Sesungguhnya Para Pendiri Negara ini adalah beliau-beliau para founding fathers yang sangat romantis, cocok dengan Negara yang merupakan sabuk tropika, untaian pulau-pulau yang merupakan tiara Ibu Pertiwi. Penduduknya yang cinta damai dan ramah, dan mencintai Bangsanya.
Dari situ tepancar dari benak para Pendiri Negara ini, Para Pemimpin melahirkan azas Bernegara yang monumental Panca Sila. Impian Romantisme beliau-beliau masih berlanjut dengan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 yang disyahkan oleh Sidang Konstituante terpilih secara langsung tahun 1958. Itu semua terjadi pada kurun waktu kehidupanku secara sadar, artinya cukup umurku untuk mengerti, karena aku dilahirkan tahun 1938. Terus terang aku juga telah terjangkit oleh Romantisme yang dikumandangkan oleh Bung Karno, aku adalah pembaca setia dari setiap tulisan dan pidato Bung Karno, terlanjur kritis terhadap kedholiman dan kebodohan Kekuasaan apa saja.
Satu hal saja yang melunakkan bathinku adalah anjuran berbaik sangka, bahwa kekuasaan siapa saja, mulai dari kekuasaan para pesuruh yang menjaga pintu dan menjaga loket apa saja, sampai ke kekuasaan Presiden dan Panglimanya, aku percaya jika mereka ternyata melakukan kedholiman baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-tarangan, maka kedholiman mereka dimulai dengan kebodohan.
Dengan persuasions untuk mau belajar, sebodoh apapun orang pasti bisa belajar jadi lebih pintar, kalau mau.
Tapi dengan jalannya waktu pengamatan saya melihat gejala lain, ini bukan saja kebodohan tapi sisa sisa watak aggauta masyarakat yang masih feodalistis, ditingkat yang paling rendah yaitu feodalis puak dan kampung, yang dipertunjukkan secara bodoh, tanpa malu malu, seperti Sultan Bhatubenjol alm., yang mengexpresikan sebagai "ngeri ngeri sedaaap" Karena kekuasaan Negara sungguh mengejutkan dan memabokkan. begitu terkejutnya Direktur Pelindo Lino..Yang saya tidak mengerti, kenapa daerah Klaten Jawa Tengah bisa mencetask seorang Bupati wanita, dia kader PGIP ,tertangkap tangan KPK, perkara lelang jabatan hingga ratusan juta, sang Bupati wanita ini sebelum masa jabatannya adalah istri dari Bupati juga, waktu digeledah dirumah anaknya ada uang tiga miliard rupiah cash. Sedang daerah Klaten tempatnya orang pintar, termasuk Ir. Sutami,
Sekarang kepercayaan saya yang mendinginkan bathin saya ini juga makin menipis, hampir saja aku percaya bahwa kedholiman mereka memang diilhami oleh hangkara murka untuk memeras siapa saja sengan cara apa saja, ndak lebih dari para Preman Pasar.
Begitu rendahnya kah martabat bangsaku ini dalam mengetrapkan kekuasaan Negara ?
Ya, pokok persoalannya 90% dari bangsa ini dijaman penjajahan tidak mengalami pendidikan, sejak nenek moyangnya mengalami Taman Paksa (cultuur stelsel) nya VOC.
Hasilnya bertani untuk makan saja nggak cukup, yang ditanam bagsanya komoditas perdagangan di Europa seperti indigo, pada musim hujan, dan tembakau pada musim panas, upahnya hanya pas untut bertahan hidup. Generasi demi generasi hanya mampu memikirkan sesuatu yang dimuka hidungnya saja, Dalam sejarah dari kancah meraginya penderitaan rakyat ini sering muncul sosok Ken Arok, sosok, sosok Untung Surapati, sosok fiksi Naga Bonar, sosok kulit dagng kayak AIPTU Labora dll. Yang tentu saja dituntun hanya oleh naluri untuk lepas dari kemiskinan ( pribadi) dan kroninya.
Sebaliknya para Pimpinannya yang memproklamirkan Kemerdekaan, pikirannya jauh kedepan menyamai bangsa bangsa yang berada di dunia ini.
Bayangkan Bangsa Belanda atau bangsa Europa yang lain dan bangsa Timur Asing yang merdeka, derajadnya disamakan dengan Tuan Berbangsa Belanda yang menaklukkan Negeri ini, mengapa ? Karena baik mereka bekerja di sektor swasta menggiling tebu, menanam kopi, cacao, karet, ujung ujungnya ada di keuntungan pajak perdagangan yang diterima oleh Pemerintah Belanda. Para orang Europa dan Asia yang disamakan dengan Belanda harus mendapat pelayanan layaknya pahlawan devisa untuk Negeri Belanda. Semua Jajaran Civil Servants, dari Nederlanda Indische Amtenaaren zaman Penjajahan harus benar benar berinisiatif untuk memberikan bantuan apa yang mereka bisa berikan kepada para Pembayar Pajak. Seperti kawulanya Sultan sultan kepada puak Sultan yang berdarah biru, dari bangsanya sendiri dulu.
