SEBAB PINDAHNYA KERAJAAN DEMAK BINTORO KE PAJANG
PENDIRIAN KESULTANAN ISLAM DEMAK BINTORO DAN PRODUKSI BERAS HINGGA SEKARANG.
EXPORT BERAS DIRINTIS OLEH KOMUNITAS ISLAM DI GRESIK
DENGAN MENCETAK PERSAWAHAN RAWA
ISLAM SEBAGAI ILMU – DAN PENERAPANNYA
Kok jauh banget, antara pendirian Kesultanan Islam yang
pertama, produksi beras, dan ilmu yang digunakan para Wali Islam pulau jawa ?
Sunatullah di alam raya ini, menurut Islam sudah ada sejak
alam ini diciptakan. Sepanjang sejarah manusia Allah mengutus para Utusannya
berjenjang, dari yang masih bluluk menjelaskan
pengetahuan yang sangat sederhana sampai ke pengaturan kehidupan dunia -akhirat
yang rumit, sudah merupakan kelapa.
Cak Aiun Najib di satu ceramah warga ma’iyah, di siarkan
lewat you tube, menjelaskan tentang ilmu ilmu yang dibawa para Nabi itu dari
yang tertua sampai Rasulullah Muhammand salallahu allaihi wassallam, Nabi dan
Rasul penutup, bisa digambarkan seperti keadaan buah kelapa mulai dari bluluk ( pentil kelapa sebesar genggaman
bayi), cengkir ( bluluk yang lebih
besar sudah mangandung air kelapa belum
berasa manis), degan ( kelapa muda
dengan isinya dapat dimakan) Kemudian
kelapa yang sudah sempurna berkulit
ari yang kedap air, kemudian sabut kelapa, berserabut yang mengandung rongga rongga
udara dalam gabusnya untuk mengapung
dilaut, dibawahnya ada tempurung keras, didalamnya berdaging yang
mengandung santan/persediaan makanan bagi embryo, tahan berbulan bulan
mengapung dilaut tanpa embryonya yang dikandung menjadi rusak. Artinya siap
tumbuh di pantai mana saja.
Kalamullah dari Rasululah penutup ini juga mengandug
ilmu untuk membuka seluruh sunnatullah.
Ayat pertama dari wahyu Allah adalah “bacalah” kalam illahi diwahyukan
lewat malaikat jibril kepada Rasulullah penutup, dan bacalah sunnatullah pada seluruh
ciptaannya.
Sudah saya singgung di blog ini mulai th 2011 mengenai
penanaman padi di pulau Jawa, bahwa pendatang dari luar sejak zaman neolithicum
di dan zaman perunggu 1000 -500 th.
sebelum mesehi, telah mengubah cara menaman padi di pulau jawa. Untuk menancapkan existensimya di masyarakat
baru. Kebetulan yang menjadi suatu keharusan untuk menyertakan anggauta
masyarakat setempat, karena masyarakat setempat telah mampu menternakkan
banteng liar ( Bos banteng ) hewan kelurga
sapi asli Pulau Jawa untuk tenaga tarik, jauh sebelum kedatangan mereka dari
India Belakang. Jadi memang ada kesesuaian tingkat budaya, mudah saling
mengerti. Dilain lokasi di dunia,
masyarakat pendatang dengan teknologi baru melenyapkan masyarakat lama, seperti
terbentuknya masyarakat Amerika Serikat, dengan mengalahkan masyarakat kulit
merah. Orang Spanyol dan Portugis memunahkan masyarakat Aztek dan masyarakat
Inca di Amerika Selatan. Ini bisa terjadi, meskipun orang asli Amerika Selatan,
di Pegungan Andes telah menternakkan hewan aslinya, Lama. (Llama glama ). Toh kesesuain tingkat budaya dengan pendatang masih
terlalu jauh, sehingga mudah tersulut salah pengertian antara orang setempat dan
pendatang, debarengi dengan sikap culas dan srakah pendatang ini, menjadikan hubungan
kedua belah fihak mudah kacau, kembali ke hukum rimba, seperti di Amerika Utara
antara bangsa bangsa dari Europa dengan kaum Indian
Semula orang setempat pada zaman itu di pulau Jawa, menanam
padi di huma, dengan sistim membabat hutan/semak dan dibakar pada msim kemarau,
kemudian pada permulaan musim hujan baru benih padi ditugal, benih padi
dimasukkan lubang tugal dan di injak, supaya kontak dengan tanah basah baik,
sehingga cepat berkecambah. Oleh penulisan sejarah dinamankan cara bertani slash and burn. Kadang dimulai dengan
semacam tongkat kayu yang ditarik oleh sapi alias banteng jinak.
