Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Rabu, 16 Januari 2013

BAGAIMANA INSTRUMENT PERDAGANGAN DERIVATIVE BISA MENGANGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN, TERUTAMA STAPLE FOOD KARBOHIDATE DAN MINYAK KELAPA SAWIT ?

n
Perdagangan Derivative menurut definisinya adalah perdagangan ngomong, perdagangan janji, juga bisa dipakai sebagai wahana spekulasi, yang diizinkan oleh banyak Pemerintahan Negara-negara di Dunia, izin ini diberikan kepada Bank-bank yang bertanggung jawab terhadap investasi uang rakyat, umpama dana cicilan rumah, asuransi kesehatan, dana pensiun, tabungan dll.

Dulunya pasti ada peraturan yang sangat ketat untuk menginvestasikan dana yang menyangkut hidup orang banyak ini. Bank-bank yang menjalankan dana macam ini harus tidak berspekulasi, harus dijamin oleh Pemerintah hak nasabah supaya tidak dipakai sembarangan, kayak jaman dulu dipakai judi valas oleh Dicky Iskandardinata yang Kroninya Pak Harto dahulu, meskipun Bank ya mencari uang dengan spread positip.
Artinya orang pinjam uang di Bank ini, kecuali dipastikan membayar juga bunga plus ongkos administrasi lebih besar dari bunga plus ongkos yang diberikan pada nasabah.

Lha ini kok aneh, bank bank yang bersangkutan dengan dana rakyat banyak ini, dana tabungan anak sekolah, dana pensiun, dana arsuransi kesehatan, kok boleh dipakai untuk “hedging” perdagangan penyerahan ke depan.

Dari blogger muhamadnahdi.blogspot.com/2008/01/artikel-perdagangan-derivative html Garden of thoughts. Diberikan uraian yang bahasanya gampang mengenai perdagangan derivative ini.  
Pokoknya sebagai pengusaha, kopi bubuk, dia bisa menggunakan right untuk membeli kopi dari Brasil dengan harga kurs USD/rupiah umpama Rp. 9.500 rupiah, dibayar sekarang untuk penyerahan barang 6 bulan yang akan datang dari satu lembaga keuangan, dengan onkos tentunya.
Bila kurs rupiah terhadap Dollar Amerika naik misalnya Rp. 8.500 maka dia rugi.
Sedangkan bila setelah 6 bulan kurs USD/rupiah turun umpama Rp. 10.500 rupiah dia sudah membayar Rp. 9.500 rupiah per USD. Tidak perlu repot cari uang tambahan.
Instrument financial ini mananya “hedging”, artinya dia sudah mematok harga Rp.9.500 rupiah untuk satu dollar US, yang dia sediakan dari menjual kopi bubuk.
Bila dalam jangka 6 bulan itu mendadak dia butuh uang segera, right ini bisa dengan mudah dijual di lembaga keuangan, enak kan ? Uang kulakan kopinya masih liquid, selama enam bulan, harga sudah dipatok lagi.
Bagi Lembaga Keuangan dengan ukuran raksasa dalam jumlah uang dan akses  Informasi, dia bisa beraksi seperti pedagagang kopi Brasilia, dia bisa tawarkan kopi saat sekitar penen raya, dan harga akan turun, karena penjualan kopi tersendat, waktunya dia beli dari pekebun yang sudah gatal untuk terima uang.
Juga begitulah jaman Orde Baru Dolog/Bulog menurunkan harga gabah di level petani Kecamatan yang lagi penen raya, dengan dalih operasi pasar, menjual beras murah beberapa truk. Bila harga gabah anjlog di kecamatan itu, counterpartnya yang pedagang gabah diberi kredit diam diam disuruh ngeborong gabah.
Hayaa... taulah untung dibagi bagi laa.

Soalnya kemudahan apa yang diberikan kepada Lembaga Keuangan yang bergerak dibidang Derivatif Trading ini, apalagi mengenai stock komoditas pangan, untuk menguasai stock comoditas pangan dimana saja kapan saja, bukan usaha yang sederhana dari seluruh Kebudayaan umat manusia.

Kenapa ndak dulu dulu kira-kira tiga sampai limapuluh tahun yang lalu, derivative trading tidak menyangkut komoditas pangan seluruhnya?
 Semua jenis pangan, adalah komoditas yang sangat rentan terhadap kerusakan oleh handling dan penyimpanan, dan produk produk ini voluminous.

Alam mengerahkan segenap kemampuannya untuk memberi perlindungan kepada biji-bijian, toh tidak bakal tahan terhadap basah dan kelembaban udara, segala biji-bijian akan tumbuh atau rusak  bila kena basah atau kena hawa yang lembab.

Sekarang gudang gudang dolog pada nganggur, lima puluh tahun yang lalu tidak ada gudang gudang ini.
Dolog sudah mencoba dengan teknologi penyimpanan dan pengendalian hama gudang dengan CO2. di suasana  kering, tanpa kelembaban. Rupanya berhasil baik.

Alam tidak pernah memberikan perlindungan kepada komoditas produk hewani, sebab produk itu juga makanan jazad renik, yang bisa aktip bahkan pada  temperatur dibawah nol derajad Celcius.

Kini teknologi sudah berkembang begitu pesatnya, sehingga penyimpanan komoditas pangan dari produk sayur sayuran, buah buahan, semua jenis produk hewani, apalagi biji bijian,bisa disimpan tanpa ada perubahan kualitas, dan gangguan apa apa praktis selamanya, di wilayah iklim apa saja, merata di seputar
bola planet ini.
Tentu saja dengan ongkos yang sesuai.

Ongkos ini semakin murah dengan adanya teknologi yang mecinptakan isolator Panas/dingin, teknologi super konduktivitas, teknology pendinginan, technology ultrawave untuk pemanasan instant produk culinair yang sudah dimasak, pemurnian udara dari jazad renik dan debu, bahkan dari kristal kristal virus, pemurnian air
dengan saringan membrane,bisa disediakan secara masal, lebih murah jauh, katakan dari nilai limapupuh
tahun yang lalu.
Teknologi komunikasi, begitu cepat murah dan handalnya, belum saja diciptakan tele transportasi.

Lantas apa sulitnya menciptakan stok pangan yang akan dilepas waktu panen raya di kiri kanan sabuk tropis di sudut planet ini ?

Lantas apa sulitnya memborong semua komoditas pangan terutama staple food, senyampang ada outlet yang sangat potensial yaitu mesin-mesin internal combustion, sementara dihambat penciptaan mesin-mesin jenis lain yang tidak memakai bahan bakar fosil ?

Ya sederhana saja, semua panen daerah yang surplus beras, sudah diborong dulu sebelum panen raya, secara future trading, pasti harga conjunture beras akan naik, drastis seperti di Phillipinas dan dan Indonesia ? (*)      
                                          

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More