BAHASA MERUPAKAN
PETUNJUK BUDAYA SATU ERA YANG DILEWATI MASYARAKAT PEDNGGUNANYA.
.
Ya di kota Cepu itu saja berkenalan
dengan pertunjukan wayang kulit, yang ada saat panen ramai penduduk tani
mengadakan perhelatan perkawinan dan khitanan dengan mengadakan perTunjukan
wayang kulit didesa desa dan kampung sekitar kota Cepu.
Zaman pendudukan Jepang, Cepu
menjadi derah penting karena merupakan Insatalasi pengilangan minyak BBM, ala mobilitas perang, banyak perwira
dan bintara teknik yang bermukim disana dan memelihara “gundik” yeng berarti
pelayan rumah tangga merangkap pelayan kebutuhsn
bologis tuanya perwira Jepang setingkat lebih tinggi dari jugun ianfu/ Salah satu tetangga paman saya yang bekerjadi kilang minyak itu gondiknya muda cantik, sangat mnyayangi saya, anak berumur enam tahun yang gundul plontos dan memekai hansop (baju minyet), kemana mana dan sudah pandai bilang koniciwa, arigato gusaimas pada Kozawa san, sang majikan.
bologis tuanya perwira Jepang setingkat lebih tinggi dari jugun ianfu/ Salah satu tetangga paman saya yang bekerjadi kilang minyak itu gondiknya muda cantik, sangat mnyayangi saya, anak berumur enam tahun yang gundul plontos dan memekai hansop (baju minyet), kemana mana dan sudah pandai bilang koniciwa, arigato gusaimas pada Kozawa san, sang majikan.
Saya selalu bergabung dengan
teman teman sepermainan bila ada “tangapan” wayang kulit, mencur curi bermain
keluar rumah atau dengan izin nenek saya.... pokoknya segera menuju ke desa
dimana ada perutunjukan, baik siang maupun malam, bila kampung atau desa
tanggapan tedakt rumah pasti akan ramai ramai kami saksikan sampai malam. Selama sekolah rakyat di kota Madiun dan Solo
ya idem ditto....... karena sat satunya hiburan yang kami naka anak menggemari pertunjukan wayang kulit. Karena zaman itu adalah zaman Perang
Kemerdekaan...... sedang wayang kulit adalah kesenian rakyat umum........
memang ditanggap untuk disaksikan oleh undangan sitamu hajatan, bagi umum
apalagi anak anak sampai orang dewasa bukan undangan tanpa bayar.
Cerita seluruhnya dari dingeng
Mahabharata yang sudah digubah kembai oeh par wali tanah jawa pada abad ke 12
dan Ramayana masih seperti ceritga
aslinya
Mulai menikmati cerita wayang
malah dari bacaan dan siaran radio, wkatu saa sekolah di SMP dan SMA. Sampai
zaman ordebaru, dengan segala metamorfose muatan narasi para Dhalangnya ,
Terutama selama orde baru selalu diselipkan puja dan puji kepada sang Ditator
dan ABRI pendukungnya. Akan tetapi format cerita. Suluk (awalan dari episode
cerita dengan tembang), janturan ( narasi menggambarkan suasana) dan pengitraan toloh jugs masih
sama
Suluk gubahahan para wali islam.
tembang jawa, dengan ikatan
poetik........disertai perpanjangan kagu dengan oooooo, dan pukulan ritmis dari kayu kotak
wayang serta rangkaian lembaran logam, layakanya drum.
Suluk gubahan para seniman abdi Kesultanan Mataram Islam
menyusul gubana pertama suluk zaman para
wali islam abad ke 12 – 15 mengunakan bahasa Jawa kono san bahasa Kawi atau
Sanseketa seluruhnya.
Sampai runtuhna kasultana islam Demak Bintoro. Bahasa pergaulan dan bahasa sastra yang dipakai bahassa Jawa kuno Contoh dan artinya dari buku sangat kecil “SULUK PEDHALANGAN” himpunan K Padmosoekotjo . suryo sangkalan SUKA WULANG TRUSTHA SAJATI. 1978.