Bila kesuburan tanahnya sudah mengurang sekelompok petani
ini akan pindah ke hutan lain. Kesulitan hebat terjadi, bila pembakaran semak
dan kayu kurang panas karena tertiup angin maka biji bijian gulma tidak mati, sesudah
hujan turun, akan ikut tumbuh lebih
subur dari benih padi yang ditugal. Maka harus disiangi sangat awal, karena gulma
akan segera mencekik bibit padi yang baru tumbuh. Sulitnya penampakan antara
tumbuhan padi yang baru tumbuh dengan
benih gulma bangsa rerumputan yang baru tumbuh bentuknya sama. Belum gangguan
babi hutan mencari cacing, tikus pemakan batang padi yang lagi membentuk rumpun
dan bunting, dan akhirnya burung burung sebangsa pipit dan gelatik datang berombongn
sangat banyak. Pasti pulau ini pada saat itu belum dinamakan Pulau Jawa.
Pada akhir zaman Neolithicum masuk ke zaman perunggu kira
kira kira 1000 - 500 th. sebelum
masehi, baru diberi nama pulau Jawa,
dari kata jawawud atau padi. Setelah
para pendatang dari dari atas angin, anak benua India datang dan
bermukim di pulau ini, merubah sistim menanam padi dengan caranya, menggunakan
bibit padi yang berasal dari sana, padi bulu bermalai panjang dan umurnya juga
panjang hinggi 5-6 bulan, sekarang dinamakan varietas indica. Jadi varietas, indica, Oriza sativa var. indica. Mulai saat itu varietas ini populer
larena tidak rontog, juga ditanam di huma, dengan ditugal.
Bercampur dengan varietas setempat yang asli dari P Jawa.
Pendatang dari India belakang, dengan dengan
perahu besar bercadik seperti relief di candi Borobudur, mulai mengorganisasi
mencetak sawah, mnyertakan petani huma setempat, mereka pilih lahan
dilereng pinggang sebuah bukit atau gunung, pada ketinggian 500-700 meter
diatas muka laut. Dimana disitu sudah ada penduduk setempat yang berhuma
menanam padi. Mereka mulai mengorganisasi pekerjaan mencetak sawah berundak.
Dipilih lereng yang landai yang dipotong
oleh sungai dari hutan diatasnya yang berdebiet kecil saja. Sungai diatas lembah miring yang dipilih, biasanya
kipas lahar purba yang bebatuan dan pasir vukaniknya sudah melapuk, jutaan
tahun merupakan hutan tropis lereng landai berbetuk kipas. Dari hulunya ada sumber, dibendung dan dialirkan sepanjang
punggung lereng dengan saluran aliran air yang dibuat diturunkan melandai.
Dilahan dibawah saluran baru yang melandai ini dicetak lapik lapik sawah
berundak dari atas kebawah dengan bantuan air, cangkul dan garu dengan hewan
tarik bila ada, lengkap dengan pematang untuk menahan air, baru dialirkan turun
berundak kebawah menurut kontour, dan berkelok atau melengkung kesamping
menurut kemiringan lokasi, makin miring makin sempit, sedang makin landai satu
area makin lebar lapik sawah ini dan makin persegi. Saya kira penggunakan
ternak besar banteng yang sudah dijinakkna penduduk setempat sebelum kaum
pendatang tiba, (yang kemudian membawa sapi zebu dari India). Pendatang baru
ini, suku Dravida dan sangat langka suku Aria, sebagai pemuka
agama Hindu, pekerjaan ini melibatkan penduduk setempat yang sudah menternakkan
banteng menjadi hewan tarik, karena kurang tenaga maupun penunjuk jalan sehingga keamanan mereka
bisa terjamin. Benar saja dengan bantuan air yang menggenang bisa dengan mudah
mencetak lapik lapik sawah dengan pamatangnya, dibantu oleh air dari saluran yang
berasal dari bendung kecil dan saluran air yang sengaja digali diatasnya
melandai, sehingga banyak lahan lapik
sawah padi bisa disiapkan sebagai bubur lumpur yang rata air dan bebas gulma. Untuk mengisi lapik lapik bubur lumpur
ini perlu menyiapka benih padi yang disemaikan sebelumnya, dipindah antara umur
25 – 30 hari, sebagai bibit sdemaian mungkin untuk varietas zaman itu lebih lama.
Pembaharuan teknik penanaman
padi ini yang di rintis pendatang baru mendapat sambutan baik dari peduduk
setempat, karena bisa menanam padi dua kali setahun, dan sangat ringan dalam
peberantasan gulmanya, sebab mulai di tanam di lapik sawah padi sudah besar
sedang air dapat dipertahankan tinggi, sehingga gulma tidak dapat tumbuh.
Pendatang baru in diterima sekalian membawa budayanya, yaitu Hinduisme.
