Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Kamis, 09 Februari 2012

REVOLUSI KE-II PENANAMAN PADI DI PULAU JAWA.

REVOLUSRI KE II PENENEMAN PADI DI PULAU JAWA

Sejarah mengajarkan penanaman padi di Pulau Jawa  (Oryza sativa L)  sudah ribuan tahun yang lalu,  ditanam ditebar, atau ditugal. Ternyata masyarakat dari India-lah yang membangun sistem persawahan dengan pengairan, dan yang paling penting dalam sistem ini, benih padi disemaikan  terlebih dahulu, setelah lebih tinggi dan dapat dicabut dengan tangan, kira-kira berumur 25 hingga 35 hari, lalu dipindahkan ke bubur lumpur, di petak-petak yang telah disiapkan, bersih dari gulma/ tumbuhan liar.
Ini adalah paket cara baru besar-besaran pada pendirian kerajaan Hindu di Jawa pada awal tahun Masehi, diperkenalkan ke masyarakat pribumi sebagai penonton kemudian peserta, oleh masyarakat pindahan dari India belakang – mengorganisasi pengairan, dan membuat pembenihan padi.  Ditandai dengan bereirinya wangsa Syailindra di Palembang sekarang.
Ini revolusi pertama dalam penanaman padi, sehingga kaum pribumi terserap semua dalam teknologi baru yang lebih menguntungkan ini, terserap dalam kebudayaan Hinduisme, satu plattform untuk tumbuhnya kerajaan-kerajaan besar Hindu di Nusantara.
Sampai sekarang Raja Jawa dijuluki “Trahing kusuma rembesing madhu, tedhaking  Handana warih.”
Artinya Sang Raja adalah keturunan bunga swargaloka yang dari mereka menetes madhu/rizki, keturunan Sang Pemberi air (pengairan).
Panen padi jadi berlipat,  0,75 – 1,5  ton padi bermalai malai bisa dipastikan, dan ada golongan masyarakat baru, terdiri dari keturunan Brahmana yang mempunyai tradisi dan monopoli kecakapan membaca dan menulis (huruf Palawa), yang mengurusi pertanian dan peternakan secara teratur dengan catatan pengalaman  yang sistimatic  makin panjang, hingga ratusan tahun.
Sekarang masih berjalan dengan nama sistim “subak” di Bali.
Subak ini bakan saja mengurusi hal ikhwal pertanian, tapi juga mempunyai kewenangan dalam hukum yang mengikat masyaraka tani, dengan peraturan peraturan (awig-awig – bahasa Bali), dan menuju optimalisasi seluruh produksi lahan, menurut contour tanah persawahan yang ada, dan kecukupan air pada setiap musim, kapan cukup unutk tanam padi kapan hanya cukun untuk menanam palawija. Tentu saja letak petak sawah yang dekat dengan  hulu saluran akan mempunyai kesempatan lebih banyak mendapat air, dari lrtak petak sawah yang paling jauh dari hulu saluran.
Taknik irigasai yang lebih maju, dengan menggunakan pintu pengukur banhaknyaq air yang tersedia (Liter per detik) akan menetapkan din=mana petak yang masih bisa menanan pedi, dan dimana petak yang haur menanam palawija yang membutuhkan air lebih sedikit dari padi. Dari saluran tertiair ini air bisa dibantu dibuatkan saluran cacing ke petak yang paling jauh, sehingga lebih cepat sampai dan tidak banya ialng di jalan, bila harus pewat petak demi petak.
Maka terjadilah revolusi yang pertama penanaman padi di Pulau Jawa.

Masyarakat pribumi meninggalkan cara lama menanam padi di huma, tegalan, yang dikerjakan  dengan cara “slash and burn”. Melainkan hanya tertinggal di tempat terpencil di perbukitan dan kaki gunung di pulau pulau yang sulit terjangkau oleh pendatang baru dari India belakang, karena penyiangan padi huma sangat makan tenaga. 
Bandingkan dengan keadaan pengairan di Bali sekarang, saluran air bisa didapat dari sungai diatas dan melewati saluran sepanjang dinding jurang, menyeberang lenbah dengan aguaduct sedehana sampai berkilometer jauhnya. Dibuat jauh sebelum lahan tebu debangun dengan pengairan moderen bahkan dengan menggunakan siphon untuk mendapat air dari seberang jurang ke lereng lain dari kaki gunung.
Bila airt pengairan masih mungkin didapat, pasti dibatkan saluran pengfiran menuu ke sawah.


