Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Jumat, 26 Juni 2015

BUKAN ADU PENTER A'LA POKROL HUKUM, TAPI ADU PEKA HATI NURANI

BUKAN ADU PINTER ILMU HUKUM, TAPI ADU KEPEKAAN NURANI, KASUS MANTAN DIRJEN PAJAK HADI PURNOMO
Sudah lama ditandai, di negeri ini sejak sebelum lahirnya 17 Abustus 1945 ada golongan tertentu yang hidupnya begitu nyaman sehingga kehilangan kepekaan pendengarannya terhadap bisikan hati nurani, masih lekat dengan bangsa ini.  Mereka adalah intelctual yang sangat piawai dan mapan bergenerasi generasi saling membantu dan melindungi. Sehingga dalam menghuni di Republik  ini hubugannya terisolasi dari bhumi dimana kaum tertindas melata, kehidupan rakyat yang terjajah. Sampai sampai Founding father kita Bung Karno menyebut mereka kumpulan orang pinter ini dengan geram, sebagai golongan textbook thinker ( bahasa Inggris), coloniale denken ( bahasa Belanda).
Bagi golongan ini, Proklamasi Kemerdekaan Republik ini adalah salah, demi hukum yang pengetrapannya diatur oleh lembaga peradilan international di Den Haag. Sambil mengangkat pundak dengan jijik.
Pemasukan Negara dari pajak yang dibatalkan oleh Sang Dirjen Hadi Purnomo hanya 375 -milliard, karena BCA lapor rugi 5,7 trilliun dari kredit “macet” dan utang pajak itu. ( Oh kasihan, bagi bank secanggih BCA  dari google  kata kunci" bank BCA dibebaskan membaya pajak 375 miliar"'-
' “ditilep” dan “kredit macet” itu sangat dekat – tapi tentu saja bebas bayar pajak 375 milliard itu keuntungan besar dan pasti ) . 
Si Derjen Pajak pintar ini main di ranah Yuridis Formil dimana Negara terlalu percaya pada dia, terutama  kepada hati nuraninya yang ternyata busuk. Tapi menurut azas feodal  kebabudayaan Jawa-Madura lama,  si ex Ditjan Pajak ini satu sikap kesetiaan yang sangat terhotmat terhadap penggedenya di BI, yang tidak pernah dikenal rakyat, cuma menggut manggut saja dan pasang wajah pinter sendiri bilang bahwa perbuatannya "perlu dan mulia".

 Saya heran, orang telah membangun citra setinggi Hadi Purnomo ini dengan kekerabatan dekat  dengan pemegang “saham” perjuangan Republik ini, kaya raya tapi juga  stereotypically dekat juga dengan perwira perwira batalion Cakra dari KNIL. Yang malah bangga pada julukan ini  dan ternyata berhubungan erat dengan ahli hukum coloniale denken yang masih bercokol di Pengadilan kita, Lupa bahwa rakyat masih memelototi mereka di era revolusi mental ini, masih percaya bahwa ini revolusi mental yang berpihak pada mereka .

Keputusan Presiden Jokowi untuk mengangkat level Dirjen Pejak jadi setingkat menteri sehingga dia bisa mengawasi langsung adalah tepat, artinya pengawasan terhadap hati nurani kesetiannya kepada rakyat yang harus penanggung kemiskinan yang berkepanjangan harus kaya dengan kepekaan hati nurani, bukan kaya seperti kyahi Blorong  dan Nyai Blorong*).

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More