NGLAMES - KETERLIBATANNYA DENGAN PERANG MBAGI,SENTELAH PANGERAN DIPONEGORO DI BUANG DI MAKASAR. Di utara Madiun. Lk. 5 km. dari Stasion Madiun, terletak diutara Sungai yang membelok ke barat di pinggir jalan Propinsi MadIun- Surabaya, yang telah dilindungi krip yang dibangun di pinggir pengkolan kali Madiun, sehingga kali Madiun ganti menggeroroti lahan desa, satu masjid kuno cukup untuk sholat lk 100 orang dan lahan pasarean kuno, dan hunian keluarga besar Kiai Nglames. Mulai dihuni sejak akhir perang Diponegoro, karena strategis dipinggirSungai Madiun, yang waktu itu merupakan jalan raya untuk perahu. Saat desa itu didirikan sudah dibangun masjid, brsebelahan dengan pasarean, dan rumah Kiai Alimuntaha Mohammad Besari dengan keluarga besarnya yang semua berusaha untuk nafkahnya dengan memproduksi kain bathik tulis halus. Dipasarkan sampai Solo dan Jogya, lewat sungai Madiun sambil belanja bahan baku kain bhatik. Maka dari itu sang Kiai dan anak cucunya punya hubungan baik dengan para ulama di Solo, Jogya ( jarang) dan Jatisobo, Pimpinan Kiai jatisobo… entah Jatisobo kiai yang keberapa, penulis kurang jelas. Tapi yang saya tahu konon Kiai jatidsobo yang ini adalah Guru dan sahabat Susuhunan Surakarta hadiningrat Pakubowono VII, yang dianggap Belanda pro Pangeran Diponegoro, dan dibuang ke Ambon, sampai wafat disana.>Ke'eratan hubungan inilah yang menelurkan satu tragedi keluarga antara Nglames dan Jatisobo, yang kisah semula lisan, kini akan sampai kisah menyedihkan tersebut ke pembaca artikel ini.Sebenarnya berimbangan yang aneh, adalah kedekatan jarak antara Nglames dan benteng Belanda dan Ngawi, lk 35 km. ,tempat marsose Belanda putih atau hitam menempati titik strategis untuk menyerang tiga wilayah jaitu Madiun-Ponorogo. Solo, dan Nganjuk. lewat sungai dengan Meriam berat, diangkut dengan mudah dengan perahu dari besi, 30 orang dengan 2 meriam besar. seperi biasa 5-6 perahu sekali jalan menghadapi “kraman” di Ponorogo dan Nganjuk. Yang dipimpin oleh bagian bagian pasukan Diponegoro yang bercerai berai- mengadakan regrouping, tertera dalam tulisan di Google oleh suku Dinas PP&K bagian Sejarah Nganjuk dengan judul......DIASPORA PASUKAN TEMPUR PEMB`ERONTAKAN PANGERAN DIPONGORO.... yang masih sering meletus, sEhIngga program Belanda menguasai lahan Pertanian untuk penanaman tebu menggunakan lahan sawah padi ngarai di Nganjuk yang tanpa irirgasi, sangat terganggu. Padahal menurut Belanda petani tidak akan kelaparan karena karena de etische politiek akan segera diberlalukan, sistim rotasi dengan padi – tebu, di ngarai, sedang jaringan irigasinya segera akan dikejakan, DIMANA TEBU MENDAPAT PRIORITAS UTAMA DAPAT AIR PENGAIRAN "TEKNIS" ini, mulai dari bendung waduk lapangan, kecil saja kapasitas 50.000 m3– 60 000 m3 – sudah sangat sulit , dari bila membuat bendungan kali Madiun dan kali Brantas lebih murah dan gampang...... tidak terlalu menguras tenaga manusia......sedang jatah untuk satu pabrik diperhitungkan 10 – 15 ribu / Ha tanaman tebu –yang akan dirotasi dengan padi - yang akan mendapat Jatah utama selama 2 tahun kalender dan padi satu tahun kalender, metoda rotasi tebu -padi, sistim “Reynoso”, ada dua lahan tebu sekaligus. satu menjelang panen, satu lagi lahan bibit untuk stek tebu. dan tebu belum cukup umur uutuk dipanen, menunggu tahun depan. Kuli tanaman tebu adalah petani penggarap sendiri gaji sehari 2,5 sen/ hari selama dua tahun dan sesudah 2 tahun bagian petani menanam padi dan polowijo. diberi kesempatan bertani setahun sekali sehabis tebu ditebang, dengan bantuan irigasi gratis dari sistim irigasi Pabrik– toh diberikan pada malam hari, tanpa menganggu jatah tanaman tebu milik pabrik…yang harus disiram bila daun