Meskipun terjadi sincretisme dengan kepercayaan setempat, yang akhirnya membuat
risih juga terhadap para Brahmana asli dari India ( pengamatan Idesubagyo, di
Bali), belakangan ini, kedatangan Brahmana dari india yang menetap disana, mulai
dengan membagikan buku dengan teks asli Bhagawat Gita, sambil mengembalikan
kemurnian Hinduime, sekarang juga Anand Krisna terpidana pelecehan seksual juga
bermukim disana, bukan tanpa sanggahan dari Ida Pedanda Hindu Bali tentunya.
(Kepercayaan Hindu Jawa di Tengger – gunung Bromo jawa Timur, orang Tengger
tidak ngaben jenazah kaumnya melainka membakar bunga bungaan sebagai gantinya)
Cara ini berabad abad merupakan pendukung ekonomi dan
politik dari kerajaan Hindu yang besar besar zaman berikutnya, semua di padalaman
pulau Jawa pada ketinggian lereng gunung 300 – 700 meter dari permukaan laut, mulai
dari kerajaan Galuh, Pakuan di tanah Pasundan, kemudian kerajaan Sima di Jawa
Tengah, Mataram Hindu baru pindah ke Jawa timur perpindahan terjadi karena
bencana letusan gunugn Merapi, merusak dan menghabiskan petaninya terbunuh oleh
awan panas “wedus gembel”, yang dikenang sejarah dengan mahapralaya zaman Mpu
Sindok. Di jawa timur melahirkan
kerajaan Singhasari salah satu rajanya yang menonjol Paduka Erlangga, kemudian kerajaan
dipecah menjadi dua Janggala di utara dan kadiri di selatan. Baru kemudian timbul
kerajaan Singhasari dari wilayah kekuasaan raja kecil Tumapel – Tnggul Ametung,
direbut oleh Ken Arok seorang asuhan dari sosok Brahmana. Tumbuh jadi kerajaan
Singhasari kedua dengan Kertanegara sebagai Raja, kemudian terbunuh oleh
serangan kilat dari Kadiri oleh Jayakatwang.
Kerajaan Kadiri dengan Jayakatwang jatuh oleh serangan
dari armada jung perang kerajaan Kubiai Khan yang berlayar dengan jung besar,
dengan mudah mebawa meriam perunggu dengan armadanya. Armada penaklukan ini mudik
sungai Brantas sampai Ibu Kota Kadiri, Ibu kota kerajaan Kadiri dipinggir
sungai Brantas, hancur oleh tembakan meriam armada jung Kubilai Khan, dan Jayakatwang
tertawan, pada saat armada jung perang
ini dengan tergesa gesa balik menghilir, sarat dengan harta rampasan terutama
emas dari petambangan emas di pegunungan kapur Selatan, dekat
Trenggalek/Wengker. Karena khawatir armadanya kandas di hulu sungai yang airnya bisa surut dengan cepat
pada bulan bulan kemarau. Armada jung perang segera menghilir sunga Brantas. Malangnya, aramada china diserang dengan
panah api dengan crossbow/panah gajah a’la kerajaan wangsa Rama dari Thailand
dari kedua sisi tepi sungai yang tidak selebar sungai Mekong atau sungai Barito,
sepanjang tepi sungai yang mencapai 60 km
panjangnya, oleh rakyat pinggir sungai dipimpin oleh putra putri Kertanegara,
dengan Pageran Wijaya sebagai menantu sulungnya.
Karena beberapa tahun sebelumnya, Wijaya diampuni oleh Jayakatwang
atas jasa Aria Wiraraja, malah diangkat jadi manggala Pemburu satwa menjangan kijang
dan babi hutan yang banyak di Bumi Tarik, sekalian menjaga keamanan sungai
Brantas. Kondisi ini mengilhami putra putri Kertanegara untuk menggerakkan
penduduk tepi sungai Brantas membuat panah gajah berujung obor. Alih alih mencegat armada jung perang waktu
mudik ke Kadiri, malah menghujani dengan dengan anak panah besar besar berujung obor ke
armada jung perang, ketika balik menghilir, sepanjang sungai dari kedua tepian
sungai, banyak jung meledak, Jayakatwang segera dipenggal, oleh laksamana
Manchu dan sang laksamana bunuh diri, akhirnya
harta rampasan jatuh ke Wijaya.
(dari idesubagyo blogspot,com, cerita bersambung “Matahari terbit di
Wilwatiktapura” th 2013)
Pembentukan masyarakat baru, masyarakat Islam pada abad
ke 12.
Ribuan tahun sesudah kejaan Hindu di Jawa, melandasi
eksitensinya dengan kekuatan ekonomi persawahan berundak, di pinggang gunung
hingga abad ke 12 masehi. Terbukti dengan pendirian ibu kota kerajaan di lokasi
lereng gunung pada ketinggian dari permukaan laut antara 500 – 700 meter dari
permukaan laut, di pedalaman, mendekati sawah sawahnya.
