Nama Golput diberikan kepada sebagian “Pemilih” yang
tidak menggunakan hak pilihnya. Bukan termasuk mereka yang entah kenapa ndak
terdaftar.
Pemilihan Wakil Rakyat untuk DPR/DPD/DPRD 2009, mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya di
dapil Surabaya mencapai 39 %
Sungguh spektakuler. Sementara Calon calon yang tidak
terpilih untuk jadi anggauta DPR maupun DPRD - pada stress bahkan sampai bunuh diri
Rupanya tidak ada
Politisi , Pengamat politik,
Sosiologist, atau Mass Media yang
menyediakan waktu buat memberikan perhatian dan ulasan mengenai fonomena
ini, meskipun hasil perhitungan suara sudah resmi diumumkan, mungkin karena malu atau tak mampu
berbuat apa2 ? Atau saking kentalnya kebiasaan GR
Konon menurut UU pemilu yang ada Gulpot ini tidak
diperhitungkan keberadanya, jadi andaikata satu kabupaten calon Bupati dan
Wakilnya hanya mendapat 2500 suara tapi itu sudah yang terbanyak, dari pasangan
calon yang lain mereka mesti jadi Bupati dan Wakilnya, meskipun golputnya
berjuta juta, mereka tenang aja kayak Bupati Garut yang dicopot Gubernurnya,
malah makin mengumbar hawa syahwat yang tidak lumrah.
Ada lagi rumour yang mengatakan bahwa DPR sekarang ini
akan menciptakan UU yang menghukum barang siapa yang menganjurkan untuk jadi
golput. Saya pikir ini pasti diratifikasi oleh DPR sekarang dengan aklamasi
penuh. Saking gilanya mereka pada kekuasaan, meskipun ndak punya constituent.
Partai2 lagi
sibuk2nya mengadakan tawar menawar saling men-siasati satu sama lain yang
mereka namakan “koalisi”.
Ideologi satu2nya adalah bagaimana mendapatkan kekuasaan, yang sayangnya harus dibagi dibagi. Wah
repotnya, sampai sampai kental melibatkan ilmu klenik, bertapa di tempat tempat
angker segala, dukun golongan hitam, putih, abu abu semua laris, makam keramat
penuh.
Sebenarnya sejak Rezim Orde Baru berkuasa sejak tahun 1966, selama 32 tahun Kakuasaan betumpu
pada policy demi “Keamanan dan
Ketertiban” sangat ditentukan oleh “Dinamisator”, “Stabilisator” , “Executor” daripada Kekuasaan Negara alias
sepenuhnya Dispotisme Militer yang
berkiprah “Dwifungsi” dengan pendekatan Inteligence, termasuk
menghilangkan orang - toh Pemilih malah berbondong bondong datang ke TPS
( Tempat Pemberian Suara) , karena takut, bukan
demi aspirasi - ndak ada Golput tapi malah ada sebagian warga yang
dilarang ikut Pemilu.
`
Sepuluh tahun – limabelas tahun pertama, Orde Baru
berkuasa:
Ya siapa yang tidak takut, barang siapa yang tidak
mampak batang hidungnya di TPS adalah mereka yang di KTP nya ada tulisan OT
(Organisasi Terlarang) – yaitu tersangka antek Orde Lama Sukarno dan mereka yang dianggap Langsung atau Tidak langsung tersangkut
Pemberontakan G30S PKI – sampai anak cucunya : dijadikan orang yang harus
dirampas hak2 sipilnya dilarang
jadi Pegawai Negeri, atau
mencari nafkah dari mengajar apapun disekolah umum
atau menulis apapun untuk diterbitkan supaya idea nya tidak menular, dan boleh
dinistakan termasuk anak cucunya, oleh siapa saja. Pariah di Negerinya sendiri – sungguh sangat
tidak nyaman, siapa mau digolongkan dengan yang ini ?
Pemilihan umum jaman Orde Baru sudah beberapa kali:
Di TPS surat
suara syah bila ada tanda tangan Ketua TPS orang yang “terpercaya” dari Pak
Camat, biasanya sesama Pegawai Negeri di
RW masing2.