daunnya sudah menggulung-kapan saja selama masa vegetasinya. Belakangan pada abad ke 20, dengan perluasan irigasi dari bendungan waduk dan bendung kali yang sangat diperbesar, produktivitas lahan tebu sangat tinggi sampai 1000 Kwintal batang tebu, dengan kandungan sucrose 11 %, hanya untuk kepentingan Nederland, sedang petani P. Jawa, sangat terbatas pertumbuhan produktivtas kerjanya......dari padi dan polowijo, karena belanda memang bermaksud demikian dengan mengimport beras dari Campa, Thailand, Cambodia yang lebih murah. perakaraan tonggak rumpun tebu, dibeli pabrik. Tergantung dari kadar gulanya – inilah lihainya pabrik –bagi mereka beras ditangan petani harus kurang, supaya kerja di kebun tebu, dengan 2,5 sen per hari, membeli beras import, demi mencukupi kebutuhan keluarga, (po an tuih sampai sekarang main beras dengan Bulog)...... Jadi perlu masa tenang dan damai yang panjang mengalami cara ini, untuk mengerti "kebaikan belanda" terhadap massa petani ngarai……. Itu kenapa semua “kraman” dukungan dari regrouping pasukan kecil kecil yang sudah cerai berai berdiaspora di Nganjuk dan ngarai lain, yang mudah tercapai dngan perahu, perlu dipadamkan sesegera mungkin oleh marsose, seakar akarnya……dilengkapi senjata berat dan, dihukuman sebagai orang rantai kerja paksa bila tertagkap untuk membangun saluran besar besar irigasi tebu dengan kerja paksa puluhan tahun – beserta jalan yang diperkeras untuk pengangkutan hasil panen tebu dan inspeksi keadaan tanaman - ke dan dari pabrik. itulah siasat Belanda yang pelit dan kejam. style="font-family: inherit;">Korbannya adalah petani padi sawah tadah hujan, sebagai penggarap tanah Sultan yang mereka kelola…. Sang Bupati sultan / Susuhunan, mengumpul bagi-hasilnya sekali penen itu…. Sedang para Bupati diluar tanah Sultan dan Susuhunan, jadi Bupatinya tuan Residen- semua jadi bawahan tuan Residen Belanda digaji – juga Bupatinya daerah kesultan dan sunan-nya, lewat Kanjeng Patih dalem. sebagai ganti setoran panen – uang dari Pemerintah Hindia Belanda. Lha ex pasukan Didonegoro sudah mengerti lubang lubang peluang orang lapangan pabrik mencatut para petani, semula dikerjakan oleh china yang didatangkan Belanda dari daerah kartel dan mafia pantai timur China, dicobakan di wilayah Nganjuk, tiga empat musim kemudian, baru di ganti dengan tenaga lokal yang dididik sekolah dari dua kelas –bisa dilanjutkan diwilayah tertentu yang gawat merah, sampai kelas lima….LHO kok sekolah sambungan sampai kelas lima, dodidirikan di Nglames, kok nggak di Gontor, atau dekat konsentrasi pondok Pesantren di Gebang Tinatar - tempat pujangga terkenal kita .Ng Romggowarsito belajar islam......Sekolah kelas lanjutan sampai 3 tahun tambahan, sebagai priyayi digaji jauh lebih lebih besar, sebagai ndoro “Kometir”, memyulap generasi muda lokasi "merah" dengan pekerjaan gaji tinggi, sesuai dengan program pasifikasi.....yang mengurusi rotasi dengan padi, lahan yang setiap tahun pasti ada jang ditanami padi, urusan luas dan jatah air irigasi sawah yang ditanami padi kembali. Maka itu mereka ex pasukan Diponegoro yang mengadakan regrouping di wilayah nganjuk diburu puluhan tahun sesudah perang Diponeoro dinyatakan selesai diganti dengan “etische politiek”, memberikan kesempatan generasi baru wilayah “merah” untuk jadi Kometir pembantu Sinder, dengan digaji besar diatas income mandor tebu yang bisanya cuma bahasa melayu, baca tulis aritmetika bayaran kuli, petani desa. Makanya anak turun china yang didatangkan Belanda waktu Perang kemerdekaan terpecah menjadi dua, Republikein dan Poo An Tuih yang pro Belanda. Konon rumah-toko Poo An Tuih sepanjang jalan raya Nganjuk-Madiun waktu th 1949 clash ke II , dibumi mangus gerilyawan