Harus ada engkau
nyiur melambai !
Dongeng
mengenai Kelapa
Cocos nucifera L
Tegakan pohon kelapa (Cocos nucifera L) secara cepat
semakin menghilang dari hamparan dataran rendah bumi pulau Jawa, dan mugkin
segera semakin menipis di pulau pulau
lain, akhirnya menghilang juga.
Siapa mengira bahwa irama lagu “Rayuan pulau kelapa” yang
selalu menyertai kita dalam melakoni hidup yang paling unik, belajar dan menjadi pintar dinegara Uni
Sovyet yang pernah ada, pada kenyataannya sekarang tahun 2010, sudah sulit
ditemukan pantai dengan nyiur melambai
di pulauku sayang pulauku yang malang
ini, pulau Jawa.
Mengapa ya ?
Cocos nucifera L termasuk tumbuhan berkeping satu (Monocotyledone) biasanya tumbuhan golongan
ini sangat canggih dan piawai dalam hal mendayagunakan biji bijinya untuk mempertahankan speciesnya. Buah kelapa di design sangat canggih dan teliti untuk pelayaran
samudra yang makan waktu berbulan bulan, bayangkan.
Biji dengan lembaga yang terbungkus oleh tempurung,
“bronenosyed” yang super kuat, tempurung yang tak tembus air, hanya ada satu
lubang kecil untuk mata tunas tunggal ( jarang bermata tunas kembar/jamak)
kemudian mata tunas ini dilengkapi dengan emdosperm/ persediaan makanan
yang unik, “daging buah” yang berupa
lapisan spheric menempel pada tempurung berisi lemak , karbohydrate, protein
dan segala yang diperlukan embryo, malah lapisan spheric berupa bola ini berisi
cairan dengan mineral yang diperlukan lengkap dan
glukosa senyawa alkaloid antara lain tannin dan lainnya ( penting untuk pengobatan
sebagai penurun panas) seluruh larutan
ini bertekanan osmose persis sama dengan
tekana osmose darah kita, setara dengan larutan 0,9 % Na Cl, steril lagi– konon bisa
unuk cairan infuse !
Atau obat haus setelah memboncengkan si do’i dengan
sepeda kebo 25 km. dari Jokja ke ke
Parang tritis, begitulah.
Seluruh buah yang bulat ini masih dibungkus dengan
pelampung sabut serat dan gabus dan kulit luar yang licin tahan
air dan memantulkan sinar matahari ( mungkin supaya tidak over heated selama
berbulan bulan terepung dilaut terpanggang matahari)
Jadi tidak heran
tegakan nyiur merupakan landmark garis pantai yang berpasir wilayah tropis, sedangkan pantai
berlumpur didominasi oleh mangrove/bakau, nama latin nya penulis belum mencari, cari aja di internet.
Sayangnya design alat perkembang-biakan generative:
buah ke[apa ini, buah berisi biji guna mempertahankan species yang
super hebat ini, tidak di imbangi dengan adanya tunas vegetative yang malah
tidak ada seumur – umur diseluruh
“tubuh” pohon kelapa, hanya ada satu diujung batang paling atas, yang menghasilkan
organ daun, dan organ generative bunga dan buah. Ujung ujung akar juga punya
jaringan titik timbuh akar, akan tetapi tidak bisa menghasilkan tunas batang
dan daun. Lain dengan tanaman sukun/ bread fruit tidak berbiji (Artocarpus artilis Fosberg atau
Soccus lanosus Rumphius.) atau buah
Kledung/ Kesemek ( Dryospiros khaki L) yang
akarnya bisa menghasilkan tunas batang.
Pokok nyiur dalam situasi extreme yaitu tanah yang
becek, kelebihan air terus menerus, bisa membentuk titik tumbuh akar di
ketinggian beberapa meter dari tanah, itu saja, sayang sekali.
Bayangkan.
Bila ada kerusakan di titik tumbuh batang teratas satu
satunya ini, maka pertumbuhan berhenti, titik.
Yang berarti tidak ada daun dan tandan bunga baru, juga tidak ada tunas dari bawah seperti bamboo
atau pisang. Lha bila tidak terbentuk daun baru bagaimana
hidup pokok kelapa ini bisa berlanjut?
Semua menua dan tidak ada jaringan muda pengganti,
berarti mati, ahli ilmu pengetahuan tumbuhan dan praktisi bidang petanian tidak
berdaya sama sekali menolong pohon nyiur yang secara perlahan tapi pasti ini mati, dan kejadian menyedihkan didepan
mata ini meluas dan massal, dongkol enggak ?