Tanda tangan
dibubuhkan pada surat suara saat sudah diterimakan kepada Pemilih dan akan
menuju ka bilik pencoblosan , apa yang bisa dilakukan oleh Ketua TPS yang
terpercaya saat itu ?
Apabila calon pemilih adalah anggauta keluarga Pegawai
Negeri,
Apabila sepak terjangnya di masyarakat “vocal” dan
dicurigai
mempunyai pemikiran yang tidak mendukung Orde Baru.
Apabila yang bersangkutan diketahui mempunyai hubungan
famili dengan mereka yang telah ditahan tanpa batas waktu penahanan, atau
dibuang di Pulau Buru,
maka tanda tangan sang Ketua TPS diberi code untuk
meneliti tanda gambar apa yang dicoblos
oleh si “Belang” ini dan masuk file di
badan Inteligence, masuk file di Babinsa, Koramil, Kodim sampai Kodam, dan
Korem saya yakin sampai sekarang masih tersimpan rapi.
Bisa bisa Pegawai Negeri, yang se-kasur se-sumur se-dapur dengan si Usil atau si Belang ini di kotak, artinya
tidak di-percik-i “rezeki” bahkan di-non
job-kan.
Ini bisa dikerjakan karena di satu TPS orang yang
masih mempunyai hak pilih tapi dicurigai “mokong” artinya “mbalelo” usil, juga
berarti tidak penurut, mereka harus diawasi, toh jumlahnya tidak banyak, orang yang
berani mokong itu, kecuali di Penjara penjara, Nusakambangan dan Pulau Buru.
Yang tidak
boleh memilih blingsatan dirumah
saja, tidak diperhitungkan, maklum hanya si Pariah, berapa banyak tidak
penting.
Orde Baru bubar tahun 1998 , bukan karena Rakyat
memberontak? Tidak, karena rakyat sudah
lumpuh kemauannya, pendek dan kabur
pandangan hidupnya, Orde Baru bubar karena tidak didukung Anggaran Belanja-nya
oleh Tuan Besar dengan duit pinjaman yang mencapai 40 % dari seluruh APBN tahun
itu, Menteri2nya pada malas, berarti kedepan ndak ada Project yang empuk.
Itu saja.
Menurut pandangan Tuan Besar di Pentagon/White Hause /Wall
Street, anggauta Dinasti Suharto sebagai
erzats/ karbitan Kapitalis Konglomerat ini sudah melampaui batas, menantang
sang Tuan antara lain “mbalelo” tidak mau memerdekakan Timor Timur dan jadi counterproductive, kok brani brani-nya.
Begitu Orde Baru bubar, muncul Orde Reformasi oleh
entitas yang sama yang juga sangat oportunis. Sekarang sangat mendambakan
aturan kayak jamannya Orde Baru dengan merencanakan UU untuk menghukum penganjur
Golput. Hanya untuk memancing reaksi
yang tentunya akan disapu dengan bantuan penuh Militer. Kayak di Mesir kini degan
referendumnya.
Rakyat yang jiwanya sudah ditelikung selama 32 tahun, semisal
tulang2nya masih rapuh, ototnya masih kaku, pandangannya kabur. Karena
terhantam krisis ekonomi dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dollar menjadi
seperlima dari biasanya secara mendadak jadi miskin, yang
masih kaya membentuk Orde Reformasi
ramai2 mendirikan Partai2 hingga 38 - 40 nama Partai.
Pemilihan umum yang jurdil (jujur dan adil) begitu
slogannya, untuk legalitas Orde Reformasi.
Semula rakyat mulai bergairah , Pemilu yang pertama sesudah era Orde Suharto, rakyat dimana mana membuat gapura2 disetiap kampong dan
desa, dan patung Ogoh2 atas inisiatip
dan beaya sendiri, sangat meriah mendukung Partai2 tumpuan harapan mereka.