Repubkein. Pembentukan ”priyayi “ lokal ini sangat berguna bagi Pabrik Gula memerlukan suasana damai dan stabil – sementara benteng Ngawi masih sangat sibuk dibangun. Kiai Nglames sudah sepuh, ndak penah pergi keluar jauh – tapi dari masjid, pengalaman dan kepiawaian berkomunikasi tulis dan penggambaran peta scalar, beliau menjadi penasihat petunjuk jalan untuk gerilyawan mengenai kegiatan benteng Ngawi, dari pengamatan persiapan perahu yang muat marsose dan senjata berat, informasi dari babu cuci pakaian soldadu benteng, yang malah sambil lalu bercerita setrikaannya nanyak….. dengan ini, rutin dibagikan di- informasinya, menentukan siasat penyerangan gerIlya. Dikirim berantai dari Ngawi ketangan beliau dengan kecepatan kurir berkuda, kuda kuda kan banyak di Ngawi, penarik dokar melayani para opsir yang mengunjungi gundiknya di desa desa.... sehingga sampai sekaranng Ngawi jadi sumbernya wanta cantik, aliran "gene" bule - mancung dan berkulit cerah. Dari Ngawi ke Nglames berantai beberapa kurir berkuda…. Hanya satu orang di pasar Balerejo, yang menyampaikan contoh jagung, kedelai. Beras, dalam bungkusan kecil kepada beliau. Kemudian hanya beberapa saat informasi ini sudah sampai kelamat satuan gerilyawan sebab putri cucu2 beliau menjadi anggauta kepercayaan Nyai Ageng Serang, istri almarhun Bupati Serang dulu nama dari daerah Purowodadi, gugur pada perang Diponegoro.> jadi jangan salah...... Perang Diponegoro dari semula adalah Pemberontakan Rakyat Tani, bukan Perang antara Kesultanan dan kasunanan melawan Kompeni VOC. Para Pengeran yang berdarah merah, bangkit membela kaum petani penggarap tanah Kesultanan/ kasunanan. Menyadari betapa penting gerakan ini, sampai Kiai Nglames menceraikan istri kedua-beliau, istilah saat itu “ mengantarkan kembali sang istri terkasih ke Jatisobo”, guna memutus tali hubungan fisik antara guru Susuhunan pakubuwono VII dengan Kiai Nglames, berpisah dengan menceraikan putri kiai Jatisobo, sudah berbuah seorang putra…. Kemudian di pondok-kan ke Nglames , benama Gus Ngujer……sampai dewasa di Nglames dan kawin berputra seorang , embah saya Nur Muhammad, kemudian bekerja jadi Kondektur KA NIS, route Jombang - Kediri , wafat dalam bekerja…..karena nengingatkan orang Belanda pegawai Pabrik mabok menghalangi jalan penumpang ke gerbong kereta… sampai berkelahi dan berdua jatuh dari kereta…..keduanya luka luka, embah Nur Muhammad wafat akibat jatuh tersebut, meninggalkan dua putra laki laki…putra sulungnya bapak saya, Bapak Koesno, adiknya pak Saroso. keduanya sudah wafat. Begitulah kejadian pencegatan perahu perahu pengangkut pasukan dan Meriam di desa mBagi secara mendadak, ditengah Tengah sawah yang berkabut dari pembakaran gelagah rerumputan dan Jerami ditepian sungai , sawah sekitar lahan yang telah diduga ditepi timur kali Madiun desa Mbagi, yang sangat berhasil. Bersama dengan penyerbuan mendadak ditengah kabut….. membuat Belanda kaget setengah mati. Ini jaringan yang sangat berbahaya, siapa yang mengorganisasi sabotase diwaktu Belanda sudah yakin program “de etische politiiek”nya berhasil tepat waktu di kabupaten Nganjuk…..Sampai sosok kiai sepuh dibujuk berpose digambar oleh pelukis china, (kami masih bisa menyimpan wajah beliau), oleh Adminisrtraiur P_.G. Rejoagung belanda sahabat beliau,….. contemporer saya mengira yang menggambar ini suruhan Adminstratur Pabrik Rejoagung seorang belanda yang baik hati kepada sang Kiai….. saya sangat menduga itu atas perintah PID (Politieke Inlichtingen Diens) intel dari polisi Hindia belanda, untuk diedarkan diwilayah yang diduga sebaran diaspora ex pasukan Diponegoro, kemugkinan ada kunjungan sang kiai sepuh…. Ternyata tidak ada yang pernah berjumpa beliau.