Komunitas
masyarakat islam di Gresik, mulai kerajaan Hindu Singhasari dibawah Paduka
Erlangga, setelah berkembang jumlanya, mulai bergotong royong, mencetak sawah
di tanah yang sudah diterlantarkan oleh Kerajaan Hindu karena sangat
angker (mungkin banyak nyamuk malaria),
melibatkan para santrinya yang sudah cukup banyak mencapai ribuan dan
bersemangat, dari kaum sudra yang bertani dan waysia di pinggir pantai sebagai nelayan dan pedagang. Para waysia yang
berdagang antar pulau segera belajar membaca huruf hijaiyah dan huruf jawa dari
para ulama islam di komunitas Islam Gresik, belajar pembukuan lajur dengan
praktis menggunakan angka huruf Arab ditulis dari atas kebawah daum lontar,
bisa mencapai 7 digit, membuat surat perjanjian dagang dan invoice, berdagang
sejajar dengan pedagang lain suku dan bangsa. Sebab ada larangan dengan hukuman
berat bagi kaum bawah untuk belajar membaca dan menuis aksara bahasa kitab suci
Wedda, bahasa sansekerta. Inilah ilmu para ulama islam, untuk mebaharuan
masyarakat.
Sedang kaum sudra
medapat petak sawah pasang surut yang dicetak dirawa rawa Lamongan dan Manyar
sampai Sedayu, muara Bengawan Solo. Pencetakan sawah dari rawa rawa ini
menggunakan teknologi dari Babylonia, yang dibawa oleh para Wali islam dari
sana, karena mereka dari Sinkiang, lebih dekat dengan Irak dan Iran, memungkinkan
perjalanan ke Nusantara dengan menghilir sungai Yang Tse ke Laut Kuning
selatan, Kemudian lewat jalur
pelayaran yang ramai antara Nusantara dan Pelabuhan di China Selata. Saya
perkirakan para Wali Islam sudah dapat mengusir nyamuk Anopeles dengan minum
bubukan jaddam, jaddam nama bahan obat dari Arab sehingga keringat pengguna jaddam ini tidak disukai
nyamuk. Atau sudah menemukan
repellant penangkal nyamuk malaria yang
sejarawan tidak pernah meneliti, menurut naluri rakyat, misalanya rebusan daun
papaya, daun mimba, atau sambiloto dedaunan obat yang pahit lainnya, menjadikan
keringat mengadung repellant terhadap nyamuk malaria. Kelebihan sawah rawa dekat
Gresik ini dapat dipanen dua kali setahun dan dapat ditransport memakai perahu
yang berlunas datar menjadi lebar dengan draft yang dangkal saja lewat kanal
kanal yang digunakan juga untuk mengairi, dan mengeluarkan air dari sawah
sawah, juga mengangkut gabahnya ke penyosohan gabah langsung ke belabuhan pelabuhan
tempat jung jung perahu besar cina
dengan draft 2- 2,5 meter berlabuh jangkar.
Dari abad ke ke 12 hingga abad ke 15 kerajaan Majapahit
surut pamornya karena barang dagangan yang dibutuhkan oleh kapal kapal jung
Cina yang besar besar hingga 300 DWT
ialah beras karena ekonomi pertanian di daratan China sangat terganggu oleh perang
antar kerajaan kerajaan yang berkepanjangan, atau salah musim berturut turut. Sedangkan
perahu bercadik dari India dan dhow dari Parsi juga terhalang menjadi mangsa
empuk bajak laut dari galleon galleon
Portugis dan Spanyol, yang sudah menemuka jalan mengitari benua Afrika akhir
abad ke 15 M.
Sedangkan Majapahit mengandalkan pendapatannya dari
perdagangan pemrosesan dan penimbunan rempah rempah dari seluruh Indonesia.(
Matahari Terbit di Wilwatiktapura di idesubagyo blogspot,com th 2013 ).
Nampaknya para Wali Islam tidak mengabaikan kesempatan untuk melebarkan sayap
komunitas islam yang sudah mempunyai pengalaman mencetak sawah rawa. Pada akhir
abad ke 14 hingga awal abad ke 15 menemukan rawa rawa dangkal yang jauh lebih
luas di lembah antara gunung Kendeng, gunung Merapi Merbabu dan gunung
Telomoyo, satu lembah yang aliran sugainya tertutup oleh gunung Muria di Utara,
menjadi rawa yang lebih lebar dan sangat menjanjikan untuk dicetak menjadi
sawah.
Sedangkan para santri di Gresik sudah biasa mencetak
sawah rawa di Lamongan hingga Sudayu
sekian lama sudah berkembang beranak cucu sangat banyak. Para wali Islam kala
itu beniat dengan bulat dan bersemangat untuk membuka rawa rawa di Demak
Bintoro dengan menggerakkan generasi ketiga dan ke empat anak cucu para santri yang membangun rawa di Lamongan
dan Manyar menjadi sawah, mengajak mereka membuka rawa di wilayah demak
Bintoro. Approach para wali Islam waktu
itu, mengajak berjihad membuka sawah dirawa rawa Demak Bintoro, tanpa
kejelasan, kepemilikan sawah yang tercetak itu, bakal lain dari sawah rawa di Lamongan
dan Manyar.
