3:51 PM
IDE SUBAGYO
SAYA NDAK YAKIN TULISAN INI ADA YANG
MAU MEMBACA.
-PELOPOR REVOLUSI MENTAL -
Hing jaman kena musibat, wong hambeg jatmika kontit, kaliren wekasanipun –
serat Jaka Lodhang ( R,Ng, Ronggowarsito, pujangga kraton Surokarto (penghujung 1800 - seperempat pertama 1900)
Kami, kaum veteran generasi pertama, kaum pensiunan generasi pertama, Orang
yang didewasakan secara harfiah dengan waktu tumbuhnya Republik Indonesia, yang dihasilkan dan dibesarkan 100% oleh
Republik ini, sedang bergulat dan sedang memenangkan perjuangan kami, yaitu pergulatan kami
mengiringi perjuangan Republik ini, tahukah kamu apa itu ?
KAMI SEDANG BERUSAHA DAN PASTI BERHASIL DALAM PERJUANGAN KAMI YANG TERAKHIR,
”HIDUP ZUHUD, DALAM KONDISI KE-MENENGAH-AN KAMI, DAN JUGA KE-MENENGAH-AN HIDUPMU,
WAHAI ANAK ANAK KAMI”
Bila ini tidak membekas pada hidup kalian, maka sia sialah perjuangan dan
pergumulan kami. Maka kepeloporan kami, akan tenggelam dalam lautan
individualisme, kaum egois dalam alam feodalisme, PENERUS NALURI RENDAH, membangkrutkan bangsa dengan menggerogoti assetnya, mengeruk keuntungan dari infra tructurenya yang diperlemah demi keuntungan pengusaha kroninya, pembelian belanja Negara yang di mark up semena mena, pencurian hak rakyat miskin dengan sangat menyakitkan ini, ber-KKN semena mena
dengan pengusaha, dicontohkan oleh
Mohamad Sanusi dan kawannya 40% anggauta DPRD Jakarta Raya, mendukung rencana reklamasi pantai dan pulau pulau laut utara teluk Jakarta demi keuntungan pengembang kondominium mewah Agung Podomoro group, dan pasti menimbulkan reaksi
dari masyarakat yang terinjak, lebih menyakitkan lagi, bila kita tidak bisa
membenahi dominasi mereka yang berkedok berjuang untuk suku ras dan agama (
sara) ini, atau menyadarkan seniman gaek kedaerahan seperti Ridwan Saidi.
Kami mendapatkan posisi ekonomi dalam masyarat Republik muda yang baru
merdeka ini dengan pendidikan gratis, dan njaris gratis di Perguruan Tinggi
Negeri, karena kemauan Revolusi yang masih menyala nyala. Banyak diantara kami yang
gagal karena Dosen –Dosen kami, istilahnya bung Karno Pemimpin kami, saat itu menjulukinya
dengan julukan Hollands denken- pikiran Belanda, sengaja dibuat tidak peka, dan masih menggemari adat
kebiasaan dan kekuasaan feodal, jadi sarjana adalah jadi Pembesar, maka harus
ditebus dengan sekuat tenaga, penyerahan dari idea yang bergolak, ke rust en orde nya mereka, mahasiswa memprotes– mengetrapkan perkuliahan dan ujian dengan seenak udelnya, “hollands denken“ “Kebebasan Mimbar” a’la Continental system dari jaman abad
Pertengahan Europa, yang disanapun sudah ditinggalkan.
