Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Jumat, 20 Juli 2018

,MODAL PERTAMA RAKYAT NKRI, MENENTUKAN NAFKAHNYA

MODAL PERTAMA
Manusia lahir di dunia, modal pertama yang dimiliki adalah tubuh dan rokh-nya. Tubuhnya sudah mengandung code DNA, yang secara potensial menguntungkan atau merugikan hidupnya nanti, termasuk lingkungan yang membentuknya pada masa anak anak, karena siapa saja manusia tidak bisa memilih.
Ternyata perkembangan zaman kapitalis yang sudah lebih  dari empat abad ini menimbulkan dampak negatip kepada bangsa Indonesia.
Zaman pra kapitalis,
Hinduisme dan Budisme sejak sebelum masehi, Di Nusantara berkembang budaya Hindu dan Budha, yang mengandalkan modal pertama datang dari  Dewa Dewa, dan mitos mitos, mengenai timbulnya manusia pilihan, sebagai cantolan kaum feodal, yang asal usulnya sebenarnya sama dengan Ken Arok.  Masyarakat mendidik si terlahir pilihan dewa ini dengan  mitos ideal juga, untuk kepentingannya. Ke-_ksatriaan – noblesse oblique – busido – ke priyayi-an (Jawa). Kebudayaan Hindu/Budha ini sudah tidak hanya mengandalkan modal alami dan mitos dewa dewe saja tapi juga menyangkut benda benda sebagai hak milik, sebagai alat tukar, yang telah terpakai puluhan abad sebelumnya di Yunani kuno, Mesir  di Masyarakat Maya dan Aztek. Sudah dikenal modal pertama manusia yang berwujud kekayaan warisan berupa benda kerajinan tangan, sebagai senjata, sebagai azimat, logam nulia, dan batu permata hiasan. Juga sudah terdapat di Nusantara.
Dari abad ke 12 Masehi atau sebelumnya ketika datang ajaran agama Islam di Nusantara, dengan ajaran kenabian dan juga pengertian baru mengenai egalitarian islami. Paling tidak manusia berderajad sama dihadapan Allah, tidak pandang berapa harta dan hak centolan kasta dari kelahirannya.

Kedatangan kapitalisme:
Hanya selang beberapa abad dari kadatangan ajaran islam
Yang ini diperkuat dengan keperkasaan nafsu mentah dari bedil dan meriam, juga harta yang ditebar untuk menyuap siapa saja yang berguna untuk upaya  penaklukannya, sambil merampas semua modal pertama berupa modal alami dan modal benda.
-Modal alami berupa gene di rendahkan sebagai inlanders. adalah bangsa budak.
-Modal harta benda dan budaya juga di hapus nilainya, hanya modal budaya penjajah yang benilai tinggi.  Menilai kembali para priyayi, Belanda embahnya Bupati, seterusnya Bupati Datuknya Priyayi,sedang priyayi ekuli ditelapak kaki. Itulah pwnjajahan.

Penjajah bukan saja merampas hasil bhumi, tapi juga tenaga rodi, berarti juga seluruh wilayahnya dengan hak hidup apa yang didalamnya.

Kerugian ini ditanggung oleh Pribhumi Nusantara seluruhnya. Kecuali yang memang tidak punya apa apa, suku suku terasing.
Sehingga begitu  miskinnya  kaum  priyayi  ( gentlemen)  dan petani tidak bertanah ( landless peasantry) , sehingga  anak anak mereka hanya bermodal pertama pemberian alam dari lahir thok ,untuk menghadapi hari depannya.  Anak petani tak bertanah, ngenger – artinya mengabdikan diri, anak priyayi magang, menunggu tugas dari sang penguasa. Atau bila mengerjakan tugas rutine, tidak dibayar, hingga sang tuan memilihnya untuk bertugas sepenuhnya dikalangan pangreh praja. Kakek saya dari ibu, magang sampai anaknya empat, di Kepatihan Surakarta hadiningrat, tahun 1920 han, diangkat jadi mantri polisi  kecamatan Tanon, Sragen, menurut beliau yang sangat dirisaukan selama jadi pengreh praja adalah laporan pedagang cina di desa desa kepada Kanjeng Gupermen, bahwa mantri polisi Kaonderan Tanon tidak membantu pedagang menagih hutang petani  setelah panen ( setorannya tidak cukup), dia disemprot oleh  ndoro  kanjeng hadipati  Sragen atas laporan ndoro Tuan Controlier belanda, sang mantri polisi merasa tidak bersalah, tapi itulah zaman penjajahan.
