ASKESKU SAYANG ASKESKU MALANG
Ini artikel yang tidak menarik, wong mengenai Asuransi Kesehatan (ASKES) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang yang masih dinas atau sudah pensiun, dengan 2 anaknya yang belum dewasa juga ABRI yang sudah pensiun tinggal penyakitnya yang menumpuk, akibat masa muda yang berat Konon pihak lain ada yang mau memotong gaji pegawainya dan memasukkannya kedalam program askes ini. Yang jelas P.T ASKES adalah BUMN (Badan Usaha MIlik Negara) 100%
Jumlah pegawai Negeri dan pensiunan ABRI sangat banyak kurang lebih 16,8 juta orang, sehingga P.T. Askes dapat mengandalkan “hukum bilangan besar” arti kasarnya yang membayar iuran bulanan masih lebih besar dari yang sakit dan perlu biaya. Konon di Amerika Serikat tahun tigapuluhan, setiap Serikat Buruh juga menarik potongan gaji untuk dikumpulkan dalam Asuransi kesehatan buruh, karena hukum bilangan besar inilah para gembong Mafia memperebutkan uang potongan bulanan hasil asuransi ini yang jumlahnya sampai billions dollar. Uang mudah, untuk dipakai berspekulasi dan diselewengkan, tanpa menengok ke pelayanan claim yang ada dengan segala dalih, segala kabut clausules untuk menolak claim, entah sekarang. Dikalangan Pegawai Negeri SIpil yang muda muda, kartu askes mereka tidak popular, sangat jarang dipakai, karena pelayanannya repot, antrinya panjang, udara ruang pengap tunggu yang penuh sesak, fotocopy segala surat dari loket berderet deret, untuk penyakit berat yang harus segera dibedah saja harus menunggu giliran, dengan hitungan minggu sampai bulan, begitulah gambaran yang ada di benak mereka, orang muda ngikuti Askes malah tambah sakit, mending ke Dokter swasta, dengan obat yang cespleng karena bukan obat generic. Lha iyalah, potongan gaji tidak seberapa, bagi mereka mencari uang gampang sementara punya Kantor yang dibutuhkan sangat oleh Publik. Apalagi bagi mereka yang sudah dalam “eselon” apapun amit amit ndak bakal nanti menggunakan kartu askes.
Lain halnya dengan PNS ( Pegawai Negeri SIpil) yangh eselon tinggi VVIP umpama anggauta DPR RI ada program khusus yang juga diambikan dari pool iuran asuransi PNS, bahkan untuk berobat di Luar Negeri, komplit beserta keluarga dekat, yang saya yakin sampai sekarang masih ada, karena besarnya dana yang mengumpul, dan mudahnya menyaring dan mengesampingkan claim yang berat berat, sebab si claimmer mati duluan.
Sekarang entah karena apa, apa mungkin menjelang bubarnya Kabinet Presidensial, membentuk Kabinet baru, entah meniru Obama, entah seperti Raja Harun Al Rayid yang menyamar, melihat rakyat sakit ditolak sesudah menjalani antrean yang mengalahkan pasar tumpah penuh sesak diruang tunggu Rumah Sakit Pemerintah, oleh sebab yang misterius, mendadak di umumkannya adanya BPJS utuk Kesehatan (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial ) Kesehatan, bagi seluruh rakyat yang hidup.
Jumlah rakyat Indonesia 250 juta secara kasar, peserta ASKES hanya 16,8 juta. Duit yang dikumpulkan bertahun tahun mendadak pada hari hari pertama, bulan bulan pertama dibebani dengan 2% saja rakyat yang sakit, sudah 5 juta orang, mana tahan ?