Ada Kesultanan yang harus didukung dengan beaya besar
seperti layaknya satu Negara.
Akan tetapi isyarat ke situ kurang mendapat perhatian
karena contoh Kerajaan sebelumnya, Majapahit, yan masih dengan budaya Hindu, selama
tiga abad hanya mengandalkan perdagangan rempah rempah, mengabaikan contribusi
hasil pertanian sawah sebagai income Negara Dagang ini.
Kebetulan Kesultanan Demak Bintoro juga mengalami
sebentar ramainya perdagangan beras, dan kelebihan sawah rawa yang baru dibuka,
dirawa rawa Demak Bintoro, jauh lebih besar dari muara bengawan Solo.
Dalam beberapa tahun Pemerintahan Kesultanan Islam yang
Pertama sudah berdiri kokoh oleh dukungan ekonomi yang kuat, hasil beras para
pertani yang di bawa pindah dari Gresik dan penduduk setempat – sedangkan Kasultanan
Demak hanya jadi exporter beras dimuat ke jung
jung besar yang berlabuh di pelabuhan Jepara, muara dari saluran saluran
pematus rawa, kemudian pelabuhan ini juga mengexport gelondong jati dari
lereng gunung Muria.
Rupanya Kasultana Islam pertama ini sangat sulit mencari
landasan aturan memonopoli perdagangan beras yang sudah semakin besar. Semakin
banyak kaum pedagang bermodal sangat besar bermukim di Jepara Semarang dan
Demak, dengan satu satunya kepentingan mendapatkan beras. Tidak heran Oei Tiong
Ham, pada abad 19, sudah zaman penjajahan
Belanda, sebagai pedagang besar beras mulai dari Semarang, jawa tengah. ahirnya mendapat HGU untuk medirikan pabrik gula, setara dengan para Susuhunan, tapi pemasaran di Europa dan Amerka tatap belanda.
Jepara, Semarang dan Demak semakin makmur dan banyak
pedagang china yang bukan dari Sinkiang tapi pedagang dari Guangdong, Hokian melakukan
stock pilling beras sendiri di Jepara maupun Kudus dan Pati, karena jaraknya dekat pelabuhan dan mudah mencapai sawah. Terbukti dengan adanya gerobak
kuda pony ( berarti sudah ada jalan yang dipiara dan jembatan pendek) dan
pakaian serta tutup kepala penduduk wanita Demak, dan sekitarnya sangat mirip dengan
pakaian dari daerah Hokian.
Sedang Pemerintahan Sultan Sultan Demak yang hanya tiga
generasi masih dibebani pertengkaran mengenai suksesi Sultan, yang dipilih oleh
para pemuka Islam ( wali ) dan para tokoh yang dianggap tua dari Kesultanan.
Kas Kesultanan sering deficit.
Bagaimana sejarah berulang.
Kebiasaan cara pedagang untuk membina hubungan quangxi
dengan para pemuka masyarakat marak menjadi jadi, apalagi setelah ada bencana
hujan besar dan hujan abu yang menyisakan lapisan debu tebal, merusak sistim pengairan
dan pematusan dengan pendangkalan dan longsor, menutup saluran pematus utama di
kaki barat daya gunung Muria sepanjang
beberapa kilometer – Gunung Muria, saluran pematus ini sagat rentan terhadap
pendangkalan dan longsoran dari atas kaki dan badan gunung yang menutupi lembah
Demak sehingga menjadi rawa. Segera tahun berikutnya sangat mengurangi pasokan
beras. Kasultanan Demak tidak memperoleh bagian pengadaan beras ( persis seperti
Ibu Dr Leni Sugihat yang dicopot pada
pemerintahan presiden Jokowi, dari jabatannya karena gudang gudang Dolog dan Bulog
masih kosong, meskipun penen raya sudah usai) karena beras sudah di borong langsung oleh
pedagang quangxi dengan pejabat. Inilah yang dinamakan bagaimana sejarah
merulang.
Kasultanan Islam yang pertama di Pulau Jawa, dengan
sumber beras melimpah di Asia Tenggara, setelah tujubelas tahun mendadak merasa
bahwa keuangan Kasultanan kosong. Tidak akan dapat dari mana mana lagi. Menantu
Sultan ketiga, Sultan Trenggono – prajurit linuwih yang membunuh tamtama Dadung
Awuk dalam ujian masuk tamtama, Joko Tingkir – setelah mertuanya wafat, lebih
memilih pindah ke Pajang. Kena ruwetnya mendapat mata dagangan beras, dan tidak
ada beaya untuk memperbaiki kerusakan sistim pengairan rawa. Lebih memilih pindah
ke bumi baru dekat kota Solo sekarang. Karena ibu kota Demak sudah kehilangan
sumber penghasilannya.
