Pengikut Amerika Serikat yang paling senior adalah kelas penguasa Tuan tanah Mexico. Kemudian Phillipine menjadi wilayah protektorat Amerika Serikat sejak selesai Perang Dunia Pertama. Sedangkan Pakistan menjadi pengikut Amerika Serikat sejak Jendral Zia Ul Haq, dan Jendral Musyaraf, sejak India punya bom nuklir. Indonesia jadi pengikut Amerika yang paling muda, sejak Bung Karno digulingkan oleh Amerika. Bung Karno tidak disukai Amerika Serikat karena, yang pertama; sempat dicurigai oleh Amerika pro Jepang dalam PD II, kemudian makin tidak disukai ketika Bung Karno menjalin persahabatan dengan bekas USSR dan Blok Timur pada era perang dingin. Amerika segera mengganti Bung Karno dengan rezim Orde baru tahun 1965.
Dilihat dari kesamaannya, Mexico dan Phillipines, sama-sama negara dengan masyarakat mayoritas Katholik yang taat, dibawa oleh Kerajaan Spanyol pada abad pertengahan.
Sedangkan China Taiwan dan Korea Selatan kemudian menjadi pengikut Amerika Serikat pula. Taiwan menjadi pengikut Amerika sejak Chiang Kai Sek kalah perang melawan tentara merah Mao di mainland China. Dan Korea Selatan merapat ke Amerika minta perlindungan karena takut diduduki Korea Utara yang sosialis.
Pakistan : Bekas Negara Non Blok yang dikatakan amoral oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat era perang dingin, John Foster Dulles, karena tidak berpihak untuk menghadapi perang dingin. Pakistan ditinggal mati Pemimpin Bangsanya, Ali Jinnah. Mirip dengan Soekarno di Indonesia, kepemimpinan Pakistan cepat diganti oleh golongan militer yang pro Amerika Serikat.
Sejak Ali Bhuto digantung, konon karena permusuhan antar keluaga kaya, Negara itu sudah menjadi pengikut Amerika Serikat lahir-bathin, dipimpin oleh kaum militer Zia Ul Haq dan perdana menteri sipil langsung dioper oleh militer lagi oleh Jendral Musyaraf. Dengan dalih Pakistan takut kepada India yang mempunyai bom atom dan dekat dengan USSR, tetap mempertahankan kedekatannya sesudah USSR bubar, menjadi Republik Russia. Negara Pakistan hampir 100 % penduduknya beragama Islam, lebih dekat dengan kehidupan oasis di padang pasir daripada Muslim di Indonesia, hampir semua bisa baca tulis bahasa Arab.
Penduduk Negara ini sebenarnya dulu ya sama sama penduduk India, hanya pertentangan antara Islam dan Hindu mengenai persoalan ritual, umpama persoalan sapi, dan lain-lain prosesi keagamaan dianggap sangat penting. Mudah menyulut garis keras dalam menjalani agama masing masing, makanya ngotot pisah.
Berkaca pada konflik berbasis religial antara Pakistan India ini, tidak heran ketika puluhan tahun kemudian pertentangan Palestina dan Israel menempatkan Amerika Serikat dalam situasi yang sulit.
Demokrasi, yang mengatur kepekaan dari kelas Penguasa, Industrialis dan Tuan tanah terhadap infra structure yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak tidak berjalan semestinya, ditimpakan kepada sentiment anti Amerika Serikat.
Dilihat dari kesamaannya, Mexico dan Phillipines, sama-sama negara dengan masyarakat mayoritas Katholik yang taat, dibawa oleh Kerajaan Spanyol pada abad pertengahan.
Sedangkan China Taiwan dan Korea Selatan kemudian menjadi pengikut Amerika Serikat pula. Taiwan menjadi pengikut Amerika sejak Chiang Kai Sek kalah perang melawan tentara merah Mao di mainland China. Dan Korea Selatan merapat ke Amerika minta perlindungan karena takut diduduki Korea Utara yang sosialis.
