Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Kamis, 04 Januari 2018

JANUARI FEBRUARI WAKTU YANG SANGAT SULIT MENGISI PERUT PTANI SAWAH

WAKTU YANG SANGAT SULIT BAGI PETANI PADI  SAWAH  DI TANAH  REGOSOL TANAH HITAM LIAT DATARAN RENDAH BERPENGAIRAN – DULU TANAH TEBU.
Petani sawah berpengairan, sering memanfaatkan waktu tanam padi yang bisa lebih awal – bulan Oktober masih bisa mendapatkan bibit padi siap tanam umur 25-30 hari. Tanah hitam liat, menjadi abu abu bila kering sangat keras merekah  juga ada di lembah bengawan Solo,  menyedot air dari Bengawan. Repotnya ya waktu sekarang ini sudah bulan Januari sudah menjelang panen.  Padi jenis baru ini hampir semua mudah rontog bila terlambat panen.  Sebetulnya tidak usah terlalu  berusaha tanam  awal, sebab resikonya besar, tetapi menurut kebiasaan mereka, siapa yang bisa tanam awal bisa panen awal dan mendapat harga yang lebih baik. Sekarang tidak lagi.
Perusahaan  pemasar beras seperti P.T. IBU dan P.T Pilar Utama  dengan banyak yang lain, sudah terbentuk dari zaman Bulognya Pak Bus, 30 tanun yang lalu. Hanya beberapa perusahaan yang bisa duduk dipuncak perdagangan beras hingga saat ini, dan membentuk kartel  siluman diantara mereka dengan atau tanpa BUMN, karena paling sedikit sudah mampu memainkan stock beras di tingkat Propinsi sebagai basis dan di tingkat nasional secara bersama sama kartelnya.  Sudah begitu kayanya mereka ini, sehingga bisa menohok BUMN urusan logistic beras, sehingga Dr, \Leni Sugihat dipecat karena gudang gudangnya hampir di semua daeran besar penanaman padi masih kosong sedangkan penen raya kedua sudah selesai.  Di pulau Jawa, tanah bekas HGU pabrik Gula ini sudah tidak bisa dilacak siapa pemiliknya de facto, tapi faktanya, sudah bisa dikuasai oleh oknum tengkulak tanah dan beras selama puluhan tahun dengan pengumpulan petok sawah leter  C atau leter D di Kantor Notaris, sambil menunggu proses pendaftaran balik nama di  BPN sambil setiap kali memperbaharui proses sampai puluhan tahun ( ah jangan suudhlon tanpa uang kok), pokoknya PBB dibayar, iuran air dibayar, uang ke Pejabat dibayar, yang penting petani pemilik asli tidak memegang surat apa apa barangkali mau dijual lagi, fotocopynya saja ndak ada, dan penguasaan tanah segitu ratus ha ada di satu tangan, sedang pemilik semula adalah penggarapnya. Ini warisan Orde Baru yang sudah 40 tahun.
di Wilayah  Pinrang Sulawesi Selatan, daerah Pengairan Sungai Sa’dang masih tetap milik petani besar, hingga puluhan hectare, bisa dimengerti. Nah petani kecil yang masih memiliki tanah sawahnya, masih berkutat di usaha taninya yang sangat tradisional juga dibidang perdagangannya, nasih tergantung dari tengkulah gabah  (psst, KUD mainan harmoko itu ya kroninya mereka !). Dari dulu tengkulak ini sudah berjenjang dari yang paling kecil di tingkat desa sampai ke tingkat Nasional, dengan kartelnya yang super kuat dananya, karena persatuan ini sudah berjalan lama, semula dengan modal dari BUMN untuk membeli gabah dibawah harga dasar, kemudian masuk ke gudang gudang Dolog dengan harga dasar pemerintah, untungnya dibagi bagi dengan royal. Kemudian di tingkat Nasional, nasih ada stock swasta plat merah, guna mengisi quota import abal abal sampai jutaan ton, bertahun tahun,  entah duitnya kemana ? kan ada pulau Kayman, Singapore, Swiss, Panama dsb.

Nah bila ada petani sawah yang begitu pintar sehingga pada bulan Januari ini menunggu panen, etengkulaknya kok ndak muncul ? padahal padi sudah mulai mnguning, dan banyak hujan, kapan keringnya ? Ditambah lagi membanjirnya beras kemasan 3 kg. 5kg dan 10 kg di mini market yang sudah menyebar di desa desa yang buka 24 jam. Wal hasil harga gabah di Kecamatan itu hanya  Rp 4000/kg, wong sudah 2-3 minggu ini harga beras kemasan produksi P.T Ibu dan semacamnya hanya dibawah Rp 9500/kg. di label toko Rp11000,-kg atau lebih,  tapi dapat discount waktu beli. Kan membela rakyat kecil, perlu dipilih jadi Gupernur, ada partai yang membekingi lho, dan ini discount untuk menolong penduduk desa yang lagi laip, baru padinnya basu berumur sebulan setengah. umbi umbian, bangsanya uwi, gembili, suweg dan tgasdung yang berqacun memayikkan blai sqlah masaknya, biasa ditanam di pagar dan menjalari pepohonan, taro dan yams belum cukup umur untuk digali, apalagi ubi kayu, yang mungkin masih ada jagung sisa permulaan musin hujan. Bukan money pulitik, kilahnya !!!   Otomatis harga gabah di kecamatan itu anjlog, belum yang masih disawah diancam rontog, diancam banjir, dan seterusnya, Ini di tingkat Nasional namanya “dumping” beras ditingkat wilayah panen, stocknya bisa dari Bekasi !!! bisa dari Sengkang. Ini salah satu dari gunanya ihtikar ( yang artinya,  wakil rakyat di DPR RI sudah lupa  artinya,  arteri di otaknya buntu)  jadi dosa P.T IBU yang dibela ratusan pengacara ular biludak, dan sebangsanya bukan saja melabel beras kemasan secara sengaja menipu grade-nya, itu mah pelanggaran kecil, yang sangat jahat adalah dumping beras murah disamarkan gerakan kemanusiaan, padahal kecamatan itu lagi penen padi awal, nanti dumping lagi pada masa panen rendengan pertama sebentar 1,5 bulan lagi ( gudangnya malah aman, dijaga pak polisi) tapi mempermainkan stock beras demi menurunkan harga local di kecamatan kecamatan yang lagi panen dan menaikkan harga pasar di kota kota besar, mau makan apa ? makan roti, Bogasari sudah milik marga Liem Siu Liong  bin Salim al Cendana,  membunuh pasar petani, untuk kepentingannya kartelnya sendiri, yang sudah menguasai stock Nasional. Ini pemain kartel tingkat Yahudi, dilindungi hukum nasional dan Inernasional, hanya melakukan ihtikar hukum kuno yang tidak laku sekarang, karena ahlinya lagi demo, ngurusi  jaring centrang, sedang mempermainkan stock barang kebutuhan dan uang US dollar diseluruh dunia, si pahlawan autis lagi sibuk membela nelayan centrang,, konon secara hukum  tidak ada yang dirugikan dan tidak ada pelapor, kalok diadili berlagak pilon kayak Setnov, sang Ketua Partai golkar dan DPP RI *)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More