Senin, 07 Oktober 2024
NGLAMES
Tanpa kepastian apa apa mengenai pelaku letusan kecil Pencegatan di desa Mbagi Madiun, tidak ada yang tahu, larena ditutupi Belanda sendiri,,,… karena kenyataan telah mengecilkan arti benteng besar yang makan dana banyak sekali. Ya saya rekonstruksi informasi perang Mbagi yang dirahasiakan ini dari embah buyut kami ke ibu kami, murid pelajaran sufi dari embah Ageng dan rakyat tua tua di sekitar DSesa mBagi, smua bis cerita mengenai pernagn mBagi, seluruh desa desa seputar mbagi rumah rumah pertani dibakar olah kompeni, karena penduduknya sampai itik kambing talah dibawa lari.......saya duga ke huran hutan jati, yang ditanam sejak jaman Singhasari, paduka Airlangga. Sosok putri……..orang desa predikat mbah Buyut putri kami, kok disapa dengan nama embah Ageng ? Padahal konon postur si embah buyut ini sedang saja…… sedang embah buyut putri yang lain cabang ginealogi, kok ahli mengaji dan menunggang kuda ? menjadi istri Panewu/asisten wedana Nggetas, wilayah Kasunanan Surakarta. kemudian di anschluss belanda, sedang beliau diangkat jadi Wedono Panewu Kasunanan .... yang Konon waktu sang istri masih muda dan lajang, embah buyut putri masih belum kawin, sering diundang ke kabupaten Madiun untuk untuk bertilawah, beliau konon datang naik kuda, dengan sadel khusus untuk wanita ? Siapa diantara orang desa bisa begitu ? Ya meskipun desa Nglames desanya perajin bathik tulis yang sudah dikenal di kalangan para abdi Kabupaten madiun, gaya bathik tulisnya contemporer dengan mode di Kasunanan Surakarta. Pertanda kedua, yang sering didongengkan tetua kami, di rumah Penghulu Landraad Hindia Belanda, kiai Burhan, putra Kiai sepuh, diangkat jadi Penghulu Landraad Keresiden Nadiun untuk mengambil sumpah para saksi islam pengadilaan landraad Hindia Belanda; dengan gaji yang sangat besar.....cocok dengan program pasifikasi daerah "merah" oleh belanda, penuh dengan pelarian pasukan Diponegoro, yang bergerlya mengadakan perlawanan dengan menyertakan petani penggarap sawah.... yang lagi bingung tentang program de etische politiek, menanam tebu dirotasi dengan padi di sawah garapan mereka, yang nyatanya oleh pekerja lapangan orang china yang didatangkan oleh belanda, kenyataannya malah kumat mencatut petani, dengan ukuran luas jatah sawah padi, maklum, belum secara luas dipakai teodolit......profiteers pesta seperti yang terjadi puluhan tahun senelumnya di daerah Kasultanan Ngayogyokarto, zaman tanam paksa nanam nila/indigo, sehingga petani penggarap kelaparan karena ndak sempat nanam padi. Pendek kata, belanda sangat terganggu dengan perlawanan yang di jelaskan dengan segala cara oleh sisa pasukan Diponegoro - Kok sunguh terjadi dengan gemilang di mBagi. Para sepuh kami tahu presis ada seroang sosok putri sudah setengah tua sendirian menumpang di ruman Kiai Burhan, kedua matanya telah buta........saya duga kena api ledakan trigger senapan sundut, bedil yang ada waktu itu ..... siapa yang membawa kesana sang putri yang buta kedua matanya , kebetulan tiada seorangpun yang tahu beliau famili dari mana ? Tapi jelas diantara contemporer putri setengah tua buta ini adalah mbah Ageng kita sendiri, atau mbah Suhada putri, yang makamnya ada di pasarean Nglames,(pidahan dai loksi lama yan hilang dikis sungai = tapi berkat Ir. Sugirso Padmopranoto dan Ibu Srikuswati istri beliau,.canggah Kiai Sepuh beliau, saya bisa menilai keeratan Kiai Sepuh, sebagai keluarga Suhada- -letak pasarean individual almarhumah tetap seperti di pasarean lama sebelah kiri persis jadi sebeal barat persis, pasarean Kiai Sepuh Alimuntaha Mohammad Besari. beliau keponakan sang kiai sepuh , wafat tanpa keturunan yang masih hidup. Jadi letnan kelompok