Sebab nyata nyata dari mereka yang bekerja di negeri Jajahanlah, Negeri Belanda dapat mengapung bernapas sesudah Europa dilanda peperangan demi peperangan dan bangkrut, malah puluhan tahun sebelum Perang Dunia I, puncaknya kehancuran fisik Europa, yang disusul dengan puncak kehancuran kedua sesudah perang Dunia ke II
Lha sebaliknya, Civil Servants disini Pegawai Negeri Sipil yang dibayar dengan uang pajak, oleh Pemerintah Indonesia sesudah Merdeka, sayangnya ada yang malah digunakan untuk memupuk sawah ladangnya yang berupa kedudukan, cuilan Kekuasaan Negara ber KKN-ria yang bisa bikin sulit sesama warga yang membutuhkannya. Ya sebab untuk feodal puak dan suku kekuasaan sekecil apapaun sudah cukup buat memeras dengan tidak merasa salah kayak Gayus Tambunan, kayak Jaksa Cyrus Silisoi, Kayak Karaeng Api korek.
Tidak peduli dalam posisi apa mereka itu apa Menteri apa Lurah, atau malah wakil Rakyat Daerah atau Pusat.
Tidak percaya ?
Contoh: Kekuasaan Lurah dan Stafnya
Istri saya yang tersayang telah sakit chronis diabetic lama, meninggal dunia pada umur 66 tahun, terlebih membekas di sanubari saya, lima tahun terkhir hidupnya dia mederita kebutaan oleh glaucoma, itupun hidup kesehariannya masih dijalani dengan biasa. Semoga di dunia sana dia dapat mata baru yang lebih awas.
Tanggal 1 Mei 2012 dia meninggalkan kita semua. Maka setelah surat-suratnya komplit tanggal 2 Mei pagi pagi sesudah subuh saya berangkatkan ke Nglames Madiun untuk dimakamkan. Atas anjuran teman, aku lapor ke Askes tg 15 Mei dan kartu askesnya dicabut dari file. Sewaktu aku melapor ke Taspen (Jawatan yang mengurusi hal tabungan pensiun), mulai ada trouble, aku menemui petugas di depan, tanpa disilahkan duduk aku diserahi formulir untuk diisi, dan dimintai fotocopy 2 kali dari surat kematian yang dikeluarkan Kelurahan tempatku dengan dilegalisir lebih dahulu, Sekdes mulai rewel, minta saya melapor ke Kecamatan dan ke Pengadilan untuk disidang lebih dahulu, meskipun demikian dua fotcopy surat kematian masih distempel dan ditandatangani ( ini namanya dilegalisir),sambil wanti-wanti saya harus mampir di Kecamatan dan Pengadilan untuk disidang.
Yang di KUA Kecamatam kami lebih sadis lagi, Kepala KUA sibuk seperti biasanya, keliling untuk mengawinkan pasangan muslim di perhelatan nikah, pesan sama stafnya bahwa dia tidak mau melegalisir surat kawin saya tanpa memberikan keterangan apa apa kepada stafnya, hanya nenganjurkan saya melegalisir di Pengadilan Negeri saja.
Sebelum mengumpat, saya berfikir, andaikata saya jadi ketua KUA mungkin saya juga tidak mau melegalisir surat nikah yang dibuat di Jakarta Kelurahan Cipete Ilir, 35 tahun yang lalu, karena saya tidak tahu persis surat kawin ini benar apa tidak. Ini benar benar lebih sulit dari melegalisir Wakil Gubernur Bengkulu yang sudah divonis bersalah karena KKN, untuk mencalonkan jadi Gubernur DKI !
Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah.
Untuk naik Bemo ke Kantor Taspen jarak jauhpun tidak menambah ongkos, tapi pulang pergi ke Kelurahan dan ke KUA sambil dongkol itu lebih berat.