Nampaknya Penyelenggara ASKES lah yang sungsang sumbel. BPJS nya masih menata diri sambil menanti rakyat yang mendaftarkan diri atau otomatis terdaftar, tapi duit preminya kan belum banyak ? Lha yang sakit ya segera harus dilayani, ongkosnya ? ya ndompleng dulu yang sudah ada dari ASKES. Ya bila cuma burung nencicit, kerbau melenguh, bila ini Kabinet Pemerintah ya tinggal memerintahkan, jadinya ya obat obatan yang dibeli untuk keperluan ASKES dipakai dulu, akibatnya bisa dibayangkan dalam beberapa hari saja gudang gudang askes sudah kosong. Askes tidak bisa mengelak ASKES tidak bisa melenguh, harus tetap melayani anggautanya yang sudah terbiasa ke ASKES, terbiasa antrean panjang, terbiasa obat habis, nunggu sambil beli ngecer di apotik swasta, terbiasa dengan obat generic, ASKES menempuh “bahaya” menarik uang dari obat yang diresepkan ( biasanya sudah dibayar oleh pool uang ASKES jadi gratis) hanya pada kemasannya obat askes ini dicap dengan kata ASKES*. Berhubung dia Perusahaan dengan pembelian sangat besar, dan bila satu product dibeli oleh ASKES obat generic ini tidak perlu dipromosikan lagi dengan beaya yang cukup besar ( hingga 25% beaya produksi), maka para pensiunan baik PNS maupun ABRI terpaksa mengganti harga obat yang mendapat potongan ini, meskipun obat generic, obat langganan orang orang manula ini cukup mahal ( untuk diabetic, hyperetensi, jantung, cardiovascular deseases, syaraf, osteoporosis dll). Dan orang orang yang sudah tak terpakai ini harus merogoh kantungnya dalam dalam akibat dari lenguhan ini.
ASKES sebagai BUMN yang berhasil menjaga citranya dihadapan nasabahnya yang manula tapi tidak bodoh, menghadapi godaan yang sangat besar dari Perusahaan Pharmacy yang serius maupun yang “me too” menjamur dimusim hujan, karena takut pada Allah semata. Lagipula apa susahnya menguras gudang obat obatan untuk dijual diluar ? Kan tinggal menghapus cap* ASKES yang tintanya tidak sekhusus tinta Pemilu. Bahkan bisa dikerjakan sendiri oleh Apotik Apotik Askes, sekaligus mendIni artikel yang tidak menarik, wong mengenai Asuransi Kesehatan (ASKES) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang yang masih dinas atau sudah pensiun, dengan 2 anaknya yang belum dewasa juga ABRI yang sudah pensiun tinggal penyakitnya yang menumpuk, akibat masa muda yang berat Konon pihak lain ada yang mau memotong gaji pegawainya dan memasukkannya kedalam program askes ini. Yang jelas P.T ASKES adalah BUMN (Badan Usaha MIlik Negara) 100%
Jumlah pegawai Negeri dan pensiunan ABRI sangat banyak kurang lebih 16,8 juta orang, sehingga P.T. Askes dapat mengandalkan “hukum bilangan besar” arti kasarnya yang membayar iuran bulanan masih lebih besar dari yang sakit dan perlu biaya. Konon di Amerika Serikat tahun tigapuluhan, setiap Serikat Buruh juga menarik potongan gaji untuk dikumpulkan dalam Asuransi kesehatan buruh, karena hukum bilangan besar inilah para gembong Mafia memperebutkan uang potongan bulanan hasil asuransi ini yang jumlahnya sampai billions dollar. Uang mudah, untuk dipakai berspekulasi dan diselewengkan, tanpa menengok ke pelayanan claim yang ada dengan segala dalih, segala kabut clausules untuk menolak claim, entah sekarang. Dikalangan Pegawai Negeri SIpil yang muda muda, kartu askes mereka tidak popular, sangat jarang dipakai, karena pelayanannya repot, antrinya panjang, udara ruang pengap tunggu yang penuh sesak, fotocopy segala surat dari loket berderet deret, untuk penyakit berat yang harus segera dibedah saja harus menunggu giliran, dengan hitungan minggu sampai bulan, begitulah gambaran yang ada di benak mereka, orang muda ngikuti Askes malah tambah sakit, mending ke Dokter swasta, dengan obat yang cespleng karena bukan obat generic. Lha iyalah, potongan gaji tidak seberapa, bagi mereka mencari uang gampang sementara punya Kantor yang dibutuhkan sangat oleh Publik. Apalagi bagi mereka yang sudah dalam “eselon” apapun amit amit ndak bakal nanti menggunakan kartu askes.
