Dryospiros khaki L) yang akarnya bisa menghasilkan tunas batang.
Pokok nyiur dalam situasi extreme yaitu tanah yang becek, kelebihan air terus menerus, bisa membentuk titik tumbuh akar di ketinggian beberapa meter dari tanah, itu saja, sayang sekali.
Bayangkan.
Bila ada kerusakan di titik tumbuh batang teratas satu satunya ini, maka pertumbuhan berhenti, titik.Yang berarti tidak ada daun dan tandan bunga baru, juga tidak ada tunas dari bawah seperti bamboo atau pisang. Lha bila tidak terbentuk daun baru bagaimana hidup pokok kelapa ini bisa berlanjut?
Semua menua dan tidak ada jaringan muda pengganti, berarti mati, ahli ilmu pengetahuan tumbuhan dan praktisi bidang petanian tidak berdaya sama sekali menolong Pohon Nyiur yang secara perlahan tapi pasti ini mati, dan kejadian menyedihkan didepan mata ini meluas dan massal, dongkol enggak ?
Kejadian ini terus menerus setiap hari di luasan Pulau Jawa sepanjang pantai, di ngarai dan perbukitan dataran rendah, sehingga mereka yang dalam perjalanan dari ujung timur pulau Jawa daerah Banyuwangi sampai ujung barat daerah Banten. Apalagi sepanjang pantai utara, akan melihat Nyiur melambai makin menghilang saja, di beberapa ruas perjalanan kadang masih ada lambaian selamat tinggal dari daun-daun Nyiur yang nampak tergunting rapi mebentuk huruf V terbalik, bekas lobang bor si hama pembunuh, karena beberapa bulan kemudian pokoknya pasti akan mati, sedih.
Ada hama, bangsa Kumbang (Coleoptera) yang khusus perusak pucuk pohon kelapa dan bangsa Palmae yang lain, yang menjadi penyebab matinya titik tumbuh pucuk yang membentuk bakal daun dan bakal tandan bunga ini, yaitu kumbang Oryctes Rhinoceros L dan satu jenis lagi yaitu Rhynchophorus Sp. Dua species Kumbang ini berkerja sama secara kompak seperti Gayus si Penarik pajak dan Cyrus si Jaksa, hanya yang pertama khusus merusak umbut kelapa (bagian batang kelapa paling atas yang rasanya manis lunak, enak dimasak sayur gudeg atau sayur lodeh), yang kedua memanfaatkan lubang gerekan untuk makan dan bersarang.
Si Oryctes Rhinoceros dengan tanduk tunggal seperti badak, membuat lubang lewat pelepah muda tembus hingga ke umbut kelapa, makan umbut dan minum nira manis. juga kemudian nira beralkohol ditenggak ramai-ramai secara berjama’ah sampai puluhan, sesudah luka di umbutnya mengering lubang gerekan ditinggal, cari pokok kelapa yang lain. Si Oryctes Rhinoceros ini, sudah dasarnya pemerkosa, juga pemabok lagi, mestinya lembaga pertanian resmi pemerintah membuat aturan agar Oryctes Rhinoceros untuk diburu ramai ramai, selamatlah tanaman kelapa.
Lubang menganga yang penuh sisa makanan menjadi sarang bakteri dan cendawan, membusuk, kehangatan dan kelembaban yang dihasilkan menarik kumbang hama kumbang kedua, partnernya Rhynchophorus sp. dengan tanduk sepasang seperti kerbau, untuk membangun love nest betulan, kawin dan bertelur puluhan akan menetas menjadi lundi/uret /larvae dan makan sisa sisa jaringan umbut yang meragi juga menggerogoti jaringan lunak di seputar lubang sarang, hingga akhirnya mematikan sel-sel di titik tumbuh apical yang satu satunya, maka kemungkinan pulihnya titik tumbuh satu satunya menjadi nol.
Maka beberapa lama setelah para generasi muda si Cyrus alias Rhynchophorus ini menyelesaikan metamorphosisnya dengan moulding/ berganti kulit beberapa kali, dan menjadi kumbang, lantas ya “do swidania” terbang dan kawin, mencari bekas gerekan si Gayus -pertnernya tukang ngebor untuk bertelur yang menetas menjadi puluhan lundi/uret/larvae lagi. Maka Republik muda yang penduduknya bergerombol di pulau Jawa ini semakin kehilangan tegakan kelapanya di pulau ini.
Kemungkinan besar juga akan terjadi di untaian Zamrud Katulistiwa yang lain segera, berkat kejorokan hunian penduduk yang membangun kota dan pasar, pabrik-pabrik pengolahan pangan sepanjang jalan trans Sumatra, trans Sulawesi, trans Kalimantan, menimbun sampah yang kaya karbohidrat tanpa rasa bersalah.