Delapan belas tahun
kerajaan Islam pertama di Demak ini ditandai dengan tidak adanya bangunan
monumental di ibu kota Demak maupun istana Sultannya. Ada satu Masjid Demak,
itu saja salah satu tiangnya dari sambungan kayu limbah. meskipun kayu jati.
Selama 18 tahun existensi kasultanan Damak hanya meninggalkan satu bangunan batu tembok bergaya Hundu, Menara
masjid di kota Kudus. Saya kira pola kepemilikan perkumpulan pedagang beras
china atas tanah sawah telah merambah ke lahan persawahan Demak Bintoro, seperti terjadi di Negara lain misalnya Cambudia.
Sehingga pemeliharaan sistim saluran menjadi terbengkalai, karena gotong royong
sulit dilakukan sehingga ada hujan abu vulkanik yang besar hanya sekali dua kali dari gunung Merapi Merbabu, sudah mendangkalkan sistim saluran
pengairan dan pematusan sawah rawa tanpa ada pekerjaan besar terorganisasi oleh
kesultanan yan mampu mengerahkan pemilik sawah yang campuran petani dan
pedagang tuan tanah, untuk membeayainya, atau mengerjakan secara gotong royong.
Existensi kesultanan islam Demak Bintoro yang sebentar
ini sudah membuktikan bahwa para wali Islam mengerahkan tenaga dan pikiran agar
ada landasan ekonomi yang lebih baik dari Masyarakat sebelumnya. Seperti sawah
pengairan berundak yang diperkenalkan zaman Hindu kepada petani setempat,
dibandingkan dengan petani berpindah pindah slash and burn. Dirangkai sepanjang
perbaikan tatakelola pengangairan budidaya padi, tersisa sistim pengiran subak di Bali.
Bukan hanya mengandalkan ma’unahnya para santri, karomahnya
para Wali saja seperti yang saya yakini, masih ada sisi kehidupan yang lain,
sisi ekonomi yang dirancang para Wali tanah jawa, untuk dibangun, dengan ilmu
dan tenaga. Yang terbukti menjadi tulang punggung pembangunan satu masyarakat
kesultanan islam. Hanya kemudahan guangxi kaum pedagang besar, sistim pajak
kurang mendapat tekanan perhatian oleh Negara Kesultanan ini, karena lokasi sawahnya nya
sangat dekat dengan jalan darat ke jung jung besar berlabuh, lantas pemborongan beras dikerjakan sendiri oleh centeng centeng para pedagang besar. Sedankan pada masa
Hindu, mengumpulkan beras 1000 koyan dalam waktu singkat sangat sulit, perlu
infra struktur, jalan dan jembatan puluhan hingga ratusan kilometer.
Akirnya karena sistim pengairannya rusak dan tidak
mungkin dipulihkan, pedangang beras dari china Selatan juga hengkang dari Demak
Bintoro, meninggalan budayanya pada orang setempat, misalnya manyantap swiekee
( sup kodok hijau Rana tigrina),
wanita pertopi anyaman bambu “kalo” semacam saringan dari bamboo bulat seperti
topi, dengan dipasang hiasan tali rumbai
rumbai dibagian wajah, kayak cadar dengan ujung terikat semacam mata uang logam dan manik manik,
dbagian mukanya, kebaya encim dan gerobak kuda pony, khas sampai sekarang.
Jadi kepindahan kerajaan Demak bintoro ke Pajang, karena Kerajaan Demak sudah tidak mampu menmbeli beras dari petani karena Jung Jung dari China tidak menunggu di Pelabuan Jepara saja tapi membeli sendiri dari petani dengan harga yang lebih bagus, dengan mendirikan gudang pembelian di sekitar sawah rawa Demak. Seperti yang dialami oleh Birektur BULOG Dr, Leni Sugihat, kalah bersaing dalam pembelian beras akibatnya panen raya sudah selesai, gudang dugang dolog masih kosong, sedangkan tengkula beras setelah sekaian lama bekerja sama dengan BULOG tidak mau lagi melepas stocknya ke BULOG dibawah Dr.Leni Sugihat.Karena diasimpan sebentar saja harganya sudah naik, lebih dari pembelian Dolog. Usaha ihtikar beras dari pedagang ini berlanjut sampai sekarang. Sewaktu sistim pengairan rawa mendangkal, karena hujan abu gunung api. Kerajaan tidak punya beaya sebab memerlukan beaya yang sangat besar. Ternyata belum ada mekanisme pengumpulan dana untuk pekerjaan kolosal seperti, mengggali kembali sitim pengairan rawa yang sudah ribuan ha. Sedangkan panen sangat turun karena pengairannya terganggu - kena apa tidak bergotong royong ? - Sistim gotong royong skala Negara hanya ada di Bali dengan sistim subak. Di Demak, ada gotong royong tapi hanya dalam sekala desa - sedangkan rawa harus dikerjakan dengan sekala wilayah. Lagipula pendangkalan saluran ini merata shingga harus diukur kembali dengan sistim pengukuran yang hanya team Sunan kalijogo jang mempunyai keker teodolit kuno dari Mesopotamia - setelah 18 tahun beliau sudah pensiun.