Lain halnya dengan PNS ( Pegawai Negeri SIpil) yangh eselon tinggi VVIP umpama anggauta DPR RI ada program khusus yang juga diambikan dari pool iuran asuransi PNS, bahkan untuk berobat di Luar Negeri, komplit beserta keluarga dekat, yang saya yakin sampai sekarang masih ada, karena besarnya dana yang mengumpul, dan mudahnya menyaring dan mengesampingkan claim yang berat berat, sebab si claimmer mati duluan.
Sekarang entah karena apa, apa mungkin menjelang bubarnya Kabinet Presidensial, membentuk Kabinet baru, entah meniru Obama, entah seperti Raja Harun Al Rayid yang menyamar, melihat rakyat sakit ditolak sesudah menjalani antrean yang mengalahkan pasar tumpah penuh sesak diruang tunggu Rumah Sakit Pemerintah, oleh sebab yang misterius, mendadak di umumkannya adanya BPJS utuk Kesehatan (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial ) Kesehatan, bagi seluruh rakyat yang hidup.
Jumlah rakyat Indonesia 250 juta secara kasar, peserta ASKES hanya 16,8 juta. Duit yang dikumpulkan bertahun tahun mendadak pada hari hari pertama, bulan bulan pertama dibebani dengan 2% saja rakyat yang sakit, sudah 5 juta orang, mana tahan ?
Nampaknya Penyelenggara ASKES lah yang sungsang sumbel. BPJS nya masih menata diri sambil menanti rakyat yang mendaftarkan diri atau otomatis terdaftar, tapi duit preminya kan belum banyak ? Lha yang sakit ya segera harus dilayani, ongkosnya ? ya ndompleng dulu yang sudah ada dari ASKES. Ya bila cuma burung nencicit, kerbau melenguh, bila ini Kabinet Pemerintah ya tinggal memerintahkan, jadinya ya obat obatan yang dibeli untuk keperluan ASKES dipakai dulu, akibatnya bisa dibayangkan dalam beberapa hari saja gudang gudang askes sudah kosong. Askes tidak bisa mengelak ASKES tidak bisa melenguh, harus tetap melayani anggautanya yang sudah terbiasa ke ASKES, terbiasa antrean panjang, terbiasa obat habis, nunggu sambil beli ngecer di apotik swasta, terbiasa dengan obat generic, ASKES menempuh “bahaya” menarik uang dari obat yang diresepkan ( biasanya sudah dibayar oleh pool uang ASKES jadi gratis) hanya pada kemasannya obat askes ini dicap dengan kata ASKES*. Berhubung dia Perusahaan dengan pembelian sangat besar, dan bila satu product dibeli oleh ASKES obat generic ini tidak perlu dipromosikan lagi dengan beaya yang cukup besar ( hingga 25% beaya produksi), maka para pensiunan baik PNS maupun ABRI terpaksa mengganti harga obat yang mendapat potongan ini, meskipun obat generic, obat langganan orang orang manula ini cukup mahal ( untuk diabetic, hyperetensi, jantung, cardiovascular deseases, syaraf, osteoporosis dll). Dan orang orang yang sudah tak terpakai ini harus merogoh kantungnya dalam dalam akibat dari lenguhan ini.