putri pasukan Diponegoro , pimpinan Nyai Ageng Serang - sampai di Madiun, juga tergabung kesana dengan mbah Suhada putri atau mbah Ageng, (berarti "ageng" mungkin sebutan untuk "letnan" dalam pasukan Diponegor) guru ibu saya ? Cerita ini saya setengah mendengarkan dari senior kami kaum embah putri , waktu mbathik bersama di zaman keluarga kami mengungsi dari Surabaya th 1946 - 1949. di Madiun kemudian ke Solo- Selama di Madiun, th.'46 kelurga kami bermukim di rumah kuno, yang lama kosong, dengan pohon asam besar 2 pemeluk di pojok belakang halaman, dan pohon sawo yang kira kira sama umurnya dengan pohon asam di pekarangan samping masjid, bekas jalan kampung - kenapa ini ikut saya certakan disini, sebab ada artikel di you tube mengenai "warung asem" - itu tempat berkumpul diaspora ex pasukan dan anggauta pasukan Diponegoro di daerah Kedu dan Pekalongan , tempat bertemu itu ditandai dengan jajaran pohon asem dan sawo, lho baru sekarang saya ingat di lokasi kita mengungsi zaman th '46 ya ada pohon asem besar dan sawo yang sama tuanya di halaman dekat masjid - semua sedah hilang karena dilanda pengikisan belokan sungai Madiun. Menguatkan dugaan saya bahwa dulu masjid dan sekitarnya adalah tempat pertemuan rahasia ex pasukan Diponegoro, makanya saya tulis buat diingat di situs Fb saya., sekarang ini. Kesimpulan saya, bekerja sebagai intelijen kapan saya , dimana saja,.......orang harus low profile - tidak seorangpun yang tahu, walau sampai kapanpun, hanya satu orang yang kuat dan jelas ideologinya ber IQ extra tinggi, bisa membawahi dengan rapi dan aman, para inteligens : Mereka sudah membuang egonya. Contoh lain adalah gerakan kaum islam di Afganistan sekarang, dan Aceh jaman dulu, dimana para Pemimpinnya dan kaum intelijen-nya saling bersaing membusungkan dadanya - semua tersapu bersih oleh musuh musuhnya.
note: Setelah perdagangan belanda dengan dunia semakin berkembang dengan export gula terbesar di dunia- belanda mulai membuka pendidikan sekolah anak pribhumi dengan sekolah HIS - sekolah dasar berbahasa Belanda... dimana lulusannya laku jadi jurutulis Perusahaan dagang belanda - asal orang tuanya bergaji konon lebih dari 70 gulden/bulan atau bisa menunjukkan sertifikat pemilikan tanah setumpuk atas namanya. Juga sekolah keturunan China di Lasem HCS YANG TERTUA. Cucu dan cicit kiai Sepuh sudah masuk sekolah belanda semua, mengisi satu kelas di HIS Kediri dimana Hoofdershool-nya menantu dari mbah Imam Bahwi, yang nemantu kiai Sepuh - ada malah didorong oleh orang tuanya diantar ke Probolonggo jalan kaki dari Kediri, untuk sekolah Guru HIS yang pertama didirikan oleh belanda disana.... kemudian baru Ungaran dan Purworejo - selanjutnya belanda mendiirikan sekolah dokter jawa di Batavia. Tidak sampai disitu saja.....bagi mereka yang sudah mencapai pendidikan belanda bisa melamar masuk golongan yang disamakan dengan kasta tertinggi orang belanda dan orang Europa. jadi pribumi yang masuk doterima jadi "Londo godong_" dilarang memakai bahasa lain dmanapun kecuali bahasa belanda, dan memutus hubungan persaudaraan dengan rumpun persaudaraan semula. Ada`diantara kami sampai kesitu.......hasilnya seecara fisik dihapus oleh penjajahan Nippon dengan pedang samurai. **) Bapak saya hanya sampai di HIS, bekerja sebagai Klerk, kntor Notarias belanda di Surabaya.....digaji dengan cukup. begitu masih kursus privaat bahasa belanda ke seorang janda pelaut belanda , dengan membayar tinggi sang tutoress, sehigga ibu saya complain, sebab pembuatan akta hibah rumah kepada putri kaum habaib, yang belum pernah dikerjakan oleh masyarakat Arab, ternyata diakui syah oleh pengadilan Negeri Hindia Belanda.**)
Posted in:
0 comments:
Posting Komentar