Sampai runtuhna kasultana islam Demak Bintoro. Bahasa pergaulan dan bahasa sastra yang dipakai bahassa Jawa kuno Contoh dan artinya dari buku sangat kecil “SULUK PEDHALANGAN” himpunan K Padmosoekotjo . suryo sangkalan SUKA WULANG TRUSTHA SAJATI. 1978.
Meh rahninasenu bang, hyang Aruna
kadhi netrning ogha rapuh. Cabdhaning kokila ring kanigara saketer ni
kidung ring akung. Lwir wuwusing winipanca, papetoking ayam wana ring pagagan,
mrak anguhuh, bramara ngrabasing kusuma ring parahasyan arum. Yang artinya di zaman ini sudah tidak ada
yang tahu persis, seprtinya sebagai berikut: Sudah lewat tengah malam, langit akan memerah karena menjelang matahar menampakkan diri seperti mata sakit. Suara burung pungguk
terdengar dari pepohonan besar seperti getaran rasa cinta dari tiupan seruling,
ditimpali suara ayam hutan dari huma padi, bersama degan bunyi merak
melenguh.......dengung kumbang terbang mendedekati bunga di katil yang harum. Sjair insinuative yang romantic dan erotic di pesanggrahan
peristirahatan tepi hutan.
Suluk gubahan seniman / dalang zaman Keaultanan Mataram islam
Zaman berikutnya abad ke 16 – 17
ditambah dengan suluk bahasa campuran antara bahasa kawi, jawa kuno serta
bahasa jawa baru,
Suluk serta janturan (narasi)
zaman kesultanan Kartasura
Contoh-dari You tube, “suluk padhalangan wayang purwo”, dhalang ki
Hadi Sugito
Kayon katiuping angin,
umyak karengyan,
samirono awor kelawan riris
Lumrang gandaning puspito,
titi sonya tengah ratri,
raras rumendang ing akasa/
Yang kira kira artinya: Pepohonan
ditup angin, tersingkap dedaunan hiasannya, bercampur hujan angin, tersiar
aroma bunga bungaan, ditengah cuaca malam.
Saya terpakasa setengah ngawur,
sebab di you tube tidak ada terjemahannya sakasikan sendiri di you tube . kata kunci suluk pedalangan wayang purwo, "goro goro" oleh ki Hadi Sugito
Telah digunakan bahasa jawa
moderen seluruhnya abad ke 17 sampai sekarang’
Yang populer sekarang gubahan
para seniman sastra Jawa. Seperti serat Wedhotomo oleh Mangkunegoro IV, serat
Wulangreh oleh Pakubhuwono ke IV dan para seniman dhalang Zaman baru, bisa menjadi
sangat sulit karena mamakai kosa kata yag jarang dipakai. Melulu dipakai menjelaskan
ajaran esoterik menggunakan bahasa jawa moderen tapi masih diikat oleh ikatan
tembang jawa contohnya :
Tan samar pamoring suksma
Sinuksmaya winahya hing asepi
Tarlen saking liyep layaping
aluyup
Pambukaning warono
Sumusuping rasa jati
Ini sering digunakan oleh dhalang Alm. Ki Nartospetikan dari satu
bait tembang
gubahan KGPH
Mangunegoro IV. Sangat mistis, menyertai adegan para ksatrya yang lagi mencari sarana mengemban tugas penting. ......Seperti
Pak Wi waktu ini.
Dhalang zaman moderen seperti ki
Hadi Sugito, dalam narasinya menceritakan keadaan Kahyangan akibat gonjang
ganjing, dalam pewayangan purwo disbut
“goro goro” , membawakannya dengan hahasa jawa moderen, bahwa akhir goro goro
ini terdengan suara menggelegar......sebagai tanda akhirnya “goro goro” Kahyangan
aman tenteram kembali setelah terdengan suara “meriam kalantaka”.
Saya mendengarkan narasi ini dari face book “goro-goro”
OLEH DHALANG Ki Hadi Sugito rasanya Ki Hadi Sugito ini aliran Jogjakarta, saya menjadi
terperangah karena hanya dari narasi beliau ini kata kalantaka disebutkan, sesuai
dengan pertanyaan sastrawan kondang kita........ kata meriam itu dari mana
asalnya.
