Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Minggu, 06 Juli 2014

SAYUR SAYURAN –DARI DEDAUNAN DAN PUCUKNYA.


Sungguh sangat banyak dedaunan terutama yang masih muda di Negeri kita ini yang dapat kita gunakan sebagai sayur, baik yang sudah umum dan diperjual belikan di pasar pasar  maupun yang kita manfaatkan dari pekarangan kita.
Anda akan lebih merasa terkejut bila anda sempat mampir di pasar tradisional di pulau pulau selain Pulau Jawa, sana tanaman hias yang anda pelihara dirumah ternyata di Lombok  Tengah atau di Sulawesi Tengah menjadi dagangan sebagai sayur. Sampai pada taraf  itu apa yang sampai diperdagangkan di pasar tradisional selalu yang terbaik dari satu produk sayur dari jenis dedaunan untuk dikonsumsi atau dimasak hari itu, banyak  daun muda, tumbuh baik dan segar. Di Praya  Lombok, daun turi ( Sesbahia grandiflora L ) dunnya dijajakan di pasar, sedang di Rantepao Tanah Toraja  semacam kumis kucing juga dijual di pasar.
Terlalu banyak macan dedaunan yang dapat dimakan sehingga yang dibawa ke pasar tradisional adalah dedaunan yang peminatnya cukup banyak, dan sayur jenis itu   jadi uang, cukup buat membeli keperluan bumbu  umpama garam, tidak sampai harus disimpan kembali untuk hari  esoknya.
Pasar tradisional  era ini jadi lain, bukan factor penyediaan dan permintaan saja yang menentukan, tapi sangat penting untuk sayur dedaunan adalah transportasi yang  cepat sampai ke tangan pembeli, ini penting sekali sebab ternyata era ini membutuhkan kemapanan  dan  kecepatan dari factor transportasi , cukup bernilai untuk menyewa satu pick up paling sedikit, juga sudah tidak mungkin untuk ditumpuk sampai setinggi 1.0  meter dalam bak pick up tanpa menimbulkan panas yang merusak sayuran dedaunan, karena volume pasarnya sudah sangat tinggi.  Sehngga harus ada wilayah yang khusus cukup luas untuk menanamnya, itu pasti agak jauh dari kota besar  Misalnya daun singkong  untuk  Jakarta- Bogor. Wali Kota Bogor tidak menyediakan trotoar/pasar cepat  yang hanya dipergunakan sesaat pagi pagi sekali  di beberapa lokasi kotanya untuk segera mendistribusikan sayur dedaunan ini supaya cepat bisa diambil oleh pedagang asongan sayur  untuk dijajakan keliling. Sehingga  mengerahkan satpol PP untuk mengusir pick up  pick up ini , dan akhirnya karena distribusinya tidak disediakan  lokasi yang memungkinkan cepat untuk menggelar dedaunan ini agar tidak panas, harga  sayur daun singkng tidak menarik lagi  diperdagangkan,  sampai ditemuka moda  pengemasan baru yang  menjaga kesegaran sayur jenis ini, padahal antara peternak ayam dan penanam singkong khusus daun di kecamatan Kemang dan Pebuaran sudah ada simbiose yang baik. Si Wali Kota lebih suka mengatur pendaftaran masuk ke SMA Negeri di wilayahnya lewat e mail,  yang malah jadi sangat amburadul dan bisa penuh lubang  gratifikasi untuk dimanfaatkan, lihat saja.  Keputusan konyol Wali  Kurang Pikir  Kota Bogor (saya perkirakan dari golongan sudrun) , ya berlalu bagitu saja, di politik toh bisa bicara lain.
Kenapa mengenai daun singkong saya ungkapkan disini, karena simbiose antara peternak ayam dan petani daun singkong sangat ideal, daun singkong dipanen 2 bulan berkualitas baik, karena uang paling bawah saja masih berumur 2 bulan,  dan  lahan bisa dilanjutkan beberapa kali panen, kemudian  dirotasi  dengan daun kacang lembayung yang dicabut dalam  hitungan minggu saja, artinya kotoran ayam ini dengan cepat dikonversi jadi produk yang menghasilkan uang dengan cepat.  Tentu saja sayur daun singkong dan lembayung cabut sangat baik untuk rakyat kecil karena murah, dan mengandung protein  relatip tinggi, wong daging  sudah jadi  sasarannya  manipulator internasional, setingkat Lutfi Hasan Ishak sehingga harganya selangit.
Problim xerupa terjadi pada bayam ( Amarantus spp), bayam ini dulu ditanam dikebun sayur pinggir kota atau ditengah kota kota besar dekat saluran air buangan hujan dan rumah tangga, memanfaatkan  jarak yang pendek ke pasar dan pembeli yang  cukup besar jumlahnya,  umpama  bayan cabut, sawi hijau dan kangkung darat.  Sekarang kota tidak ada tanah yang lowong yang tidak jadi  rumah, bayam ditanam diluar kota sehingga harus cukup banyak untuk ongkos angkutan. Penumpukan dalam angkutan tetap menimbulkan panas dan merusak kualitas sayur dedaunan. Sekarang malah bayamnya yang diganti jenisnya sehingga relatip kuat dimasukkan keranjang  dan diangkut ke kota.   Secara pasti di pasar pasar tradisional tidak ada lagi bayam yang daunnya relatip kecil dan cepat lunak bila dimasak, untuk sayur bening,  tinggal  jenis ( saya yakin bukan varietas tapi species) yang daunnya lebar dan relatip tebal dan liat, pohonnya kekar ditanam sebagai bayam cabut. Semua bayam dipasar tunduk pada pilihan jenis bayam yang lebih transportable itu, sayang, bagiku aku senang sayur bening dari bayam  yang berdaun kecil kecil yang sudah tidak ada di pasar lagi, sebentar lagi bayam semacam itu pasti punah atau kembali meliar.

