AJARAN ISLAM YANG SAYA TANGKAP DARI MASYARAKAT KITA
Ajaran Islam yang saya terima: Islam memberikan empat ciri nuansa ajaran yang mestinya dianjurkan untuk diminati sekaligus keempat-empatnya menurut kadar bakat yang bersangkutan, yaitu syariat, tarikat, hakikat dan makrifat/ tasawuf.
Yang secara nyata mutlak harus diamalkan adalah syariah, sebab yang ini sangat nyata kaitannya dengan hidup sehari-hari, yaitu membaca kalimat syahadat, shalat lima waktu, zakat fitrah/mal, puasa dalam bulan Ramadhan dan pergi berhaji ke Makkah dengan wukuf ke di padang Arafah, bila mampu membeayai perjalanan ini walau cukup hanya sekali seumur hidup, e, malah banyak ummat yang berkali-kali, kenapa kok bolak-balik ke Makkah, karena konon disana semua do’anya makbul. Ini dikapitalize oleh induatri pariwisata religi oleh semua bangsa yang penduduknya bnyak beragama islam dan kebudayaannya terbelakang, mereka upayakan begitu terus, jangan sampai berfikir lain.
Diyakini segala kebaikan hidup di dunia ini akan menyertai mereka yang mengamalkan rukun Islam ini dengan sungguh sungguh. Siapa umat Islam termasuk saya yang tidak mengimani kenyataan ini ? Sampai- sampai ada kerabat saya yang bisa bilang dengan lugasnya pada saya : "Mas Bagyo, saya ini mengamalkan rukun Islam ini utuh dan benar, makanya jangan heran kalau semua permohonan saya demi kebaikan keluarga saya dikabulkan oleh Allah," ujarnya pada saya ketika saya bertamu ke rumahnya yang megah.
Pernyataan ini sudah memastikan bahwa ibadahnya luar dalam sudah cocok dengan apa mestinya. Saya juga ikhlas mempercayai pernyataan ini wong kenyataannya ada, kerabat saya pun sukses hidupnya. Mayaraakat disekitarnya adalah saksi, bagaiaman beda yang diridhoi dan masih berusaha diridhoi, bukan sasaran kesalehan sosial, karena mereka bisa kangsung mohon kepada Allah seperti dia, yang tak berfikit apa apa selain keluarganya..
Kepatuhan pada tata cara menjadi tolok ukur yang sangat penting untuk mengukur sukses kehidupan orang, dalam hidupnya dan ibadahnya/menjalankan syariah Islam. Berfikir tidaklah terlalu penting. Lho apa dmikian sebenarnya yang aku harap ? Aku harapkan kesalehan ibadah ini membawa ke kesalehan sosial, kelakuannya bermasyarakatbya bagaimana, apakah dia tersentuh melihat seekor anjing jalan kehausan ?
Sedang saya seorang Jawa, yang sejak masa kanak-kanak dibesarkan dalam keluarga Jawa yang beragama Islam di awal masa kecil saya tahun 1930-an, dan masa itu trikotomi Geertz yakni Santri, Abangan dan Priyayi masih kental nuansanya di Pulau Jawa saat itu.
Saya masuk sekolah umum jaman Belanda dan sekolah umum jaman Jepang kemudian sekolah umum pula jaman Republik, entah saya digolongkan dalam Abangan, atau Priyayi, kalau sebutan santri, saya belum pernah nyantri. Namun yang saya rasakan di masa remaja dan pemuda saya hanyalah gelora rasa kemerdekaan di awal kemerdekaan Indonesia, yang kental saya rasakan jaman itu adalah nuansa Nasionalisme.
Sebagi seorang yang beragama Islam, saya berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan Shalat, dalam shalat selalu baca pembukaan dalam aksara latin kurang lebih bunyinya :
“Inna shalati wannusuki wamahyaya wamamamati lillahi Rabil Alaamin” – Bahwa shalat dan ibadah saya hidup dan mati saya adalah milik Allah semata.
Kenikmatan hidup se-sempit pengertian saya (terus terang juga saya dambakan), ya tidak saya kaitkan dengan ibadah shalat saya, demi memenuhi kewajiban saja. Kata pak Ustadz kenalan saya, tanda nyata bersyukur dari nikmat yang tak terhitung, lebih pantas, karena sebenarnya saya tidak akan bisa membatasi dengan ikhlas apa saja nikmat kebruntungan yang sudah saya terima, selalu ada kecenderungan minta nambah nikmat.
Syariat dijalani dengan tepat dan benar memang berat, merombak seluruh kebiasaan hidup. Justru syariat ini yang gampang kelihatan, termasuk, hasil nyatanya dalam kehidupan sehari hari, ini yang sebenarnya dikejar dan didambakan oleh setiap orang, bukan ikhlasnya dengan nikmat apa yang didapat.
Bahwa kehidupan ini dalam keniscayaan perubahan, yang pelakunya, mendapati dari kalimat “Maliki Yaumiddin” dalan surah Al Fatihah, ENGKAU LAH menguasai hari kiamat hari akhir – dan manusia tidak akan tahu kapan perubahan/kiamat besar kecil itu akan terjadi – keadaan ini dijawab oleh para Ustadz dan Kiai tetaplah istiqomah (telaten/tekun).
Saya ingat Pujangga Ronggowarsito membahasakan dalam bahasa puisi jawa “ Tarlen meleng memalat sih” dan harapannya “Bhadaring sapu dendha antuk mayar sawatawis, Borong anggo swarga mesi martoyo “ dalam bahasa Indonesia Tetep sabar memohon kasih Allah – Bahwa akan mendapatkan keringanan sekedarnya (karena beliau sangat sopan tidak berani mengharapkan, ikhlas bila kesalahannya tidak diampuni semua), terserah kepada Allah yang mengusai segala alam.
Adapun arti, makna seluruh isi dari ajaran Islam yang tertera dalam kitab suci Al Qur’an, Al Hadist, sunnah Nabi, perilaku sahabat Nabi mengandung pelajaran sangat luas, sangat lengkap dan dalam, menggoda orang untuk menyelaminya, itu adalah kecenderungan manusia secara wajar, untuk mengobati kerinduannya kepada kesempurnaan Allah.
Kalau sudah begitu apa masih mohon ini dan itu lagi ? Pokoknya yang menyenangkan thok, yang susah itu tandanya atau bagiannya orang yang jauh dari Allah.
Ndak usah mikir beda WTS di Dolly juga punya wisma mentereng dari Akhli Ginjal yang sekaligus punya Apotik dan alat haemodialysa berderet, sama sama kerja melayani orang sakit, hasilnya sangat selangit kedua-keduanya, nungkin mereka juga tidak pernah mohon kepada Allah mengenai rezekinya wong bagi mereka semuanya sudah pasti nikmat, saya pastikan bahw keduanya sam sama tidak memiliki kesalehan sosial(*).
1 comments:
Allah sangat mencintai umat manusia yang saleh, terlalu sepele bila diukur dengan pemberian nikmatnya yang sangat banyak kepada semua orang, yang kaffah dari luar- maupun yang tidak. CintaNya pada umatnya yang dikehendaki bisa dirasakan timbal balik bagi yang bersangkutan sehingga credonya Bismillahiakhmanirakhim memulai prilakunya.
Posting Komentar