Dalam blog ini sekaligus sebagai 'tetenger' atau penanda kisah hidup saya. Saya ingin kisahkan sedikit, pengalaman saya sebagai warga negara Indonesia lansia. Di mana masa muda saya telah saya habiskan untuk belajar tentang ilmu-ilmu eksakta yang menarik, pertanian, sedikit kedokteran hewan, teknik, dan lain-lain.Kini saya harus lebih memahami komunikasi interpersonal dan belajar rumitnya civil birokrasi.
Saya lanjutkan cerita saya untuk mendapatkan legalisasi dari copy surat kematian istri saya yang baru tg 1 Mei 2012 dan surat kawin yang sudah berumur 37 tahun, yang menjadi syarat diterimanya laporan atas meninggalnya istri saya kepada kantor Taspen (Jawatan yang mengurusi uang pensiun Pegawai NegerI Sipil).
Kok keterangan surat legal ini tidak cukup dari Puskesmas setempat saja, yang jelas memang Dokter yang menandatangani surat kematian itu disumpah, sedangkan instansi lain itu hanya penerus Birokrasinya saja, soal registrasi kan soal mereka, kan rekapitulasi dari Puskesmas bisa dilapor setiap periode waktu dari jawatan ke jawatan? Untuk data dinamika penduduk wilayahnya.
Memang ada satu bagian dari Kantor Pengadilan Negeri yang mengurusi soal legalisasi photocopy surat dokumen resmi di Kantor Pengadilan Negeri ini.
Ternyata pengunjung paling banyak saat itu adalah legalisasi surat surat kependudukan misalnya legalisasi photocopy akta kelahiran, lagalisasi photocopy ijazah sekolahan, legalisasi photocopy surat kawin yang sudah dibuat pada puluhan tahun yang lalu, dari seluruh Instansi yang berwenang mengawinkan secara Hukum Negara di Kecamatan dari Indonesia, dsb.
Bagian ini peminatnya banyak, terutama yang akan melegalisasi photocopy dari akta kelahiran anak anak lulusan SMP, sampai berjubel, padahal pengumuman kelulusan belum ada. Ada peraturan baru dari Dinas Dikbud Serabaya, bahwa bila lulusan SMP mau masuk ke SMK atau SMU Negri di Surabaya, padahal untuk penduduk luar kota, maka jatah untuk murid-murid dari luar kota ini hanya 1% saja (aku heran untuk apa ?), padahal sering terjadi anak lahir di tempat lain, waktu orang tuanya pindah ke Surabaya dia belum masuk Kartu keluarga Kota Madya Surabaya, diurus buru-buru agar dia dimasukkan dalan Kartu Keluarga baru kepunyaan keluarganya yang didaftar di Surabaya, jadi legalisasi photocopy akta kelahiran setiap peminat yaitu orang tua anak yang terlupakan oleh orang tuanya ini berjubel hanya ditumpuk di meja tiga petugas Pengadilan Negeri, beserta aslinya, trus menjelang jeda makan siang dibawa masuk kedalam.
Setiap item photocopy yang harus dilegalisasi ditarik beaya lima ribu rupiah per-stempel dan tanda tangan, setiap hari bagian ini mungkin dapat hasil lebih dari tiga juta rupiah ! Alhamdulillah gampang. Saya termasuk dalam kelompok bundel tumpukan yang kedua, jadi prosesnya sampai menjelang jam dua siang, aku bayar duapuluh ribu rupiah untuk 2 set photocopy surat nikah dan surat kematian dari Lurah.
Bayangkan bila harus sidang di Pengadilan Negeri dan mendatangkan saksi-saksi, berapa beayanya melegalisis fotocopy dari surat nikah yang salah satu pelakunya sudah meninggal ini ?
Dengan penuh kelegaan saya bawa 2 (dua) copy setiap dokumen yang sudah dilegalisir oleh Kantor Pengadilan Negeri Surabaya, untuk memenuhi syarat Kantor Taspen, agar pensiun istri saya tidak dibayarkan penuh, diganti dengan hak pnnsiun duda untuk saya yang tentu saja hanya separonya lebih sedikit mestinya. Anehnya malah ditolak oleh Kantor Taspen, hanya karena formulir yang diberikan oleh Kelurahan berdasarkan saksi dari dokter Puskesmas tidak sesuai dengan apa yang di maui oleh Penjaga loket Taspen, Jawatan yang mengurus tabungan pensiun pegawai Negeri bukan pemberi pensiun Cuma-cuma, itu adalah uang tabungan terpensiun.
Ini yang membuat aku sedikit ‘mendidih’.
Untuk mudahnya cuilan kekuasaan Negara “mengatur” rakyatnya, yang berkepentingan atau rakyat harus “berjalan menurut ban atau conveyor yang imaginer” melewati loket-loket dari Kekuasaan Negara yang membutuhkan data yang berkepentingan, dan lain-lain yang terlintas di benak paranoidnya.