Pakistan : Bekas Negara Non Blok yang dikatakan amoral oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat era perang dingin, John Foster Dulles, karena tidak berpihak untuk menghadapi perang dingin. Pakistan ditinggal mati Pemimpin Bangsanya, Ali Jinnah. Mirip dengan Soekarno di Indonesia, kepemimpinan Pakistan cepat diganti oleh golongan militer yang pro Amerika Serikat.
Sejak Ali Bhuto digantung, konon karena permusuhan antar keluaga kaya, Negara itu sudah menjadi pengikut Amerika Serikat lahir-bathin, dipimpin oleh kaum militer Zia Ul Haq dan perdana menteri sipil langsung dioper oleh militer lagi oleh Jendral Musyaraf. Dengan dalih Pakistan takut kepada India yang mempunyai bom atom dan dekat dengan USSR, tetap mempertahankan kedekatannya sesudah USSR bubar, menjadi Republik Russia. Negara Pakistan hampir 100 % penduduknya beragama Islam, lebih dekat dengan kehidupan oasis di padang pasir daripada Muslim di Indonesia, hampir semua bisa baca tulis bahasa Arab.
Penduduk Negara ini sebenarnya dulu ya sama sama penduduk India, hanya pertentangan antara Islam dan Hindu mengenai persoalan ritual, umpama persoalan sapi, dan lain-lain prosesi keagamaan dianggap sangat penting. Mudah menyulut garis keras dalam menjalani agama masing masing, makanya ngotot pisah.
Berkaca pada konflik berbasis religial antara Pakistan India ini, tidak heran ketika puluhan tahun kemudian pertentangan Palestina dan Israel menempatkan Amerika Serikat dalam situasi yang sulit.
Demokrasi, yang mengatur kepekaan dari kelas Penguasa, Industrialis dan Tuan tanah terhadap infra structure yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak tidak berjalan semestinya, ditimpakan kepada sentiment anti Amerika Serikat.
Indonesia:
Indonesia jadi pengikut Amerika Serikat karena Golongan Orde Baru secara ekonomi dan politik kemudian sosial-budaya memang pengagum, dan nge “fans”secara fanatik kepada Amerika Serikat, terutama pada cara hidup Amerika yang selalu nampak gemerlap dan enteng.
Tahun 1965 Orde Baru, militer dan ormas yang didukung oleh Amerika membantai semua orang yang dicap kiri karena anti Imperialisme, dan anti dominasi satu bangsa terhadap yang lain (maklum bekas jajahan).
Masyarakat Indonesia mayoritas Islam. Karena itu mau tidak mau kaum Muslim di Indonesia beraliran moderat, karena iklim tropic basah dan pertanian sawah tergantung pada kaum wanita, ancaman paling hebat adalah penyakit dan parasit, ecto dan endoparasite yang pengobatannya menjadi domain kalangan wanita, karena kaum wanita lebih teliti, ini sudah bejalan sudah ribuan tahun (matriarchat).
Sedangkan Hinduisme saja yang sudah ribuan tahun berpengaruh di Nusantara tidak bisa menancapkan patriarchal murni akan tetapi bercampur dengan matriarchal yang diperoleh dari alam tropic basah.
Sedangkan Islam mengikatkan dirinya pada patriarchal padang pasir yang diperlunak, artinya bayi perempuan tidak dibunuh, itu adalah jahiliah yang dikutuk.
Kaum Muslim di negeri ini masygul dan heran mengapa Amerika Serikat sangat membela Israel. Sebenarnya tidak, Israel hanya kuuaya sekali (very rich), dan di AS semua bisa dibeli, itu saja.
Hanya mereka tidak habis mengerti sifat orang padang pasir bila saling berperang, yang kalah dihabisi seluruh puaknya, yang menang dapat makanannya.
Bagi yang penghuni wilayah tropic basah, ribuan tahun bayi bayinya dimakan malaria dan berbagai penyakit, yang bertahan sampai dewasa hanya kurang dari 10 %.
Bayi kok dibunuh, di tropic orang heran atas perilaku padang pasir ini, wong kalau bisa besar sedikit saja, anak kecil bisa cari makan sendiri, resources alami hampir tidak terbatas di hutan-hutan.
