Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Kamis, 13 Februari 2014

Kenapa Golput ( mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya) Angka prosentase nya begitu tinggi – lk 30 % ?


Nama Golput diberikan kepada sebagian “Pemilih” yang tidak menggunakan hak pilihnya. Bukan  termasuk mereka yang entah kenapa ndak terdaftar.
Pemilihan Wakil Rakyat untuk DPR/DPRD  2009,  mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya di dapil Surabaya mencapai 39 %
Sungguh spektakuler. Sementara Calon calon yang tidak terpilih untuk jadi anggauta DPR maupun  DPRD - pada stress bahkan sampai bunuh diri
Rupanya tidak ada  Politisi ,  Pengamat politik, Sosiologist, atau Mass Media yang  menyediakan waktu buat memberikan perhatian dan ulasan mengenai fonomena ini, meskipun hasil perhitungan suara sudah resmi  diumumkan, mungkin karena malu atau tak mampu berbuat apa2 ? Atau saking santun-nya?
Konon menurut UU pemilu yang ada Gulpot ini tidak diperhitungkan adanya, jadi andaikata satu kabupaten calon Bupati dan Wakilnya hanya mendapat 2500 suara tapi itu sudah yang terbanyak, dari pasangan calon yang lain di mesti jadi Bupati dan Wakilnya, meskipun golputnya berjuta juta.
Ada lagi rumour yang mengatakan bahwa DPR sekarang ini akan menciptakan UU yang menghukum barang siapa yang menganjurkan untuk jadi golput. Saya pikir ini pasti diratifikasi oleh DPR sekarang dengan aklamasi penuh. Saking gilanya pada kekuasaan, meskipun ndak punya constituent.

Partai2 lagi sibuk2nya mengadakan tawar menawar saling men-siasati satu sama lain yang mereka namakan “koalisi”.

Ideologi satu2nya  adalah bagaimana  mendapatkan  kekuasaan,  yang sayangnya harus dibagi dibagi. Wah repotnya.
Sebenarnya sejak Rezim Orde Baru berkuasa  sejak tahun 1966, selama 32 tahun betumpu pada  policy demi “Keamanan dan Ketertiban” dengan dukungan penuh dari Militerisme dengan  pendekatan Inteligence, termasuk menghilangkan orang  -  Pemilih malah berbondong bondong datang ke TPS ( Tempat Pemberian Suara) , karena takut, bukan  demi aspirasi - ndak ada Golput tapi malah ada sebagian warga yang dilarang ikut Pemilu.
`Sepuluh tahun – limabelas tahun pertama, Orde Baru berkuasa:
Ya siapa yang tidak takut, barang siapa yang tidak mampak batang hidungnya di TPS adalah mereka yang di KTP nya ada tulisan OT (Organisasi Terlarang) – yaitu tersangka antek Orde Lama Sukarno dan  mereka yang dianggap  Langsung atau Tidak langsung tersangkut Pemberontakan G30S PKI – sampai anak cucunya : dijadikan orang yang harus dirampas hak2 sipilnya  dilarang jadi  Pegawai Negeri,  atau  mencari nafkah  dari  mengajar apapun  disekolah umum  atau menulis apapun untuk diterbitkan  supaya idea nya tidak menular, dan boleh dinistakan se anak cucunya, oleh siapa saja.  Pariah di Negerinya sendiri – sungguh sangat tidak nyaman, siapa mau digolongkan dengan yang ini ?
Pemilihan umum jaman Orde baru sudah beberapa kali:
Di TPS  surat suara syah bila ada tanda tangan Ketua TPS orang yang “terpercaya” dari Pak Camat,  biasanya sesama Pegawai Negeri di RW masing2.
 Tanda tangan dibubuhkan pada surat suara saat sudah diterimakan kepada Pemilih dan akan menuju ka bilik pencoblosan , apa yang bisa dilakukan oleh Ketua TPS yang terpercaya  saat itu ?
Apabila calon pemilih adalah anggauta keluarga Pegawai Negeri,
Apabila sepak terjangnya di masyarakat “vocal” dan dicurigai
mempunyai pemikiran yang tidak mendukung Orde Baru.
Apabila yang bersangkutan diketahui mempunyai hubungan famili dengan mereka yang telah ditahan tanpa batas waktu penahanan, atau dibuang di Pulau Buru,    
Maka tanda tangan sang Ketua TPS diberi code untuk meneliti tanda  gambar apa yang dicoblos oleh si “Belang” ini dan  masuk file di badan Inteligence, mduk file di Babinsa, Koramil, Kodim sampai Kodam, saya yakin sampai sekarang masih tersimpan rapi.
Bisa bisa Pegawai Negeri,  yang se-kasur se-sumur se-dapur dengan  si Usil atau si Belang ini di kotak, artinya tidak di-percik-i  “rezeki” bahkan di-non job-kan.  
Ini bisa dikerjakan karena di satu TPS orang yang masih mempunyai hak pilih tapi dicurigai “mokong” artinya “mbalelo” usil, juga berarti tidak penurut, mereka harus diawasi, toh jumlahnya tidak banyak, orang yang berani mokong itu.