Kami Agronomist ini sebenarnya tidak terlalu bodoh, dari sana sini kami tahu bahwa musuh alami serangga adalah cendawan, dan memang ada jenis cendawan, bakteri dan virus yang jadi musuh bebuyutan kumbang laknat ini. Tiga puluh tahun yang lalu dimasa Orde Baru, sudah dicoba, dicanangkan, disuluhkan dengan percontohan mengenai metoda dan caranya mengendalikan hama kumbang ini menggunakan musuh alami. Cara biologis.
Akan tetapi segala tata laksana di lapangan tetap menurut pola bagaimana masyarakat ini di kelola, tigapuluh dua tahun Despotisme dan ABS (asal bapak senang) a’la Orde Baru, jadi semua kelihatan baik di kertas dan waktu kunjungan Petinggi Negara, ini mungkin sampai sekarang, karena yang paling berkepentingan, masyarakat tani tetap diam, cuek bebek.
Himpunan-nya dan Kerukunan Tani-nya, hanya bicara politik - yang artinya kekuasaan si Dalang yang punya uang, tanpa ada contoh perilaku bermasyarakat tani yang rukun.
Lha mosok, Oganisasi Himpunan Tani yang Cabang dan Rantingnya sudah terbentuk di setiap Kecamatan dan Desa yang penggeraknya adalah sosok-sosok Kontak Tani Andalan (kebanyakan Tengkulak dan oportunis desa ) yang telah diseleksi , sangat piawai menghafal P 4 a’la Orde Baru, kok dijual kepada sosok Politik yang membutuhkan dukungan formal yang luas untuk mendaftar jadi Capres- mirip Liga sepak bola – si Belang menjual pada si Loreng - ndak ada hubungannya dengan pemberdayaan masyarakat tani.
Bayangkan.
Di satu sisi satu cara pengendalian Gayus Oryctes ini sudah jelas, mudah dan terbukti effective dan terjangkau biayanya, pembiakan musuh alami cendawan Trichoderma atau Breveria, sangat mudah dengan media buatan (seperti membuat tempe) kultur murni ini kemudian disebar ditempat-tempat yang disenangi oleh Oryctes rhinoceros L saat mereka bertelur pada pergantian musim, mudah kan. Semua sudah ada petunjuknya tercetak rapi an tersebar diseluruh desa desa katanya, atas beaya APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Hanya oleh karena terlalu sering spora cendawan ini dihasilkan dari biakan dengan media buatan maka tingkat virulensi (keganasan) untuk mematikan larvae /lundi/uret Oryctes ini mudah menurun hingga tingkat mortalitasnya tidak memuaskan. Itu saja cacatnya. Agar membuat virulensinya tetap tinggi harus menggunakan media larvae Oryctes juga, yang bangkainya penuh spora cendawan ini akan tetap ganas membuat larvae/lundi mati.
Di sisi yang lain yang sangat penting sekali: tidak ada motivator(s), organisasi penggerak di pedesaan yang mampu menggerakkan peran serta petani, sehingga membuat petani kurang semangat untuk mencari uret/larvae Oryctes, kenyataannya capek dan ndak ada jaminan pohon Nyiur miliknya sendiri yang hanya beberapa pohon, tidak diserang oleh Oryctes yang terbang bersama angin atau menumpang truck angkutan dari tempat yang jauh dimana usaha pengendalian belum dilakukan. Mengapa hanya si tukang ngebor Oryctes ini yang harus dicari sarangnya secara ramai-ramai? Karena tanpa kekuatan menggerek si pendosa si Gayus Oryctes ini yang mulai, tidak ada Cyrus Rhinchophorus akan bisa bersarang.
Ada lagi cara biologis yang murah tapi harus masal juga, untuk mengendalikan populasi algojo pohon kelapa ini, paling mudah dengan cara biologis yang lain ini, yaitu dengan virus. Hanya dicari tempat lundi/uret/larvae-nya, dimana si Gayus Oryctes suka bertelur demi masa depat lundinya, ditempat timbunan sampah yang kaya dengan karbohidrat, sebangsa tepung dan gula (timbunan sampah dapur/rumah tangga, sampah pasar, tumpukan potongan batang tebu sisa pembuatan bibit stek, sampah pengolahan tapioca dan dan timbunan sampah proses pemutihan beras dll) semua timbunan sampah yang kaya karbohdrat ini harus cukup lembab seperti biasanya. Bisa dipastikan ini hasil kejorokan manusia, karena di timbunan kotoran ternak tidak disukai mami tukang bor ini.
