PAK GUMBREG................TAMBAK BOYO - JETIS.
AWAK PENANGKIS UDARA SWASTA - PASCA SURABAYA 10/NOV./1945.
PAHLAWAN
YANG SEBENARNYA, DIA SADAR TELAH MEMILIH JALANNYA…….TIDAK ADA YANG RINGAN, DAN HANYA ALLAH SAKSINYA.
MENGENANG
PAK GUMBREG.
Surabaya
10 Nopember 2018,
Sehabis
menunggu cucu saya kelas lima SD dari
upacara di Sekolahnya, saya berniat mengajak dia dan adik adiknya yang semua
lelaki, satu di kelas 2 dan yang bungsu di kelas satu sekolah yang sama, saya
berniat mengajak mereka bertiga mengunjungi makam Pak Gumbreg di TMP Ngagel
Surabaya. Sosok ini menarik bagi saya, karena saya membaca tulisan
pengarang Riwayat Lahirnya TRIP, Rajab Gani. Kaitannya dengan
pertempuran di Surabaya tg 10 Nopember 1945. Akhirnya saya beranikan diri tanya
pada pak Gatut Kusumo alm. suami ibu Dosen Astrid, di rumahnya Kompex dosen
IKIP di Ketintang, Surabaya. Kerena beliau ini di zaman Ordegaru, menjadi tonggak sentral, sejarah kota
Surabaya, sebagai tokoh seniman dan
demobilisasi TRIP yang saya tahu. Mengorganisasi drama palagan Surabaya
10 Nopember 1945 yang membuat Jendral
Suharto dan Dr. Nugroho Notosusanto berang, karena bertentangan dengan niat ordebaru
ini untuk menukangi sejarah Kemerderkaan Indonesia, persis kayak para diktator yang
lain, Ferdinand Marcos. Reza Pahlevi. Alhamdulillah “gawe” Pak Gatut Kusumo mulus
tidak ada aral melintang apa apa, andaikata terjadi kayak pentas lapangan sekarang
th 2018 yang dengan panityanya yang
seperti biasa, kurang biaya, drestui Pak Karwo, bayangkan apa kata ordebau !!! Dari Pak Gatut saya mandapat petunjuk bahwa
pak Gumbreg sudah dipindah ka TMP Ngagel th 1949.
Rupanya
tetulis di jiratnya yang dikerjakan oleh ordebau dengan sembarangan memerintah
penjaga makam di sengaja, ditulis dimakamkan th 1949, lah Surabaya masih
diduduki oleh Tentara Kerajaan Belanda waktu itu – Pertempuran mempertahankan
Mojokerto sudah terlindas mesin perang
Nica pemberian sekutu th `1946.
Jadi tidak ada keterangan jelas pak Gumbreg ini siapa ? Dan dimakamkan di TMP dasarnya apa ?
Apa yang ditulis oleh Pak Rajab Gani jelas, ada dua cocor merah yang
ditembak jatuh dari front pertahanan Mojokerto. Yang terakhir hancur bersama crew-nya
( sebab penangkis udara ini harus diawaki paling kurang tiga crew dengan adu
kepala, sehigga pak Gumbreg dan crewnya gugur semua, hancur bersama meriam
penangkis udaranya – banyak penulis menyebutkan meriam penangkis udara “Bofor”
berlaras ganda, khusus di design untuk menembak pesawat penyerbu. Konon swenjata prenagnkais serangan udara ini ditemukan oleh Pak Gumbreg di kawasan Perak, pelabuhan Surabaya. Ceritanya,
seorang ex Heiho, yang baru pulang dari
entah Balikpapan, entah Burma,
disana dia crew pasukan Dai Nippon untuk artileri sasaran udara. Tentu saja
selama pengembaraan diseputar pelabuhan Perak, ketemu dengan pemuda murid magang sekolah teknik yang bekerja di Bengkel
pangkalan udara Morokembangan, jaraknya hanya 2- 3 km. dari Pelabuhan. Ceritanya mestinya mereka sepakat ramai ramai
mendorong meriam anti pesawat ini beserta peluru pelurunya, dutumpangkan di
gerbong muatan terbuka yang berceceran di peabuhan didorong ramai ramai lewat rel KA
ke Stasiun Wonokromo Kebun Binatang ( stasiun OJS). Ini cerita alm paman ibu saya, Bapak
Suharto Djojoharsoyo alm. setelah selesai perang
beliau kolonel pensiun zeni angkatan darat di MBAD Jakarta. Pertemuan dengan beliau itu ada ceritanya- murid STM yang magang di bengke eskedron Nippon di Morokrembangan yang membantu memindah penangkis udara ini dan Pak Gumbreg
berpisah, menerut kelompoknya masing masing. Entah bagaimana pak Gumbreg bisa mendapat bantuan menarik meriam