Kejadian ini terus menerus setiap hari di luasan Pulau Jawa sepanjang
pantai, dingarai dan perbukitan dataran rendah , sehingga mereka yang dalam
perjalanan dari ujung timur pulau Jawa
daerah Banyuwangi sampai ujung barat daerah Banten. apalagi sepanjang
pantai utara, akan melihat nyiur melambai makin menghilang saja, di beberapa
ruas perjalanan kadang masih ada
lambaian selamat tinggal dari daun daun nyiur yang nampak tergunting rapi
mebentuk huruf V terbalik, bekas lobang
bor si hama pembunuh, karena beberapa bulan kemudian pokoknya pasti akan
mati, sedih.
Ada hama, bangsa kumbang (Coleoptera) yang khusus
perusak pucuk pohon kelapa dan bangsa Palmae yang lain, yang menjadi penyebab
matinya titik tumbuh pucuk yang membentuk bakal daun dan bakal tandan bunga ini, yaitu
kumbang Oryctes rhinoceros L dan satu jenis lagi yaitu Rhynchophorus spp.
Dua species kumbang ini berkerja sama
secara kompak seperti Gayus si Penarik pajak dan Cyrus si Jaksa, hanya
yang pertama khusus merusak umbut kelapa ( bagian batang kelapa paling atas
yang rasanya manis lunak, enak dimasak sayur gudeg atau sayur lodeh), yang
kedua memanfaatkan lubang gerekan untuk “love nest”
yaitu makan
dan bersarang untuk bertelur dan memberi makan
larvaenya.
Si Oryctes rhinoceros dengan tanduk tunggal seperti
badak, membuat lubang lewat pelepah muda tembus hingga ke umbut kelapa, makan
umbut dan minum nira manis. juga kemudian
nira beralkohol ditenggak ramai ramai secara
berjama’ah sampai puluhan, sesudah luka
di umbutnya mengering lubang gerekan
ditinggal, cari pokok kelapa yang lain.
Si Oryctes rhinoceros ini, sudah dasarnya pemerkosa,
juga pemabok lagi, mestinya MUI membuat fatwa untuk diburu ramai ramai,
selamatlah tanaman kelapa.
Lubang menganga yang penuh sisa makanan menjadi sarang
bakteri dan cendawan, membusuk,
kehangatan dan kelembaban yang dihasilkan
menarik kumbang hama kumbang kedua, partnernya
Rhynchophorus spp. dengan tanduk sepasang seperti kerbau, untuk membangun
love nest betulan, kawin dan bertelur puluhan akan menetas menjadi lundi/uret /larvae dan makan
sisa sisa jaringan umbut yang meragi juga menggerogoti jaringan lunak di
seputar lubang sarang, hingga akhirnya mematikan
sel sel di titik tumbuh apical yang satu satunya, maka kemungkinan pulihnya
titik tumbuh satu satunya menjadi nol.
Maka beberapa lama setelah para generasi muda si Cyrus
alias Rhynchophorus ini menyelesaikan metamorphosisnya dengan moulding/ berganti kulit beberapa kali membentuk instar , dan menjadi kumbang, lantas ya “do swidania” terbang dan kawin,
mencari bekas gerekan si Gayus -pertnernya
tukang ngebor untuk bertelur yang menetas
menjadi puluhan lundi/uret/larvae lagi
Maka Republik muda yang penduduknya bergerombol di pulau Jawa ini semakin kehilangan tegakan kelapanya di
pulau ini.
Kemungkinan besar juga akan terjadi di untaian Zamrud
Katulistiwa yang lain segera, berkat kejorokan hunian penduduk yang membangun
kota dan pasar, pabrik pabrik pengolahan pangan sepanjang jalan trans Sumatra, trans Sulawesi,
trans Kalimantan, menimbun sampah yang kaya karbohidrat tanpa rasa bersalah.
Kami Agronmist
ini sebenarnya tidak terlalu bodoh, dari sana sini kami tahu bahwa musuh alami
serangga adalah cendawan, dan memang ada jenis cendawan, bakteri dan virus yang
jadi musuh bebuyutan kumbang laknat ini.
Tiga puluh tahun yang lalu dimasa Orde Baru, sudah
dicoba, dicanangkan, disuluhkan dengan percontohan mengenai metoda dan caranya
mengendalikan hama kumbang ini menggunakan musuh alami. Cara biologis.
Akan tetapi segala tata laksana di lapangan tetap
menurut pola bagaimana masyarakat ini di kelola, tigapuluh dua tahun Despotisme dan ABS (asal bapak senang) a’la
Orde Baru, jadi semua kelihatan baik di kertas dan waktu kunjungan Petinggi
Negara, ini mungkin sampai sekarang, karena yang paling berkepentingan, masyarakat tani tetap diam, cuek bebek.
Himpunan-Taninya nya
dan Kerukunan Tani-nya, hanya bicara politik - yang artinya kekuasaan si
Dalang yang punya uang, tanpa ada contoh perilaku bermasyarakat tani yang
rukun.