Yang tidak  boleh memilih  blingsatan dirumah saja, tidak diperhitungkan, maklum hanya si Pariah, berapa banyak tidak penting.

Orde Baru bubar tahun 1998 , bukan karena Rakyat memberontak? Tidak,  karena rakyat sudah lumpuh kemauannya,  pendek dan kabur pandangan hidupnya, Orde Baru bubar karena tidak didukung Anggaran Belanja-nya oleh Tuan Besar dengan duit pinjaman yang mencapai 40 % dari seluruh APBN tahun itu, Menteri2nya pada malas, berarti kedepan ndak ada Project yang empuk.
Itu saja.
Menurut pandangan Tuan Besar di Pentagon/White Hause ,  anggauta Dinasti Suharto sebagai erzats/ karbitan Kapitalis Konglomerat ini sudah melampaui batas, menantang sang Tuan antara lain soal Timor Timur dan  jadi counterproductive, kok brani brani-nya.
Begitu Orde Baru bubar, muncul Orde Reformasi oleh entitas yang sama yang oportunis. Sekarang sangat mendambakan aturan kayak jamannya Orde Baru dengan merencanakan UU unyuk menghukum anjuran Golput. Hanya untuk memancing raksi yang akan disapu dengan bantuan penuh Militer. Kayak di Mesir degan referendmnya.
Rakyat yang jiwanya sudah ditelikung selama 32 tahun, semisal tulang2nya masih rapuh, ototnya masih kaku, pandangannya kabur. Karena terhantam krisis ekonomi dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dollar menjadi seperlima dari biasanya secara mendadak jadi miskin,  yang  masih kaya membentuk Orde Reformasi  ramai2 mendirikan Partai2 hingga  38 - 40 nama Partai.
Pemilihan umum yang jurdil (jujur dan adil) begitu slogannya, untuk legalitas Orde Reformasi.
Semula rakyat mulai bergairah  , Pemilu yang pertama  sesudah era Orde Suharto, rakyat dimana mana   membuat gapura2 disetiap kampong dan desa,  dan patung Ogoh2 atas inisiatip dan beaya sendiri, sangat meriah mendukung Partai2 tumpuan harapan mereka.
Tapi pantas ditandai bahwa sesudah Rezim Suharto bubar, hngga kini seluruh aparatur Negara, mulai Lurah sampai Direktur Jendral Depatemen2, mulai Guru Honda ( honorer Daerah) sampai Rektor Universitas Negeri semua dalah cetakan Orde Baru  : Profesor itu harus diangkat oleh Presiden Suharto yang pendidikan formalnya SD,  pinter atau bodoh, lebih bodoh lebih baik,  ndak jadi soal yang perlu mematahkan  ke “liaran” Mahasiswa. Mulai Briptu sampai Irjenpol masih terbiasa  melakukan pendekatan keamanan dan ketertiban secara intelligence militer dengan tujuan pokok mengamankan kekuasaan  Pemerintah– mereka Abri, tulang punggung Kekuasaan,  bukan Penolong  Masyarakat, bukan penjaga integritas batas Negara. Baru sekarang saja kaget kaget sesudah kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan.