penangkis udaranya ke belakang linie pertahanan pertama antara Waru Doyong
sampai ke Tandes, didepan linie ke dua Wringin Anom Jetis Kedamean. Sampai orang daerah situ menjadikan
pak Gumbreg lakon ludruk. Pahlawan Perang melawan Belanda. Ya maklum belum ada organisasi baku
menangani peperangan. Ceritanya, linie pertahanan pertama memang benar benar
garis pertahanan dengan parit parit dan pillboxes beton bertulang anti tank dibangun
di hamparan berbukit tandus daerah timur kota Surabyaya dari seberang utara tepi sungai Brantas ke Utara
disebut tweede heuvel-Mbakboyo oleh mas mas TRIP maupun komandan lasykar
sampai Tandes yang berawa. Lah karena Republik ini hanya punya satu garis
pertahanan perang yang sesungguhnya dibangun oleh Nippon, maka para lasykar
dari Jawa tengah Solo, Yogya, Para’an, Magelang, Madiun, Jombang, bersama sama naik
KA berdatangan mempertahankan front di linie ini, dan tidak luput dari intaian NICA. Jadi satu
satunya pengalaman pahit selama perang frontal ini, betapa takutnya mereka menghadapi tank raksasa Chieftain tidak satu tapi puluhan. Dengan sendirinya berhadapan juga dengan pesawat cocor merah ( Spitfire
Inggris) ikut melunakkna pertahanan frontline ini, sebelum harus mengadapi tanks dan
brencarriers, hibah dari sekutu, menjadikan para lasykar dari barat sampai Para’an
“kacrek”artinya ….. kapok, lebih enak jalan jalan di Malioboro jogja, Triwindu Solo,
sambil menyoreng pedang samurai pake binkap lagi dan rambut gondrong a'la idolanya- bung Tomo. ( binkap : tutup betis sampi bawah tutup dari kulit lembu
disemir mengkilap untuk pemer).
PAK TGMBREG seri 2
Sesudah
frontline ini tembus, tidak ada lagi perang dengan front line, melainkan perang gerilya. Di Ambarawa adalah ambush........... pencegatan konvoi. Selama perang
Kemerdekaan lima tahun hanya mempunyai garis demarkasi Republik dan Pendudukan
tentara Kerajaan Belanda, selama clash I, hilang pada clash ke II, menjadi perang gerilya. sehabis clash I, ditandai dengan penjagaan pebatasan, dimana pak Harto
dan Liem Sioe Liong memulai bersahabat, di batas demarkasi Jawa Tengah. Tukar gula
beras dari wilayah Republik dengan barang import dari Singapore dan Hongkong
.Lain halnya dengan pak Gumbreg, yang tidak punya Kesatuan apa apa, dia hanya
minta tolong kawan kawan lasykar dan TRIP untuk mendorong maju meriam penangkis
udaranya ke kebun jagung jang lagi kering, dibelakang lenie satu, malah nampak dari mana mana. Maksudnya
memancing spitfire untuk beradu kepala dengan meriam bofornya. Pak Gumbreg tahu
persis satu satunya meriam penangkis
udara yang dia awaki tidak bakal ada kesempatan menembakkan pelurunya dari
laras kembar ini bila pesawat keparat ini tidak nongol terbang diatasnya, bila
dia sembunyi di linie dua. Tentu saja maksud Komandan lapangan penangkis udara ini unutk melindungi dua meriam lapangan untuk batuan ke linie satu, tapi ditunggu beberapa hari operatornya ngak muncul, takut mencoba jangan jangan jatuh ke linie petahanan sendiri. Orang desa Jetis menamakan meriam ini "meriam buang"dongeng mereka tigapuluh tahun yang lalu, jadi Pak Gumbreg melindungi apa. Tekad untuk mengambil tempat di kebun jagung kering
ini yang sangat dikagumi rakyat setempat hingga sekarang. Si cocor merah jugas
tidak bodoh mereka berdua terbang menggunting dari dua sisi langit yang berlawanan,
benar, pak Gumbreg harus milih salah satu, tapi si cocor merah dengan jarak
tembak efektip yang hanya tiga ratus meter untuk sasaran kecil ini harus berani
mendekat – lah ini yang para pilotnya ndak brani, ndak imbang dengan risikonya,