Kalau di Oasis situasinya gimana ?? Kering, keras dan tough life.
Pola yang nampak jelas beda dari “pengikut” Amerika Serikat adalah dalam pengembangan infra structure, pasangan pengikut-pengikut yang disebutkan sebagai contoh ini Mexico dengan Phillipine, China Taiwan dengan Korea Selatan dan Pakistan dengan Indonesia.
Infra Strukture:
Phillipine, dikuasai oleh para Tuan Tanah keturunan Spanyol, dan sebagai Pengusasa tradisional turun temurun, puluhan generasi memperlakukan infra structure Negaranya untuk keperluan mereka sendiri, yang tanahnya paling baik dan luas sekali, hanya perlu jalan dan jembatan antara Pabrik Gula, gudang-gudang dan pelabuhan. Mereka, si Tuan-Tuan Tanah yang tidak banyak jumlahnya akan tetapi tanahnya luas sekali hanya memerlukan itu. Tentu saja Cathedral dan Mansions dan Haciendas, juga diperlukan. Jadi bila infra struktur di negeri-negeri ini tidak memadai untuk perkembangan selanjutnya, ya maklum.
Mexico begitu juga, para tuan tanah sekaligus Raja Minyak mentah sebab dibor di tanah mereka, kekuasaan Negara di tangan mereka dari generasi ke gererasi hidupnya dihabiskan di Florida dan California, sangat kaya. Sedangkan Para Panco Villa (rakyat jelata) sudah puas dengan kuda-kuda dan keledai-keledainya sejak lama, buat apa infra structure banyak memakan beaya. Begitulah Negara yang dikendalikan oleh para Tuan tanah, dengan banyak Haciendanya lebih banyak lagi di Florida dan California.
Sedangkan Amerika Serikat adalah pendukung mereka yang handal, apa saja punya, dengan beaya tentunya. Pemerintahan Amerika Serikan dari Congressman ke Senator dan deretan Senor Le Presidente Democrat atau Republic sama saja butuh buaaanyak uang untuk kampanye, klop bertangkup tangan dengan para pemilik Latifundia.
Infra struktur di Mexico ? sudah cukup itu, ndak sepadan dengan potensi Negaranya, wong memang ndak mau repot.
Lha sekarang China Taiwan.
Besarnya Cuma se Jawa Timur, bermusuhan dengan Cina Daratan yang sosialis, itu dulu. Sekarang kita bisa melihat di channel TV kalau paham new sosialis versi China adalah " Visi Sosialis China adalah kita menjadi kaya bersama", ujar Deng alm.
Dari Pulau kecil Formosa atau Taiwan dijadikan benteng, infra structure militer maupun ekonomi segera dibangun, bukan di Kausyung (Kaoh Siung) saja, tapi di seluruh negeri.
Rakyat pengikut dari Daratan cuma sedikit, sebagian besar balatentara Chiang Kai Shek, dan Penduduk Asli banyak diintegrasikan, sekolah dengan buku dari seluruh dunia walau jiplakan tidak peduli, itu dulu.
Ciang Kai Shek rupanya putar haluan, dia dan kroninya sudah malang melintang, jadi embahnya dan datuknya korupsi di China Daratan, sudah kapok rupanya, pulau ini mendapat berkah oleh kesadaran mereka. Mereka bangun infra structure untuk bekal masyarakatnya mencintai rezimnya, iya cuma sebanyak penduduk Jawa Timur. Infra strukturnya cukup untuk bekal merdeka, karena kroni Ciang dan bangsanya memang rajin dan ingin merdeka. Utusan Taiwan khusus datang ke Wahington, Senator dapat setoran, Congressmen dapat, President dapat, pokoknya pulau ini jangan sampai dicaplok Republik Rakyat China Daratan yang sosialis. Uang bantuan dari Amerika Serikat dipakai (masih banyak sisanya) untuk dagang dan membangun infra structure, kan cuma se Jawa Timur ? Cukup untuk modal merdeka.
Korea Selatan.
