Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 22 Agustus 2011

BANGSAKU, APAKAH KALIAN MENGERTI KEGELISAHANKU ?

Hidupku sudah senja, sudah 73 tahun.
Aku sudah tidak bisa aktif untuk bekerja dengan sempurna seperti halnya anak muda.
Siang aku nonton TV Nasional, malam Indovision yang prabayar  sesudah cucuku tidur, radio El Shinta, Suara Surabaya slalu menyala,  Reno  cucuku itu pecandu Play House Junior dari Walt Disney, Ayah -Ibunya kerja sampai malam, masih untung dapat pekerjaan dan menerima gaji bulanan, entah sampai kapan, kerja kontrak saban enam bulan, di perusahaan swasta, rasa payahnya mulai kentara, anaknya sudah dua. Boro boro menabung untuk hari tua. Ini adalah klise model kehidupan middle class di Indonesia.
Di media aku dengar, setiap Partai, gurem atau jenis lainnya yang lebih besar, menawarkan kepemimpinan Bangsa dalan setiap kesempatan.
Menawarkan koalisi, kesatuan dan persatuan, dari Partai - Partai yang tanpa ideology, entah angin membawa kemana, dihimpunlah  orang orang secara cepat jadi DPP/DPC entah anggautanya siapa,? lha wong golputnya total Nasional ada lebih dari 40 %,  jadinya  cara  “keluar uang untuk cari uang” makin berani membayar ongkos untuk Partainya kemungkinan untuk terpilih makin tinggi, setelah terpilih, menjadi Penjabat Publik nanti, tinggal memainkan atau me – mark up anggaran apa saja, malah bisa berjama’ah mencari modal kembali, berlipat lipat, karena disana semua sobat.
Yang terima uang malah bukan pemilihnya malah oknum KPU malah oknum Komisi Yudisial, peduli amat, pokoknya jadi wakil rakyat.
Bantuan Langsung Tunai (BLT) dilanjutkan apa enggaaak ? tentu saja lanjutkan.
Bukan BLT yang lanjutkan, malah jadi mobil  3000 cc untuk setiap Menteri Partai Partai yang berkoalisi,  1800 cc untuk Wakil Rakyat secara merata, ini dari Executive, Presiden Terpilih, syah syah saja tidak boleh ada yang ngiri, wong kerjanya berat.
Yang sangat mengganggu pikiran saya, 70 - 80 % Rencana Anggaran Pendapatan Negara ini rencananya hanya habis buat beaya routine.
Lha memang Pemasukannya hanya segitu. ? 
O.. itu Anggaran pengeluaran buat PNS yang besar, coba pikir PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) Pertanian saja hanya satu setiap Kecamatan itu saja memilih Kecamatan yang tinggi potensi pertaniannya, kira kira 6 – 8 ribu Ha tanah pertanian sawah dan ladang, cukup luas untuk bayar satu sarjana dan 3 PPL, di kita hanya satu PPL ini terlalu sedikit PPL nya, mengingat banyaknya problem pertanian yang harus dibenahi, dan tegalan yang masih rendah daya produksinya.
Polisi, konon di negara dengan kemajuan menengah saja mendekati satu polisi per 600 – 800 penduduk, lha di negara kita satu polisi bisa untuk 900 orang penduduk atau bahkan lebih.
Guru satu sekolah  dasar 6 tahun rata rata per kelas mengajar 36 murid, sedangkan efektifnya satu guru mengajar  murid 24 saja.
Jelas bukan PNS  untuk melayani publik yang kebanyakan.
Dari pemasukan  yang ada hanya segitu, sebagian besar pemasukan dari pajak,  lantas untuk infra structure  dibeayai dengan apa ?
Infra strukture ? -- Haduuhh.. boro- boro nambah, untuk pemeliharaan saja,  pas- pasan sudah baik.
Yang namanya beaya routine termasuk gaji dan fasilitas anggauta DPR  yang ratusan kali gaji pegawai kebersihan, gaji Pejabat dan Pegawai  Bank dan Depertemen yang di renumerasi 8 -9 kali gaji PNS yang
sama pangkatnya- boleh saja. Tentara kita juga tidak banyak, malah  alutista-nya (alat utama sisitim pertahanan) sudah relatif bisa dinilai tua.

Kalau begini terus kondisi kita, kapan kita bisa membangun infra strukture misalnya membuka lahan pertanian di pulau - pulau lain yang masih banyak belum dibuka ? Petani menghasilkan ratusan kali dari kebutuhannya tidak minta dijamin hari tuanya.

Yang saya prihatinkan itu, ternyata Pendapatan Negara kita ini kok  sedikit sekali, dan tidak ada tekad untuk menambah infra strukture.
Lha bila tidak dibangun infra structure nya bagaimana pendapatan bisa tambah ?  Kapan kaum yang bekerja bisa dijamin hari tuanya ?
Masak iya dibuat gaji PNS dan tetek bengeknya saja ngepas, lha bilang nya kaya raya, tenaga kerjanya melimpah, tenaga ahlinya cukup banyak.
Kayu log  banyak, lautnya ya banyak  ikan komersialnya banyak emasnya dan tembaganya banyak, batu baranya banyak lha  pemasukannya kok ndak sebanding ?
Ladhalah.. apa dicuri ya ?
Oleh siapa ?
 Oleh Gayus-  Gayus yang lain ?
Padahal nenek moyang kita mengukir lereng dan lembah sampai  sekarang masih jadi persawahan yang subur ndak ada yang bantu, ya dengan apa adanya dulu, tapi ada niat buat tinggalan anak cucu.
Baliau beliau – nenek moyang kita pakai modal apa ? Memahat batu batu gunung untuk candi candi, membangun saluran air puluhan kilometer meskipun debitnya tidak sampai ratusan liter per detik, bisa didukung rakyat banyak. 
Cuma menenun pakaian agak repot, kapas kita berserat pendek sekali.( Dongeng mengenai kapas ada, nanti di blog saya ) 
Malah membuat keris dan meriam kecil  bisa, dipasang di Armada perahu Madura (ini ya infra structure lho)  itu yang medukung Kerajaan besar seperti Majapahit memberantas perompak di Mare Nostrum-laut Jawa, diselat Malaka, di Somalia, demi memandu kapal, perahu penuh dagangan, konon pemasukan pajak dari perdagangan makin bagus saja.
Apa sekarang perompaknya ganti pakai pulpen oleh orang mereka sendiri? Apa kita  kini  terlalu malas ya ?
Bentuk regu kerja, kelompok kerja, lihat dengan mata kita punya apa? dan koruptor rumahnya di mana ?istri nya berapa? makan apa dan dimana? – regu kerja ini Pramuka ya bikinlah peta. Sudah itu rampas harta koruptor jahat untuk modal kerja. 
Tahun Orde baru dahulu konon di Pulau Buru dulu juga bukan apa- apa masih rawa belukar, sekarang jadi gudang beras di wilayah Maluku. 
Jadi kecukupan, jadi kaya,  itu  dimulai dengan tangan telanjang dan niat dan niat dan niat Pakde..(*)
( Ir. Subagyo.Msc, pada tahun 1966 sudah mendapat gelar magister agronomi dari Universitas Patricia Lumumba, Moskwa, Russia, pulang ke tanah Air untuk menerapkan ilmu pertanian sepanjang hidupnya, dan kini pensiun dari  sektor swasta pertanian).

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More