AMEMASTIKAN PERUBAHAN.
Teman teman muda kita, ada sebagian yang sangat peduli, kapan keadaan saudara kita di Papua Barat, berubah, menjadi sepeti rumpun rumpun penduduk Nusantara yang lain. Terurtama para terprlajar di Maluku./
Ada satu pendeta, Bapak Pater John Ndonga,( mennurut siaran di satu
situs face book) yang menjadi idola
mereka malah bilang pada suatu saat nanti, pasti rakyat disana “merdeka” benar
sekali ini bicaranya sang Pater, sebagai seorang intelektual sang Pater tentu akan
mengatakan bahwa “merdeka” yang dimaksud adalah........makna kata yang
menyangkut kehidupan individu......lahir bathin . Karena kita semua manusia
seluruh dunia belum merdeka secara holistik, begitulah semua agamawan akan
bicara. Iming iming kenikmatan duniawi selalu menggoda manusia. Sedang saudara
saudara kita yang masih muda mengartikan kemerdekaan Papua hanya
diwujudkan dengan mengibar kibarkan
bendera Papua, tanpa berfikir betapa kerja yang harus dipikul untuk cita cita mereka, bagi anggauta puak puak dan pemimpin puka puak yang sangat terpencar pencar. adalah hadiah dan minum bir gratis,selama hidup.
Rumit bagi kita dari sisi dunia manusia “masa kini",
menjelaskan makna ‘”merdeka” yang lain dari yang dipakai oleh masyarakat zaman
feodaisme dan pada zaman perbudakan, apalagi “merdeka” yang dimengerti oleh
orang pada zaman pra sejarah.... masyakat
patembayan atau pengumpul makanan. Sedangkan Para Pater dan Kiaipun, sulit menandingi kemurnian jiwa saudara sauara kita ini, yang terisolasi sangat lama, selama dunia berputar cepat.
Sudah tertanam dalam sanubari kita semenjak dijajah oleh kolonialisme Belanda, merdeka ialah bila kita bisa
menikmati hasil kerja dan hasil krativitas kita sendiri untuk kepentingan kita
sendiri, ( Penjajah tidak akan
merampas hasil mengumpulan makanan dari hutan atau pertanian subsisten) tapi
hasil kerja yang cukup banyak untuk dimaui pasar, yang kita sendiri bisa jual,
sebagai masyarakat yang sudah rapi teratur, yaitu kita sebagai pribadi di satu
sisi dan kita sebagai anggauta masyarakat yang semakin kompak. Ktta saja, masih harus belajar bersama memaknai kemerdekaan. Sampai pada perilaku “membuang sampah” dari
sampah rumah tangga, sampaj pasar hingga sampah rumah sakit dan pabrik.
Kita masih
dalam tahap membuang sampah dari runah tangga..... bukan dibuang dibawah kolong
rumah, atau dibakar dihalaman rumah.
Sedang
mestinya dibuang ditempat sampah untuk
didaur ulang. Semula dalam tahap
awal menjadi gunung sampah......... baru berfikir untuk di pilah mana plastik –
kaca dan logam..... mana yang bahan organik........ untuk di daur ulang........
Dimulai di rumah tangga di rumah sakit dan di pabrik.....Kita baru sampai di
gunung sampah yang setiap Walikota sangat risih dan sibuk saja mencari tempat
baru untuk gunung baru. Jadi sudah tidak ada merdeka lagi dalam perilaku membuang sampah.......
yang masyarakat kita belum mengerti atau belum terdidik untuk ilmu membuang
sampah agar tidak mencemari lingkungan. Jadi hanya membuang sampah dari
lingkungan ruman tangga saja.
Jadi rakyat wilayah yang belum terjamah berkembang, dalam hal membuang sampah sudah sangat merdeka di Republik ini. Nanti akan menjadi
tempat yang sangat ideal untuk menjadi pusat pembuangan sampah dari saudara tua yang didambakan oleh elite capture disana karena sedah dimanjakan dengan hasil produksi dunia
moderen untuk elite capture setempat dan kroninya di lingkungan exclusive
mereka, upah sebagai calo..... deberikan gratis ranpa kerja kayak feodal Arab, demi munyak mentah yang dikuras habis dari sana...... dimanjakan kayak feodal Arab memang sangat
menggiurkan, walau hanya untuk tempat pembuangan sampah*)
,
0 comments:
Posting Komentar