Tapi pantas ditandai bahwa sesudah Rezim Suharto
bubar, hngga kini seluruh aparatur Negara, mulai Lurah sampai Direktur Jendral
Depatemen2, mulai Guru Honda ( honorer Daerah) sampai Rektor Universitas Negeri
semua adalah cetakan Orde Baru : Profesor
itu harus diangkat oleh Presiden Suharto yang pendidikan formalnya SD, pinter atau bodoh, lebih bodoh lebih baik, ndak jadi soal yang perlu mematahkan ke “liaran” Mahasiswa. Mulai Briptu sampai
Irjenpol masih terbiasa melakukan
pendekatan keamanan dan ketertiban secara intelligence militer dengan tujuan
pokok mengamankan kekuasaan Pemerintah– mereka
Abri, pemilik sekaligus tulang punggung Kekuasaan, bukan Penolong Masyarakat, bukan penjaga integritas batas
Negara. Baru sekarang saja kaget kaget sesudah kehilangan pulau Sipadan dan
Ligitan.
Birokrat – Rekanan/Leveransier yang dulunya tertekan oleh tingkah Putra Putri
Suharto dalam mengatur Project mendadak
bebas merdeka. Koruptor -Hakim dan Jaksa
– sesudah Orde Baru ya masih orang2 yang
sama, dan mereka ini tahu betul hidup ini untuk apa, berkiprah bebas merdeka
a’la Akil Mochtar walau sudah era
Reformasi selama 17 tahun! Atau Sultan Batoebenjol, yang sekarang diadili KPK
dengan tuduhan memaksa mendapatkan project migas, karena dia Ketua Komisi 7 DPR
RI !!
Orang 2 kaya raya,
Konglomerat selama Orde Baru, orang2 yang mampu bertahan kaya raya selama
krisis ekonomi yang tak kunjung reda itulah telur2 tetasan Orde Baru peghuni
Jurasic Park yang mereka ciptakan –
selama Orde Suharto jaya, Maha Tyranosaurus Rex ini masih mampu menaklukkan
dan mengendalikan segala Saurus Bhutacakil seantero Nsantara , begitu Si Maha
Tyranosaurus Rex mati lemas, para Bhutacakilsaurus ini malah tak terkontrol
meraja lela hingga kini, merekalah yang bikin sengsara Rakyat dari selama era Orde Baru sampai tujuh belas tahun
sesudah reformasi. Saban hari ya itu itu
saja yang dihadapi oleh Rakyat calon pemilih,
malah telur telur yang grade-nya paling bawah pada netas juga, jadi Danton Satpol
PP yang ganas, dimana2. Rakyat sudah menengarai mereka, ngaku
dong, kok elu lagi gitu.
Memang tidak mudah membina ekonomi kerakyatan dengan basis pasar tradisional yang penuh
sampah, lha kenapa sampahnya ndak ditinggal di Desa2 malahan bisa untuk pupuk ?
Memang nggak mudah untuk memperlakukan buruh sebagai
Warga Negara wong mereka kan hanya komponen beaya produkasi , TKI yang terpaksa mengais rezeki di Malaysia sekalian diperas oleh Yang Mulia Duta Besar.
Memang tidak mudah memperlakukan rakyat sebagai partner/ sejawat bagi
mereka dalam menjalani career sebagai Bankers,
Burocrates dan Politisi, minyak mentah ,
gas alam and coal Traders. wong mereka si rakyat gurem tinggal jadi penumpang gelap (penghuni gubuk diatas
tanah orang lain) di desa2 dan kampong kumuh dan pengap di kota2, sebaliknya
sisa sisa Orde Baru ini wong
kekayaan pribadi nya saja sudah trilyunan, lha rakyat itu apa ?
*)
ORDE REFORMASI
Jadi Gubernur Bank Indonesia itu dipilih oleh Executive disetujui DPR, dari banyak
syarat salah satunya harus orang yang kaya raya (mestinya nurut ukuran internasional, bukan kaya nurut ukuran lokal – misalnya
Syekh Puji). Itu seperti Miranda Gultom yang bilang di satu acara TV jadi Gubernur
Bank Indonesia harus orang kaya, dia
baca ketentuan2 resmi untuk jadi calon
Pemimpin Institusi Bank Sentral Republik ini ( Sedangkan Nabi yang
utusan Allah lahir di keluarga yang terbilang miskin, dan Beliau tetap
hidup sederhana selama hidupnya)
Naujubillah minzalik.
