Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Minggu, 20 Juni 2021

 

DARI BLOG IDESUBAGYO BLOGSPOT.COM

MENCERMATI KEGELISAHAN KIAI MUSTOFA BISRI DI YOU TUBE

PARA KIAI YANG WARAS,  SUDAH BUKAN WAKTUNYA  MENGALAH BERDIAM DIRI, BENGAN  SABAR.  BICARALAH ………DENGAN HARKATMU YANG RAKHMAN DAN RAKHIM.

Begitulah kira kira, apa yang dicanangkan oleh beliau, yang sajak lama mulai  resah. Beliau menjadi lebih peka dari Kiai seangkatannya karena sebenarnya beliau juga seniman sastra puisi – bahasa kerennya PENYA'IR –

Yang saya tahu, penya'ir adalah sosok yang melahirkan makna ,     terbiasa mencari kekuatan dari suku suku kata.                              Dirangkai sebagai mutiara  ………. menurut rasa.  Ya, meskipun rasa itu situasiona, kiai yang sudah "meneb" sya'ir-nya bisa jadi mantra..

Tapi tidak bagi Kiai meneb, kang sugenge jeneng

Malah sering menerjang tatabahasa……….yang perlu rasanya harus membekas di jiwa.

 saya jadi ikut luka.

Lha iya, sekarang memang sudah waktunya….Ajaran islam “agemannya”  dipakai mencari  alat menumpuk harta, tahta dan wanita,  Si Fatonah.  Suryadharma Ali, Anas Orbaningrat – busuknya ngebaki jagat.                               Dasar moralnya  sudah bejad.

Dari lima generasi keatas, beliau adalah keluarga Pelajar islam Formal – artinya belajar dari  alif bak tak sampai Ilmu Ilmu yang menjadi alat perkakas untuk  tahu apa itu Al Qur’an dan Al Hadist, tuntas sampai sejarahnya,  demi mendaya gunakan  wahyu illahiah ini.                                                                                                                                                                                      Untuk melarutkan beliau  ke alam arus  rahmatan lil alamin.                                      Itulah islam “ageman”  lahir bathin bergenerasi tgenerasi diatas beliau.            Diantara ribetnya dunia  penjajahan.               

 Disamping itu, sepuluh  generasi diatas Sarjana Islam formal moyang sang Kiai,  Beliau beliau adalah  mubaligh dari Yunan ke Majapahit permulaan, yang dikenal sbagai Wali islam,zaman itu.  Sarjana mubalegh islam yang sempat nenyerap kebudayaan Parsi dari Mesopotamia,  pewaris budaya kaum majusi –Para wali. yang pelajaran islamnya  massal, merubah  mentalitas masyarakat kasta pariah dan sudra, juga kasta pedagang waysia, dari Hinduism yang di pulau Jawa sudah pengap karena dinamika masyarakat mendeg.  Artinya si Sudra akan tetap jadi sudra   turun temurunnya. sampai inkarnasi  sesudah mati, bila lulus. lha mana tahu,  apa jadi siapanya ? ?                                                                                                                          Barubah ke mentalitas baru ajaran islam, yang lebih dinamis sangat egaliter tanpa kasta – juga dibidang agama dan masyarakat – Inilah jerohan Abu Dzar,  yang dicintai kanjeng Nabi Muhammad salallahu allaihi wasallam waktu masih bergerilya dibawah tanah di Mekkah – si Badui papa sudah di baiat memeluk agama Rasululullah. dengan kalimah Syhadad, oleh Kajeng Nabi sendiri. 

