WAKTU YANG SANGAT SULIT BAGI PETANI PADI SAWAH DI
TANAH REGOSOL TANAH HITAM LIAT DATARAN
RENDAH BERPENGAIRAN – DULU TANAH TEBU.
Petani sawah berpengairan, sering memanfaatkan waktu tanam
padi yang bisa lebih awal – bulan Oktober masih bisa mendapatkan bibit padi
siap tanam umur 25-30 hari. Tanah hitam liat, menjadi abu abu bila kering sangat
keras merekah juga ada di lembah
bengawan Solo, menyedot air dari
Bengawan. Repotnya ya waktu sekarang ini sudah bulan Januari sudah menjelang
panen. Padi jenis baru ini hampir semua
mudah rontog bila terlambat panen. Sebetulnya
tidak usah terlalu berusaha tanam awal, sebab resikonya besar, tetapi menurut
kebiasaan mereka, siapa yang bisa tanam awal bisa panen awal dan mendapat harga
yang lebih baik. Sekarang tidak lagi.
Perusahaan pemasar
beras seperti P.T. IBU dan P.T Pilar Utama
dengan banyak yang lain, sudah terbentuk dari zaman Bulognya Pak Bus, 30
tanun yang lalu. Hanya beberapa perusahaan yang bisa duduk dipuncak perdagangan
beras hingga saat ini, dan membentuk kartel
siluman diantara mereka dengan atau tanpa BUMN, karena paling sedikit
sudah mampu memainkan stock beras di tingkat Propinsi sebagai basis dan di
tingkat nasional secara bersama sama kartelnya. Sudah begitu kayanya mereka
ini, sehingga bisa menohok BUMN urusan logistic beras, sehingga Dr, \Leni
Sugihat dipecat karena gudang gudangnya hampir di semua daeran besar penanaman
padi masih kosong sedangkan penen raya kedua sudah selesai. Di pulau Jawa, tanah bekas HGU pabrik Gula ini
sudah tidak bisa dilacak siapa pemiliknya de facto, tapi faktanya, sudah bisa
dikuasai oleh oknum tengkulak tanah dan beras selama puluhan tahun dengan
pengumpulan petok sawah leter C atau
leter D di Kantor Notaris, sambil menunggu proses pendaftaran balik nama di BPN sambil setiap kali memperbaharui proses
sampai puluhan tahun ( ah jangan suudhlon tanpa uang kok), pokoknya PBB dibayar, iuran air dibayar, uang ke Pejabat dibayar, yang penting petani pemilik asli tidak memegang surat apa
apa barangkali mau dijual lagi, fotocopynya saja ndak ada, dan penguasaan tanah
segitu ratus ha ada di satu tangan, sedang pemilik semula adalah penggarapnya.
Ini warisan Orde Baru yang sudah 40 tahun.
di Wilayah Pinrang
Sulawesi Selatan, daerah Pengairan Sungai Sa’dang masih tetap milik petani
besar, hingga puluhan hectare, bisa dimengerti. Nah petani kecil yang masih memiliki
tanah sawahnya, masih berkutat di usaha taninya yang sangat tradisional juga dibidang
perdagangannya, nasih tergantung dari tengkulah gabah (psst, KUD mainan harmoko itu ya kroninya
mereka !). Dari dulu tengkulak ini sudah berjenjang dari yang paling kecil di
tingkat desa sampai ke tingkat Nasional, dengan kartelnya yang super kuat
dananya, karena persatuan ini sudah berjalan lama, semula dengan modal dari
BUMN untuk membeli gabah dibawah harga dasar, kemudian masuk ke gudang gudang
Dolog dengan harga dasar pemerintah, untungnya dibagi bagi dengan royal. Kemudian di tingkat
Nasional, nasih ada stock swasta plat merah, guna mengisi quota import abal
abal sampai jutaan ton, bertahun tahun, entah duitnya kemana ? kan ada pulau Kayman, Singapore,
Swiss, Panama dsb.
Nah bila ada petani sawah yang
begitu pintar sehingga pada bulan Januari ini menunggu panen, etengkulaknya kok
ndak muncul ? padahal padi sudah mulai mnguning, dan banyak hujan, kapan
keringnya ? Ditambah lagi membanjirnya beras kemasan 3 kg. 5kg dan 10 kg di mini
market yang sudah menyebar di desa desa yang buka 24 jam. Wal hasil harga gabah
di Kecamatan itu hanya Rp 4000/kg, wong
sudah 2-3 minggu ini harga beras kemasan produksi P.T Ibu dan semacamnya hanya dibawah
Rp 9500/kg. di label toko Rp11000,-kg atau lebih, tapi dapat discount waktu beli. Kan membela
rakyat kecil, perlu dipilih jadi Gupernur, ada partai yang membekingi lho, dan
ini discount untuk menolong penduduk desa yang lagi laip, baru padinnya basu berumur
sebulan setengah. umbi umbian, bangsanya uwi, gembili, suweg dan tgasdung yang berqacun memayikkan blai sqlah masaknya, biasa ditanam di pagar dan menjalari pepohonan, taro dan yams belum cukup umur untuk digali, apalagi ubi kayu, yang mungkin masih ada jagung sisa permulaan musin hujan. Bukan money pulitik, kilahnya !!! Otomatis harga gabah di kecamatan
itu anjlog, belum yang masih disawah diancam rontog, diancam banjir, dan
seterusnya, Ini di tingkat Nasional namanya “dumping” beras ditingkat wilayah
panen, stocknya bisa dari Bekasi !!! bisa dari Sengkang. Ini salah satu dari
gunanya ihtikar ( yang artinya, wakil
rakyat di DPR RI sudah lupa artinya, arteri di otaknya buntu) jadi dosa P.T IBU yang dibela ratusan
pengacara ular biludak, dan sebangsanya bukan saja melabel beras kemasan secara
sengaja menipu grade-nya, itu mah pelanggaran kecil, yang sangat jahat adalah dumping beras murah disamarkan gerakan kemanusiaan, padahal kecamatan itu lagi penen padi awal, nanti dumping lagi pada masa panen rendengan pertama sebentar 1,5 bulan lagi ( gudangnya malah aman, dijaga pak polisi) tapi mempermainkan
stock beras demi menurunkan harga local di kecamatan kecamatan yang lagi panen dan
menaikkan harga pasar di kota kota besar, mau makan apa ? makan roti, Bogasari
sudah milik marga Liem Siu Liong bin
Salim al Cendana, membunuh pasar petani,
untuk kepentingannya kartelnya sendiri, yang sudah menguasai stock Nasional. Ini
pemain kartel tingkat Yahudi, dilindungi hukum nasional dan Inernasional, hanya melakukan ihtikar hukum kuno yang tidak laku sekarang, karena ahlinya lagi demo, ngurusi jaring centrang, sedang mempermainkan stock barang kebutuhan dan uang US
dollar diseluruh dunia, si pahlawan autis lagi sibuk membela nelayan centrang,, konon secara hukum tidak ada yang dirugikan dan tidak ada pelapor, kalok diadili berlagak pilon kayak Setnov, sang Ketua Partai golkar dan DPP RI *)
0 comments:
Posting Komentar