Harkat  dan tenaga selama ikut hidup di keluarga kaya atau bekedudukan di kekuasaan feodal, atau sang Kiai di pondok podok pesantren bila ingin maju tidak dibayar., dan anak priyayi berjubel di  sekolahan ongko  loro dan vervolkschool, sampai kelas lima. Semua orang tua mereka berpetuah : Wahai anakku, engkau  tidak aku  warisi harta  atau derajad keturunan, tapi aku berusaha mewarisi kemauan belajar ilmu dari orang kaya atau kiai di pondok, atau sekolah yang didirikan oleh Kanjang Gupermen.
Begitu pula yang punya modal  mereka disekolahkan di sekolah dasar Belanda yang bayarannya mahal dari sekolah dasar, SMP –  SMU ( zaman penjajahan belanda mananya  HIS, Mulo, dan AMS  atau TS/sekolah teknik , dikota iMadiun ada sekolah pertukangan atau ambach school untuk  bengkel dan pembuaan gerbong  kereta api. Masih ada Sekolah  Guru  malah gratis diasrama, setingkat SGB dan SGA yang (sekarang sudah dihapus) sangat jarang, hanya di Bukit tinggI, Menado dan  _Purworejo.  Pembayaran uang sekolah biasanya sangat berat, tapi yang ini malah diberi  stipendium / ikatan dinas.
Jadi setelah  merdeka,  sampai 1965, dua puluh tahun yang pertama dibawah Presiden  Sukarno, semua sekolahan SD/SMP/SMU gratis, sedang Perguruan Tinggi  Negeri  uang kuliahnya sangat murah, terjangkau oleh 80 % penghuni Nisantara, diluar uang transport  pondokan dan makan.
Kenyataan deseluruh dunia kapitalis, sekolah  memberikan ijasah,   modal yang tidak menjamin kehidupan dewasa  bagi pemilik ijasah,  melainkan modal harta  yang pasti sebagai modal pertama, inilah yang sebenarnya  paling diperlukan  untuk hidup dewasa , mencari nafkah - selain itu sertifikat keahlian ketrampian bidang apapun – itupun tergantung dari watak pasar dan keuangan  dunia –belakangan malah dijadikan pekerja kontrak dengan jangka waktu, out sourching, untuk menghindari  pemberian pesangon bila pasar sepi dan pekerjaan dihentikan.
Pendatang bangsa bangsa  Timur Asing – Arab, india, dan  China, oleh Belanda dipisah hak dan kampungnya di Pecinan dan kampung Arab dengan  Pemimpin  golongannya sebagai kawula pendatang  Hindia belanda, diberi pangkat dari Letnan, Kapitein, sampai Mayoor tituler, dari bangsanya di Hindia Belanda. Seluruh warganya harus berumah di wilayah kota yang ditunjuk untuk mereka. Tidak bercampur gaul dengan kaum pribhumi.
Mereka hanya kaum pedagang, digunakan oleh belanda sebagai pedagang pengumpul hasil bhumi yang tidak sempat ditangani oleh sistim penjajahan, seperti  kapok, kayu manis, kopra, pala dan fuli, mungkin juga cengkih dan lada. juga beras. Yang sebagai nelayan dan  petani sangat kecil jumlahnya di Bagan Siapi api dan  sebagai  petani di Benteng /Tangerang, Pamanukan  dan Ciasem.
