Sehubungan dengan pekerjaan saya, saat itu Pemerintahah Orde Otoriter, dibawah Pimpinan Jendral Suharto, saya harus keliling Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, sampai areal Transmigrasi di Sulawesi dan Irian waktu itu.
Saya bekerja sebagai Agronomist untuk perusahaan yang memproduksi pesticides yang dibeli Pemerintah Indonesia untuk program BImas/Inmas, diwilayah pertanian daerah tersebut diatas sebagai Promoter pestisida produknya kepada para pemakai yaitu Petani. Saya dilengkapi dengan satu jeep dan contoh pestisida tepatnya adealah insektisida pengendali hama palawija, terutama untuk hama penghisap. Kecuali contoh untuk dibagikan pada calon pemakai, juga leaflets, poster, dan beaya untuk kertemuan dengan petani dan untuk beaya penyelengaraan demonstration plots diseluruh wilayah saya, sebadai kewajiban produsen pestisida kepada klient/calon pemakainya.
Dari kebiasaan keliling di wilayah yang luas, saya jadi terbiasa mengendarai jeep siang atau malam, untuk mengunjungi klient saya, mengunjungi demonstration plots product yang menjadi tanggung jawab saja dimana saja. Mengendarai jeep diwaktu malam hari gunanya menandai kupu/ kaper/ hama apa saja yang menempel di radiator saya paginya. Jalan apa saja saya lalui wong saya bisa pakai roda 4x4. Pagi pagi buta mampir di pasar desa atau kecamatan, melihat pasar pisang, bertandan tandan pisang menunggu pembeli kabanyakan jenis pisang saba atau pisang kayu yang yang bisa di goreng atau direbus, dibuat kolak pisang, langganan kaum bawah, perlu melihat kondisi keuangan petani sekitar pasar, bia dipanen muda artinya isinya belum penuh masih bersegi segi belum bulat hampir silindris berarti petani sekitas situ tidak punya uang ini hanya intermezzo saja.
Anehnya bila saya kebetulan keliling daerah kaki gunung Kelud ada yang saya tandai, tidak saja dimusim hujan tapi dimusin kemarau tumbuhan liar misalnya puhun randu (Ceiba petandra L) atau waru ( Hibiscus tiliaceus L) bahkan rumput alang alang ( Imperata cylindrical) dipinggir pinggir jalan selalu berwarna hijau intensip, kayak bekasnya kena pupuk urea, aneh.
Sudah lama saya pikir, bahwa sesama gunung api aktip yang lerengnya sering saya rambah, gunung Kelud ada istimewanya. Manurut ilmu Physiology tumbuh tumbuhan, unsur unsur dari tanahlah yang membedakan vigor tetumbuhan yang hidup diatasnya, seperti warna hijau yang lebih intensip dilereng gunung Kelud. Lha orang menganggap abu vulkanik yang melingkupinya ya dari gunung api mana saja sama, mengandung silica banyak, besi banyak, aluminium banyak belerang, magnesium, mangan dan micro elemen dll.
Lereng gunung Kelud (diluar kerucut kepundan) lebih kecil sudut lerengnya, dan lebih luas, ciri khasnya semua air mengalir dalam tanah meresap dilam lapisan tebal abu vulkanik dari ledakan ledakan sebelumnya dan sering menjadikan tanah “ngompol” sehingga tanah pertanian sekitar Kediri, Pare dapat menghasilkan tomat bawang di musim kemarau dengan sangat memuaskan, dimana saat itu dilereng gunung yang lain hanya mengandalkan air hujan yang semakin berkurang. Musim kemarau harga tomat kualitas prima dari sana semurah Rp 2000 – Rp 3000/kg !
Sebagaimana ditandai oleh vulkanologist kita, letusan dunung Kelud sekali meletus mengeluarkan material abu vulkanik amat banyak, pebagai perbandingan letusan gunung Merapi beberapa tahun yang lalu, selama sebulan sama jumlahnya dengan yang dimuntahkah gunung Kelud sekali meletus tg 13-2-2014, dengan ketinggian semburan abu vulkanik ini mencapai ketingian 17 km tertiup kebarat sampai Jawa Barat, sedangkan ketebalan abu vulkanik ini di seputar Jokjakarta mencapai 10 mm. atau lebih.
Sedangkan dilereng gunung Merapi yang Di Jawa Tengah semua tumbuhan tepi jalan yang saya sebutkan diatas seperti randu, waru, alang alang berwarna hijau muda agak pucat tidak se hijau dilereng gunung Kelud.
Sekarang zaman modern, zaman gampang membuat analisa kimiawi baik kuantitative maupun kualitative, dengan chromatography ( berdasarkan panjang delombang emisi sinar yang dihasilkan oleh satu unsur atau senyawa yang khas dari unsur itu, Cromatography ini bisa gas bisa colom, jadi analisa ini sangat gampang dan cepat asal larutan teranya ada ( murni dan consentrasi yang diketahui).