Ini juga terjadi di pabrik-pabrik, produk harus dibawa dengan conveyor ke bagian bagian pabrik yang memproses selangkah demi langkah sebelum jadi finish produk.
Lha yang ini harus jalan sendiri lewat loket-loket Jawatan Negara di seputar kota, sebesar Surabaya yang memerlukan datanya, tergantung Jawatan apa saja yang merasa penting untuk mengetahui data rakyat ini, tergantung dari urusannya, data yang diperlukan oleh Jawatan ini harus ada pada Jawatan itu dan dengan format baku yang menurut penjaga loket yang bersangkutan.
Kadang maksud formulir ini harus di isi, bila tidak dimengerti oleh yang bersangkutan atau oleh penjaga loket yang merasa sangat penting untuk dituruti, conveyor imaginer ini jadi mandeg, yang berkepentingan lebih enak membayar saja kalau bisa, di Dispenduk ini tidak boleh.
Yang menyangkut kepentingan rakyat lainnya misalnya penggunaan kendaraan bermotor, telah terjadi setelah puluhan tahun berjalan, bila Penguasa merasa bahwa kekuasaan administrasi ini sangat memberatkan rakyat yang berkepentingan karena ramainya, jawatan-jawatan membuat satu atap khusus mengurus keperluan khusus masyarakat yang ini, misalnya dibuat satu atap kayak mengurus membayaran pajak kendaraan bermotor (STNK) antara Jawatan Pajak, Jawatan, dan Jawatan Keamanan atau Polisi.
Lha bila yang berkepentingan cuma sedikit, tapi banyak Jawatan yang harus tahu, ya “La haula wala quwwata ila billah”, mesti conveyornya tambah panjang.
Itukah kah yang dinamakan koordinasi dari Taspen dan Kelurahan sampai Dinas Kependudukan?
Apakah Taspen tidak tahu bahwa yang paling kuat sebagai saksi kematian termasuk penyebabnya adalah Dokter Puskesmas ? Apakah Taspen tidak tahu bahwa surat dari dokter kecamatan yang meng “indorse” satu surat kematian itu sudah cukup untuk dipakai sebagai bukti resmi akan kematian seseorang, di samping tentu saja juga sang Malaikat sendiri yang mencabut nyawa ?
Sebaliknya penjaga loket Taspen malah meminta indorsment dari Dispenduk yang berkuasa, mengatas namakan Walikota yang juga mempunyai kedudukan Politis melayani Rakyat yang memilihya. Cemberutnya adalah cemberut Walikota ? Kepicikan birokrasinya adalah kepicikan birokrasi Walikota ? Apa Dispenduk ini lebih memilih formulir standard yang dia pakai, yang mestinya salah seorang staff kelurahan harus dia training sampai mengerti betul ? Apakah malah memperlemah surat kesaksian Dokter Puskesmas ? Jawabannya pasi tidak, malah harus ada tapi bukan itu saja, tapi formulir kami ya tetep harus ada yaitu formulir 212 dan legalisasi dari photocopy surat kawin dari KUA, print out kependudukan dari Kecamatan, ini perlu supaya tidak ada orang yang memalsu surat kawin, artinya kawin dengan mayat, itu satu satunya alasan, la wong yang korupsi trilynan itu malah dilakukan dengan leluasa oleh Jawara Partai yang berkuasa yang sempat sempatnya menghitung baru berapa persen anggautanya di-pengadilan-kan, mungkin saking lihainya berkolusi, jadi tidak tertangkap.
Disinilah kekokohan kekuasaan Pemerintahan sesungguhnya terhadap rakyat biasa – staff Kelurahan atau Lurah adalah Walikota, Gubernur sekaligus Presiden. Kalau beliau tidur jangan berani brani rakyat biasa membangunkannya, kalau mereka bodoh jangan sekali kali rakyat biasa mengeluh, berjalanlah sepanjang jalur yang mereka tunjukkan betapa keliru nantinya tidak penting bagi mereka (si penjaga loket ini) bukan mereka yang keliru, maka rakyat yang berkepentingan yang jalan mondar-mandir ke kantor-kantor seputar kota, hanya bakal di kembalikan harus berurusan dengan Kelurahan di tempat dia tinggal.
Urusan rakyat, pegawai negeri pensiun yang meninggal, jadi batal meninggal, pensiunnya dibayar penuh, apabila Kelurahan memberi formulir lain dari yang dikehendaki oleh cuilan-cuilan Kekuasaan Negara, seperti Kantor Kecamatan Kantor Kawedanan Kantor Dinas Kependudukkan (Dispenduk) Kantor Koramil dibuat supaya tidak ada yang lolos dilapori, diminta kesaksiannya, supaya tidak disalah-gunakan oleh si rakyat, photocopy legitimasi, copy document legitimasi oleh Pengadilan Negeri, supaya Pemerintahan nampak berkuasa, dan tidak ada yang disalahkan, begitulah prilaku paranoid bebas perkembang mereka reka yang terjadi di kemudian hari.