Lha mosok, Oganisasi Himpunan Tani yang Cabang dan
Rantingnya sudah terbentuk di setiap Kecamatan dan Desa yang penggeraknya
adalah sosok sosok Kontak Tani Andalan ( kebanyakan Tengkulak dan oportunis
desa ) yang telah diseleksi , sangat piawai
menghafal P 4 a’la Orde Baru, kok
dijual kepada sosok Politik yang
membutuhkan dukungan formal yang luas untuk mendaftar jadi Capres- mirip Liga sepak bola – si Belang menjual pada si
Loreng – HKTI dijual kepada pak Prabowo ndak
ada hubungannya dengan pemberdayaan masyarakat tan, hanya untuk melapangkan jalan menjadi capres sebab cabangnya sudah ada
diseluruh Indinesia.
Bayangkan.
Disatu sisi satu cara
pengendalian Gayus Oryctes ini sudah jelas, mudah dan terbukti
effective dan terjangkau biayanya, pembiakan musuh alami cendawan Trichoderma
atau Breveria, sangat mudah dengan media
buatan (seperti membuat tempe) kultur murni ini kemudian disebar ditempat
tempat yang disenangi oleh Oryctes rhinoceros L saat mereka bertelur pada
pergantian musim, mudah kan.
Semua sudah ada petunjuknya tercetak rapi an tersebar
diseluruh desa desa katanya, atas beaya APBN (Anggaran pendapatan Belanja
Negara)
Hanya oleh karena terlalu sering spora cendawan ini dihasilkan
dari biakan dengan media buatan maka tingkat virulensi (keganasan) untuk
mematikan larvae /lundi/uret Oryctes ini mudah menurun hingga tingkat
mortalitasnya tidak memuaskan. Itu saja cacatnya.
Agar membuat
virulensinya tetap tinggi harus menggunakan media larvae Oryctes juga, yang
bangkainya penuh spora cendawan ini akan tetap ganas membuat larvae/lundi mati.
Di sisi yang lain yang sangat penting sekali: tidak ada motivator(s), organisasi penggerak di
pedesaan yang mampu menggerakkan peran
serta petani, sehingga membuat petani kurang semangat untuk mencari
uret/larvae Oryctes, kenyataannya capek dan ndak ada jaminan pohon nyiur
miliknya sendiri yang hanya beberapa
pohon, tidak diserang oleh Oryctes yang terbang bersama angin atau menumpang
truck angkutan dari tempat yang jauh dimana usaha pengendalian belum dilakukan.
Mengapa hanya si tukang ngebor Oryctes ini yang harus
dicari sarangnya secara ramai ramai?
Karena tanpa kekuatan menggerek si pendosa si Gayus Oryctes ini yang mulai,
tidak ada Cyrus Rhinchophorus akan bisa bersarang.
Ada lagi cara
biologis yang murah tapi harus masal juga,
untuk mengendalikan populasi algojo
pohon kelapa ini, paling mudah dengan cara biologis yang lain ini, yaitu
dengan virus.
Hanya dicari tempat lundi/uret/larvae-nya, dimana si Gayus Oryctes suka bertelur demi masa depat lundinya,
ditempat timbunan sampah yang kaya dengan karbohidrat, sebangsa tepung dan gula
( timbunan sampah dapur/rumah tangga,
sampah pasar, tumpukan potongan batang tebu sisa pembuatan bibit stek tebu, sampah
pengolahan tapioca dan dan timbunan sampah proses pemutihan beras dll) semua timbunan sampah yang kaya karbohdrat
ini harus cukup lembab seperti biasanya.
Bisa dipastikan ini hasil
kejorokan manusia, karena di timbunan kotoran ternak tidak disukai mami tukang
bor ini.
Apabila petani sudah bisa memelihara larvae Oryctes
rhinoceros ini ( tidak sulit) maka
larvae ini juga bisa di tulari dengan virus yang menyebabkan sterilitas kumbang
jantan yang dari larvae jenis Oryctes
ini sudah tertular virus tanpa mematikannya, ada dua species yaitu virus
Rabdion dan Virus Baculo, karena virus hanya bisa berbiak di jasad hidup.
Tinggal melepaskan kumbang jantan yang terinfeksi virus virus
tersebut. Dengan menulari larvae nya, maka kumbang jantan akan menjadi pejantan mandul sehingga
melepaskan si mandul ini di lapangan dimana
banyak tegakan kelapa yang lingkungannya
tidak sehat agar mengawini calon mama Oeryctes rhinoceros, kebetulan si play boy mandul ini malah lebih
agresive dari yang normal, perawan Oryctes rhinoceros yang kepincut play boy mandul ini sangat
mendukung polygamy dan free sex, semoga Don Juan kita ini success berpoly poly
gami-ria, seingga tegakan kelapa kita selamat.