Anehnya lagi, segala apa produk peternakan ternak besar, dari daging maupun kulit (rambak) dari susu yang dihasilkan di lereng Merapi rasanya lebih enak, daging dan rambak lebih “memes” dalam bahasa jawa yang artinya ya empuk atau enak dimulut, tidak kaku maupun liat, dan memang dihasilkan olahan daging yang banyak macamnya dari sana, sudah tradisi turun temurun antara lain abon, dendeng dan petis daging di Salatiga maupun Ngampel, sedangkan susu dari Boyolali dan Salatiga.
Alangkah baiknya apabila para pecinta kulinair bisa ikut menandai fenomena ini sehingga bukan lagi jadi jadi khasanah subjektip saya.
Saya berkeyakinan setiap gunung berapi aktip di Indonesia tidak saja mempengaruhi tetumbuhan bahkan ternak diatas lerengnya tapi juga lebih dalam dari itu. Sebab pembentukan tanah dilereng gunung berapi yang aktip dalam sejarah kejadiannya “tanah” bisa “tumbuh” dari batu dasar yang ada dibawah seperti lazimnya di hamparan kerak bumi continent atau karst (batu kapur) dan dari lapisan teratas yang merupakan endapan abu vukanik, sehingga abu ini makin dibawah makin melapuk, sedangkan yang baru diembuskan ledakan gunung api adalah bubuk batu-dasar yang sangat muda, baru keluar dari perut bumi. Karena ukurannya yang relatip kecil (sekecil hingga 5 micron) maka lingkungan cuaca dan sinar matahari, dapat melapukkannya dengan waktu yang sangat cepat dibandingkan dengan pelapukan batu dasar biasa, proses pelapukan ini memungkinkan setiap partikel debu vulkanik melepaskan hara mineralnya sebagai larutan untuk dimanfaatkan tumbuhan dilingkungan itu dalam waktu yang relatip sangat singkat dibandingkan dengan pelapukan batu dasar di horison C, yang membutuhkan waktu ribuan tahun. makanya tanah dilereng gunung berapi aktip pasti subur.
Jadi marilah kita terima letusan gunung gunug kita yang tercinta ini menjadi satu berkah dari Allah subhanahuwata’ala, serta mepersiapkannya dengan cermat demi keselamatan penduduknya*)
Saya bekerja sebagai Agronomist untuk perusahaan yang memproduksi pesticides yang dibeli Pemerintah Indonesia untuk program BImas/Inmas, diwilayah pertanian daerah tersebut diatas sebagai Promoter pestisida produknya kepada para pemakai yaitu Petani. Saya dilengkapi dengan satu jeep dan contoh pestisida tepatnya adealah insektisida pengendali hama palawija, terutama untuk hama penghisap. Kecuali contoh untuk dibagikan pada calon pemakai, juga leaflets, poster, dan beaya untuk kertemuan dengan petani dan untuk beaya penyelengaraan demonstration plots diseluruh wilayah saya, sebadai kewajiban produsen pestisida kepada klient/calon pemakainya.
Dari kebiasaan keliling di wilayah yang luas, saya jadi terbiasa mengendarai jeep siang atau malam, untuk mengunjungi klient saya, mengunjungi demonstration plots product yang menjadi tanggung jawab saja dimana saja. Mengendarai jeep diwaktu malam hari gunanya menandai kupu/ kaper/ hama apa saja yang menempel di radiator saya paginya. Jalan apa saja saya lalui wong saya bisa pakai roda 4x4. Pagi pagi buta mampir di pasar desa atau kecamatan, melihat pasar pisang, bertandan tandan pisang menunggu pembeli kabanyakan jenis pisang saba atau pisang kayu yang yang bisa di goreng atau direbus, dibuat kolak pisang, langganan kaum bawah, perlu melihat kondisi keuangan petani sekitar pasar, bia dipanen muda artinya isinya belum penuh masih bersegi segi belum bulat hampir silindris berarti petani sekitas situ tidak punya uang ini hanya intermezzo saja.
Anehnya bila saya kebetulan keliling daerah kaki gunung Kelud ada yang saya tandai, tidak saja dimusim hujan tapi dimusin kemarau tumbuhan liar misalnya puhun randu (Ceiba petandra L) atau waru ( Hibiscus tiliaceus L) bahkan rumput alang alang ( Imperata cylindrical) dipinggir pinggir jalan selalu berwarna hijau intensip, kayak bekasnya kena pupuk urea, aneh.