Tapi kerena di belakang benang ruwet ini kekuasaan Negara untuk menghentikan pensiun PNS yang sudah meninggal dan membayar saya pensiun sebagai Duda, saya jadi tetap berkepentingan, karena kemungkinan lain masih ada, umpamanya pensiun dibayar penuh saja. Jadi legalisasi fotocopy surat kematian maupun fotocopy dari surat nikah saya akan saya usahakan, semoga Pengadilan Negeri bisa mempertimbangkan kesulitan rakyatnya, walau kasus ini sebenarnya buntu, karena KUA Cipete Ilir itu sekarang dimana dan Kepala KUA nya sudah ganti beberapa kali.(*)
Dari situ tepancar dari benak para Pendiri Negara ini, Para Pemimpin melahirkan azas Bernegara yang monumental Panca Sila. Impian Romantisme beliau-beliau masih berlanjut dengan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 yang disyahkan oleh Sidang Konstituante terpilih secara langsung tahun 1958. Itu semua terjadi pada kurun waktu kehidupanku secara sadar, artinya cukup umurku untuk mengerti, karena aku dilahirkan tahun 1938. Terus terang aku juga telah terjangkit oleh Romantisme yang dikumandangkan oleh Bung Karno, aku adalah pembaca setia dari setiap tulisan dan pidato Bung Karno, terlanjur kritis terhadap kedholiman dan kebodohan Kekuasaan apa saja.
Satu hal saja yang melunakkan bathinku adalah anjuran berbaik sangka, bahwa kekuasaan siapa saja, mulai dari kekuasaan para pesuruh yang menjaga pintu dan menjaga loket apa saja, sampai ke kekuasaan Presiden dan Panglimanya, aku percaya jika mereka ternyata melakukan kedholiman baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-tarangan, maka kedholiman mereka dimulai dengan kebodohan.
Dengan persuasions untuk mau belajar, sebodoh apapun orang pasti bisa belajar jadi lebih pintar, kalau mau.
Tapi dengan jalannya waktu pengamatan saya melihat gejala lain, ini bukan saja kebodohan tapi sisa sisa watak aggauta masyarakat yang masih feodalistis, ditingkat yang paling rendah yaitu feodalis puak dan kampung, yang dipertunjukkan secara bodoh, tanpa malu malu, seperti Sultan Bhatubenjol alm., yang mengexpresikan sebagai "ngeri ngeri sedaaap" Karena kekuasaan Negara sungguh mengejutkan dan memabokkan. begitu terkejutnya Direktur Pelindo Lino..Yang saya tidak mengerti, kenapa daerah Klaten Jawa Tengah bisa mencetask seorang Bupati wanita, dia kader PGIP ,tertangkap tangan KPK, perkara lelang jabatan hingga ratusan juta, sang Bupati wanita ini sebelum masa jabatannya adalah istri dari Bupati juga, waktu digeledah dirumah anaknya ada uang tiga miliard rupiah cash. Sedang daerah Klaten tempatnya orang pintar, termasuk Ir. Sutami,
Sekarang kepercayaan saya yang mendinginkan bathin saya ini juga makin menipis, hampir saja aku percaya bahwa kedholiman mereka memang diilhami oleh hangkara murka untuk memeras siapa saja sengan cara apa saja, ndak lebih dari para Preman Pasar.
Begitu rendahnya kah martabat bangsaku ini dalam mengetrapkan kekuasaan Negara ?
Ya, pokok persoalannya 90% dari bangsa ini dijaman penjajahan tidak mengalami pendidikan, sejak nenek moyangnya mengalami Taman Paksa (cultuur stelsel) nya VOC.
Hasilnya bertani untuk makan saja nggak cukup, yang ditanam bagsanya komoditas perdagangan di Europa seperti indigo, pada musim hujan, dan tembakau pada musim panas, upahnya hanya pas untut bertahan hidup. Generasi demi generasi hanya mampu memikirkan sesuatu yang dimuka hidungnya saja, Dalam sejarah dari kancah meraginya penderitaan rakyat ini sering muncul sosok Ken Arok, sosok, sosok Untung Surapati, sosok fiksi Naga Bonar, sosok kulit dagng kayak AIPTU Labora dll. Yang tentu saja dituntun hanya oleh naluri untuk lepas dari kemiskinan ( pribadi) dan kroninya.
Sebaliknya para Pimpinannya yang memproklamirkan Kemerdekaan, pikirannya jauh kedepan menyamai bangsa bangsa yang berada di dunia ini.
Bayangkan Bangsa Belanda atau bangsa Europa yang lain dan bangsa Timur Asing yang merdeka, derajadnya disamakan dengan Tuan Berbangsa Belanda yang menaklukkan Negeri ini, mengapa ? Karena baik mereka bekerja di sektor swasta menggiling tebu, menanam kopi, cacao, karet, ujung ujungnya ada di keuntungan pajak perdagangan yang diterima oleh Pemerintah Belanda. Para orang Europa dan Asia yang disamakan dengan Belanda harus mendapat pelayanan layaknya pahlawan devisa untuk Negeri Belanda. Semua Jajaran Civil Servants, dari Nederlanda Indische Amtenaaren zaman Penjajahan harus benar benar berinisiatif untuk memberikan bantuan apa yang mereka bisa berikan kepada para Pembayar Pajak. Seperti kawulanya Sultan sultan kepada puak Sultan yang berdarah biru, dari bangsanya sendiri dulu.