Birokrat – Rekanan/Leveransier  yang dulunya tertekan oleh tingkah Putra Putri Suharto dalam mengatur Project  mendadak bebas merdeka.  Koruptor -Hakim dan Jaksa – sesudah Orde Baru  ya masih orang2 yang sama, dan mereka ini tahu betul hidup ini untuk apa, berkiprah bebas merdeka a’la Akil Mochtar  walau sudah era Reformasi selama 17 tahun! Atau Sultan Batoebenjol.
Orang 2 kaya  raya,  Konglomerat selama Orde Baru, orang2 yang mampu bertahan kaya raya selama krisis ekonomi yang tak kunjung reda itulah telur2 tetasan Orde Baru peghuni Jurasic Park  yang mereka ciptakan – selama Orde Suharto jaya, Maha Tyranosaurus Rex ini masih mampu  menaklukkan  dan mengendalikan segala Saurus Bhutacakil  seantero Nsantara , begitu Si Maha Tyranosaurus Rex mati lemas, para Bhutacakil saurus ini malah tak terkontrol meraja lela  hingga kini,  merekalah yang bikin sengsara Rakyat    dari  selama era Orde Baru sampai tujuh belas tahun sesudah reformasi.  Saban hari ya itu itu saja yang dihadapi oleh Rakyat  calon pemilih,  malah telur telur yang grade-nya  paling bawah pada netas juga, jadi Danton Satpol PP yang ganas,   dimana2. Rakyat akan menangarai, ngaku dong,  kok elu lagi  gitu.
Memang tidak mudah membina ekonomi kerakyatan  dengan basis pasar tradisional yang penuh sampah, lha kenapa sampahnya ndak ditinggal di Desa2 malahan bisa untuk pupuk ? Memang nggak mudah untuk memperlakukan buruh sebagai Warga Negara   wong mereka kan  hanya komponen beaya produkasi , TKI  yang  terpaksa mengais rezeki di Malaysia sekalian  diperas oleh Yang Mulia Duta  Besar.  Memang tidak mudah memperlakukan rakyat sebagai partner/ sejawat bagfi mereka dalam menjalani  career sebagai Bankers, Burocrates dan Politisi,  oil gas and coal  Traders.  wong mereka si rakyat gurem tinggal  magersari (penghuni gubuk diatas tanah orang lain) di desa2 dan kampong kumuh dan pengap di kota2, sebaliknya sisa ssisa Orde Baru ini  wong kekayaan  pribadi nya  saja sudah trilyunan, lha rakyat itu apa ?

ORDE REFORMASI
Jadi Gubernur BI itu dipilih,  dari banyak  syarat salah satunya harus orang yang kaya  raya (mestinya  nurut ukuran internasional,  bukan kaya nurut ukuran lokal – misalnya Syekh Puji).  Itu seperti Miranda  Gultom yang bilang di satu acara TV jadi Bupernur Bank Indonesia hars orang kaya,  dia baca ketentuan2 resmi untuk jadi calon  Pemimpin Institusi Bank Sentral Republik ini ( Sedangkan Nabi  yang  utusan Allah lahir di keluarga yang terbilang miskin.)
Naujubillah minzalik.
Sekarang tahun 2014 sudah menetap sementara menjalani hukuman di Pondok Bambu ( Penjara Wanita) masih main tenis dan dan menunda ketuaan dengan spa dan massage dengan tukang pijat diantara mereka nara pedana masih terhormat, Sabtu Minggu libur pulang.

