Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Sabtu, 02 Februari 2013

'SEGI POSITIFNYA' KASUS BUPATI GARUT


Saya jadi terlongong-longong mendengarkan di televisi, pembelaan di depan publik pemirsa TV oleh Pengacara sang Bupati, yang tidak mau lengser ini.

Si Pengacara dengan gagah dan lantangnya mengatakan bahwa sang Bupati yang ia bela telah menjalani perkawinan menut syara’ Agama Islam : ada Orang tua si Pengantin wanita, ada mas kawin, ada dua saksi, dan ada Penghulu Agama Islam. Nikah siri. Ini sudah syah menurut hukum Agama Islam, tiada hukum lain yang lebih syah benar dan sakral dari hukum Agama Islam ini terhadap pemeluknya, papar sang pengacara Bupati itu.

Apa yang akan dikatakan oleh sang Pengacara Bupati ini, bila nanti kedapatan Bupati tetangga Kabupaten korupsi, apa hukum Islam yang sakral ini juga akan digunakan menghukum Bupati Koruptor dengan memotong tangannya ya ?
Bupati Buol si Amran Batalipu mungkin terbebas dari hukuman ini, sebab memang hukum Islam tiada berlaku di Nusantara. Bupati  Buol itu  menerima suap empat milyar rupiah sebagai Bupati dengan memberi hak mengelola tanah seluas 74 ribu hektere. di Pualu Jawa sama dengan tiga kabupaten, kepada calo Hsatati Murdaya Poo, tinggal si lintah licin ini menunggu investor asing unutk deal dengan dia. Toh uang suap 4,5 miliar ini juga dia dspat dari uang hasil menjual tanah Negara juga  bekas lapangan terbang Kemayoran yang berhasil dia mainkan. Menurut hitungan dengan cara ini senacam bola saljua yang menggelinding dengan cepat sambil menjadi tambah mesar, dengan izin sang Budha dia isa mewndapatkan HGU unutk seluruh Indonesia !. Wong semua penjabatnya mau uang banyak. Haa ha.

Saya jadi sadar bahwa kemerdekaan kita selama 68 tahun ini, sambil belajar mempunyai Negara Kesatuan, kita juga belajar mempunyai Negara yang setiap Kabupatennya merupakan Pemerintahan Otonomi Daerah, dianggap untuk membangunnya dengan pas, Putra Daerahlah yang lebih mengerti.
Lantas Putra-Putri Daerah memanjati ketokohan yang paling murah tapi pasti, untuk kemudian meloncat jadi tokoh Politik, yaitu KKN..

Ternyata Putra Daerah ada yang sangat piawai untuk menanjak perannya dengan memanjati ketokohan, sesudah menjadi tokoh apa saja, lantas mengerahkan segenap kemampuanya untuk jadi tokoh Politik, yang kita kenal sebagai stereotype Putra Daerah. Kalau dia mau pasti sosok H lulung atau sosok Herkules juga bisa jadi Guberbur DKI atau Gubernur NTT.

Mereka ini sengaja membangun citranya diatas pandangan primordial yang paling picik tanpa malu-malu, dan tidak peduli apa yang dikorbankan untuk itu.
Sepertinya semua Warga Negara yang baik di negeri ini, bahkan mereka yang pernah belajar di SD, SMP, dan SMA Negeri maupum Swasta, tahu apa arti primordialisme itu, asal tidak terselip-selip di pendidikan semi formal yang enggan atau tidak mampu mengajarkan perilaku bernegara dan bermasyarakat yang majemuk, entah terselip dimana. In terjadi semenjak Pengajaran jadi sumber mecarari uang dengan menjual titel daari Pengajaran palsu samapi S3 seperti Cabang dari Berkly abal abal di jakarta itu.

Lembaga pendidikan semi formal macam apa semua orang tahu, tapi di situ pasti ada doktrin yang tidak logis, keluar dari  alur pikiran normal, hampir nyeleneh, seperti pandangan suku, ras, dan agama yang diajarkan terpelintir.

Herman Gobbels dan Hitler jaman perang Dunia II telah mendasarkan pandangan yang fanatik bahwa bangsa Aria adalah bangsa Number One, tidak mentolerir  keberadaan ras-ras lain di dunia ini, (yang posisinya dihadapan Allah adalah sama). 
Mereka menjadi populer dan menjadi Pimpinan Politik, menjerumuskan Seluruh bangsa Jerman ke lembah kehancuran Perang Dunia II. Dengan mencari kambng hitam yang cocok.

Andaikata tidak ada Bupati si Aceng Fikri ini, pemikiran bahwa jabatan tertinggi di Daerah bisa dipisahkan dengan Pribadi yang menyandangnya (jadi dulu pengawasan yang melekat- waskat itu salah). Dan disuatu Negara ada Hukum yang lebih tinggi dan sacral dari Hukum Negara yang berlaku bagi segenap Warga Negaranya.?

Dimana kekeliruannya, wong  tokoh macam ini kok bisa menanjak menjadi Bupati Garut?
Silahkan merunut sendiri sebagai pelajaran untuk tidak salah dukung, malunya itu bah.

Jadi segi positifnya kasus Bupati Aceng ini rakyat bisa belajar untuk memahami, bagaiamana sebaiknya memilih pemimpinnya, atau bahkan mungkin rakyat tidak paham sama sekali atas apa yang sedang terjadi.

Yah, kalau saya tengok-tengok di kondisi umum, di pasar, terminal, dan di mana saja rakyat bercakap-cakap dengan sesama rakyat, sepertinya memang rakyat sudah tidak bisa mikir apa-apa tentang hiruk-pikuk politik dan ekonomi makro, aduh apalagi sempet mikir budaya, yang saya dengar hanya rengeng-rengeng keluhan tentang mahalnya aneka kebutuhan hidup, itu saja, lain soal tidak jadi concern-nya rakyat banyak.

Bahkan kasus besar tentang narkoba dan aktor partai politik yang ditangkap KPK baru-baru ini saja, rakyat tidak paham sama sekali apa itu sebenarnya, saya hanya dengar nama artisnya rakyat kebanyakan kenal, nama aktor politiknya tidak kenal, juga pas saya nanya narkoba dan undang-undangnya saya tanya para bakul di pasar ya mereka malah tak tahu. Apalagi soal politik, haduh, saya malah ditinggal pergi, "Ngomong apa toh mbah sampeyan itu, ndak mudheng saya pak..." ujar salah satu bakul ayam potong yang saya ajak ngobrol soal daging sapi impor. Dia hanya ngedumel harga ayam dan sapi yang naik lagi, naik lagi.

Saya bisa maklum, karena sepanjang pengetahuan saya rakyat itu belajarnya luaaamaaa sekali. Atau mungkin tidak belajar ? (*)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More