Sudah di edit :KESINAMBUNGAN DAN BERTUMBUHNYA RIDHLO DARI KARUNIA NIKMAT ALLAH YANG MENJADI MOTIEF KESALEHANNYA , ATAU KASIH SAYANG MAKHLUQ KEPADA KHALIQNYA MENJADIKANNYA SALEH ?
Judul panjang tulisan pendek ini memang menggelitik perasaan saya, karena sikap ini memang ada dikalangan kaum Muslimin, atau Agama lain. Apakah dua pola pikir ini merukapan dua hal yang berjenjang atau dua hal dari hasil percabangan, mari kita bahas.
Yang pertama rasanya memang mengena dalam kehidupan manusia sehari hari berupa harapan mendapat nikmat Allah yang banyak yang dilimpahkanNya kapada makhluqnya agar berkesinambungan dan banyak , dan ini ada buktinya, karena banyak yang bersifat materi jadi “tangible”, bisa dilihat, bisa nyata. Tidak kurang dan tidak lebih kerabat dekat saya sendiri yang menyatakan hal itu kepadaku.
Saya mengamini dengan enteng mengatakan alhamdulillah baik sekali. Jadi saya baru pikir kok mengimani juga pernyataan itu, karena bukti buktiya ada. Lho sejenak agak ngganjal diperasaan saya, hampir saja terucap oleh saya bahwa dunia ini sebagai roda pedati sekali diatas dan sekali dibawah, tapi itu masih tidak saya ucapkan, tidak etik rasanya bila saya tidak ikut bersyukur, orang menerima ganjarannya, barokah yang dirasa makin meningkat, tapi sedikit kok masih merasa terganjal dalam alam pikir saya dan rasa ini kok kurang pas, kenapa ?. Apa iri ? Sebagai muslim yang barusan saja menjalani ibadah sholat dan mengamalkan sholat secara mendekati yang diperntahkan , saya bertanya apa itu yang saya cari ?
Pengertian bagian yang pertama mungkin kelimpahan materi, kabebasan menjalani seluruh waktu hidupnya sudah menyenangkan jasmani dan rokhani ini juga tujuan nafsu saya yang belum tercapai ? Pada detik lain saya pikir kelimpahan materi bila ini merupakan tujuan, cocok dengan kuwajibannya sebagai Khalifah Allah di Bhumi ( al Baqarah 30), menjadi lebih leluasa untuk berbuat apa saja, tentu saja yang meluaskan jalan yang benar, yang saban hari kumohon kepadaNya ? Begitulah pikiran untuk menghibur dan meluruskan bathinku sendiri.
Padahal saya tahu benar bahwa kelimpahan materi ini yang kemudian kadang menimbulkan ujub dan riya bahkan kibir, yang membuat risih parasaan orang yang mendengar.
Rasanya untuk mengatasi deraan fatwa dari kerabat saya ini, dari sesama muslim, tiada lain adalah sabar dan berdo’a demi keselamatan manusia beruntung ini, inilah saya rasa petunjuk bagi yang mengeti. Tidak perlu masygul lalu mengingatkannya secara lugas, ataupun hanya menyindir, malah akan menyulut api amarahnya saja, alangkah terperengahnya kita mengamini fatwanya lebih lanjut, bahwa kita harus memperbanyak amalan ibadah lita mengambil teladan dari yang sudah berhasil, meskipun benar sekali. ?
karena Allah pasti ada cara untuk memelihara makhluknya. Antara lain pasti dengan prantaraan kesalehan sosial dari makhluknya yang terpilih, dikaruniai rezeki lang melimpah.
Pengertian bagian yang kedua, tidak nampak dengan mudah karena memang tidak bersifat materi, tapi bathin, mentalitas, meskipun lebih merupakan perbuatan baik (paling kurang ya sabar) yang pasti sulit dinilai dengan materi. Sesuai dengan perwujudan rasa terima kasih atas karunia nikmat Allah yang tak terhitung telah dilimpahkan kepada Manusia. Sebagai Khalifah Allah di Dunia ini, Manusia menjadi saleh dan saleha dalam keadaan apapun, karena mengerti. Bahwa dalam surah Al Fatihah sengaja ajat kedua alhamdulilliahirabbilalamin, ayat ketiga arakhmanirrakhim enak, tapi deteruskan dengan ayat ke empat ingat, "Malikiumiddin" hanya Englaukan yang menguasai hari qiyamat ( hari perubahan yang pasti terjadi), jadi yang enak enak itu nanti pasti berubah.
Keduanya ada sandungannya, yang partama menjadi “pamer” merasa benar sendiri sampai menjadi ujub, kibir dan ria, yang kedua menjadi mengabaikan nilai duniawi, hubungan ukhrowi yang memabokkan melupakan azas hidupnya sebagai khalifah dimuka Bhumi, yang masih perlu materi, dan su'udhlon terhadap Allah.