Negara ini lebih aneh lagi, pernah tersisa selebar bayangan payung, selain itu sudah di tangan Korea Utara balatentara Jendral China Lin Piao, sudah itu Jendral Mc Arthur mendaratkan Marinir Amerika jauh di Utara kalau nggak salah di Inchon, nah tentara jendral Lin Piao terputus garis garis supply-nya, tepaksa mundur tergesa-gesa. Maka itu bangsa Korea Selatan yang dibantu Amerika Serikat semua pernah mengungsi, nyaris kehilangan negara.
Presiden Syingman Rhee yang kurang tanggap terhadap semangat rakyatnya di coup d’etat oleh Jendral Park Chung Hee, mulai pembangunan dengan tempo cepat infra structure untuk mengimbangi indutrialisasi, sekaligus menyiapkan kaum pekerja yang disiplin dan murah. untuk para Chaebol. Meskipun President Park terbunuh oleh cup d’etat, tapi garis perjuangannya masih dikembangkan oleh para Pemimpin dan Chaebol (seperti Kabushiki Kaisha (KK) di Jepang), Korporasi raksasa yang dekat dengan Pemerintahan. Mereka bekerja dengan sungguh-sungguh, itu bedanya dengan rezim Orde Barunya Jendral Suharto, kapitalis iya, tapi unsur unsur Nasionalis yang mendarah daging ada disana (Jepang) di Indonesia tidak, cuma kapitalisnya saja.
Tidak salah, pandangan Chaebol ini terhadap unsur sumber daya manusia Korea Selatan ya mengherankan uniquenya. Ya Korea Selatan ini memang tukang tempeleng, tapi menyediakan Infra strukture dibangun untuk hidup rakyat lebih nyaman, seimbang di semua wilayah dan lebih dari cukup untuk merdeka bahkan seratus tahun lagi.
Lha sekarang Pakistan, bagaimana Pemimpin masyarakat Pakistan bereaksi terhadap kemajuan zaman sejak lima puluh tahun terakhir?
Rupanya mereka kurang peka terhadap pertambahan penduduk selama lima puluh tahun ini, rakyat menuntut kenyamanan sanitasi dan hidup sehat, memerlukan infra structure yang mendesak, kota dan penghidupanya lebih mirip dengan kota oasis, tidak ada sanitasi umum, jadi tidak nyaman, kemarahan yang tidak dimengerti ini, menyebabkan Kelas Penguasa yang sudah tradisional, keluarga keluarga kaya berlindung dari rakyatnya sendiri kepada Amerika Serikat.
Kemarahan rakyat, dengan dalih apa saja bisa terjadi, apalagi sekarang zamannya Islam garis keras.
Sesama pengikut Amerika Serikat ke-enam Negara yang diambil sebagai contoh sebenarnya berbeda-beda dalam pengetrapan niatnya sebagai ”pengikut”.
Sebaliknya ada Pemimpin Domestik lokal yang yang bersifat “centeng”, Rezimnya berlindung di bawah Amerika Serikat, supaya leluasa menggurita dengan korupsi kolusi dan nepotisme, terutama untuk dilindungi kroninya dari rakyatnya sendiri, artinya Pemerintah Amerika Serikat diharapkan menjamin kehidupan korup elite ini, e...e kok enggak. Amerika hanya merekomendasikan hutang pada World Bank, IMF, Asian Development Bank, jangan salah lembaga fund ini bukan negara, mereka tidak punya Nasionalitas, mereka Trans-nasional, yang amat sangat perhitungan, sehingga lebih dari 20% hutang kotor sudah kembali berbentuk fee pada Consultant, mark up untuk ongkos proposals designs dan supervisions dari projects, lebih suka yang cukup lama hinga selesai, dan setiap tahun digabungkan dengan bargain politik baru, lanjut apa enggak.
Yang penting infra tructure bantuan macam ini hampir tidak ada arti buat otot kemerdekaan.
Cuma itu, boro-boro Anggaran Belanja Negaranya untuk membangun infra stukture yang canggih, memajukan pendidikan, wong seluruh Republiknya saja hanya Republik Pura-pura.
