Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 07 November 2011

TENTANG ILMU TANAH


Saya diajari Ilmu Tanah oleh Profesor dari school Rusia, tanah Rusia adalah kontinent bagian dari continent Asia   sub tropic sampai sub-arctic. Tradisi mempelajari Ilmu Tanah hampir sama dengan rata-rata perkembangan Ilmu Pengetahuan Europa sesudah zaman gelap, yaitu mulai zaman Renaissance.
Tanah adalah kerak bumi paling atas dan tanah tumbuh dari kegiatan alam dan kegiatan biology di permukaan bumi, mulai kerak bumi mampu mendukung kehidupan hingga kini. Pakar Ilmu Tanah Rusia nyaris menganggap “tanah” itu hidup, setidak tidaknya tradisi penelitian dan bermacam pola iklim dan vegetasinya memberi kesempatan luas pada sarjana mereka untuk mempelajari secara mendalam Ilmu Tanah, terutama di wilayah kekaisaran Rusia yang sangat luas.
Tanah bukan alat produsi yang selama diexploitasi lalu aus, sebaliknya exploitasi tanah menurut kaidah yang benar semakin diexploitasi semakin baik artinya semakin subur.
Sayangnya wilayah seluas itu sangat sedikit tanah yang dipengaruhi kegiatan gunung api yang aktif seperti wilayah “the ring of fire” dari circum Pasific, beriklim tropic seperti di Indonesia kita.
Sebaliknya di Amerika Serikat, menadadak saja mulai abad 19 telah dieksploitasi tanah-tanah pertanian perawan yang luas untuk komoditas seperti kapas, jagung dan gandum, merambah ke seluruh Negara yang luas sekali meliputi  wilayah tropic  dan dan subtropik. Merebut panen dari alam dan tanah diperlakukan sebagai alat produksi seperti alat-alat yang lain, artinya dalam exploitasinya ada maintenance dan ada umur exploitasi, jadi tanah diperlakukan seperti Bank, artinya apa yang diambil dari panen sebisa mungkin harus dikembalikan, tepat menurut rumus kimia.  
Dengan demikian tidak heran setelah 200 tahun banyak koreksi dan perbaikan perlakuan terhadap tanah-tanah pertanian mereka.
Dalam era Uni Sovyet pun, masih ada perbantahan antara Pakar Ilmu Tanah yang beraliran mengexploitasi tanah-tanah pertanian menurut irama dan harkat hidup tanah itu sendiri yang diwujudkan dengan mengembalikan sruktur dan kesuburan tanah dengan pergiliran tanaman menggunakan rerumputan Leguminosae pengikat (N) Claver (Trifolium L). atau Medicago sativa L  di satu fihak, dan di lain  fihak  melangkah lebih cepat dengan memupuk sesuai dengan yang diambil dari  panen, dengan pupuk mineral maupun buatan, mengurangi pergiliran dengan Trifolium atau Medicago.
Mestinya Rusia sekarang mengambil jalan yang hati-hati dalam mengexploitasi tanahnya terutama hamparan harta yang tak ternilai yaitu “tanah hitam” atau “Chernozom” di Ukraina dan sisi Europa dari Rusia.
Wilayah “Chernozom” ini tidak dibatasi oleh batas alami dengan Europa Barat, tidak dibatasi oleh batas alami denga Turki, dan suku suku bangsa dari tenggara, jadi sepanjang sejarah menjadi ajang penjarahan dan penaklukan, memperebutkan hamparan luas tanah subur ini.
  Orang  Rusia dan Ukraina termasuk Profesor saya tahu persis  tanah “Chernozom” dan tanah “Podzol” itu, nama-nama itu adalah kata kata bahasa Rusia, wong tanah Chernozom ini artinya “tanah itam” dalam bahasa Rusia,  termasuk yang tersubur di Dunia, kaya humus konon hingga 5 % berat  kering,  kecuali asam humic  ini tidak larut air tapi juga surplusnya  tertimbun jutaan tahun merupakan sisa penguraian bahan bahan organic setiap tahun (jadi bahan organic yang terjadi pada pusim semi dan musim panas, terurai oleh bacteri dan cendawan tanah masih sisa).