Sudah lama saya pikir, bahwa sesama gunung api aktip yang lerengnya sering saya rambah, gunung Kelud ada istimewanya. Manurut ilmu Physiology tumbuh tumbuhan, unsur unsur dari tanahlah yang membedakan vigor tetumbuhan yang hidup diatasnya, seperti warna hijau yang lebih intensip dilereng gunung Kelud. Lha orang menganggap abu vulkanik yang melingkupinya ya dari gunung api mana saja sama, mengandung silica banyak, besi banyak, aluminium banyak belerang, magnesium, mangan dan micro elemen dll.
Lereng gunung Kelud (diluar kerucut kepundan) lebih kecil sudut lerengnya, dan lebih luas, ciri khasnya semua air mengalir dalam tanah meresap dilam lapisan tebal abu vulkanik dari ledakan ledakan sebelumnya dan sering menjadikan tanah “ngompol” sehingga tanah pertanian sekitar Kediri, Pare dapat menghasilkan tomat bawang di musim kemarau dengan sangat memuaskan, dimana saat itu dilereng gunung yang lain hanya mengandalkan air hujan yang semakin berkurang. Musim kemarau harga tomat kualitas prima dari sana semurah Rp 2000 – Rp 3000/kg !
Sebagaimana ditandai oleh vulkanologist kita, letusan dunung Kelud sekali meletus mengeluarkan material abu vulkanik amat banyak, pebagai perbandingan letusan gunung Merapi beberapa tahun yang lalu, selama sebulan sama jumlahnya dengan yang dimuntahkah gunung Kelud sekali meletus tg 13-2-2014, dengan ketinggian semburan abu vulkanik ini mencapai ketingian 17 km tertiup kebarat sampai Jawa Barat, sedangkan ketebalan abu vulkanik ini di seputar Jokjakarta mencapai 10 mm. atau lebih.
Sedangkan dilereng gunung Merapi yang Di Jawa Tengah semua tumbuhan tepi jalan yang saya sebutkan diatas seperti randu, waru, alang alang berwarna hijau muda agak pucat tidak se hijau dilereng gunung Kelud.
Sekarang zaman modern, zaman gampang membuat analisa kimiawi baik kuantitative maupun kualitative, dengan chromatography ( berdasarkan panjang delombang emisi sinar yang dihasilkan oleh satu unsur atau senyawa yang khas dari unsur itu, Cromatography ini bisa gas bisa colom, jadi analisa ini sangat gampang dan cepat asal larutan teranya ada ( murni dan consentrasi yang diketahui).
Anehnya lagi, segala apa produk peternakan ternak besar, dari daging maupun kulit (rambak) dari susu yang dihasilkan di lereng Merapi rasanya lebih enak, daging dan rambak lebih “memes” dalam bahasa jawa yang artinya ya empuk atau enak dimulut, tidak kaku maupun liat, dan memang dihasilkan olahan daging yang banyak macamnya dari sana, sudah tradisi turun temurun antara lain abon, dendeng dan petis daging di Salatiga maupun Ngampel, sedangkan susu dari Boyolali dan Salatiga.
Alangkah baiknya apabila para pecinta kulinair bisa ikut menandai fenomena ini sehingga bukan lagi jadi jadi khasanah subjektip saya.
Saya berkeyakinan setiap gunung berapi aktip di Indonesia tidak saja mempengaruhi tetumbuhan bahkan ternak diatas lerengnya tapi juga lebih dalam dari itu. Sebab pembentukan tanah dilereng gunung berapi yang aktip dalam sejarah kejadiannya “tanah” bisa “tumbuh” dari batu dasar yang ada dibawah seperti lazimnya di hamparan kerak bumi continent atau karst (batu kapur) dan dari lapisan teratas yang merupakan endapan abu vukanik, sehingga abu ini makin dibawah makin melapuk, sedangkan yang baru diembuskan ledakan gunung api adalah bubuk batu-dasar yang sangat muda, baru keluar dari perut bumi. Karena ukurannya yang relatip kecil (sekecil hingga 5 micron) maka lingkungan cuaca dan sinar matahari, dapat melapukkannya dengan waktu yang sangat cepat dibandingkan dengan pelapukan batu dasar biasa, proses pelapukan ini memungkinkan setiap partikel debu vulkanik melepaskan hara mineralnya sebagai larutan untuk dimanfaatkan tumbuhan dilingkungan itu dalam waktu yang relatip sangat singkat dibandingkan dengan pelapukan batu dasar di horison C, yang membutuhkan waktu ribuan tahun. makanya tanah dilereng gunung berapi aktip pasti subur.
Jadi marilah kita terima letusan gunung gunug kita yang tercinta ini menjadi satu berkah dari Allah subhanahuwata’ala, serta mepersiapkannya dengan cermat demi keselamatan penduduknya*)