SEKALI LAGI PROFESI DOKTER PERSOALAN PENGAJARAN DAN PENDIDIKAN.
Kegelisahan dan kekecewaan menyangkut hasil pengajaran dan pendidikan kita sekarang, ditengarai paling mudah bagi kita, adalah melihat kualitas sumber daya manusia kita dibandingkan dengan kualitas sumber daya yang dihasilkan oleh tetangga kta di luar negeri.
Demi meninjau kualitas pendidikan kita secara menyeluruh dan rencana apa kedepan nanti. Pembahasan ini harus dimulai dari factor pendidikan itu senndiri jaitu Pendidik dan murid murid, yang mau atau tidak mau mewakili generasi yang sedang berperan mengelola masyarakat kini disatu sisi dan generasi yang akan menggantikannya dilain sisi.
Tujuan Pendidikan itu sendiri adalah memberikan tongkat estafet, dengan harapan terselenggaranya hidup masyaraakat yang lebih bermutu nanti yang tentu saja dipola oleh idealisme generasi sebelumnya.
Adil bila kita ambil sebagai contoh pengajaran dan pendidikan profesi Kedokteran, karena ilmu ini harus disampaikan oleh expertnya di semua bidang ilmu Kedoteran dengan standard mutakhir- itu yang pertama dan kedua kualitasnya sebagai manusia Dokter terhadap clientnya. Didapat dari pendidikan bermasyarakat sebelum mendapatkan pengajaran ilmu Kedokteran yaitu watak yang ideal sebagai manusia Berpanca Sila . Begitulah watak standard ini diharapkan juga didapat dari interaksi dengan Professor Professornya , diharapkan idealisme beliau beliau sedikit banyak juga berpengaruh terhadap watak profesionisme anak didiknya sebagai Dokter dalam masyarakatnya.
Bahan baku, artinya calon siswa Ilmu Kedokteran pasti diambil dari segmen yang terbaik dari murid murid SMU, karena prospek hari depan yang bergensi dan mahalnya segala sesuatu yang menyangkut ilmu Kedokteran. Jadi sesuai dengan harga yang harus disediakan untuk pengajaran keahlian mengenai Kedokteran ini sendiri, karena selalu berhubungan dengan harga nyawa orang.
Disamping itu seorang calon dokter diharuskan mengerti secara mendalam proses hidup sampai ke tingkat yang paling dalam ( proces molekuler) tidak hanya mengerti tapi mendalami sebagai peneliti hal itu sendiri, supaya tetap bisa update upaya mutakhir menyehatkan orang sakit. Disamping teknik memberi stimulasi jiwa pasien supaya mempertinggi daya tahan tubuhnya. Nyata untuk dokter Kulit dan kecantikan, bahwa jiwa yang galau akan mempercepat kerusakan kulit wajah, yang bewujud ketuaan, begitu juga bagi akhli penyakit yang sampai sekarang jadi pembunuh yang pasti bagi penderitanya, cancer.
Ketegaran jiwa penderita sering sangat mengagumkan dan bisa mengalahkan perkembangan cel cel kancer, bahwa dengan interaksi serta sinergi bersama upaya upaya medis yang diberikan.
Mulai dari titik permulaan ini, maka berbedalah hasil akhir dari upaya pengajaran dan pendidikan ilmu Kedokteran antara lulusan Lembaga Pencetak Dokter di Indonesia dan di Singapore misalnya.
Dinegara sekecil Singapore Negara benar bernar hanya mengandalkan pajak dari perputaran modal dan kualitas human resources. Human resource yang membidangi Ilmu Kedoteran sementara mengerahkan fond and foce nya untuk mencangkok ilmu dan memborong taknology mutakhir pendukung praktek kedokteran menggunakan taknology mutakhir untuk diagnosa sebagai strategi perjuangan mereka.
Sementara belum melebarkan sayap ke pencetakan Dokter tapi pelaku pelaku bidang Kedokteran menimba ilmu di Luar Negeri dan mengerahkan fund ang force-nya dibidang bidang kedokteran yang strategis seperti onkology ilmu mengenai cancer, mencegah penuaan dini dan kecantikan, penyakit dari orang kaya penimbunan lemak dijaringan mana saja, Mungkin juga secara sangat rahasia bersinggungan dengan senjata biology dan teknology penangkalnya.
Mungkin lobby dunia kedokteran mereka telah sepakat dengan dunia finance disana menyediakan dana untuk alat alat canggih diagnosa dan therphy dengan “Return on Infestment”(ROI) yang sangat fleksibel mengingat Negara Negara tetangganya yang berpenduduk banyak. Terutama Indonesia, Malaysia Thailand selalu kekurangan dana karena syarat ROI sama rata dengan jenis investment yang lain khas Negara Berkembang, tidak punya uang.