Dari asalnya dimana mana sebagai pedagang modal pertamanya adalah  pengetahuan dagang, yang dicari dikumpulkan adalah emas, sangat sedikit yang mengambil kesempatan mengenyam pendidikan Belanda yang didirikan khusus untuk mereka seperti HCS ( Hollands Chineesen School)  dan sekolah lanjutannya disamakan dengan warga Belanda. Perguruan tinggi yang diminati mereka adalah  Fakultas Kedokteran  di Batavia -STOVIA dan di Soerabaia- NIAS – lulusannya disetarakan dengan jabatan Bupati Wilayah.
Kekayaan dikumpulkan mulai dari jadi tengkulak hasil bhumi zaman cultuur stelsel sampai  pendirian pabrik pabrik Gula mereka dilibatkan  mengembangkan modalnya, mendirikan pabrik gula lkecil kecil di Pasuruan dan sekitarnya, baru kemudian tersingkir oleh pabrik gula besar  besar, dengan Oei  Tiong  Ham  Cocern sebagai penggantinya. Posisi mereka satu tingkat lebih tinggi dari Prihumi. Zaman pendudukan Nippon di Nusantara, Nippon pernah menggerakkan masyarakat untuk heroisme sumbangan  perang  Asia Timur Raya  dengan meyumbang intan dan emas, para priyayi dan datuk, tuanku semua setor, kecualai  warga ketrurunan China yang sudah sangat mengerti nilai barang barang itu sebagai nyawanya sendiri, mereka tiarap, makan  bubur sama ketela, tapi emas permata masih tetap di kubur di lantai dapur. .
Zaman perang kemerdekaan Indonesia, mereka  mengexport kopi dan gula dari wilayah pedalaman Republik di Jawa,  dari perkebunan karena revolusi jadi  milik yang menguasainya, tokoh lasykar rakyat si Naga Bonar atau pemerintah Republik, sedang dari Sumatra karet dari rakyat penakik pohon karet dirimba. pinggiran sungai besar dan panjang menembus rimba raya.    Di jawa, salah satunya yang menonjol adalah Liem Sioe Liong bekerja sama dengan pasukan penjaga perbatasan kita  anak buah Letnan Kolonel Suharto, demi keuntungan bersama mereka, sedang di Sumatra  mayor John  Lie dengan kapal coaster cepatnya bekerja sama dengan  rakyat siapa saja penakik getah karet yang  berani  belalu alang di sungai sungai yang banyak menembus rimba raya. Menembus  kepungan belanda dilaut lepas selat Malaka   untuk  ditukar dengan pangan dan obat obatan.
Setelah Perang Dunia ke II, zaman kapitalisme dunia yang dimotori oleh pemerintahan  Amerika Serikat , kepentingan utamanya menenteramkan  rakyatnya  dengan  pengadaan barang export terutama senjata  yang berarti juga membukaan lapangan kerja, dan  mempertahankan  semangatnya untuk secara fisik bertempur dengan alasan apapun, kata kuncinya: yes sir !  berarti taat segala perintah atasan.
Keuangan Negara siap disediakan untuk membeayainya dengan senjata ultra moderen,   dengan pos  pos penjagaan diseluruh dunia, sampai sekarang..
 Sedang di Indonesia, begitu merdeka, niat bangsa  Indonesia adalah  memperoleh ilmu untuk membangun  Negara, bukan memupuk modal pertama  menyertai modal  pertama  alami, sedang harta benda di-ikhlas-kan ditinggal mengungsi dari kota kota besar di pelabuhan pelabuhan  strategis yang pertama tama diduduki tentara Kerajaan, tanpa dibumi hanguskan.  Warga Timur Asing, tetap didaerah pendudukan, menguasai seluruh kekayaan  Belanda dan Dai Nippon di Baravia, Semarang, dan Suabaya, Medan dan Mekassar, juga Bandung. Hak milik tanah dipinggir jalan perdagangan  pabrik pabrik milikPT belanda dianschlus begitu saja oleh mereka yang tinggal diam selama pendudukan  dicuri dan dikumpulkan oleh komprador bangsa Timur  Asing , sebagian besar china dan sangat sedikit Arab, malah membantu mesin perang aksi polisionil tentara Kerajaan, mereka  namakan gerakan po-an-tuih.