Penularan virus Rabdion dan virus Baculo ini upaya
untuk mengendalikan populasi pendosa penyebab utama kerusakan secara jangka
panjang.
Mudah kan ?
Sapa bilang,
kenyataannya di masyarakat yang Pimpinan-nya Penjabat corrupt, akibat
dari korupsi dan akibat dari akibat korupsi, organisasi masyrakatnya hanya
proforma, bersifat pura pura, seolah
olah, bahasanya euphemisme, tulang
punggungnya uang, dana organisasi apapun
adalah untuk jadi sasaran penilepan berjama’ah, persis seperti Panitia Panitia
di PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) di DPR
dan DPRD bahkan Panitia Penyelenggara Haji, semua terinfeksi tukang
tilep, organisasi kemasyarakatan apapun tidak bisa menggerakkan masyarakat
kearah yang menguntungkan masyarakat sendiri. Rakyat terlanjur apatis.
Bagaimanapun,
pengendalian hama ini harus secara masal dan serentak secara
consistent agar bisa berhasil, apabila menghimpun
peran serta masyarakat sulit bisa
jalan, meskipun dengan metoda dan cara
semudah dan semurah apapun, maka pupuslah
harapan untuk melihat nyiur melambai di pantai pantai pulau Jawa, pasti juga di pulau pulau lain, dimana sampah organik
yang kaya karbohidrat tetap seperti sekarang, dan masyarakat tani belum kompak dan solid berperan serta mengimbangi
dengan upaya pengendilan hama yang diakibatkannya, artinya si bodoh dipimpin
oleh si pandir,DPRD nya bangsanya Wasik ex Bahbinsa
Sementara pohon nyiur mati satu demi satu tanpa
pandang bulu, dengan lambaian selamat tinggal daun nyiur yang nampak lidinya
seperti digunting mirip seperti stripnya
sersan, tanda telah tergerek umbutnya, tinggal tunggu si Cyrus yang mematikan , amat sedih.
Ya maklum pulau
ini penduduknya terlalu padat, delapan
puluh persen petani, anak cucu petani sudah tinggal di hunian kota, perilakunya ya sama – hidup seperti di desa, jorok, lagipula problim sosialnya yang banyak tidak terselesaikan secara jujur dan adil, kok
diharapkan berperan serta, meskipun ini
belum pembangkangan social, ---- wis embuh
- daipada jadi Agronomist enak jadi Leveransir Project Pemerintah apa saja – muda kaya - tua diangkat jadi Pemimpin Ketua apa saja – mati puas, masuk surga.
Tahun
tahun mendatang weilayah keapa di trans Sulawesi, tras Sumatra akan menyusul
ramai dihuni dan akan penuh smpah bahan organik. Disana akan bersarang Si
Oryctes tanpa pengendalian yan sudag dibicarakan. Tapi di Maluku, Panua NTT
bali Lombok yang penuduknya patuh memanfaatkan sampah diolah jadi pupuk, nyiur
meambai masih banyak ada terus...... karena buah kelapa muda masih menjadi
dauya tarik turis.
Apabila minyak kelapa memang sudah kalah bersaing dengan
minyak kelapa sawit sebagai CPO dan minyak kernel debagai sumber minyak goreng
tunggal, maka wahai tema temankku pecinta kelapa...... :
Masih ada asa untu mengangkat pemakaina VCO ( virgin
coconut oil) sebagai lemak non cholesterol dengan saabrek khasiat tambahan sebagai
minyak goreng/minyak salad non choleterol sama dengan minyak salad exstra fine
olive oil/ minyak olive yang harganya pe botol 250 cc sampai Rp 120.000 karena
harus diimport dari Mediteranean, jadi seliter kira kira Rp 480,000.
Satu liter VCO membutuhkan kelapa tua yang masih baru
dipetik maxdimun 12 butir, bila harganya 1200 rupiah per butir, maka bahan
kelapa tua seharga 150 000 per satu liter VCO, dengan 4 botol a’250cc label dan
promosi gencar bagi yang kena gangguan pembuluh darah hitung 200.000/liter. Sedagkan extra fine olive oil 460 000 (
dengan 4 botol a’ 250cc) – jadi bila semua kelapa tua tidak dijadikan copra
lagi, melainkan minta pak Jokowi kredit UMKM..untuk pengadaan separator santan
kelapa tua, ukuran industri menengah..... anda masih bisa membaut VCO dengan
sales promotionnya dan semua parapernalia penjualan produk kesehatan jantung
dan tekanan darah, bahkan dimedia internasional......karena marginnya masih
cukup tinggi maka beaya produksi dan penjualan masih bisa dibayar. Meskipun
harga end user dalam negarinya hanya 45 000 per 250 cc.*
Dan nyanyian kenangan Rayuan Pulau Kelapa masih bisa
didengar, tanpa kita agronomist malu.