Sayang Sama Cucu

Sayang Sama Cucu
Saya sama Cucu-cucu: Ian dan Kaila

Sabtu, 07 Maret 2015

NEGARA AKAN KUAT BILA INDIVIDUALISME WARGANYA YANG DIDUKUNG OLEH SATUAN PUAK/KELUARGA BESAR LEMAH

NEGARA AKAN KUAT BILA INDIVIDUALISME WARGANYA YANG DIDUKUNG OLEH SATUAN PUAK/KELURGA BESAR LEMAH. Yang menjadi persoalan apa benar individualisme ini harus diperlemah atau sebaliknya, Harus diperkuat ? Karena yang tidak bisa ditawar adalah Negara harus kuat, mau atau tidak mau, Negara adalah batas yang akan membedakan nasib setiap individu didalamnya terhadap setiap individu dinegara lain, ini yang berlaku sampai sekarang. Lihat saja betapa gigih Negera Australia ngebelain hidup warganya yang sudah jelas bandar narkoba trus mendapatkan ganjaran hukum mati di Indonesia, dibandng dengan TKW kita yang dihukum pancung di Saudi Arabia karena mempertahankan kehormatannya waktu hendak diperkosa disana, pembelaan apa yang dia dapat dari Negaranya ? Dalam kehidupan makhluk , individualisme sangat didukung unutuk menghinda dari lapar dahaga, sakit dan mati. Segala yang merupakan pengalaman tdak enak, malah individualisme adalah jalan pintas untuk menikmati segalanya sepuas puasnya, singkatnya srakah. Dalam kenyataannya, individualisme selalu menggabungkan lingkungannya terserap dealam existensinya. Separti dalam kosa bahasa “aku” jadi “kita” yang arti sebenarnya ya “aku” juga. Dalam bahasa Inggris bila Raja bekata “WE” artinya ya raja sendiri. Termasuk barang hak milik dan tittle. Dalam era feodalisme penggelembungan diri ini syah syah saja. Di DPRD DKI mereka mengatakan “kita” berarti 100% jumlah anggauta wakil rakyat ini, aklamasi tidak termasuk rakyat Jakarta Raya yang sepuluh juta itu. Rame rame mau memakzulkan A Hok Tjahaja Purnama dari Gubernur Jakarta Raya karena mengganggu mereka cari kekayaan nyolong duit rakyat. Mereka mengejawantahkan dirinya atas contoh feodalisme dari mBok Denya, Pak Denya, Ustatznya, yang demikian juga menggelembungkan dirinya sebagai Pentolan Partai yang feodalistik, dtandai dengan membawa bawa keturun /filialnya, sebagai Pewaris Kepemimpinannya bercokol di hampir semua Partai, jadi Putra Putri Mahkota. Sedangkan ideology Nasionalisme, ideolodi Agama resmi apa saja malah mengajarkan kepada semua pengikutnya mempertebal rasa EMPATHY kepada rakyatnya kepada umat sesama imannya. Lain sekali keadaannya dengan stereotype penampilan dari anggauta DPRD DKI yang nampak di youtube disiarkan oleh Kompas.com,tg 21/3/2015 semua meraka seperti bola padat berlemak dengan mulut lebar dan sangat murah dengan kata umpatan dan jeritan kotor karena rencana menghirup tsndas duit rakyat terancam gagal oleh keberanian sang Gupernur dalam rapat mediasi Memteri Dalam Negeri, yang berusaha menyelamatkan “immage” wakil Partainya dari kesan buruk masyarakat, ternyata tidak semudah itu. Kalau pencopet marah meLulung karena kepergok gerayangan tangannya apanya yang mau di mediasi dengan sang Korban ? Bagaimana rasanya bila duit yang kumpul sedikit demi sedikit lantas dicolong rame rame, demi kemakmuran mereka. Jadi harus jelas seorang wakil rakyat di dewan seterhormat ini harusnya kaya akan empathy kepada rakyat, Negara ini, mereka yang terjepit sebangsa dan setanah airnya, kepada umat seagamanya, untuk ditingkatkan kualitas kidupannya, ini yang ndak ada sama sekali, kok bisa ya ? Tidak malah meneladani mBokDe-nya, PakDe-nya, Ustadznya, yang masih feudalistic, yang gendut dan sudah lapuk pada zaman ini. Tidak bilang “we” secara kompak untuk maling duit rakyat berjama’ah, sangat kentaralah watak buruknya. Mari kita simak, apabila individualisme itu dibesarkan dengan lingkup dan kerdil feodalisme, ataukah individualisme ini dabesarkan dalam lingkup emphathy kepada rakyat ? Nampaknya untuk gerombolan penjahat ini paling banter kepada anak istri, kelurga dekat, kepada puaknya *)

0 comments:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More