Modal ini khusus menyediakan waktu buat menjuarai di level Dunia aplikasi technology diagnose dan theraphy kdokteran di bidang bidang strategis yang jadi langganan orang kaya di Dunia dengan informasi dari mulut ke mulut dan kamapanye terbuka.
Jadi Negara sekecil ini telah mengambil aplikasi ilmu kedokteran dari pharmaceutical products dan alat alat bantu diagnose - theraphy yang super mahal dan super canggih jadi "centre of exscellence" Negara ini di tingkat Dunia, dan akhirnya toh menaggok uang besar sekali.
Sebaliknya di Indonesia, sejarah dan tradisi Ilmu Kedoktern dan Pembelajarannya sangat berbeda.
Posisi sebagai Dokter di zaman Kolonial Balanda , mulai dari “Dokter Jawa” yang dididik dari Sekolah Dasar selama lebih dari tujuh tahun seabad yang lalu. Dteruskan kemudian dengan Institute NIAS di Suabaia dab STOVIA di Batavia yang hanya menerima lulusan AMS dan HBS (Sekolah Menengah Atas jaman Penjajahan),
Konon, dalam pergaulan elit Binnenlands Bestuur (BB) amtenaar, kaum Dokter disejajarkan dengan Bupati malah selalu disapa dulu oleh Kanjeng Tuan Residen dan disilahkan mendampingi Tuan Resident yang Belanda totok, karena Belanda tahu persis, jumlah mereka hanya sedikit di sini, dan apa yang mereka perlukan sebagai teman yang handal dalam kesulitan adalah kaum Dokter, jadi secara tradisi, dokter menjalani kehidupan elit feodal baru dalam masyarakat dan dalam kedinasannya.
Lihat betapa besar gap antara Dokter dan Mantri Kesehatan dan Bidan/Peraji dinegeri ini, Lihat betapa mereka sangat erat keterikatannya dengan hidup mewah dan wah sampai saat ini, karena dulu adalah sekutu Tuan Tuan Belanda.
Lha untuk apa bicara sebenarnya dengan client dan untuk apa technology yang super mahal, wong client nya rata rata hanya sekolah dasar yang jadi parvenu. Mending untuk beli Alfard atau Fortuner beberapa biji. Toh hidup atau mati di tangan Allah ?,
Dan nyawa tetap saja tak ternilai bila dinilai dengan uang.
Bila Negara bermaksud baik membeli alat alat kesehatan meskipun yang sudah kuno dan rudimenter senilai trilyunan rupiah toh hanya jadi bancakan Gubernur dan jajarannya seperti Ratu Atut Chosiah al Jahiliayah ya malah didiemin saja oleh para Dokter ( mungkin kerja sama), toh dihukum sangat ringan.
Jadi prinsip beaya sekecil kecilnya dan hasil sebesar besarnya seperti hak feudal-lah yang dipegang erat erat untuk kemakmurannya. Klop dengan siswa siswanya yang merebut posisinya sebagai siswa dengan uang banyak sekali masuk dalam lingkarannya para Sudrun dengan Organisasi Mahasiswanya yang alumninya memdominasi Kementrian Kementrian, meskipun Pemerintahan ganti barganti.
Jadi ya jangan heran, 5% golongan atas yang menguasai 70% kekayaan dan potensi kekayaan Negeri ini, bila ada problem kesehatan mereka , mengenai penyakit mereka, mereka lebih suka berobat di Singapore, meskipun beayanya ya "sky is the limit." Wajar saja. bila tidak siapa yang bakal membayar Dokter yang dididik di Amerika, teknology diagnosa dan theraphy mutakhir yang hetrganya selangit ? Wong Nyonya Hillery Clinton yang pernah kena stroke bisa pulih total berkat treknologi mereka, cuma bayanya ya jangan tanya. Nyatasnya si Nyonya ini malah tambah pintar mencalokan jadi Presiden AS sekarang ini.
Lain halnya dengan Pengajaran dan Pendidikan tingkat Dasar dan tingkat menengah. Mungkin penalaman di SD- SMP- SMU ini yang memodali para calon dokter di Indonesia untuk membebaskan diri dari sejarah tradisinya, membentuk pribadinya, kecintaan pada Negara dan Bangsanya
Apakah tujuan masyarakat ini menyelenggarakan pendidikan dasar sampai Perguruan Tinggi tidak menjadikan para siswanya hidup sederhana, anti korupsi dan menjadi Pandu Ibu Pertiwi *)
0 comments:
Posting Komentar