Baiknya sekarang , malah ada lagi  sayur daun yang trendy, yang dulunya cuma jadi tanaman hias yang sangat umum disemua halaman rumah yaitu “kenikir” (Cosmos caudatus Kunth.  dari familia Sterculiaceae/Asteraceae)  berasal dari Amerika Selatan  sangat mudah ditaman. Saya baca di google (dengan kata kunci Cosmos caudatus,  juga kenikir)  keterangannya sangat membesarkan hati,  kenikir  juga bermanfaat untuk obat, yang sifatnya anti oksidan,  bisa membantu  mengurangi pengaruh asupan setiap hari  yang mengandung  racun  sedikit demi sedikit misalmya bahan bahan teknologi makanan  dari kecap sampai bmbu masak, pemanis  anti cendawan dan bahan pengawet, pewarna dan essences bumbu additives zaman sekarang. Antara lain mengandung  ascorbic acid/vit C  yang menonjol. Mengurangi  asam urat dalam darah,  membantu memperbaiki peradaran darah dsb. Penelitian nilai pengobatan dan gizi sayur daun ini makin  banyak dipublikasikan di google, karena tumbuhan ini jiga banyak terdapat di Hawaii, juga dikonsumsi penduduk setempat.
Dipasar tradisional  harganya relatip murah, sebab tumbuhnya cepat dan  masa dedaunannya  relatip banyak, toh masih menjadi  bahan untuk menipu dalam perdagangan “bakul”  kecil  dengan menyediaan sayur daun kenikir  yang berkualitaas jelek. Dalam satu ikat yang sudah diperkecil dimasukkan daun tua  dan layu, batangnya sebesar jempol tangan, mending bila banyak tunasnya, yang ini tunasnya masih kecil kecil, sehingga praktis tidak ada gunanya, ya cuma akalnya bakul di pasar tradisional untuk mencari untung cukup untuk makan sekeluarga sehari  dari modal yang sagat kecil, maklum.
Sayur daun kenikir, meskupun beraroma tajam,  agak  pahit tapi dilain negeri danamakan ulam raja, karena aromanya khas, dan tidak perlu direbus lama daun daun yang tidak terlalu tua mudah untuk menjadi lunak, sehingga kini untuk menyajikan “pecel”, di pulau Jawa bayam praktis telah diganti dengan kenikir, karena bayam yang ada dipasar liat perlu direbus lama.
Aturan dari ahli ahli gizi, bahwa sayur daun atau sayur buah sangat baik bila tidak dipanasi terlalu lama, ini sangat kebalikan dari praktek masak setiap hari, karena bahan sayur daun atau buah ini terlalu tua dan liat apabila tidak direbus lama. Seyogyanya pasar itu medikte supaya jenis dagangan ini   tiba  dipasar dalam keadaan muda, sehat, dan segar, dari sini baru didapat nilai obat dan gizi dengan pemanasan sebentar, konsumen jangan terpincuk pada harga yang  murah, atau mengandalkan presto  cooker/ panci  untuk merebus bertekanan tinggi, meskipun waktunya relatip pendek tapi temperaturnya bsa mencapa lebih dari 170 derajad C, jadi nilai gizinya ya berubah
Sejak zaman dulu sayur pecel ini setengah instant food bagi buruh miskin, jadi  tinggal "ramban" di halaman atau tegalan legalan pucuk pucuk dedaunan yang bisa dimakan, disiram saus kacang cina lengkap dengan bumbu bumbu, Dengan sendirinya kumpulan pucuk pucuk dedaunan ini cepat lunak bila direbus, dengan sedikit nasi yang  ditanak agak lembek dan basah  hangat  cudah cukup nikmat, sukur bila ditemani kerupuk yang dibuat dari nasi yang dibuat dengan garan KCL ( garan bleng dari sumber garam ini di Purwodadi). Jadi sebenarnya sayur pecel adalah kuliner siap saji yang paling sedehana dan sehat, membuat perut berasa nyaman karena nasi dahidangkan hangan dan walau beronga rongga tapi linak) sayut hanya "ramban " di pagar dan tanah terbuka, banyak pucuk tanaman yang bisa dhidangkan setelah dikukus ebentar dan kuncup bung turi (Sesbania grandiflora) yang dibuang benang sarinya karena pahit,
Saya lhawatir, situasi pasar sayur segar sudah tidak bisa melayani kebutuhan hidangan "pecel" karena perdagangan  sayur dipasar tradisional di dikte oleh pencari keuntugan, yaitu menjual daun yang tua, karena kekurangan supply dari desa.. Sayur yang berasal dari daun yang sudah tua akan berasa sangat liat dan tidak nklmat, bisa bsa menjadikan hidangan "pecel" sudah tidak menarik lagi bagi menikmatnya. Karena hidangan "pecel" sudah jadi land mark dari kota Madiun apa sebaiknya Dinas Pertanian Kabubatan mengadakan khusus lahan sayur yang diambil pucuknya bunga turi sukur semuanya "organik" sehingga siapapun bisa "ramban" dan dijual ke penjual pecel. saya kira masih banyak tumbuhan setengan liar yang pucuknya bisa dimanfaatkan sebagai sayuran sepeti beluntas, bunga turi, bayan duri, legetan sapi (TageTes patua l)
/Tagetes patua, mangkokan dan sebagainya yang bisa di jadikan sajur asal daun masih muda/pucuk. memang ini harus dipanen setiap minggu seperti tamanan teh, sehingga Kota Maduin tidak kehilangan pamornya dan kuliner ini bisa dinikmati sebagai hidangan cepat saji yang tertua murah dan meriah*)