Yang dipiara bukan Kaisha, bukan Chaebol, bukan Penarik Pajak yang kerja untuk Negara, tapi penguasa Pajak, Negara hanya disetor sisanya, malah hasilnya disimpan oleh Pendamping yang layaknya putri, dimaui oleh seluruh bank bank - di Bank Negara, hanya untuk “tambel butuh” untuk Bank yang “dikhawatirkan” kalah clearing 6,5 triliun, oh sayangku oh kekasihku aku tombokin elu ! e e malah lari keluar negeri.
Pemimpin yang beginian kerjaan sesungguhnya adalah Centeng beneran.
Indonesia jadi pengikut Amerika Serikat karena Golongan Orde Baru secara ekonomi dan politik kemudian sosial-budaya memang pengagum, dan nge “fans”secara fanatik kepada Amerika Serikat, terutama pada cara hidup Amerika yang selalu nampak gemerlap dan enteng.
Tahun 1965 Orde Baru, militer dan ormas yang didukung oleh Amerika membantai semua orang yang dicap kiri karena anti Imperialisme, dan anti dominasi satu bangsa terhadap yang lain (maklum bekas jajahan).
Masyarakat Indonesia mayoritas Islam. Karena itu mau tidak mau kaum Muslim di Indonesia beraliran moderat, karena iklim tropic basah dan pertanian sawah tergantung pada kaum wanita, ancaman paling hebat adalah penyakit dan parasit, ecto dan endoparasite yang pengobatannya menjadi domain kalangan wanita, karena kaum wanita lebih teliti, ini sudah bejalan sudah ribuan tahun (matriarchat).
Sedangkan Hinduisme saja yang sudah ribuan tahun berpengaruh di Nusantara tidak bisa menancapkan patriarchal murni akan tetapi bercampur dengan matriarchal yang diperoleh dari alam tropic basah.
Sedangkan Islam mengikatkan dirinya pada patriarchal padang pasir yang diperlunak, artinya bayi perempuan tidak dibunuh, itu adalah jahiliah yang dikutuk.
Kaum Muslim di negeri ini masygul dan heran mengapa Amerika Serikat sangat membela Israel. Sebenarnya tidak, Israel hanya kuuaya sekali (very rich), dan di AS semua bisa dibeli, itu saja.
Hanya mereka tidak habis mengerti sifat orang padang pasir bila saling berperang, yang kalah dihabisi seluruh puaknya, yang menang dapat makanannya.
Bagi yang penghuni wilayah tropic basah, ribuan tahun bayi bayinya dimakan malaria dan berbagai penyakit, yang bertahan sampai dewasa hanya kurang dari 10 %.
Bayi kok dibunuh, di tropic orang heran atas perilaku padang pasir ini, wong kalau bisa besar sedikit saja, anak kecil bisa cari makan sendiri, resources alami hampir tidak terbatas di hutan-hutan.
Kalau di Oasis situasinya gimana ?? Kering, keras dan tough life.
Pola yang nampak jelas beda dari “pengikut” Amerika Serikat adalah dalam pengembangan infra structure, pasangan pengikut-pengikut yang disebutkan sebagai contoh ini Mexico dengan Phillipine, China Taiwan dengan Korea Selatan dan Pakistan dengan Indonesia.
Infra Strukture:
Phillipine, dikuasai oleh para Tuan Tanah keturunan Spanyol, dan sebagai Pengusasa tradisional turun temurun, puluhan generasi memperlakukan infra structure Negaranya untuk keperluan mereka sendiri, yang tanahnya paling baik dan luas sekali, hanya perlu jalan dan jembatan antara Pabrik Gula, gudang-gudang dan pelabuhan. Mereka, si Tuan-Tuan Tanah yang tidak banyak jumlahnya akan tetapi tanahnya luas sekali hanya memerlukan itu. Tentu saja Cathedral dan Mansions dan Haciendas, juga diperlukan. Jadi bila infra struktur di negeri-negeri ini tidak memadai untuk perkembangan selanjutnya, ya maklum.