Ya  saya kuwatir jangan2 para Golput  in berfikir untuk apa  memberikan apa yang mereka  inginkan; bergegas  ngumpul ke tenda2  menggoreskan “tanda”?  - untuk melestarikan  pesta pora mereka itu maunya – Orasi kampanye supaya didengar oleh  kuping2 di gubug2
seantero Negeri makan beaya trilyunan rupiah dengan segala media.
Toh segala tekad gagah, janji  bhakti,  demi  bangsa   dan Negara bakal diganjal oleh Aparat, Birokrat, Rekanan  Ksatria Pengusaha ahli Lobby, dan hitung menghitung bagi untung antara  tetasan  telur2 Orde Baru  alumni Jurasic Park ?
Salah,  malah mungkin surat suara yang kosong karena si empunya tidak menggunakan haknya alias  golput,  anak buah Andi Merpati malah kerja lembur di Kecamatan kecamatan untuk nyoblosi kertas suara yang kosong sesuai dengan pesanan. Makanya kalau golput ya harus nyoblos, dimana saja asal jangan kotaknya foto si Sudrun.
Sudah begitu malah dalam penyelenggaraan-nya mengumpulkan dan menghitung  “tanda” juga mereka obok2 sediri? Mereka kan pakar IT ?
Sekarang malah  ketahuan bila saksi saksi  mengetahui kecurangan ini malah Hakim Majelis Kostitusi, jelas jelas komponen Golkar Doktor Akil Mutakil Mochtar yang wajahnya berwibawa dan teduh siap dengan dictum memenangkan yang brani bayar 3 ton emas.
Begitu berwibawanya dictum ini sehingga Pakde Karwo Gubernur Jawa Timur yang dimenangkan oleh Hakim MK Bhuta Cakil ini ngotot, bahwa putusan yang sontoloyo  ini: “berkekutan tetap dan mengikat.”
Lha iya saja wong sudah bayar banyak, konon sepuluh miliar – e - kok ada ya fenomena kriminalitas kerah putih ini sudah konangan kok ngotot, ndak malu.
Konstitusi Republik ini  UUD 1945   di amandemen  menyatakan   Republik kita ini Republik Oligarchy.
Rakyat tidak bodoh gitu kan ?
Dibalik ini semua sebenarnya sudah sejak World Bank, IMF, ADB didirikan, ideology Neoliberalisme sudah mengembangkan sayapnya.
Dari Orde Baru ke Orde Reformasi tongkat estafet Leberalisme selalu dijunjung  oleh Para Elit politik, Ekonomi dan Business yang mampu bermain di Negeri ini.  Patah tumbuh hilang beganti. Malah Pentolan judi hwa hwe yang dari hasil rampokan dari dit rakyat kecil, Bandar judi ini dibelikan tanah kebun buah seluruh kecamatan Kuningan  mendapat legalitas dari Bang Ali kala itu, sekarang jadi Ketua Majlis Tinggi Partai Nasdem. Apa maunya ?
Dengan ini bicara apa saja super manis dari Surya Paloh toh  kampanyenya jadi hambar. Jangan jangan desakan pesenan Murdoch untuk membungkus pil racun pahit Neokolonialisme bagi raakyat Indonesia yang malang.

Untuk menegakkan dan mengetrapkan ideology si Datuk dari Neo liberalisme sanggup membakar wilayah hunian anak manusia yang luas,  menduduki wilayah dengan perang terbuka, demi minyak mentah. Apalagi hanya dengan perang terselubung atau perang Intelligence, menyesatkan kemauan Rakyatnya, mudah sekali.

Diantara Bangsa ini tidak banyak orang yang dengan mudah kehilangan prinsip hidup, tidak oportunis yang phragmatis. Bangsa ini telah ditempa dengan pelajaran hidup bermasyarakat dengan hubungan antar manusia dari sumber sumber besar Kebudayaan Hinduisme, Budisme, Agama agama Samawi,   juga hubungan manusia dan Penciptanya.
Hanya sedikit yang menyadari adanya upaya yang terencana dan sistimatis untuk menyusupkan jalan pemikiran Neo Libarlisme, – dengan tokoh tokoh baru yang lebih ganas dan rusak walau nurut standard Liberalisme lama.
Malah ditutupi dengan wajah dan gaya yang anggun dari puncak kekuasaan Republik ini, mengatakan bahwa tindakan  memberi dana talangan bank yang sistemik runtuh karena dikorupsi adalah tindakan yang  “harus dan mulia”, ini diumumkan dihadapan rakyat dengan anggun, tnapa rasa beersalah.

