Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Senin, 06 Agustus 2012

TULANG PUNGGUNG SUMBER PROTEIN RAKYAT, SEBAGAI PENGGANTI DAGING DAN IKAN ADALAH KEDELAI (Glicine soya L)

Belakangan ini bulan Juni-Agustus 2012 kedelai menjadi langka di Indonesia, kerena lambat mengimport kedelai dari pasar Dunia. Memang dari puluhan tahun yang lalu hingga sekarang, produksi kedelai (Glicine soya L) selalu tidak mencukupi kebutuhan Indonesia. Ada kekurangan dari tahun ke-tahun, antara satu juta hingga satu setengah juta ton per-tahun.
Tidak ada pengganti daging dan ikan (protein hewani) yang dibutuhkan tubuh manusia setiap hari, kecuali kedelai. 
Sebab tubuh manusia terdiri dari jenis protein hewani yang lengkap, guna mengganti sel-sel tubuh yang rusak. Artinya, makro-molekul proteinnya terdiri dari dupuluh macam asam amino esensial, sedangkan protein nabati kebanyakan makro-molekul protein yang dikandungnya, ragam asam aminonya  kurang dari dua puluh macam asam amino esensial, kecuali kacang kedelai ( Glicine soya L)
Sedangkan hasil panen kedelai antara 5 kuintal hingga 10 kuintal setiap panen, jauh lebih tinggi dari kemampuan ternak apapun dalam mengkonversi panen/hasil satu hektar tanah pertanian menjadi protein esensial kebutuhan manusia dalam waktu empat bulan (satu musim).
Jadi semua orang sudah tahu perkara ini, kecuali itu, kenaikan kebutuhan kedelai disebabkan juga oleh naiknya dengan drastis penggemar tahu (tofu) dan tempe (soy cake) di kalangan semua suku anak bangsa  di semua  ilayah kepulauan Indonesia. Di semua wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa, setiap orang perlu kedelai untuk membuat tempe dan tahu. Dan semua orang  mempergunakan kedelai sebagai bahan makanan ternak ayam petelor dan pedaging untuk kompensasi tepung ikan dan tepung protein hewani lainnya yang merupakan limbah konsumsi manusia. 
Hal ini merupakan bagian yang sangat berarti dalam kenaikan kebutuhan akan kedelai, mengingat  ayam dan telur ayam sudah merupakan menu umum setiap hari.
Yang dulunya tahun 1995 ke-atas, kebutuhan kedelai maximum untuk Indonesia tidak lebih dari 1,5 juta ton per tahun. Sekarang menjadi 2,2 juta ton per tahun. Pernah kita berbesar hati, zaman pra-reformasi menghasilkan kurang lebih satu juta ton/tahun, sedang kini tahun 2012 dihasilkan 851.286 ton/tahun,  (sumber :Surabaya Post). Kayaknya produksi dalam negeri kok jalan di tempat ?  Kalau tidak, malah jalan mundur.

Negara mana yang tidak mengadakan iron stock untuk bahan se-strategis kedelai ?

 Bangsa ini mempunyai banyak kemungkinan untuk mengadakan iron stock kedelai, dengan swa-sembada memperluas tanaman kedelai, bisa mengadakan intensifikasi lahan yang ada seperti zaman Orde Baru,  dan bisa import oleh pemerintah karena pihak swasta selalu mempunyai motivasi mencari untung dengan membuat kartel, sebab kaum pemodal di Indonesia mampu dan pasti berbuat demikian. Kalau perlu mereka membuat stock- piling waktu panen, di gudang-gudang Negara Tetangga.
 Amerika serikat dan Brazil bisa mensuplai untuk Negara Kota tetangga yang hidupnya dari berdagang, mirip seperti memperlakukan kebutuhan beras Indonesia pada zamannya Kabulog lampau Bustanul Arifin dan para penggantinya dari Bulog Indonesia.
 Apalagi zamam sekarang zamannya neo liberalisme, melepaskan sebagian stock waktu panen dengan harga murah, untuk menghancurkan pasar selama petani kita masih petani individual yang pas-pasan, akan mudah sekali dilakukan.
Rupanya kaum neo-liberalis yang mengaduk-aduk Pemerintah dari dalam, telah merasa berkekuatan untuk mempraktekkan terang-terangan keyakinannya, senyampang kedelai sesudah padi baru ditanam di sebagian besar lahan, untuk sekaligus merangsang Petani mengerahkan dana dan tenaganya pada tanaman kedelai, yang harga importnya saja konon di atas Rp 8000,-/kg. Saat menjelang panen raya nanti pasti sebagian kecil stock yang dikuasai swasta akan dilepas sehingga harga jual kedelai lokal yang baru dipanen anjlog. Rupanya telah ada kerja sama yang rapi antara pemodal dan kaum neo liberalis di struktur pemerintahan.
Negara Besar yang menguasai produksi kedelai telah mengatur Indonesia untuk tidak memperluas lahan yang menjadi haknya, dan bisa dilakukan, sehingga sangat tergantung dari 'dia' (Sang negara Boss), lho anehnya kok ya nuruuut... Pembaca malah tau persis cara mengatasinya.(*)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More