Sekarang tahun 2014 Nonya Miranda Gulatom sudah
menetap sementara menjalani hukuman di Pondok Bambu ( Penjara Wanita) masih
main tenis dan dan menunda ketuaan dengan spa dan massage menikmati hari tuanya
dengan harta haramnya, membayar tukang pijat diantara mereka nara pidana masih
terhormat, Sabtu Minggu dan kapan saja dia mau libur pulang.
Ya saya kuwatir
jangan2 para Golput in berfikir untuk apa memberikan apa yang para vampire ini inginkan; bergegas ngumpul ke tenda2 menggoreskan “tanda”? - untuk melestarikan pesta pora mereka, itu maunya – Orasi
kampanye supaya didengar oleh kuping2 di
gubug2 diiming iming dengan uang.
Seantero Negeri makan beaya trilyunan rupiah dengan
segala media. Untuk mengatas namakan rakyat.
Toh segala tekad gagah, janji bhakti,
demi bangsa dan Negara bakal diganjal oleh Aparat,
Birokrat, Rekanan, Ksatria Pengusaha ahli
Lobby, dan hitung menghitung bagi untung antara
tetasan telur2 Orde Baru alumni Jurasic Park ini? Tidak mendatangi TPS
?
Salah, malah
mungkin surat suara yang kosong karena si empunya tidak menggunakan haknya
alias golput, anak buah Andi Merpati malah kerja lembur di
Kecamatan kecamatan untuk nyoblosi kertas suara yang kosong sesuai dengan
pesanan. Makanya kalau golput ya harus nyoblos. Nyoblos apa ? Inilah rahasia
yang masih terjaga di era ini, karena di tempat penyoblosan tidak ada CCTV.
Sudah begitu malah dalam penyelenggaraan-nya mengumpulkan
dan menghitung “tanda” juga mereka obok2
sediri? Ingat Andi Merpati ?
Dia bisa melenggang bebas. Mereka kan pakar IT ?
Sekarang ketahuan bila saksi saksi mengetahui kecurangan, malah Hakim Majelis
Konstitusi, jelas jelas komponen Golkar Doktor Akil Mutakil Mochtar yang
wajahnya berwibawa dan teduh siap dengan dictum memenangkan yang brani bayar 3
ton emas.
Begitu
berwibawanya dictum ini sehingga Pakde Karwo Gubernur Jawa Timur yang
dimenangkan oleh Hakim MK Bhuta Cakil ini ngotot, bahwa putusan si
sontoloyo ini: “berkekuatan tetap dan
mengikat.” Lha gimana lagi wong yang berkepentingan Ny Khofifah diam saja, mungkin sudah dapat kompensasi begitulah.
Lha iya saja wong sudah bayar banyak, konon sepuluh
miliar – e - kok ada ya fenomena baru, kriminal kerah putih ini menyuap, sudah
konangan kok ngotot, ndak malu.
Seharusnya sekalian, Konstitusi Republik ini UUD 1945
di amandemen menyatakan Republik kita ini Republik Oligarchy.
Rakyat tidak bodoh gitu kan ?
Dibalik ini semua sebenarnya sudah sejak World Bank,
IMF, ADB didirikan, ideology Neoliberalisme sudah mengembangkan sayapnya.
Dari Orde Baru ke Orde Reformasi tongkat estafet neoliberalisme
selalu dijunjung oleh Para Elit politik,
Ekonomi dan Business yang mampu bermain di Negeri ini. Patah tumbuh hilang beganti. Malah Pentolan
judi hwa hwe yang dari hasil rampokan dari duit rakyat kecil, berhasil
menguasai tanah Jakarta. Bandar judi ini konon menanam hasil judi ini dibelikan
tanah kebun buah seluruh kecamatan Kuningan mendapat legalitas dari Bang Ali kala itu,
sekarang jadi Ketua Majlis Tinggi Partai Nasdem. Apa maunya ? Jangan jangan
akan mengorganisasi hwa hwee lagi untuk membeayayai “pembangunan” ? Pembangunan
apa ?
Dengan ini bicara apa saja super manis dari Surya
Paloh toh kampanyenya jadi hambar. Jangan
jangan desakan pesenan Murdoch untuk membungkus pil racun pahit Neokolonialisme
bagi raakyat Indonesia yang malang.
