“Belajar Agama seperti berenang dan menyelam, agar tidak celaka, carilah Guru dan belajarlah Ilmunya, jika kau akan menyelam siapkan dirimu, Gurumu haruslah penyelam yang baik, agar tidak terjadi hipoksia seperti penyelam pemula”
Dalam membaca Al-Qur'an, kita ummat Islam pasti membaca Basmallah (setelah kalimah ta’awwudz), sebagai kalimah pembuka surah ayat-ayat suci Al Qur’an. Kalimat Basmallah adalah “Bismillahir rahmanir rahim”.
Saya sering mengkaji beberapa model terjemahan (tranliterasi Al-Qur’an) di berbagai edisi kitab suci Al Qur’an di Indonesia. Dalam terjemahan yang dibahasa Indonesiakan, kalimah Bismillahir rahmanir rahim dalam satu edisi terjemahannya adalah : “Dengan Nama Alloh Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih”.
Kemudian pada penerbit lain, dalam sebuah edisi Al Qur’an, kalimah Bismillahir rahmanir rahim, terjemahannya adalah: “Dengan (menyebut) Nama Alloh Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih”.
Karena saya seringkali mengamati beberapa edisi terjemahan kitab suci Al Qur’an dari tahun ke tahun, saya ingin mengkaji lagi terjemahan dengan kata “menyebut” yang dimasukan ke dalam kurung, kurungnya dihlangkan, yang berarti ditambahkan dalam arti bahasa Indonesia agar lebih dekat dengan maknanya, mungkin begitulah maksud ulama penafsir kitab Suci ini
Ada lagi transliterasi kalimah Bismillahir rahmanir rahim dengan terjemahannya yakni: “Dengan Menyebut Nama Alloh Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih”. Tanpa kurung baca lagi pada kata “menyebut” yang mungkin menurut ulama penafsir, terasa lebih pas dan mengena menurut maksudnya dalam kitab suci Al Qur’an. Wog dalam surah dibawahya, Al Beqarah ayat 30, dsbutlan bahwa manusia sudah dititahkan jadi Khlifah Allah di Bhimi, lha namanya khalifah itu kan hanya berbuat atas nama yang menngangkat nya tidak semaunya sendiri, ada tanggung jawablya. Sedanhgkan bila ditambah dengan kata menyebut, nampaknya tidak berani mengatas namakan Nya, karean Allah maha tinggi pikirnya. tapi kenyataannya manusia memang berbuat semaunya sendiri, misalnya membuat senjata pemusnahan massal dan memakainya,, masak perbuatan begitu kok suruhan Allah, yang Maha pemurah dan maha Pengasih > Kalau memang sudah waktunya kiamat ya Allah sendiri yang menentukan, ndak usah menitahkan manusia bikin bom hydrogen ribuan mega ton. ?
Saya tertarik untuk mengkaji makna Bismillahir rahmanir rahim, secara harfiah.
Bi-Ism-Alloh:
Pada kata ‘Bi’ -
Terjemahan Al Qur’an dalam bahasa Inggris, para ulama cenderung tidak mengartikan ‘Bi’ dalam Bismillahir rahmanir rahim dengan ”with the” artinya kurang pas, lebih condong dengan pengertian “In the” (Name of Alloh)
Apabila dipakai ungkapan “with the” maka para ulama cenderung mengartikan “ “with the blessing of”………
Kontext Bi – dalam Bismillah adalah lebih pas dengan ungkapan:
- under the governance of………….
- as instrument of …………
- as a representative of……….
- On behalf of……………
- With the support of……….
- For the glory of………..
Ism –
- Anything being raised high
- Anything distinguished
- bahasa Jawa = “Asma” bahasa tinggi untuk Nama
Alloh-
- Arabic = Alloh
- Hebrew = Eli , Elohim
Dari kontext bahasa Inggris menurut kamus, maka makna “Bismillah” dalam bahasa Inggris tidak ada yang pas dengan “menyebut” atau “mentioning” atau “chanting”. Lebih cocok dengan terjemahan ‘In The Name’.
Ar Rahman dan Ar Rahim
- Adalah dua asma dari 99 Asmaul Husna.
Saya jadi berpikir jika kalimah Bismillahir rahmanir rahim diterjemahkan dengan “Atas nama Alloh Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang”, mungkin –ini menurut dugaan saya- para ulama penterjemah ke bahasa Indonesia, cenderung menghindarkan si Manusia yang memberanikan diri mengatas namakan Alloh yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih, dalam tugas hidupnya.
Apalagi seperti orang Jawa yang mengungkapkan bahwa Alloh terhadap manusia:sangat kecil
“Lamun adoh tanpa wangenan, lamun cedak ora senggolan”
Artinya bila jauh tanpa batas, bila dekat dengan manusia tanpa bersinggungan.