Sebaliknya korupsi terjadi ditingkat jauh diatasnya ditingkat Bendahara Partai yang lagi kuasa, di tingkat Menteri ! Apa ini tidak ironis, loket-loket Jawatan apa
saja bisa bikin susah rakyat dengan dalih Administrasi kepentingan masyarakat? Yang artinya memperbanyak loket loket yang harus dilewati dan membuat panjang konveyor yang harus dirunut.
Sebaliknya Pegawai kecil loket, misalnya Kantor Pos Pembantu, yang biasanya membayarkan Pensiun begitu sang suami pegawai Negeri Pensiun berbisik bawa sebenarnya istrinya sudah meninggal tanggal 1 Mei 2012, dengan serta merta urung membayar pensiunnya untuk bulan Juni 2012, takut, takut dimarahi sang Boss atau sang Taspen, bukan saja dimarahi tapi disuruh ganti kerugian Negara, kok bisa ?) hanya karena mendengar bisikan bekas suami yang masih terluka berduka hatinya , tanpa surat resmi secuilpun. Kecuali bila mendapat surat dari Tespen bahwa si Duda masih mengurus formulir yang tepat bagi Taspen. Surat laporan resmi apa, wong dilapori saja ditolak karena formulirnya ndak cocok dengan maunya. Kata kuncinya Cuma satu, orang bisa berbuat apa saja terhadap yang lemah.
Baru kemudin ketahuan maunya jawatan Pengepul Tabungan Pensiun ini,
Dia akan memberikan santunan tiga kali nilai pensiun terkhir kepada yang ditinggal mati oleh segenap Pensiunan yang meninggal dunia, asal…….asal mau menghurus melengkapi syarat prosesnya.
Pemberlkuan Karip (Kartu Pensiun) si almarhum dengan sepucuk keterangan sementara bagi si Duda atau si Janda, bila tidak ya Karip lama tidak berlaku, alias begitu meninggal Kartu Pensiunnya tidak berlaku, bila loket masih membayar sesudah tanggal meninggalnya seorang pensiunan Janda atau si Duda tidak akan dibayas sepeserpun. Bayangkan betapa pentingnya uang. Dari itu wahai para Pensiunan Pegawai Negri, jangan meninggal di tanggal tua, yang kau tinggal mati tidak akan dibayar pensiunnya sebelum jandamu atau dudamu mohon dibagikan uang duka dan segera ngurusnya: Legalisasi fotocopy surat nikah jangan ke KUA tapi ke Pengadilan Negeri 2 set jangan lupa, surat kematian dari kelurahan form 212 ( tidak semua Lurah tahu) di Kota Besar Surabaya ini, fotocopy Karip 2 dan aslinya, fotocopy surat SK Pensiun (konon boleh diperkecil) pasfoto 3x4 dua lembar. Di setiap tempat Wialyah Taspen lain tergantung Jawatan mana yang harus me-record anda, kemungkinan besar “Dispenduk” untuk mendapat Akta Kematian. Dan jangan mati di jalan seputar kota sementara anda mondar-mandir. Lupakan BLBI lolos mencaplok trilyunan rupiah dari Jajaran Kementerian Keuangan, yang menciptakan aturan seaneh apapun yang mekanis artinya tanpa perasaan ini.
Lupakan duka cita anda, anda akan “diparingi” (bahasa Jawa artinya diberi santunan kematian pasangan anda yang kebetulah Pensiunan PNS dan anda akan bersyukur karena Karip almarhum atau almarhumah akan berlaku konon empat bulan kedepan, setelah almarhum atau amarhumah meninggalkan dunia yang fana ini, Kemurahan Allah hampir semua beaya sudah tertutup oleh famili dang hadai taulan yang berta’ziah dengan sopan dan ikhlas. Tidak seperti akal Pemancing dan robot penjaga loket-loket, yang menguasai secuil kerobotan dan Keaslian Negara.
Begitulah Kekuasaan Negara dipertahankan oleh Birokrasi terhadap rakyatnya yang membutuhkan, jangan heran bila pencoleng merajalela, karena dengan tidak patuh mereka hidup mudah karena mereka tidak ada direcords apapun, surat apapun yang resmi dipalsu dengan uang, mereka justru jaya, seperti sekarang.
Ini menjadi catatan termahal yang saya buat, yang tidak bakal jadi topic yang anda, para pembaca, sukai, seolah-olah memang nanti bukan jadi urusan anda (*)
0 comments:
Posting Komentar