Memang itu nama karangan kaum
Penjajah Belanda, asal comot dan dimasukkan
ke kosa kata bahasa jawa dalam buku “Babad tanah Jawi” dalam bahasa jawa madya
tulisan latin.... huruf gedruck (huruf
cetak), mungkin diperuntukkan sebagai jawaban terhadap generasi pak Pramudya Ananta
Tur, yang jarang mereka bisa baca tulis huruf jawa.
Sedang para Dhalang, hanya belajar
seni pedhalangan dari gurunya yang sudah senior, terus turun temurun. Mereka
terpaksa menambah kata ”meriam” didepan kata asli dari guru gurunya, kata benda
“kalantaka” agar bisa dimengerti oleh penonton wayang kulit arti kata itu/ JADI
MENURUT SAYA KETEMULAH JAWAB PERTANYAAN
PAK PRAM INI LEWAT BAHASA YANG MEMAKAI NAMA
“KALANTAKA” YAITU ZAMAN MATARAM ISLAM. Sebab zaman berikutnya kerajaan Surakarta hadininingrat. Pernah ada raja intelektual
yang sampai membakar besi pecahan meriam ini, waktu itu sudah bernama baru “meriam”
julukannya Kiai Guntur Geni. Dan waktu dibandingkan dengan keris yang
ditempa dari pecahan “kalanta” ini persis besi keris buatan Majaphahit......
Jadi kedua senjata ini dibuat oleh empu yang sama pada zaman yang sama dengan segala alasannya..... Diperlukan untuk
melaksanakan “Sumpah Pelapa” sang Gajah Mada, guma mengalahkan pulau pulau di
Nusantara hanya selana kurang dari 50 tahun, sehingga rempah rempah bisa jadi dagangan
terpusat di Majapahit, untuk diproses ulang dan disimpan di gudan gudang kelas
satu di Wilwatiktapura, dipilih dan dikeringkan kembali.
Dongeng mengenai “Matahari terbit
di Wlwatikatgpura saya tulis di blog saya idesubagyo blogspot.com, 23 jilid
kira kira 68000 ribu words)....
Dagangan buah kering cekih pala dan fuli ini dijemur
kembali sampai cocok dimuat ke kapal dalam waktu yang lama, Tidak ditumbuhi cendawan, untuk selanjutnya
merunuti “jalan sutera” ke Europa dan
sekitar Laut Mediteranea, wilayah Timur Dekat, yang Islam,..... karena lebih
pasti dan aman. Mengapa asal nama perkakas perang penting ini kata kalantaka tercecer
tidak sampai mampir ditelinga sastrawan besar seperti Prmudya Ananta Tur ?
sebab Pak Pram bukan tukang nonton wayang kulit, da kosa kata ini jarang dipakai
dalam keseharian. Atau waktu kecil, putra Kepala Sekolah ini...bukan Taman
Siswo.. Apa lagi nonton wayang kulit sampai byar.......menjelang pagi, sampai episode
“goro goro”.
Aliran dhalang dari Ngaygyokarto
hadiningrat....... saingan keras dari aliran Surokarto hadiningrat, sebab Blora,
Cepu, Madiun, Kediri Malamg, Blitar, aliran ajaran pedhalangan dan lukisan
wayang serta cengkok variasi nada dan suara, gaya gending gendingnya kedua aliran ini beda sedikit , apalgi satu
kosa kata kalantaka tercecer, pantaslah. lha kalok Brelanda sengaja menyembunyikan nama aslu kalantaka ini..... kan bisa menghupkqan kebanggaan inlander bisa membuart kalantaka - bisanya hanya mwengerti meriam itu bikina orang Barat dan raja Nusantara, Jawa dihadiahi meriam pereunggu dan besi yang besar besar. ndak cocok buat perang darat - dibewri nama meriam - kalantaka ? Apa itu apa banganya serangga ?*)
1 comments:
ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q
Posting Komentar