Ini yang dilupakan,  yang seharusnya  dikerjakan, sangat penting bagi segenap orang tua yang  punya anak, adalah menyediakan modal pertama disamping yang disediakan oleh  alam. Dikalangan warga  korban penjajahan Belanda, ratusan  tahun puluhan generasi,  sampai sekarang..
Bagi Negara,  please, katakanlah, sejelas jelasnya fungsi pendidikan itu sebenarnya untuk apa, paling sedikit akuilah bahwa hasil pendidikan itu bukan alat untuk mencari nafkah. Tapi untuk hidup bermasyarakat yang harmonis. Jadi beayanya  ya harus dibebankan pada iuran masyarakat. 80%,  artinya diwakili Negara. Jangan seperti sekarang, sekolah, yang berarti Kepala Sekolah dan guru gurunya ke-enakan masih membebani masyarakat sampai lebih dari kemampuan kaum menengahnya, apalagi kaum yang kurang beruntung dibawahnya. Rakyat masih menganggap sekolah adalah kunci mendapatkan nafkah. makin vaforit makin mudah mendapat nafkah besar.
Yang berdiri di pinggir lautan  korupsi dan ihtikar, artinya  diluar sistim yang dicita citakan sejak proklamais kemerdekaan tahun 1945, tidak bisa terus begitu, ber-quanxi ria dengan  elite captures seperti Artalita Suryani, Hartati Murdaya Poo  Republuk ini di Pusat dan Daerah  terus menerus, hingga  kalian yang  jumlahnya kurang dari 1% penduduk Nusantara telah menguasai lebih dari 50 % kekayaan nasional. Itu semua harta haram, meskipun nama kalian sudah ganti nama yang elok elok, yang agamis  sebagai kedok.( google – Hasil  lengkap Pekomendasi Munas  alim ulama NU th 2017 di NTB)
Wahai Negaraku, berikan tanah sebagai modal  pertama bertani  bagi yang  tidak mempunyai apapun modal pertama, jangan sampai mengharapkan dari ijasah hasil pedidikan dan pengajaran selama ini - untuk mencari nafkah walau sampai S1.S2 bahkan S5 !!!
 Kecuali bila para S ini mengupayakan pendidikan bermasyarakat yang langsung  dicita citakan oleh Undang Undang Dasar  Negara. Jaumlah mereka akan  sangat terbatas seperti  AKMIL darat, laut, udara, AKPOL  STAN seperti APDN , Pendidikan Keguruan, dan semua  Penelitian Pertanian, pengawasan  BPOM yang sangat  makan  beaya .    Jangan beri kesempatan para pendidik untuk mencari sendiri nafkah tambahan dari rakyat. 
Sangat tidak mendidik, malah mengajari  generasi muda berpura pura, berkorupsi ria, Sebab beliau baliau bekerja untuk masyarakat, yang seharusnya untuk hidup bersama selayaknya  di Negara yang berbudaya, jadi berilah secukup cukupnya nafkan dari anggaran Pemerintah. Bandingkan dengan  penerimaan anggauta DPR RI dan DPRD propinsi dan kabupaten, guru guru trainer dan widya iswara yang ini malah diperas tenaga fikirannya untuk sang Direktur Diklat yang memang kapal keruk yang sudah "in" dalan komplotan kroni Departemennya beranak pinak, dibawah Menteri siapa saja, jadi income  para kutu buku pendidik widya iswara sangat jauh dibawah si tembem.penelan anggaran yang duduk di legislatip dan eksekutip.