Setelah ditanam padi jenis baru mulai tahun 1968 yang dihasilkan oleh seleksi IRRI Los Banos Phillipines, yang berdaun tegak, posturnya pendek, berumur pendek ( kurang dari 115 hari) dengan potensi penyerapan pupuk produksi  pabrik yang lebih baik..
Panen gabah langsung meningkat hingga 5 ton per Ha. cara penen langsung berganti dengan dibabat pakai arit bergerigi yang khusus, dari pangkal rumpun padi, yang sebelum padi jenis baru ini,  panen dilakukan dengan ani-ani atau ketam, semacam pisau kecil padi dipanen semalai demi semalai, dipilih malai yang sudah tua, sehingga yang masih banyak bulir hijau ditinggal, untuk dipanen ulang.

Revolusi ke II adalah cara panen itu, terjadi setelah 2000 tahun lebih petani memakai ketam atau ani-ani.

Wong cuma ganti alat panen saja kok revolusi ?
Persoalannya tidak se-sederhana berganti alat panen, karena padi jenis baru dari  IRRI ini rontok bila masak. Ini persolan besar, sebab hasil kerja selama 115 hari ini  sangat berharga, bulir demi bulir gabah,  dikalikan lebih dari 5 juta hektar lahan/tahun.
Para Penyuluh Pertanian menganjurkan bila memanggul rumpun batang padi yang dibabat keluar dari lahan untuk pemisahan gabah dengan jerami plus merang, sangat dianjurkan dibungkus dengan selembar kain/plastic/ bekas kantong anyaman PP (polypropilen woven bag) supaya gabah yang mestinya rontok hilang di jalan, terikut  dikumpulkan, konon kehilanan ini bisa mencapai 10 % lebih.

Cara tanam yang baik, tidak terlalu dalam 2,5 – 3 cm, yang bisa merangsang  anakan padi, dari pada kebiasaan lama jang terlalu dalam sampai 5 cm. 

Semua malai akan dihasilkan dari anakan  padi. sekarang atara 7-12 anakan, ini masak tidak bersama sama dengan induknya melainkan ada selisih waktu, agak lambat satu, dua  hari setiap kemunculan malai dari kelompok anakan sulung ke kelompok anakan buncit. 
Apa yang dilakukan hampir setiap petani, bila sampai empat malai sudah cukup masak, yaitu induk dan malai anakan sulung dari setiap rumpun sudah rata masak, ya trus dibabat.
Anakan bermalai ke empat lima enam tujuh dan yang paling buncit bermalai keduabelas, tinggal ikut saja dibabat, tidal menunggu masaknya bulir bulir pada malai  4 - 6 anakan buncit masak, karena disamping isinya hanya 100 -150 gabah, karena letaknya rendah masaknya lebih lama, keburu kakak kakanya rontog..
Ya benar, anakan ke lima misalnya sampai kedua belas ini bulirnya rata rata katakan  hanya seratus limapuluh gabah, berarti ada 8 kali l50 bulir gabah atau sama dengan isi tiga malai normal, bulir gabah tiga malai utama.
Lha bulir bulir gabah dari malai anakan yang  ini hampir 40% masih hijau, saat dibabat bareng, atau kurang dari separo dari gabah malai anakan, mewakili 20 persen panen.
 Atau dua puluh persen dari potensi panen masih belum waktunya dipanen, habis bagaimana ketimbang  empat malai utama keburu rontok, nunggu kuningnya bulir-bulir gabah di anakan kecil-kecil.
Benar saja, sesudah dijemur, si  bulir hijau senjadi mengkerut, berwarna putih kayak kapur, bila digiling akan hancur.

