Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Minggu, 24 Mei 2015

PARA KSATRYA ADALAH PEMIMPIN MASYARAKAT YANG SEBAIK BAIKNYA SEPANJANG SEJARAH MANUSIA

PARA KSATRIA ADALAH PEMPINAN MASYARAKAT YANG SEBAIK BAIKNYA SEPANJANG SEJARAH MANUSIA.
Masyarakat Hindu menggolongkan mereka yang nenggunakan kekuatan fisik dan mental sebgai senjata untuk memenangkan pertarungan adalah golongan atau wangsa Ksatria. Memenangkan pertarungan fisik berarti memperoleh kekuasaan terhadap masyarakatnya. Kelebihan para ksatria, mereka tidak takut dibunuh dan tidak takut membunuh. Sedangkan manusia golongan lain sangat mencintai hidupnya. Apabila watak ini dimiliki oleh mereka yang kurang daya pikirnya, maka mereka disebut para yaksa danawa mereka berani membunuh dan berani mati tapi kurang punya daya pikir – yaksa danawa sama dengan raksasa  sama dengan gergasi, sama dengan kaum liar. Selebihnya kaum terpelajar yang menguasai ilmu dan pengetahuan sangat tergantung keselamatannya kepada kaum ksatria, dan meskipun dengan segala cara mengukuhkan kelebihannya terhadap kaum ksatria kaum Brahmana ini selalu menundukkan diri kepada kaum ksatria. Sebaliknya pengetahuan kaum brahmana telah mengangkat derajad kaum ini lebih tinggi dari kaum ksatria  karena dianggap mengetahui kemuauan adhikodrati.
Ribuan tahun era feodalisme telah mengukuhkan kekuasaan kaum ksatria dengan upaya yang terus menerus menyempurnakan diri dalam  fisik penguasaan senjata dan ilmu dan perilaku terpuji yang didapat dari kaum brahmana. Sehingga dunia feudal diseluruh dunia dari semua bangsa mengenal sifat ksatria adalah sebaik baiknya sifat manusia yang dalam bahasa Perancis dikenal dengan “noblesse obligue” atau watak luhur para ksatria. Dalam bahasa Inggris “ chivalry” yang kurang lebih maksudnya sama, dibedakan watak “gentleman” disamping orang kebanyakan, di Jepang dikenal dengan nama watak kelompok samurai, dalam sejarah Islam ada sosok teladan ke ksatriaan Salahudin al Ayubi yang memenangkan penyerbu dengan dalih Perang Salib dengan watak premannya. Sebaliknya dari fihak Spanyol yang Negaranya diduduki oleh orang Arab ada El Cid yang legendaris, menjadi ksatrya Kristen disana.
Seluruh kepulauan Nusantara kebudayaannya dibawah pengaruh Hinduisme dalan waktu berabad abad, yang didasari kurang lebih dengan watak ke-ksatriaan dari wangsa yang menguasai kekuatan Negara damanapun di Nusantara.
Hanya tiga abad paling lama, seluruh kekuatan masyarakat telah ditaklukkan oleh kekuatan bangsa yang menjajah dengan akal pedagang yang sangat rakus, haus keuntungan, yang tidak mempedulikan cara melainkan hasil saja.
Wajar, bila watak ksatria sudah jadi tolok ukur setiap penguasa satu wilayahdi Nsantara, seterusnya hingga sekarang sangat menghargai para ksatrianya.
Perang kemerdekaan yang kita selalu kenang dengan bangga dan dengan penghargaan kepada ksatrianya, yang sayangnya beberapa puluh tahun kekuasaan Orde Baru telah dimanipulasi oleh sejarawan dan pakar ilmu Social Profesor Nugroho Notosusanto, yang mirip  Gobbles pendukung fanatic Nazi Jerman, menjadikan para ksatria ini cuma kroni Jendral Suharto di-jejal jejal-kan  kroni Jendral Suharto dan para pasukannya ini saja. Untuk pembenaran siasat kekuasaan yang dikenal dengan “dwifungsi ABRI” alias kekuasaan rangkap dari ranah militer dan ranah sipil oleh Angkatan Bersenjata Rapublik Indonesia (ABRI),  penguasanya adalah pemegang senjata.