Kepada suku bangsa terdahulu, misalnya suku Yahudi, suku Qurais yan sangat rasional tentu saja petunjuk Allah juga rasional dan berkali kali, misalnya soal motifasi mengerjakan perbuatan yang dikehendaki Allah dan menjauhi yang tidak disukai Allah. Perintah Allah lugas dan berulang kali. Semua kehendak Allah adalah demi kebaikan manusia, Masak kamu sudah AKU jadikan KhalifahKu di Bhumi ini tidak merasa kasih sayang dengan cara bertanggung jawab atas perbuatanmu kepadaKu? Permohonanmu dituntun ke jalan yang benar, jadi ya taatilah.
Kepada suku suku Arab yang keras kepala dan keminter/sok pinter, semua perintah Allah memang membuat mereka lebih sehat dan lebih cerdas, jalani saja, jadi dibuat aturan dengan perhitungan agar dilaksanakan dengan karunia kuantita dan kualita yang exact secuil demi secuil, dan dihargai menurut nilai yang pasti, dipastikan mereka jadi cerdas dan sehat setiap muncul generasi demi generasi mereka yang baru. Sesudah cerdas bisa diajari bisa mengerti yang lebih tinggi yaitu rasa tanggung jawab terhadap perbuatannya- taat pada perintah Allah dan menjauhi laranganNya karena kasih sayang kepada Allah yang mereka sembah, menjadikannya Khalifah Allah di Bhumi jauh lebih leluasa, tanah airnya sudah mengapng diatas minyak, bayangkan ini berkah apa cobaan ?
Bila dikatakan sudah kuwajibannya menjalani amal ibadah itu jadi tidak usah dihubungkan dengan upah apa yang didapat nanti. Seperti sikap semua orang tua kepada anak anaknya bagai matahari yang member tidak mengharap kembalinya. Aka tetapi sikap orang tua ini dilain sisi pasti dilandasi dengan sesuatu yang idealistic sehangga setiap orang tua mampu berkorban dengan sukarela terhadap kepentingan anaknya, begitulah anak terhadap orangtuanya. Bukan hanya kuwjiban saja. lha ini ditandai dengan nama kasih sayang. Apa ada kekusutan pola pikir bila hal ini di analogikan dengan sikap kasih makhluk kapada Khaliqnya ?
Jadi untuk menjalani hidup berinterkasi dengan sesama diharuskan memulainya dengan azas "Bismillahirakhmairakhim" menjadi pedoman hidup dan penahan nafsu amarah alias modal dari sabar
Kedua metoda ini bisa saling mengisi untuk membuahkan produk yang sama demi mencetak manusia menjadi Khalifah Allah di Bhumi yang dikehendaki Allah, sebagi landasan berbuat sesuatunya “ Dengan nama Allah yang maha pemurah dan maha pengasih” – Bismillahirakhnirakhim, maka kuwajiban berubah menjadi kasih sayang.
Si Rasional keras kepala maupun si Keras Kepala yang keminter/sok pinter akhirnya membelakangi perintah, Lho kok ?
Berniat atau berazas Bismillahirakhnanirakhin, malah untuk memulai pertengkarannya satu sama lain. Bila kenyataannya demikian, pasti berbuat apapun tidak membuahkan berkah karena melupakan azas yang mereka sebutkan tidak terhitung berkali kali selama hidupnya. Saling bunuh sesama saudaranya muslim dengan senjata berat. Karena belum sampai ke kasih sayang kepada sang Khaliq dengan segala ciptaanNya. Bahkan menghalalkan darah mereka yang dianggap kufur dan murtad, untuk ditumpahkan.
Deretan Nabiullah dari Nabi Adam alaihi salam sampai Muhammad rasulullah salallahu allaihi wassalam, Nabi dan Rasul penutup mengenal Tuhan yang satu satunya Allah, yang tertera tegas dalan surah al Ikhlas dan Nabi yang diturunkan menyusul Nabi yang lainnya memberikan kebenaran dan kemaslahatan kepada umat manusia. Mahkota dari segala wahyu Allah adalah surah Al Fathihah ummul Qur’an induk dari segala surah dalam al Qur’an, yang belum ada pada petunjuk terdahulu, disana dcantumkan dua kali kalimat bahwa Allah itu rakhman dan Rakhim , yaitu dalam Basmallah ayat yang pertama dimana kita mengatas namakan Dia dan dalam ayat yang ketiga menegaskan meskipun Dia menguasai saat Qiyamat kecil atau besar tetap rakhman dan Rakhim *)
0 comments:
Posting Komentar