Sebab nyata nyata dari mereka yang bekerja di negeri Jajahanlah, Negeri Belanda dapat mengapung bernapas sesudah Europa dilanda peperangan demi peperangan dan bangkrut, malah puluhan tahun sebelum Perang Dunia I, puncaknya kehancuran fisik Europa, yang disusul dengan puncak kehancuran kedua sesudah perang Dunia ke II
Lha sebaliknya, Civil Servants disini Pegawai Negeri Sipil yang dibayar dengan uang pajak, oleh Pemerintah Indonesia sesudah Merdeka, sayangnya ada yang malah digunakan untuk memupuk sawah ladangnya yang berupa kedudukan, cuilan Kekuasaan Negara ber KKN-ria yang bisa bikin sulit sesama warga yang membutuhkannya. Ya sebab untuk feodal puak dan suku kekuasaan sekecil apapaun sudah cukup buat memeras dengan tidak merasa salah kayak Gayus Tambunan, kayak Jaksa Cyrus Silisoi, Kayak Karaeng Api korek.
Tidak peduli dalam posisi apa mereka itu apa Menteri apa Lurah, atau malah wakil Rakyat Daerah atau Pusat.
Tidak percaya ?
Contoh: Kekuasaan Lurah dan Stafnya
Istri saya yang tersayang telah sakit chronis diabetic lama, meninggal dunia pada umur 66 tahun, terlebih membekas di sanubari saya, lima tahun terkhir hidupnya dia mederita kebutaan oleh glaucoma, itupun hidup kesehariannya masih dijalani dengan biasa. Semoga di dunia sana dia dapat mata baru yang lebih awas.
Tanggal 1 Mei 2012 dia meninggalkan kita semua. Maka setelah surat-suratnya komplit tanggal 2 Mei pagi pagi sesudah subuh saya berangkatkan ke Nglames Madiun untuk dimakamkan. Atas anjuran teman, aku lapor ke Askes tg 15 Mei dan kartu askesnya dicabut dari file. Sewaktu aku melapor ke Taspen (Jawatan yang mengurusi hal tabungan pensiun), mulai ada trouble, aku menemui petugas di depan, tanpa disilahkan duduk aku diserahi formulir untuk diisi, dan dimintai fotocopy 2 kali dari surat kematian yang dikeluarkan Kelurahan tempatku dengan dilegalisir lebih dahulu, Sekdes mulai rewel, minta saya melapor ke Kecamatan dan ke Pengadilan untuk disidang lebih dahulu, meskipun demikian dua fotcopy surat kematian masih distempel dan ditandatangani ( ini namanya dilegalisir),sambil wanti-wanti saya harus mampir di Kecamatan dan Pengadilan untuk disidang.
Yang di KUA Kecamatam kami lebih sadis lagi, Kepala KUA sibuk seperti biasanya, keliling untuk mengawinkan pasangan muslim di perhelatan nikah, pesan sama stafnya bahwa dia tidak mau melegalisir surat kawin saya tanpa memberikan keterangan apa apa kepada stafnya, hanya nenganjurkan saya melegalisir di Pengadilan Negeri saja.
Sebelum mengumpat, saya berfikir, andaikata saya jadi ketua KUA mungkin saya juga tidak mau melegalisir surat nikah yang dibuat di Jakarta Kelurahan Cipete Ilir, 35 tahun yang lalu, karena saya tidak tahu persis surat kawin ini benar apa tidak. Ini benar benar lebih sulit dari melegalisir Wakil Gubernur Bengkulu yang sudah divonis bersalah karena KKN, untuk mencalonkan jadi Gubernur DKI !
Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah.
Untuk naik Bemo ke Kantor Taspen jarak jauhpun tidak menambah ongkos, tapi pulang pergi ke Kelurahan dan ke KUA sambil dongkol itu lebih berat.
Tapi kerena di belakang benang ruwet ini kekuasaan Negara untuk menghentikan pensiun PNS yang sudah meninggal dan membayar saya pensiun sebagai Duda, saya jadi tetap berkepentingan, karena kemungkinan lain masih ada, umpamanya pensiun dibayar penuh saja. Jadi legalisasi fotocopy surat kematian maupun fotocopy dari surat nikah saya akan saya usahakan, semoga Pengadilan Negeri bisa mempertimbangkan kesulitan rakyatnya, walau kasus ini sebenarnya buntu, karena KUA Cipete Ilir itu sekarang dimana dan Kepala KUA nya sudah ganti beberapa kali.(*)
0 comments:
Posting Komentar