ASKES sebagai BUMN yang berhasil menjaga citranya dihadapan nasabahnya yang manula tapi tidak bodoh, menghadapi godaan yang sangat besar dari Perusahaan Pharmacy yang serius maupun yang “me too” menjamur dimusim hujan, karena takut pada Allah semata. Lagipula apa susahnya menguras gudang obat obatan untuk dijual diluar ? Kan tinggal menghapus cap* ASKES yang tintanya tidak sekhusus tinta Pemilu. Bahkan bisa dikerjakan sendiri oleh Apotik Apotik Askes, sekaligus mendapatkan keuntungan yang besar. Ini adala segampang permainan anak anak bagi parta Eselon yang pergaulannya luas dikalangan Perusahaan Pharmasi, baik yang putih, hitam maupun abu abu. Unutk dapat ngisi kembali gudang gudangnya dengan placebo yang sudah di cap ASKES. Sebagai ilustrasi obat generic yang merek dagangnya “Hydril” 1mg, saya kehabisan, di apotik di Bogor, satu Rumah Sakit besar, separo strip isi 7 karena kandungannya 2 mg dihargai dengan hampir 150 ribu rupiah, menurut penunggu loket ini harga umum, Di Surabaya harga apotik ASKES dengan stripnya di cap askes hanya kira kira 55 ribu satu strip, saya memakai 1 mg sehari. Dasar, ndak ngerti to pensiun duda saya itu berapa.
Saya kira factor persaingan harga yang membuat harga umum ini terkontrol apabila ada tender besar, tapi bagaimana menjelaskan kok selisih harga umum dan harga ASKES masih begitu tinggi ?
Makanya Menteri Kesehatan Dr Fadilah Sapari Nampak tegar, ada sumber lain yang tidak langsung berhubungan dengan publik seperti ASKES ini. Dia abaikan yang ini.
Dilain sisi jumlah premi yang terkumpul dari katakan dari 100 juta nasabah, memang sangat besar seketika itu, jangan jangan bila ada oknum sudrun yang “ngemping” artinya minta dibayar duluan oleh konsursium konglomerat, hingga beberapa saat sampai duit itu ngumpul baru dibayar, tentu saja dengan kepercayaan dan bunga. Ini dikerjakan sekarang karena ada keperluan mendadak uang banyak sekali untuk beberapa bulan mendatang. Ya pintar toh nanti dibayar dengan pengeluaran fiktif dari premi 100 juta nasabah, kayak biasanya, jadi pasti lunas. Ya pintar, tapi kualat bikin susah manula pensiunan yang ASKESnya tidak dibayar sepenuhnya dan tanpa daya akibat lenguhannya*)
apatkan keuntungan yang besar. Ini adala segampang permainan anak anak bagi parta Eselon yang pergaulannya luas dikalangan Perusahaan Pharmasi, baik yang putih, hitam maupun abu abu. Unutk dapat ngisi kembali gudang gudangnya dengan placebo yang sudah di cap ASKES. Sebagai ilustrasi obat generic yang merek dagangnya “Hydril” 1mg, saya kehabisan, di apotik di Bogor, satu Rumah Sakit besar, separo strip isi 7 karena kandungannya 2 mg dihargai dengan hampir 150 ribu rupiah, menurut penunggu loket ini harga umum, Di Surabaya harga apotik ASKES dengan stripnya di cap askes hanya kira kira 55 ribu satu strip, saya memakai 1 mg sehari. Dasar, ndak ngerti to pensiun duda saya itu berapa.
Saya kira factor persaingan harga yang membuat harga umum ini terkontrol apabila ada tender besar, tapi bagaimana menjelaskan kok selisih harga umum dan harga ASKES masih begitu tinggi ?
Makanya Menteri Kesehatan Dr Fadilah Sapari Nampak tegar, ada sumber lain yang tidak langsung berhubungan dengan publik seperti ASKES ini. Dia abaikan yang ini.
Dilain sisi jumlah premi yang terkumpul dari katakan dari 100 juta nasabah, memang sangat besar seketika itu, jangan jangan bila ada oknum sudrun yang “ngemping” artinya minta dibayar duluan oleh konsursium konglomerat, hingga beberapa saat sampai duit itu ngumpul baru dibayar, tentu saja dengan kepercayaan dan bunga. Ini dikerjakan sekarang karena ada keperluan mendadak uang banyak sekali untuk beberapa bulan mendatang. Ya pintar toh nanti dibayar dengan pengeluaran fiktif dari premi 100 juta nasabah, kayak biasanya, jadi pasti lunas. Ya pintar, tapi kualat bikin susah manula pensiunan yang ASKESnya tidak dibayar sepenuhnya dan tanpa daya akibat lenguhannya*)