Ide Subagyo :
Apabila kita berhasil mengeluarkan pembungaan anakan padi ini dalam waktu yang relatip sama dengan induk satu rumpun, maka kemasakan tiap bulir dari malai anakan akan siap dalam waktu yang hampir bersamaan dengan malai induk beserta anakan  ke empat,  sampai malai yang paling buncit  dari rumpun  padi tersubut?
   Alias saat dibabat kita bisa menyertakan malai anakan ke empat hingga delapan para anakan buncit menjadi gabah yang masak,  berarti lebih kurang mendekati  20 persen dari potensi panen.
Sesudah usia purna tugas, artinya ndak terpakai lagi, pernah saya membantu bekerja untuk teman yang berdagang, memproduksi “pupuk daun” artinya pupuk majemuk yang terdiri dari hara untuk tanaman yang mudah larut, dan diberikan kepada tanaman terutama berupa cairan encer yang diremprotkan ke daun pagi pagi hari. (Diutamakan menanggulangi kekuarangan hara mikro yang sering mengganggu  )
Pupuk daun ini sebenarnya produk ecek-ecek. Larutan urea/nitrat ditambah rarutan KH2(PO4), dan KCl  tawas dan pewarna  untuk daya tarik, kurang dari 15 % total wight/volume (saya kira)  dikemas dalam botol 0,5 liter, 1 liter dijual lebih dari harga 2 Kg urea, untung besar.

Terus terang saya tidak diberitahu apa sebenarnya yang terkandung dalan pupuk cair itu pada akhir pembuatannya, karena policy perusaannya mereka dengan counterpart pedagang keturunan Cina, itu semua dianggap rahasia perusaahan, kecuali yang tertera di label kemasan.
Anjuran pemakaian 3-4 cc /liter. Jauh dari ambang phytotoxisitas karena hipertonis terhadap cairan sel, aman. Dengan pemikiran yang diceriterakan dicatas, bahwa hanya dengan membungakan anakan ke empat hingga delapan anakan padi   yang paling buncit, sehingga bisa berbunga relatif bersamaan, maka masaknya gabah diraprapkan bersamaam, jadsi menambah bobot panen gbah yang bernas, bisa menjadi beras.
Saya mulai dengan penyemprotan pupuk daun saat mulai malai keluar satu… dua terutama yang mengandung kalium, dengan rate 750 cc/ha atau satu botol setengah sengan air 300 liter/ha dapat membuat malai anakan muncul lebih cepat sehingga pembungaan kurang lebih bersamaan.

Perkiraan saya  malai akan memanjang, mendorong  bunga keluar.
Se-sederhana itu.  Penyempotan pupuk daun,  misalnya daun bendera atau daun daun dipucuk tamanan padi masih bisa menyerap hara yang mudah larut dari  pupuk daun. macam apapun ion-ion yang larut itu, pokoknya membuat setiap vacoula sel-selnya padi bertambah tekanan osmosenya sehingga penyerapan air kembali lebih giat, akibatnya sel-sel yang menopang malai lebih  panjanb dan cepat.
Akibatnya hamparan yang mulai berbunga satu….dua ”mlecuti” (bahasa Jawa) atau mengeluarkan bunga, bisa mengikutkan anakan-anakan sekalian, relatif bareng,
Akibatnya semua malai akan masak hampir bersamaan waktunyadengan waktu membabat/panen. Semua gabah menjadi beras.
Penelitian tidak berlanjut, entah bagaimana karena kawanku yang menciptakan pupuk daun 'ecek-ecek' itu keburu meninggal karena kanker nasopharyngeal, dan counterpartnya yang pedagang keturunan Cina di pasar tradisional tidak biasa menangani product yang harus dibuatkan “image” yang hebat,  wong perusahan raksasa sekelas Unilever saja tidak  mengalokasikan dana untuk bikin pupuk daun produksinya, mengatasi prsolan ini, dan pasti memerlukan ongkos besar untuk menciptakan brand image ini.
Ya, se-sederhana itu.
Saya masih mengharapkan ada yang melanjutkan membuat terang gejala ini, sehingga berguna bagi petani dan tidak dibuat mem “blow up” pupuk daun yang 'ecek-ecek', hingga menguntungkan yang dagang thok, saya jamin anda tidak akan mendapat apa apa, kecuali sebutan Pejuang Revolusi ke II penanaman padi di Pulau Jawa. (*)

(Ir.Subagyo, M.Sc alumni Magister Pertanian- UDN University Druzhby Norodov- Moskow Russia 1966)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More