Calon yang bicara gagah Ingkar janji, pasti. Justru mungkin
untuk memprovokasi rakyat, bila rakyat bangkit. Drone milik SEATO akan bahu
membahu dengan konco konco lamanya yang sudah lama bersabar disini.
Untuk menegakkan dan mengetrapkan ideology si Datuk
dari Neo liberalisme sanggup membakar wilayah hunian anak manusia yang
luas, menduduki wilayah dengan perang
terbuka, demi minyak mentah. Apalagi hanya dengan perang terselubung atau perang
Intelligence, menyesatkan kemauan Rakyatnya, mudah sekali.
Diantara Bangsa ini tidak banyak orang yang dengan mudah
kehilangan prinsip hidup, tidak oportunis yang phragmatis. Bangsa ini telah
ditempa dengan pelajaran hidup bermasyarakat dengan hubungan antar manusia dari
sumber sumber besar Kebudayaan Hinduisme, Budisme, Agama agama Samawi, juga
hubungan manusia dan Penciptanya.
E e kok agamawan Budha dari golongan tertentu membela
Ny Besar Hartati Murdaya Poo yang dihukum gara gara terbukti menyuap Gubernur
Sulawesi Tengah yang namanya Amran Batalipu? Lha jubah dan wajahnya yang selalu senyum itu untuk apa ?
Mengejek rakyat ?
Hanya sedikit yang menyadari adanya upaya yang
terencana dan sistimatis untuk menyusupkan jalan pemikiran Neo Libarlisme, –
dengan tokoh tokoh baru yang lebih ganas dan rusak, walau diukur nurut standard
Liberalisme lama.
Malah ditutupi dengan wajah dan gaya yang anggun Ex
Pentolan BI dari puncak kekuasaan Republik ini, mengatakan bahwa tindakan memberi dana talangan bank yang sistemik
runtuh karena dikorupsi adalah tindakan yang “harus dan mulia”, ini diumumkan dihadapan
rakyat dengan anggun, tanpa rasa bersalah. Mengalahkan alm. Prof Sumitro gaya
pinternya.
Pernyataan ini akan segera luntur dengan dtangkapnya
Anggoro dari Shen Chen China oleh KPK.*)
Inti pegangan ideology Neo Liberalisme
Bahwa Kebebasan manusia harus dijunjung tinggi dan
penjelmaan dari kebebasan itu harus terjadi tanpa campur tangan dari apapun dan
oleh siapapun. Jadi Petani Gurem bebas
diinjak injak oleh sebangsa Bulog atau Dolog swasta atau Negara. Manusia bebas hanya bisa mendapatkan hasil resultante interaksi
kebebasannya dari yang terkecil sampai yang mengendalikan negara harus terintegrasikan
oleh “Pasar”dengan transaksi dan kontrak. Bila ingkar pesawat tanpa awak “drone”
akan mencabut nyawanya.
Semua yang bebas ini harus menawarkan diri ke Pasar,
itulah keadilan yang hakiki. Tidak peduli duit modal dari mana.
Dengan pandangan ini teciptalah hegemoni si Penguasa
Pasar, yang kebenarannya mutlak,
keadilannya juga mutlak. Keadilan nilai uang.
Malah Penguasa Pasar dengan bersemangat yang berapi
api mau dan mampu memerangi secara harfiah
diwujudkan dengan hard power maupun kekuatan lunak atau soft power terhadap
para Pembangkang.
Ini bukan ancaman tapi mereka bersungguh sungguh di
Afganistan Pakistan dan Siria.
Dalam hal ini ada pendapat Orde Baru lebih berhasil, Pemilih datang ke TPS hampir 100% Orde Reformasi mundur selangkah yang datang
hanya 40 %, tapi kayaknya prosentase pemilih kok ndak penting, seperti
referendum di Mesir kini.
Akan tetapi jangan lupa Orde Reformasi
sangat berpotensi untuk menciptakan landasan yang lebih kuat berkembangnya praktek
neo liberalisme dinegeri ini. Dibantu dengan watak local yang pelupa, ndak menandai
track record calon/konstituen-nya.