Pernyataan ini akan segera luntur dengan dtangkapnya Anggoro dari Shen Chen China oleh KPK.

Inti pegangan ideology  Neo Liberalisme
Bahwa Kebebasan manusia harus dijunjung tinggi dan penjelmaan dari kebebasan itu harus terjadi tanpa campur tangan dari apapun dan oleh siapapun.  Jadi Petani Gurem bebas diinjak injak oleh sebangsa Bulog atau Dolog swasta atau Negara. Manusia bebas  hanya bisa mendapatkan hasil resultante interaksi kebebasannya dari yang terkecil sampai yang terintegrasikan oleh “Pasar”dengan transaksi dan kontrak.
Semua yang bebas ini harus menawarkan diri ke Pasar, itulah keadilan yang hakiki. Tidak peduli duit modal dari mana.
Dengan pandangan ini teciptalah hegemoni si Penguasa Pasar, yang kebenarannya mutlak,  keadilannya juga mutlak. Keadilan nilai uang.
Malah Penguasa Pasar dengan bersemangat yang berapi api mau dan mampu memerangi secara harfiah  diwujudkan dengan hard power maupun kekuatan lunak atau soft power  terhadap  para Pembangkang.
Dalam hal ini Orde Baru lebih berhasil, Pemilih  datang ke TPS hampir 100%  Orde Reformasi mundur selangkah yang datang hanya 40 %, tapi kayaknya prosentase pemilih kok ndak penting, seperti referendum di Mesir kini.  
Akan tetapi Orde Reformasi sangat berpotensi untuk menciptakan landasan yang lebih kuat berkembangnya praktek neo liberalisme dinegeri ini. Dibantu dengan watak local yang pelupa, ndak menandai track record.
Satu persen dari penduduk telah neguasai lebih dari 70 kekayaan yang tereksploitasi secara Nasional, merekalah yang sudah gerah oleh Dispotisme Militer Orde Baru yang memelihara kroninya saja, sedangkan dengan hutang yang bertimbun saban tahun menyediakan “anggur dan Gladiator” selam 32 tahun,  untuk menenangkan rakyat berupa subsidi sarana produksi pertanian ke Petani,  subsidi energi BBM.   Siasat Despot macam ini terlalu kuno dan counterproductive bagi pandangan Neoliberlisme. Resep  kaum Neolib lebih irit dan ampuh guna mendapatkan “bantuan”  Datuknya neoliberlisme yaitu Amerika Serikat.
Dibuatnya negeri ini tergantung dari import pangan tanpa malu malu, sedah tradisi import kedelai dari USA dan Brasil, kamudian imort beras, import gula unrefined, import hirtikulutura terutama bawang putih dan bawabg merah. Makin kita import makin petani kita tewrpuruk, dan tidak punya daya. Makin banyak yang diiport. Entah kenapa import ini harus dibayar dengan US dollar. Makin msrosotlah nilai rupiah karena ketimpangan neraca pembayaran ini. Sudah terlaksana tujuan neoliberalisme.*)

Mereka dibarisan terdepan masuk ke “Pasar” agar ditawar oleh Paman Sam. Persaingan bebas, semua harus masuk Pasar. Yang terpenting adalah mnengaitkan nilai tukar uang local dengan US Dollar, makanya dilarang keras mencetetak uang local yang tidak sesuai dengan jumlah nilai jasa dan barang. Pekejaan ini harus hanya dilakukan olen US Dollar nurut keputusan Wall Street*)


0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More