Hitung hitung lebih mudah bikin sawah baru di lembah bengawan Solo di wilayah Pajang. Dengan tentwara kerajaan sebagai penggarapnya - dan setor bagi hasil yang sudah disepakati.
Saya kira para Guru sejarah sudah mengerti. Sebab semua kejadian dalam sejarah manusia tentu dimulai dengan perubahan sistim produksinya, jalan mencari makannya.
Benang merah ini dilanjutkan oleh Kasultanan lanjutan
dari Demak Bintoro ke Kasultanan Pajang, dengan satu Sultan saja Hadiwijoyo/
Joko Tingkir. Di wilayah sedikit sebelah barat Kota Solo sekarang. Pajang. mendapat
dukungan dari salah satu Wali Islam tanah Jawa, yang dekat dengan aliran budaya
Jawa, Sunan Kalijogo – hingga sekarang menjadi favorit para Sultan dan
Susuhunan kerajaan berikutnya, sperti Kartasura, Ngayogyokarto hdiningrat, dan Surokarto
hadningrat, buktinya selain clan para
Sultan dan Susuhunan ini tidak diperkenankan ziarah masuk kedalam cungkup/rumah
makam wali islam tanah jawa ini sampi sekarang, di desa Kadilangu, Demak.
Sebaliknya kasultanan pindahan ini mengandalkan penerimaan
kasnya dari sawah yang dibangun dari pengairan umbul Cokro dengan debiet yang
cukup besar, dengan umbul/ sumber kecil kecil yang lain dan bendung kecil kecil disepanjang kali
Pepe, kali Dengkeng, anak kali Bengawan Solo, terkumpul wilayah pengairan kira
kira 2000 ha, jauh lebih kecil dari wilayah rawa Demak Bintoro. Tapi pegerjaan
saluran saluran pengirannya jelas oleh hamba Kasultanan, dibeayai oleh
Kesultanan Pajang, sebagai pemilik sawah, dan dukungan moral kepada para petani yang
menganut faham islam kejawen mendapat hati dari Sunan kalijogo, Ki Kebo Kenogo dkk, yang masih banyak di desa desa hingga sekarang. Sehingga Belanda menyebut wilayah persawahan
ini “vorsten landen” tanah milik raja. Sedangkan para hamba bukan santri saja
tapi petani setempat yang ikut babat alas mendapat “lungguh” garapan sawah, petani biasa harus rela membagi hasil panennya
dengan Kasultanan. Bukan seperti santri dari Gresik terhadap sawah rawa di
Demak.
Mungkin beaya didapat dari penjualan sedikit beras, kopi
dan nila/tom/ indigo, hasil dari vorstenlanden ini masih kurang. Sampai sang Sultan berselisih dengan penguasa
daerah Wengker (sekarang Ponorogo), yang gelondong jatinya mudah diakses lewat
sungai Madiun terus ke Bengawan Solo, menghilir
ke Sedayu – Gresik.
Kesultanan Islam di Jawa Tengah, berlanjut dengan pendirian kesultanan Mataram
denga ibu kota Kerto oleh Sutowijoyo putra
angkat dari Sultan Pajang Hadiwijoyo, dengan julukan Penembahan Senopati, pada
abad ke 17 M. Terkenal dengan legendanya memiliki tombak pusaka kiai Plered.
Mendirikan kasultanan di wilayah hutan Mentaok, sekarang DIY Jokjakarta. Padahal kata “plered” juga berarti bendungan
sungai yang dibangun dari batu bata, dengan spesi luluh pasir, abu gunung api atau
bubukan batu bata merah, dan kapur tohor, berbentuk huruf “f” rebah miring, untuk luncuran air sungai sisa yang masuk ke
saluran irigasi atau masuk waduk atau danau buatan. Bendungan ini kuat untuk menahan
aliran sungai dibawan 5 000 liter per detik, karena limpahan sisa aliran air yang ditampung di saluran
pengairan tidak terjun ke bawah tapi meluncuk sepanjang bidang miring huruf f
sehingga kuat dilewati arus banjir dengan membawa kayu kayuan ikut meluncur
kebawah. Sedang air yang masuk saluran bisa diatur dengan pintu papan yang
dijepitkan diantara bangunan tembok serupa pintu, bersusun menurut kebutuhan.