Satu persen dari penduduk Negara ini telah menguasai
lebih dari 70 kekayaan yang tereksploitasi secara Nasional, merekalah yang
sudah gerah merindukan Dispotisme Militer Orde Baru yang memelihara kroninya
saja, sedangkan dengan hutang yang bertimbun saban tahun menyediakan “anggur
dan Gladiator” selam 32 tahun, untuk
menenangkan rakyat berupa subsidi sarana produksi pertanian ke Petani, subsidi energi BBM, kini jadi terlalu mahal.
Siasat Despot macam ini terlalu kuno dan
counterproductive bagi pandangan Neoliberlisme.
Resep kaum
Neolib lebih irit dan ampuh guna mendapatkan “duit gampang” dari Datuknya
neoliberlisme yaitu hutang dari Amerika Serikat.
Dibuatnya negeri ini tergantung dari import pangan
tanpa malu malu, sudah tradisi import kedelai dari USA dan Brasil, kamudian import
beras, import gula unrefined, import hortikulutura terutama bawang putih dan
bawang merah. Makin kita import makin petani kita terpuruk, dan tidak punya
daya, apalagi menghadapi siasat “dumping” dari pedagang. Makin banyak yang diiport, entah kenapa import
ini harus dibayar dengan US dollar. Makin merosotlah nilai rupiah karena
ketimpangan neraca pembayaran ini. Kebutuhan akan US dollar menjadi mutlak. Sudah
terlaksana tujuan neoliberalisme.
Mereka dibarisan terdepan masuk ke “Pasar” agar
ditawar oleh Paman Sam. Persaingan bebas, semua harus masuk Pasar. Untuk itu
pangan dibuat tergantung import, pertanian dihancurkan ole Orde Sudrun
Yang terpenting adalah mnengaitkan nilai tukar uang local
dengan US Dollar, berhutangalah, maka problim pangan beres. Makanya lalu dilarang keras mencetetak uang
local yang tidak sesuai dengan jumlah nilai jasa dan barang, tapi sesuai dengan
hutang dollar yang didapat. Pekejaan mencetak uang ini harus hanya dilakukan
olen US Dollar nurut keputusan Wall Street dan Uni Europa waktu rapat di Swiss
ditempat yang namanya Davos, disitu semua raja uang Dunia yang rata rata orang
Jahudi bertukar sepakat. Maka inflasi dollar yang sistimik dan
terencana akan kita pikul, demi import pangan, artinya:
Mau atau tidak kurs US dollar naik tajam meskipun
dinegerinya sendiri sudah inflasi.
Maka simaklah saudaraku, betapa berhasilnya pekerjaan
para Sudrun yang sudah berkoalisi sepuluh tahun dengan para Koruptor Century,
Koruptor Hambalang, Koruptor Import mulai dari Sapi, Gula,beras, kedele,
jagung, singkong, gandum bawang merah bawang putih Lombok, buah buahan. Kerja
sama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan para Gubernur Daerah
Pengembangan lahan baru Pertanian, yang hanya menyediakan jutaan hectare lahan
bagi Investor raksasa demi gratifikasi gemuk. Terlihat juga dengan Menteri
Perdagangan yang juga kaum sudrun, untuk import beras guna di dumping waktu panen raya.
Para Sudrun lupa bahwa mendukung neo libaralisme sama
saja dengan mendukung kaum Yahudi,
Penguasa Wall Street yang secara terang terangan ingin mengerdilkan
Islam menjadi Islam sudrun penuh nafsu syahwat. Demi kesampaiannya nafsu syahwat mereka yang
luar biasa.
Maunya ini semua di stempel oleh hasil suara anda
dalam pemilu yang akan datang, untuk diteruskan keseluruh Dunia.
Nurut hitungan ini akan lebih murah dari membiayai
Pemerintahan Despotic lengkap dengan todongan senjata, yang sudah dicoba di Negara
Amerika Latin, Phillipine, Indonesia dan Myanmar.
Sambil memperbaiki kesalahan policy yang lalu yaitu pembentukan sistim Konglomerat setempat. Ini yang
lama kelamaan menimbulkan saingan saingan baru seperti Taiwan, Korea Selatan,
Malaysia *)
0 comments:
Posting Komentar