Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 15 Juli 2019


AMEMASTIKAN  PERUBAHAN.

Teman teman muda kita, ada sebagian yang sangat peduli, kapan keadaan saudara kita di Papua Barat, berubah, menjadi sepeti  rumpun rumpun penduduk  Nusantara yang lain. Terurtama para terprlajar di Maluku./
Ada satu pendeta, Bapak Pater John Ndonga,( mennurut siaran di satu situs face book)  yang menjadi idola mereka malah bilang pada suatu saat nanti, pasti rakyat disana “merdeka” benar sekali ini bicaranya sang Pater, sebagai seorang intelektual sang Pater tentu akan mengatakan bahwa “merdeka” yang dimaksud adalah........makna kata yang menyangkut kehidupan individu......lahir bathin . Karena kita semua manusia seluruh dunia belum merdeka secara holistik, begitulah semua agamawan akan bicara. Iming iming kenikmatan duniawi selalu menggoda manusia. Sedang saudara saudara kita yang masih muda mengartikan  kemerdekaan Papua hanya diwujudkan dengan  mengibar kibarkan bendera Papua, tanpa berfikir betapa kerja yang harus dipikul untuk cita cita mereka, bagi anggauta puak puak dan pemimpin puka puak yang sangat terpencar pencar. adalah hadiah dan minum bir gratis,selama hidup.
Rumit bagi kita dari sisi dunia manusia “masa kini", menjelaskan makna ‘”merdeka” yang lain dari yang dipakai oleh masyarakat zaman feodaisme dan pada zaman perbudakan, apalagi “merdeka” yang dimengerti oleh orang  pada zaman pra sejarah.... masyakat patembayan atau pengumpul makanan. Sedangkan Para Pater dan Kiaipun, sulit menandingi kemurnian jiwa saudara sauara kita ini, yang terisolasi sangat lama, selama dunia berputar cepat.
Sudah tertanam dalam sanubari kita  semenjak dijajah oleh kolonialisme  Belanda, merdeka ialah bila kita bisa menikmati hasil kerja dan hasil krativitas kita sendiri untuk kepentingan kita sendiri, ( Penjajah tidak akan merampas hasil mengumpulan makanan dari hutan atau pertanian subsisten) tapi hasil kerja yang cukup banyak untuk dimaui pasar, yang kita sendiri  bisa jual, sebagai masyarakat yang sudah rapi teratur, yaitu kita sebagai pribadi di satu sisi dan kita sebagai anggauta masyarakat yang semakin kompak. Ktta saja, masih harus belajar bersama memaknai kemerdekaan.   Sampai pada perilaku “membuang sampah” dari sampah rumah tangga, sampaj pasar  hingga sampah rumah sakit dan pabrik.
Kita masih dalam tahap membuang sampah dari runah tangga..... bukan dibuang dibawah kolong rumah, atau dibakar dihalaman rumah.
Sedang mestinya dibuang ditempat sampah  untuk didaur ulang.  Semula dalam tahap awal menjadi gunung sampah......... baru berfikir untuk di pilah mana plastik – kaca dan logam..... mana yang bahan organik........ untuk di daur ulang........ Dimulai di rumah tangga di rumah sakit dan di pabrik.....Kita baru sampai di gunung sampah yang setiap Walikota sangat risih dan sibuk saja mencari tempat baru untuk gunung baru. Jadi sudah tidak ada merdeka lagi dalam perilaku membuang sampah....... yang masyarakat kita belum mengerti atau belum terdidik untuk ilmu membuang sampah agar tidak mencemari lingkungan. Jadi hanya membuang sampah dari lingkungan ruman tangga saja.
Jadi rakyat wilayah yang belum terjamah berkembang, dalam hal membuang sampah sudah sangat merdeka di Republik ini. Nanti akan menjadi tempat yang sangat ideal untuk menjadi pusat pembuangan sampah dari  saudara tua yang didambakan  oleh elite capture disana karena sedah dimanjakan dengan hasil produksi dunia moderen untuk elite capture setempat dan kroninya di lingkungan exclusive mereka, upah sebagai calo..... deberikan gratis ranpa kerja kayak feodal Arab, demi munyak mentah yang dikuras habis dari sana...... dimanjakan kayak feodal Arab memang sangat menggiurkan, walau hanya untuk tempat pembuangan sampah*)
,

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More