Mexico begitu juga, para tuan tanah sekaligus Raja Minyak mentah sebab dibor di tanah mereka, kekuasaan Negara di tangan mereka dari generasi ke gererasi hidupnya dihabiskan di Florida dan California, sangat kaya. Sedangkan Para Panco Villa (rakyat jelata) sudah puas dengan kuda-kuda dan keledai-keledainya sejak lama, buat apa infra structure banyak memakan beaya. Begitulah Negara yang dikendalikan oleh para Tuan tanah, dengan banyak Haciendanya lebih banyak lagi di Florida dan California.
Sedangkan Amerika Serikat adalah pendukung mereka yang handal, apa saja punya, dengan beaya tentunya. Pemerintahan Amerika Serikan dari Congressman ke Senator dan deretan Senor Le Presidente Democrat atau Republic sama saja butuh buaaanyak uang untuk kampanye, klop bertangkup tangan dengan para pemilik Latifundia.
Infra struktur di Mexico ? sudah cukup itu, ndak sepadan dengan potensi Negaranya, wong memang ndak mau repot.
Lha sekarang China Taiwan.
Besarnya Cuma se Jawa Timur, bermusuhan dengan Cina Daratan yang sosialis, itu dulu. Sekarang kita bisa melihat di channel TV kalau paham new sosialis versi China adalah " Visi Sosialis China adalah kita menjadi kaya bersama", ujar Deng alm.
Dari Pulau kecil Formosa atau Taiwan dijadikan benteng, infra structure militer maupun ekonomi segera dibangun, bukan di Kausyung (Kaoh Siung) saja, tapi di seluruh negeri.
Rakyat pengikut dari Daratan cuma sedikit, sebagian besar balatentara Chiang Kai Shek, dan Penduduk Asli banyak diintegrasikan, sekolah dengan buku dari seluruh dunia walau jiplakan tidak peduli, itu dulu.
Ciang Kai Shek rupanya putar haluan, dia dan kroninya sudah malang melintang, jadi embahnya dan datuknya korupsi di China Daratan, sudah kapok rupanya, pulau ini mendapat berkah oleh kesadaran mereka. Mereka bangun infra structure untuk bekal masyarakatnya mencintai rezimnya, iya cuma sebanyak penduduk Jawa Timur. Infra strukturnya cukup untuk bekal merdeka, karena kroni Ciang dan bangsanya memang rajin dan ingin merdeka. Utusan Taiwan khusus datang ke Wahington, Senator dapat setoran, Congressmen dapat, President dapat, pokoknya pulau ini jangan sampai dicaplok Republik Rakyat China Daratan yang sosialis. Uang bantuan dari Amerika Serikat dipakai (masih banyak sisanya) untuk dagang dan membangun infra structure, kan cuma se Jawa Timur ? Cukup untuk modal merdeka.
Korea Selatan.
Negara ini lebih aneh lagi, pernah tersisa selebar bayangan payung, selain itu sudah di tangan Korea Utara balatentara Jendral China Lin Piao, sudah itu Jendral Mc Arthur mendaratkan Marinir Amerika jauh di Utara kalau nggak salah di Inchon, nah tentara jendral Lin Piao terputus garis garis supply-nya, tepaksa mundur tergesa-gesa. Maka itu bangsa Korea Selatan yang dibantu Amerika Serikat semua pernah mengungsi, nyaris kehilangan negara.
Presiden Syingman Rhee yang kurang tanggap terhadap semangat rakyatnya di coup d’etat oleh Jendral Park Chung Hee, mulai pembangunan dengan tempo cepat infra structure untuk mengimbangi indutrialisasi, sekaligus menyiapkan kaum pekerja yang disiplin dan murah. untuk para Chaebol. Meskipun President Park terbunuh oleh cup d’etat, tapi garis perjuangannya masih dikembangkan oleh para Pemimpin dan Chaebol (seperti Kabushiki Kaisha (KK) di Jepang), Korporasi raksasa yang dekat dengan Pemerintahan. Mereka bekerja dengan sungguh-sungguh, itu bedanya dengan rezim Orde Barunya Jendral Suharto, kapitalis iya, tapi unsur unsur Nasionalis yang mendarah daging ada disana (Jepang) di Indonesia tidak, cuma kapitalisnya saja.