Cara militerisme yang sudah kuno, otoriter dan sarat dengan KKN ini dijejalkan dengan alasan demi keamanan dan ketertiban, karena demokrasi berpolitik selalu membawa kegaduhan, Memang kegaduhan adalah side effect dari tarik menarik kepentingan masyarakat dan kepentingan individu. yang harus di laksanakan dengan keterbukaan politik maupaun anggaran. Seperti yang dinyatakan para pakar bahwa oxigen dari demokrasi adalah keterbukaan informasi, sedangkan kekuasaan otoriter kerahasiaan dan mistifikasi dari pengeluaraan negara adalah ecosistim yang dimestikan, harus tanpa keterbukaan informasi, malah ditambahi dengan menyesatan yang mistis kalau perlu.
 Ini sekarang dimata rakyat telah menodai keseluruhan penghormatan rakyat kepada pemegang senjata, karena kekuasaan mereka selama 35 tahun Orde Baru sangat didasarkan pada penumpukan kekayaan dan istana mewah yang dibangun ditanah resapan air, tanpa memperhatikan lingkungan yang luas dan menyebabkan run off atau banjir ketempat yang lebih bawah, ini dilaksanakan dengan  secara menyolok dan mudah secara instan lagi, yang diperkuat dengan kekuatan organisasi bersenjata,  diteladani sendiri oleh sang Jendral Suharto dan keluarganya sendiri. Anak pinak sang Jendral masih menjadi wakil rakyat di DPR RI sekarang, entah mewakili rakyat yang mana, kerjanya memamer-mamerkan “keberhasilan” ayahnya.
Mulai saat itu dirasakan msyarakat sudah muak dengan apa yang dinamakan “dwifungsi ABRI” yang pelaku nya kebanyakan tidak disaring dengan watak ke ksatriaan yan sudah ada mulai berabad abad yang lalu. Memang bila dirunut dari pembentukannya mulai dari perang kemerdekaan telah banyak disusupi oleh pencari kesempatan dan preman preman pasar yang nimbrung pakai atribut militer seperti Sabaruddin tahun 1945 -1947 di sekitar Malang, Kartosuwirjo 1948-1952 di Jawa Tengah dan Jawa Barat, sebangsa tokoh fiktif Naga Bonar, yang terikut hingga Orde Baru memberi kesempatan  sungguhan, seperti Jendral Thahir kroni Jendral dr. Ibnu Sutowo yang memainkan harga migas seperti SKK migas sekarang dan harta warisannya di bank Sumitomo telah dijadikan joint accout dengan istri keempatnya Kartika Thahir  ditilep oleh istri mudanya itu, bila tidak gaduh mana kita tahu ?
Pasukan Cakra dari Madura yang berwatak preman dari KNIL yang begabung dengan TNI karena perjanjian KMB.
TNI jendral Suharto dengan hasutan dan dukungan CIA membasmi secindil abangnya para petani penerima tanah land reform menurut UUPU no 5 th 1960 sudah dibagikan kepada mereka, adalah lahan perkebunan tebu Belanda di Jawa Tengah dan Jawa Timur tembakau di Sumatra Utara yang sudah dikuasai para  Tuan Tanah , para petani miskin penerima bagian tanah ini ditetapkan  sebagai antek G 30 S PKI pembunuh jendral jendral th 1965, termasuk guru guru desa yang jumlahnya orang tidak boleh menghitung.
Seandainya praktek zaman Orde Baru dwifungsi ini tidak didominasi dengan kenyataan watak yaksa danawa yang mengeruk harta dan kenikmatan hidup dengan instant, sebenarnya rakyat Nusantara sangat menghomati para ksatria-nya dan tidak ada persoalan mengenai dwifungsi apa trifungsi apa multifungsi dari ABRI nya, mohon ditandai fakta ini, tidak perlu menyewa Prof Nugroho Notosusanto alm., dengan segenap murid muridnya para preman intelektual yang tidak tersebar di terminal terminal dan pasar pasar, melainkan di club club elite di night club dan café café sebangsa LHI, Fath dan SDA, Bupati Fuad dari kabupaten Bangkalan, Lembu Andini, Sultan Bhatuijo dan yang lain tak terhitung, dari fisionomynya saja dari semula sudah terpampang sifatnya yang culas dan hangkara murka *)

1 comments:

Dari zaman ke zaman jadi apa saja sangat tergantung dari berangkatnya dari moral plus atau moral minus .Revolosi Mental telah dicangkan tapi non konsep yg jelas dan tdk tahu dari mana memulainya......oalah tibake mung abang abange lambe berwacana sampai kapan!!??

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More