kan perang dengan Nippon sudah dimenangkan ? Jadi ceritanya dua kali gunting
pak Gumbreg hanya diam, karena tembakan dua pesawat ini meleset jauh beberapa
puluh meter, tanah sampai berasap asap. Akirnya mereka terbang berendeng, berani mendekat hampir sampai ke
jarak tembak efektip memulai tembakan, toh meleset karena masih kejauhan,
padahal meriam Pak Gumbreg jarak tembak
efektipnya hingga 500 -800 meter visirnya dekat dengan laras senjata. Satu
pesawat kena tidak sempat mengangkat hidungnya nyungsep beberapa detik berikutnya
ratusan meter dibelakang pak Gunbreg–
mendarat darurat – konon pilotnya hidup. Yang satu segera mengangkat hidungnya langsung
terbang balik. Ndak kembali lagi. Euphoria di desa Jetis Kemlagi. Besok paginya penyerbuan dengan tank dan
brencarrier dteruskan dengan berani di sepanjang front berkilometer kilometer, mendekat linie sampai ratusan
meter, belum bisa melambung. Terhalang asap dari selatan yang dibawa angin,
sedang pesukan campur aduk di parit parit kinie sudah siap mati dengan granat
ditangan, melihat itu kemandan tank menarik mundur formasinya, menggantikan
dengan tembakan howitzer ke lini pertahanan ini berjam jam.
Beberapa hari kemudian, seperti biasa, linie pertahanan parit dipenuhi oleh lasykar dan TKR, undangan dari
jendral Sungkono kepada TNI yang
baru terebentuk memadati parit parit pertahanan banyak yang bebekal granat
gombyok, bom Molotov, dan tekidanto ( pelonter
granat a’la Nippon). Pagi pagi sudah
berkeliling front satu cocor merah monder mandir, sekitar jam sembilan sudah
ketemu sasarannya, penangkis udara tunggal di tempat yang miring ketimur, tanah
terbuka. Pilot RAF yang sangat berpengalaman ini membawa sirene rampasan dari
pembom tukik Jerman yang gunanya yntuk menghacurkan syaraf sasaran watu menukik
bersuara sangat menyakitkan kelinga.
Pilot perpegalaman ini mendekati posisi pak Gumbreg dari sudut yang
lebih besar, setengah menukik dari timur, mengandalkan suaranya, pas diatas
sudut datangnya sinar matahari. Pak gumbreg cs tidak gentar sedikitpun. Sewaktu
cocor merah ini mendekat hampir 500 meter pak Gumbreg mulai menembak dan memeperbaiki
arah pelurunya, kena……… tapi tenaga inert pesawat yang dengan kecepatan penuh
menukik lengsung menembak dengan kecepatan tinggi dengan empat senapan mesinnya, sehingga mengenai sasaran
dalan sepersekain detik tanpa bisa mendongakkan hidungnya ………. Mereka kedua
musuh bebuyutan berpelukan dalam ledakan
dan asap hitam. Pak Gumbreg dan crew-nya
gugur seketika bersama dengan cocor merah dengan pilotya. Setelah itu,
disepanjang perjuangan Republik Indonesia yang kita bnggakan kecuali pesawat Cureng yang mengebom Semarang dari lapangan
Terbang Maguwo, DC 3 yang ngedrop
pasukan paratrooper Kerajaan belanda di
Yogya, pesawat capung Belanda yang terbang tinggi mengarahlan tembakan howitser
ke desa desa – ndak ada beritanya ada yang jatuh, pesawat Mustang Kerajaan Belanda yang menembaki rumah rumah
di Nglaweyan Solo karena diindikasikan melindungi gerilyawan, dan ditembak
jatuhnya pilot Amerika :Alan Pope, dengan B25 nya di laut Arafura, akibat bertempur
dengan armada kecil kapal cepat kita berakibat
tenggelamnya kapak cepat RI Macan Tutul
bersama dengan gugurnya Laksamana Yos Sudarso. Juga peggunaan pesawat OV 10 Bronco
di Timor Timur, membela ambisi Pak Harto. Belum
ada yang bertempur a’la pak Gumbreg.
Sekarang th 2018 Pak Gumberg makin
dilupakan, senyampang saksi hidup nyaris habis. Salah satu sukses dari Dr, Nugroho
notosusanto.*)
Posted in:
1 comments:
Cikal Bakal Pasukan Arhanud
Posting Komentar