Saya tambahkan disini bawa libur panjang minggu yang lalu tg 14 - 17 Mei 2015 kaqmi menci makan siang percel Madiun, ternyata sebagian basar sayurnya adalah sawi daun dan jumlahnya pe porsi sedikit ditebari dengan timun dan krai rebus beberapa iris, dengan sqambal yang telah ditukangi dengan sebangsa umbi yang karya tepung dengan lauk daging yang aduhai liat dan umur pasca masknya  ( artinya sudah berhari hari dipiring ) dan budaya inilah yang mampu dosuguhkan oleh kota Madiun. Saya ramalkan hidangan ini akan melorot jadi hidangan kelas murahan yang akan tamat riwayatnya bila tidak ada yang membantu memperbaiki kualitas saayturnya, sdang Walikoyta Madiun sibuk saja urusan politik dasgang sapi yang lebih menguntungkan..

1 comments:

kami barusan mudik ke Madiun, trus Djokja, ternyata sayur "pecel" sudah jadi mascot wisata gulinair di kota kota itu dengan warung, restoran ribuan penyedia sayur ini.
Sayanngnya semua sayur masih disediakan oleh "pasar" yang kekurangan supply antata lain daun bayam. kacang panjang, daun singkong, bunga turi putih, kenikir yang mermutu baik, artinya yang dijual di pasar harus bagian yang paling baik dari segala macam sahur daun dauman yaitu pucuk pucuknya dengan daun daun yang muda, begitu pula kacang panjang. Pasar memaksakan mdncsmpurkan daun daun sayur yang sudah tua tua - Jadi setian penjedia "pecel" menjual rebusan daun tua sehingga sangat liat yang menjadikan makanan ini sangan tidak nikmat. Khawawatirnya suatu saat tidak ada peminat lagi untuk menyantap warisan nenek moyang yang murah meriah dan bagizi ini, sehingga warung dimana saja sudah tidak mampu memanfaatkannya sebagai asset jualannya.
Saua isikan ada upaya unutk menciptakan kebuc sayur komersial yang bisa menyediakan sayur " pecelan" yang masih standard yaitu pucuk yang masih muda. BIla pertanian "organik: sudah merambah pasar, kenapa di Madiun tidak ada kebun sayuran "organik dari dau daun tamanan bahkan yang setengah liar sekalipun asal yang masih pucuk sehingga bila direbus tidak liat ? Apa Dinas Pertanian Madiun, atau Bapak Walikota Madiun tiodak tertarik pada melestarikan "land mark" kuliner Kotanya dengan mempromosikan kepada petaninya upaya menyediakan bahan baku sayur secara baik. Conothnya di Bogor daun singkong sudah ditanam demi daunnya dipanen dua bulan sekali unugtk Restoran Padang, lembayung sudah ditanam dari biji kacang tunggak yang tipanen tinga minggu setelah tanam, daun pepaya dari semaian biji yang masih sangat muda toh pasat menerima dengan bersyukuh dengan nilainya tentunya - kan tidak ada yang rugi ?

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More