Tidak salah, pandangan Chaebol ini terhadap unsur sumber daya manusia Korea Selatan ya mengherankan uniquenya. Ya Korea Selatan ini memang tukang tempeleng, tapi menyediakan Infra strukture dibangun untuk hidup rakyat lebih nyaman, seimbang di semua wilayah dan lebih dari cukup untuk merdeka bahkan seratus tahun lagi.
Lha sekarang Pakistan, bagaimana Pemimpin masyarakat Pakistan bereaksi terhadap kemajuan zaman sejak lima puluh tahun terakhir?
Rupanya mereka kurang peka terhadap pertambahan penduduk selama lima puluh tahun ini, rakyat menuntut kenyamanan sanitasi dan hidup sehat, memerlukan infra structure yang mendesak, kota dan penghidupanya lebih mirip dengan kota oasis, tidak ada sanitasi umum, jadi tidak nyaman, kemarahan yang tidak dimengerti ini, menyebabkan Kelas Penguasa yang sudah tradisional, keluarga keluarga kaya berlindung dari rakyatnya sendiri kepada Amerika Serikat.
Kemarahan rakyat, dengan dalih apa saja bisa terjadi, apalagi sekarang zamannya Islam garis keras.
Sesama pengikut Amerika Serikat ke-enam Negara yang diambil sebagai contoh sebenarnya berbeda-beda dalam pengetrapan niatnya sebagai ”pengikut”.
Sebaliknya ada Pemimpin Domestik lokal yang yang bersifat “centeng”, Rezimnya berlindung di bawah Amerika Serikat, supaya leluasa menggurita dengan korupsi kolusi dan nepotisme, terutama untuk dilindungi kroninya dari rakyatnya sendiri, artinya Pemerintah Amerika Serikat diharapkan menjamin kehidupan korup elite ini, e...e kok enggak. Amerika hanya merekomendasikan hutang pada World Bank, IMF, Asian Development Bank, jangan salah lembaga fund ini bukan negara, mereka tidak punya Nasionalitas, mereka Trans-nasional, yang amat sangat perhitungan, sehingga lebih dari 20% hutang kotor sudah kembali berbentuk fee pada Consultant, mark up untuk ongkos proposals designs dan supervisions dari projects, lebih suka yang cukup lama hinga selesai, dan setiap tahun digabungkan dengan bargain politik baru, lanjut apa enggak.
Yang penting infra tructure bantuan macam ini hampir tidak ada arti buat otot kemerdekaan.
Cuma itu, boro-boro Anggaran Belanja Negaranya untuk membangun infra stukture yang canggih, memajukan pendidikan, wong seluruh Republiknya saja hanya Republik Pura-pura.
Yang dipiara bukan Kaisha, bukan Chaebol, bukan Penarik Pajak yang kerja untuk Negara, tapi penguasa Pajak, Negara hanya disetor sisanya, malah hasilnya disimpan oleh Pendamping yang layaknya putri, dimaui oleh seluruh bank bank - di Bank Negara, hanya untuk “tambel butuh” untuk Bank yang “dikhawatirkan” kalah clearing 6,5 triliun, oh sayangku oh kekasihku aku tombokin elu ! e e malah lari keluar negeri.
Pemimpin yang beginian kerjaan sesungguhnya adalah Centeng beneran.
Wong di dalam negara ini ada lembaga yang terima upah sebagai pembelian “keberpihakan”, ah kok sulit sekali ya untuk mengakui hal ini, ya merasa tidak salah gitu saja kok repot, padahal lembaga penegak hukum lho itu.
Ya jangan salahkan Amerika Serikat, wong dia kan hanya akan membangun infra structure di negerinya sendiri, cari modal, perkara lain bukan urusannya. Buktinya atas upayanya sendiri Republik Korea Selatan bisa merdeka, Republik China Taiwan bisa merdeka. (*)
Ya jangan salahkan Amerika Serikat, wong dia kan hanya akan membangun infra structure di negerinya sendiri, cari modal, perkara lain bukan urusannya. Buktinya atas upayanya sendiri Republik Korea Selatan bisa merdeka, Republik China Taiwan bisa merdeka. (*)