Lha tanah “Podzol” itu terjadi disekitar lanah iklim dingin sekitar 45 -60 derajad garis lintang, tanah yang tumbuh dibawah hutan pinus (Pinus silvestris L) dan berwarna abu-abu, sebab “zola” adalah abu dalam bahasa Rusia, jadi ya memang hanya ada di sana, konon reaksinya  asam pH 5 -6 dengan horizon C yang sangat dangkal 15 – 20 cm saja, biasanya dijadikan padang rumput atau ditanam kentang dengan hati hati, jangan sampai terlalu dalam waktu mengerjakan tanah, mereka heran  di lain tempat seperti di Indonesia kok ada.( Apa kita salah memberi klasifikasi ?).
  Mereka juga tahu penjelasan tanah tanah tropic seperti tanah “Lateritic” tanah hitam kita yang kita sebut “Grumosol”wong di buku buku ya ada.
  Saya kira posisi kita di Indonesia ini unique, kepulauan disabuk tropic, dan sangat dipengaruhi oleh kegiatan gunung berapi. Beriklim musson basah makin ketimur makin sedikit hujannya sampai di NTT, di Papua Barat lain lagi.
   Topografi Indonesia lain sekali dangan topografi lembah Amazone, meskipun sama sama di sabuk katulistiwa.
   Di Tanah tropic serasah organic diuraikan tuntas oleh bangsa cacing dan serangga tanah, nyaris tidak membentuk humus sedang di tanah subtropic  dan tanah iklim dingin serasah banah organic diuraikan oleh bacteri dan cendawan. Tentu saja hasil analisa (N) tanah tropic selalu kecil, sama sekali tidak subur menurut mereka.
 Tapi Guru -Guru saya di Russia mengatakan bahwa tanda kesuburan tanah bukan saja dari kandungan haranya, tapi dari intensitas siklus hidup vegetasi di atasnya.
  Di pulau Jawa saja, tanah  sangat dipengaruhi oleh endapan abu dan pasir gunung api, temperature dan kelembaban yang tinggi, karena hanya beberapa derajad di Selatan khatulistiwa, curah hujan yang tinggi dari barat lk 3000 mm/tahun agak kurang ke sebelah timur 2500 mm/tahun, berfluktuasi menurut arah lereng, mestinya pada umumnya batu induk tanah itu di horizon C di kedalaman tanah, disini kenyataannya bisa di horizon A, berupa bubukan batu, abu vulkanik makin ke atas makin muda, dia bisa terurai atau teroksidasi dengan cepat, mungkin tak terbayangkan oleh guru-guru saya.
Lagipula jenis muntahan abu/ pasir halus dari setiap gunung api ya beda beda kandungan unsur-unsur mineralnya, coba perhatikan bila jalan jalan seputar lereng gunung Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar, jelas pengaruhnya terhadap tumbuhan berdaun lebih hijau mengkilat  dibandingkan dengan dedaunan vegetasi liar dilereng gunung Merapi Merbabu,  dedaunannya hijau agak muda.
  Apa tidak sebaiknya kita punya nomenclature tanah sendiri nurut kegunaan praktis kita sendiri. Misalnya “tanah Kelud muda”  atau “tanah Merapi tua” artinya bukan tanah yang tertutup abu vulkanik letusan Merapi beberapa meter kemarin, tapi tanah sekitar Klaten, atau “tanah liat hitam Kendeng” siapa tahu bahwa tanah ini lain dari “tanah liat hitam Cermai” karena orang cenderung menamakan tanah “Grumosol” saja, yang kriteria kimiawinya, mineralogy dan biologynya pun  nyaris tidak pernah dikaji kesesuaiannya dengan nama tersebut. (*)

                                                                                                                                   

       

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More