Jadi tombak pusaka ini adalah bangunan air, bendung sungai untuk pengairan yang
cocok di diwilayah Yogyakarta. Ibu Kota Mataram ini semula di Kerto, kemudian
pindah ke Plered, dekat dengan segaran
yaitu danau buatan dengan bendung Plered, supaya petani tahu darimana air
pengirannya berasal, jadi harus mau berbagi dengan Kesultanan.
Segala policy kasultanan ini dibuat dengan pengaruh para
cerdik pandai, termasuk ulama islam. Tidak lepas dari intrig dan komplotan perebutan
kekuasaan dan perjuangan kepentingan. Sampai kejadian Sultan Amangkurat I
mambantai ribuan ulama islam dalam sehari karena didakwa berkomplot menjatuhkan
sang Sultan. ( Serat Babad Tanah Jawi, huruf latin dicetakan JB Woltres
Groningen Batavia).
Apakah dari sini tidak nampak upaya para ulama islam
membangung sistim ekonomi kerajaan kesultanan besar kecil berabad abad, bahkan
pembela fihak yang di dholimi ?
Sawah rawa di Demak Bintoro sistimnya rusak tanpa bisa diperbaiki,
mungkin tidak terkumpul beaya yang sangat besar, atau sikap gotong royong seperti
pada saat pembangunannya sudah luntur, karena penguasaan sawah yang sudah kacau
antara petani asli dan penyewa atau pengijon, karena para ulama terpecah pecah
sikapnya. Tapi ide pertama membangun Kasultanan dengan dukungan sawah yang
dicetak secara gotong rojong satu generasi para santri yang berazas pemerataan
kemakmuran yang berkeadilan, mengikutkan segenap warga masyarakat, seola olah akan
bertentangan dengan pajak besar yang bagi tuan tanah, selalu mendapat tantangan dari
mereka kepada Kasultanan, mereka membeli dukungan. Rekonstruksi
pengairan rawa seluruhnya mandeg. Yang
semula Negara kesultanan sudah cukup
dengan keuntungan perdagangan beras, jadi sangat susut kerena pencegatan oleh
galleon galleon Portugis yang tak terkalahkan. Sedang sistim pengairannya harus
di kerjakan maintenance besar besaran. Dari mana lagi uang bila tidak dari
pajak ?. sedangkan perdagangan sudah di kerubuti oleh pedagang pedagang yang
bercokol di Ibu Kota Demak dan Jepara ? Akirnya, wilayah Demak ditinggalkan,
diganti dengan pengukuhan sistim Sultan sebagai patron dan petani sebagai
client. Di pencetakan sawah yang baru di Pajang dan bumi Mataram, mengukuhkan
hubungan patron-client antara Sultan dan petani.
Pada zaman Kumpeni menjalankan hukum tanam paksa, patih
Danurejo berselingkuh dengan Belanda, sangat nenekan petani untuk mananam
indigo/nila/tom saat musim tanam padi,
sampai kelaparan merebak luas, Pangeran Jawa Diponegoro memberontak dibantu
oleh Kiai Mojo.th 1825 M
Pengalaman sejarah pendirian kerajaan Demak Bintoro,
hendaknya menjadi suri teladan para ulama islam sekarang, memelopori mebukaan
sawah dari rawa rawa di Papua dan Kalimantan, dengan azas kemakmuran dari
pembangunan yang berkeadilan, azas
kooperasi dengan management yang demokratis dan terbuka sudah dimungkinkan
dalam pemerintahan Presiden Jokowi sekarang. Sedangkan BULOG sudah dipimpin oleh
jendral Polisi yang seluruh takyat berdo’a kebal terhadap guangxi, export beras
( nantinya) oleh Pemerintah untuk menahan logsornya nilai tukar rupiah, dan
import beras dimonopi oleh Pemerintah. Mumpung padhang rembulene, jembar kalangane, artinya situasi dan kondisi sekarang dan lima
tahun sesudah 2019 mendatang, sudah sangat baik dari sisi hard wares dan dari sisi soft wares, demi kesejahteraan rakyat yang
berkeadilan. KKN reda atas dorongan KPK dan BPK yang bebas guangxi.
https/impacts/causes-of-drought-climate-change-connection.html#.WwPSkip to main content
Global Warming Effects on Drought - Climate Hot Map
www.climatehotmap.org/global-warming.../drought.html
https/impacts/causes-of-drought-climate-change-connection.html#.WwPSkip to main content
Lagi pula, kini diseluruh dunia banyak terjadi perubahan iklim, kekeringan di Afrika, Austrlia dan Amerika Serikart sendiri, mungkin juga sebagian China sehingga bakal terjadi penyusutan produksi pangan dunia terutama staple food serealia ( siaran TVNational Geography, Histiory), apa masih mau demo mengusung Negara baru ? Wong kesempatan untuk menjadi rakhmatan lil alamin sudah ada di depan mata dan sejalan dengan upaya Pemerintah Indonesia, menciptakan kemakmuran yang berkeadilan?