Sebab pengertian sebagian para ulama formal, Alloh harus diposisikan oleh manusia, yang Maha Tinggi di atas Alam Raya dan Maha Tinggi di atas manusia. Jika menurut pengertian Jawa tadi, maka masih ditakutkan bisa jadi terlalu dalam dan membingungkan rakyat jelata seperti urusan Siti Jenar dahulu, bila tidak membaca surah berikutnya yaitu Al Baqarah ayat 30, yang terang terang Allah birfiman menitahkan manusia, sebagai khalifah Alla di Bhumi dengan .RakhmanNya dan RakhimNya thok, bukan sifat yang lain diantara 99 asmaNya. makanya jin dan malaikan harus mesujud. Sebab kelebihan jin dan malaikat dari manusia, tidak menjadikan alasan Allah mereka gijadkan khalifah di bhumi.
Apalagi jika mengkaji ayat yang berbunyi “Alloh lebih dekat dari urat lehermu”. Wah, bisa-bisa pusing rakyat jelata yang kurang pikirnya, dan bagi orang yang mengkaji tanpa Guru bahkan bisa gila.
Di sisi lain, Alloh Yang Maha Tinggi, jelas telah mengangkat Manusia sebagai Khalifah-Nya di muka Bumi, karena dalam Wahyu-Nya tertera di Kitab Suci Al Qur’an, sesuai pada surah Al-Baqarah ayat 30, posisi yang paling mulia, dengan tanggung jawab yang berat.
Bila kalimah Bismillahir rahmanir rahim diartikan “Dengan Nama Alloh Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih” seperti bahasa Arabnya, maka tanggung jawab Manusialah segala kejadian yang menyengsarakan manusia sendiri di atas muka Bumi. Jika kalimah Bismillahir rahmanir rahim diterjemahkan “Atas Nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah” maka cocok dengan amanat Alloh pada manusia sebagai khalifah di muka Bumi, karena manusia harus “care” terhadap sesamanya dan Buminya sebagai tempat hidupnya, wong sudah diangkat sebagai Khalifah di muka Bumi (pemimpin diatas muka Bumi), sebagai pengemban amanah Alloh SWT di muka Bumi.
Maka dari itu sesudah amanah yang telah mengatas namakan Alloh tadi, agar manusia berbuat kebajikan di muka Bumi, agar manusia sebagai si pengemban amanah itu berkewajiban berusaha bersifat kasih sayang di muka Bumi. Inilah indahnya Islam menjadi “Rahmatan Lil Alamin” dan tidak ada Utusan Alloh lagi setelah kedatangan Rasulullah Muhammad SAW, yang telah menyampaikan amanah Alloh yang terakhir pada manusia.
Sebaliknya, bila Bismillahir rahmanir rahim diartikan sebagai “Dengan menyebut nama Alloh yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih” dengan menyisipkan kata –menyebut- tanpa dikurung lagi, maka saya jadi berpikir, jika dikatakan ‘dengan menyebut’ maka kapan manusia dapat dikatakan langsung bertanggung jawab terhadap sesamanya yang lagi menderita dalam hidupnya ?
Manusia akan menggumam, ‘saya kan hanya manusia biasa, saya hanya menyebut nama Alloh, saja, saya tidak mengatasnamakan Dia. Dia-lah nanti akan menetapkan apa yang dikehendaki Nya’.
Maka bila menggumam ‘hanya menyebut nama Alloh’, bisa jadi ada manusia ada yang berpikir ‘Jika kalian orang miskin, jika kalian tetanggaku kelaparan, maka mohonlah kepada Alloh untuk diberi zakat, fithrah, mal, shodaqoh’, lha iya lah, dua setengah persen dari ratusan milliard rupiah dari pembalakan resmi ada SK Menteri, dari lahan tambang terbuka batubara ada SK Gubernur, SK Bupati.
Lha rusaknya alam ? Katakan sepuluh persen untuk shodaqoh sisanya kan masih banyak?
Lha bila manusia yang telah memeluk Islam sebagai Rakhmatan lil Alamin, maka mesti ada pertimbangan ongkos sosial dan nilai yang tak terbaharui, atau reklamasi lahan, atau transmigrasi, dimana manusia bisa bertani, hidup dari tenaganya sendiri.
Percayalah, harkat manusia yang diharapkan mewarisi sifat Rahman dan Rahim lebih tinggi dari harkat demokrasi yang artinya bukan saja kekuasaan milik rakyat banyak. Namun kekuasaan milik Alloh. Hanya saja sayangnya jika tidak dapat berpikir untuk mengkaji makna kalimah Bismillahir rahmanir rahim secara mendalam, maka amanat sebagai khalifah, bisa mudah diselewengkan menjadi kebebasan mengejar dan memperoleh apa saja di dunia (duniawi), termasuk mengangkangi lahan perkebunan sawit ratusan ribu hektar.(*)
“Belajar Agama seperti berenang dan menyelam, agar tidak celaka, carilah Guru dan belajarlah Ilmunya, jika kau akan menyelam siapkan dirimu, Gurumu haruslah penyelam yang baik, agar tidak terjadi hipoksia seperti penyelam pemula”
0 comments:
Posting Komentar