Ada lagi cara biologis yang murah tapi harus masal juga, untuk mengendalikan populasi algojo pohon kelapa ini, paling mudah dengan cara biologis yang lain ini, yaitu dengan virus. Hanya dicari tempat lundi/uret/larvae-nya, dimana si Gayus Oryctes suka bertelur demi masa depat lundinya, ditempat timbunan sampah yang kaya dengan karbohidrat, sebangsa tepung dan gula (timbunan sampah dapur/rumah tangga, sampah pasar, tumpukan potongan batang tebu sisa pembuatan bibit stek, sampah pengolahan tapioca dan dan timbunan sampah proses pemutihan beras dll) semua timbunan sampah yang kaya karbohdrat ini harus cukup lembab seperti biasanya. Bisa dipastikan ini hasil kejorokan manusia, karena di timbunan kotoran ternak tidak disukai mami tukang bor ini.
Apabila petani sudah bisa memelihara larvae Oryctes rhinoceros ini (tidak sulit) maka larvae ini juga bisa di tulari dengan virus yang menyebabkan sterilitas kumbang jantan yang dari larvae jenis Oryctes ini sudah tertular virus tanpa mematikannya, ada dua species yaitu virus Rabdion dan Virus Baculo, karena virus hanya bisa berbiak di jasad hidup.
Tinggal melepaskan kumbang jantan yang terinfeksi virus virus tersebut. Dengan menulari larvae nya, maka kumbang jantan akan menjadi pejantan mandul sehingga melepaskan si mandul ini di lapangan dimana banyak tegakan kelapa yang lingkungannya tidak sehat agar mengawini calon mama Oeryctes rhinoceros, kebetulan si play boy mandul ini malah lebih agresive dari yang normal, perawan Oryctes rhinoceros yang kepincut play boy mandul ini sangat mendukung polygamy dan free sex, semoga Don Juan kita ini success berpoly poly gami-ria, seingga tegakan kelapa kita selamat.
Penularan virus Rabdion dan virus Baculo ini upaya untuk mengendalikan populasi pendosa penyebab utama kerusakan secara jangka panjang.
Mudah kan ?
Siapa bilang, kenyataannya di masyarakat yang Pimpinan-nya Pejabat corrupt, akibat dari korupsi dan akibat dari akibat korupsi, organisasi masyrakatnya hanya proforma, bersifat pura pura, seolah olah, bahasanya euphemisme, tulang punggungnya uang, dana organisasi apapun adalah untuk jadi sasaran penilepan berjama’ah, persis seperti Panitia Panitia di PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) di DPR dan DPRD bahkan Panitia Penyelenggara Haji, semua terinfeksi tukang tilep, organisasi kemasyarakatan apapun tidak bisa menggerakkan masyarakat ke arah yang menguntungkan masyarakat sendiri. Rakyat terlanjur apatis.
Bagaimanapun, pengendalian hama ini harus secara masal dan serentak secara consistent agar bisa berhasil, apabila menghimpun peran serta masyarakat sulit bisa jalan, meskipun dengan metoda dan cara semudah dan semurah apapun, maka pupuslah harapan untuk melihat Nyiur melambai di pantai -pantai pulau Jawa, pasti juga di pulau-pulau lain, dimana sampah organik yang kaya karbohidrat tetap seperti sekarang, dan masyarakat tani belum kompak dan solid berperan serta mengimbangi dengan upaya pengendilan hama yang diakibatkannya, artinya si bodoh dipimpin oleh si pandir.
Sementara pohon Nyiur mati satu demi satu tanpa pandang bulu, dengan lambaian selamat tinggal daun Nyiur yang nampak lidinya seperti digunting mirip seperti stripnya sersan, tanda telah tergerek umbutnya, tinggal tunggu si Cyrus yang mematikan , amat sedih.
Ya maklum pulau ini penduduknya terlalu padat, delapan puluh persen petani, anak cucu petani sudah tinggal di hunian kota, perilakunya ya sama – hidup seperti di desa, jorok, lagipula problem sosialnya yang banyak tidak terselesaikan secara jujur dan adil, kok diharapkan berperan serta, meskipun ini belum pembangkangan social, ---- wis embuh, ada kawan-kawan yang bilang ke saya; daripada jadi Agronomist enak jadi Leveransir Project Pemerintah apa saja – muda kaya - tua diangkat jadi Pemimpin Ketua apa saja – mati puas, masuk surga, Naudzubillah min dzalik...(*)
(Ir.Subagyo, M.Sc- Alumni S1 dan S2 Ilmu Pertanian dan Agroteknologi Universitas Patricia Lumumba, Moskwa Russia)
0 comments:
Posting Komentar