Anggaran setiap Departemen ditingkat Propinsi untuk kursus kursus kejuruan seperti  Dept, Perindustrian, Dept. Pehubungan, Dept. Perikanan, Dept. PU, mestinya ditujukan kepada para  tukang/tangan pertama untuk mengawaki pekerjaan, mengemudikan  angkutan umum dan perahu, mengoperasikan alat alat berat, tukang las dan tukang batu, penganyam beton eiser demi peningkatan  jumlah dan kualitas mereka yang bersertifikat terpercaya untuk tugas itu, atau wiraswasta jasa dan industry kecil dan menengah,  bukan menjual sertifikat sebagai income tambahan  pegawai instansinya, dimana sertifikat itu sebagai tanda hak memperoleh upah sebagai ahli operator alat yang semacam SIM, bukan  untuk pegawainya sendiri semacan sepadya, sepala, saspa. atau membantu  PEMILIK TOKO  ATAU PEMILIK  INDUSTRI  BASAR  - YANG SEBENARNYA HARUS MEMBERI  KETRAMPILAN KEPADA CALON  ATAU PELAKU  USAHA INDUSTRIAL KECIL ATAU  MENENGAH, TUKANG ROMBENG DAN PENGUMPUL BARANG BEKAS, SAMPAH PLASTIK DAN LOGAM, SAMPAH KERTAS DAN TENUNAN KAPAS/SERAT BUATAN,  UNTUK PENGETAHUAN BAHAN, OPERASI MESIN MESIN, KESELAMATAN KERJA, KESELAMATAN KONSUMEN DAN PEMASARANNYA.  Kepada keluarga nelayan dan petani, untuk menggalakkan upaya pengawetan  pengemasan maupun  hygiene  kuliner yang di suguhkan kepada publik. Ini jelas tugas Dept pertanian dan Dept. Perikanan. Mengawasi penjualan bahan bahan pewarna, sabun pencuci,pengawet, pengental, MSG, essence, anti jamur, anti serangga  yang boleh digunakan untuk makanan dan minumam dengan kualitas food grade, bukan technical grade untuk usaha mereka. Menghukum pemalsuan nama makanan, dilabelnya disebut syrup ato susu lental manis, didalamnya hanya air dan minyak nabati, emulsifier pengental dan pewarna dan cyclamate  oleh Perusahaan besar, umpama berapa persen harus ada unsur kedelai dalam kecap manis buatan pabrik besar, bukan secara masal dipalsukan dengan pewarna, pemanis, MSG. pengental, tanpa kedelai, sehingga  membahayakan penggunanya mengejar keuntungan  besar hanya dari pencitraan  reklame di mass media dan hadiah hadiah. Sangat membahayakan  pengguna orang kedil. Harus ada berapa persen susu sapi terkandung dalam susus kental manis, bukan hanya dibuat dari minyak nabati emulsifier  pemanis cyclamate, essence dan air, yang  tidak bergizi dan berbahaya untuk kesehatan  manusia . Itulah gunanya Negara  melawan persaingan dagang  antara industry besar ukuran dunia, dimiliki oleh kurang dari 1% penduduk Nusantara.  terhadap UKM usaha rumahan, usaha kooperasi petani dan nelayan, yang kurang pengetahuan, diusahakan denga modal pertama yang nyaris tidak ada, sehingga  menghasikan produk dengan apa adanya. Butuh  BPOM ( Badan Pengawasan Obat dan Makanan)  dengan awak yang sukup  setara dengan jajaran  satserse polisi ,  secara kuantitas dan terutama kualitas dedikasinya kepada khalayak umum.
Ini sangat membantu perngembangan modal pertama rakyat yang masih kecil, memperoleh  dorongan di negaranya sendiri.
Boleh Negara melepaskan para Master, Empu,  Undagi mengajarkan ilmunya dengan menarik bayaran dari muridnya, bahkan menarik pajak dari mereka, memang hasil jerih payahnya bisa untuk mencari nafkah. Fasilitasi mereka dengan  ajang  mengembangkan  dan mengajarkan ilmunya. Bila Negara memerlukan mengembangkan bakat  istimewa  generasi mudanya, beri sang istimewa ini stipendium /bea siswa secukupnya, untuk mebayar para  Master, Empu, Undagi, Pandega, Mister tari,   kepada siapa dia menimba ilmu  dan ketrampilan. Beri  royalty kepada pelatih empu master undagi  yang muridnya berprestasi sebagai penghargaan  ganti jerih payahnya. *)



0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More