Para Wali, mengajarkan ilmu Hakikat Islam dan ilmu Makrifat Islam digali dari riwayat Kanabian Kanjeng Nabi Muhammad dan dari  Ummul Qur’an  sak mukadimahnya komplit, lha wong sudah kadung ditulis disana.  Tanpa hujjah apa apa. Di jarwa jadi tuntunan hidup seorang muslim dan sekaligus jadi tuntunan orang sekarat  menjelang menghadap kehadirat Allah – ini yang para wali  sampaikan ke  ummat  Hindu yang masuk islam,  meskipun tidak diaben dengan beaya yang sangat besar, masih diterima amal ibadahnya, dihisab, menurut kadarnya, semua ummat sama. Sesudah mereka mencari cari apa jerohan ajaran para wali Islam ini, tercantum dalam  makna tembang Ilir Ilir,  ( di blog idesubagyo.blogspot.com) disamping diberi  gaduhan sawah rawa hasil kerja sesama muslim, diwilayah rawa Pamotan ( sekarang Lamongan) Dicetak dengan teknologi dari Mesopotamia. Cerita yang ini dikesampingkan oleh Ulama mubalegh Islam yang datang belakangan yang mengajarkan Ilmu islam secara formal, masih mending sang Kiai   Mustofa Bisri masih mendapatkan serpihan ajaran sorogan dari kakek moyang sepuluh generasi diatas, disamping mendapatkan gemblengan selama hidup dari ajaran formal ilmu Islam, dari pondok pesantren turun temurun, ilmu ilmu untuk menelaah Al Qur’an, tartil, tajwid, nahwu, sorof, Tata bahasa Arab, sastra Arab, sejarah Timur Tengah, tapi juga masih menerima ulasan SOROGAN para Wali tanah jawa – yang memenuhi tujuan bahwa islam itu ajaran untuk manusia seluruh Dunia kapan saja dinama saja, tidak mempersulit ummatnya, sangat sederhana dan mudah dimengerti – sebab yang mendesign Allah sendiri. Ini yang digali oleh para wali tanah Jawa,  yang diambil dari sikap Rasululah Muhammad salallahu allaihi wassalam, menghadapi orang semacam Abu Dzar si Badui dari Gifar, termasuk orang yang pertama masuk islam – Nabi percaya,  dia disuruh pulang ke Gifar  segara.  Islam bukan menuntut taklid buta thok, apalagi memberi  jaminan masuk sorga tanpa dihisab. kalau bukan Allah dan Rasulnya - bila Allah  berkenan. Abu Dzar ya belajar untuk dirinya sendiri sebelum islam berakar teguh di Jazeera.Sedang para santri kampung yang setengah matang mondok, hanya mengandalkan pandangan mata populer saja, sikampung sudah diunggulan lebin dsri orang tuanya sendiri.

Tetap dia anti korupsi, anti feodalisme, anti KKN dariAbu Dzar, telah  menaggung konsekwensinya.singkirkan dari masyarakat Arab, yang lagi perperang guna bertahan a’la  padang pasir ,menyerang perbatasan mndadak,ratusan kilometer dengan bekal  banyak, kuda onta budak dan baju zirah, yang hanya dimiliki oleh orang kaya kaum Quraisyi,  bukan kaum beduin yang miskin dan lugu…… kerena ya dsegitu hasil oasisnya di desa Giffar.

 Teriring do’a saya setulusnya kepada temanku ini, yang hidup  serIbu empat ratus tahun yang lalu, yang dibelakang namanya tidak disebut ditambah dengan r.a. oleh ulama mana saja.

Kalau mau  sampai jadi Kiai……..ya  jelas betul harus  belajar sampai pol, akan dituruti sampai mengenal keindahannya Al Qur'an, yang membuat orang sangat bersyukur di tingkat itu. Ini yang membuat Kiai Mustofa Bisri sedih, orang sudah mencari uang  dan popularitas dengan bicara dalil……kembali ke Al Qur’an dan Al Haidist – supaya laku jadi wakil Legisatip sukur dadi Kepala Daerah atau Rector atau Ketua MUI , tapi ndak pernah belajar  ilmu agama islam yang sudah jadi wilayah baku kaum Ilmuwan Islam zaman para Wali, Dipondok pesantren 12 -15 tahun,hanya alat untuk mengerti  Al Qur’an dan Al Hadist – yang ini malah memilih consensus . menghindari perbantahan dengan orang yang ngotot,fsnstik. Karena saya-pun demikian. Saya hanya Agronomist-islam. pecinta dan penelaah sejarah amatiran. Terus terang saya belajar dari google. Bagusnya google bisa menyajikan semua pemikiran dan pendapat dari msyarkat seluruh dunia....... jadi pembacanya harus pandai menimbang - sesuai dengan hati nuraninya....... bila belum tepat mengena......masih bisa dicari dengan pendapat lain sumber....... yang diharapkan orisinil bukan copy paste..... makanya menulis di media sosial elektronik harus bisa melahirkan pemikiran yang dipetimbangkan masak masak orisinil menurut hati nuraninya.

Begitu pun masih harus jadi manusia biasa ( jangan sampai jadi Al Haladz), atau islam tradidonal salaf cara  kampung ,ATAU PENJUAL KATA  MUTIARA,.............  KEERANE ILMU KASANG-KEKARANGANE BENGSANING GHA'IB - LAMUN ANA UBAYANE.....MBALENJANI---------SERATWEDHOTOMO    KGPH MANGUNORO  IV*)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More