Waktu itu, Dosen dan Profesor mulai mabok dengan “Kebebasan Mimbar” bagi mereka, kebebasan tanpa tanggung jawab, apa yang dingomong dalam kuliahnya, pertentangan derajad manusia antara Dosen-Mahasiswa yang
assimetris, tentu saja bagi mahasiswa juga ada senjata– boleh membolos, sebab tanpa
diabsen. Sungguh tidak mudah. Kondisi ini menghasilkan genarasi Pengajar muda yang tidak kurang feodalistisnya
disertai dengan kekejaman yang terselubung gula, meluluhkan semangat keluar dari sistim feodalistis mereka, kaum menengah yang sangat
lembut dalam pergaulan, menimbulkan KKN Perguruan Tinggi dan Organisasi Mahasiswa dan dikalangan
akademisi, saking nikmatnya sampai
menjadi KAHMI. Serta calon calon akademisi membentuk kelompok feodal yang sangat nyaman, mesti dapat katabeletje
bila nyari pekerjaan. Disamping kelompok
kecil dalam masyarakat yang menjadi kaum mahasiswa abadi sampai tahun 1960.. Kami yang lulus sebagai sarjana sampai tahun
itu pasti menjadi birokrat mengepalai Propinsi, atau Direktorat Jendral, atau Derektorat,
paling kecil kepala Biro di Propinsi atau Kementrian dan Diektorat Jendral, sebagian kecil jadi Menteri dalam jenjang politik dan
birokrasi, atau dosen atau profesor, setara dengan kehidupan kaum menengah atas yang terhormat
dan nyaman. Dan terlahirlah di dunia ini generasi muda baru, ya anda anda ini semua
termasuk yang terlahir sekitar tahun 1970 han. Seluruh sistim pendidikan kami
tidak mempersiapkan anda anda jadi Pengusaha, karena kami sendiri ya tidak
tahu. Ternyata bidang itu telah diambil alih oleh naluri rendah dari "sara" yang tidak kenal naluri yang lebih tinggi, "naluri bernegara" dan "naluri berbangsa" apalagi "naluri manusia"
Pengusaha kita merupakan kelompok etnik diluar sistim, yang secara tradisional dipiara sistim penjajahan menguasai perdagangan eceran, juga merupakan kelompok petani yang
terikat dalam persaudaraan bakul dan juragan
diluar sistim, yang sulit dijajaki seberapa jauh jiwanya lekat dengan
keberadaan sistim birokrasi Negara Republik ini, karena sistim kekuasaan Negara masih sangat
rapuh, mau digunakan untuk kepetingan siapa, rakyat keseluruhan atau penjabat dan Pengusaha ?
Kaum menengah yang tercipta dari akademisi di Republik ini, kenyataannya dari asal usul mereka ada yang dari kalangan
keluarga “mutihan” artinya kaum santri, ada yang berasal dari keluarga
“abangan” artinya kaum priyayi jaman penjajahan yang dijauhkan oleh majikannya dari
adat kebudayaan asli setempat ( Admnistrasi birokrasi Kolonial Belanda, dalam Pemerintahan maupun administrasi swasta
termasuk salesmen candu, garam dan mesin jahit, tempat tidur besi bermerek "kero" bed, dll).
Atau dari kebudayaan santri yang jadi juragan
hasil bumi dan industri batik. Kemudian di zaman Bung Karno, pedagang dan
pengrajin dibesarkan dengan lisensi harga khusus dari Pabrik tenun Pemerintah “Bhatari”
membesarkan kekuatan ekonomi kota Ponorogo, Yogyakarta Surakarta dan Tulungagung sebagai pusat
industry bathik.
Bila keluarga baru kaum menengah kini ini,
termasuk dalam kelompok berakar dari para santri, mestinya mereka
menjalani hidup secara moderat dan zuhud. Begitu pula yang berakar dari kaum priyayi
kejawen yang abangan. Mereka menjadi warga yang jauh dari KKN dan hidup zuhud,
akan mudah untuk menyesuaikan diri dengan sistim gaji/income sekarang, dimanapum mereka bekerja, maupun
dari veteran dan pensiunan PNS golongan apapun, mereka mudah mati penyakitan kok, jadi habis perkara.
Sebaliknya, mereka yang berakar dari para santri, tapi juragan beras, pemborong
padi disawah dan juragan hasil bumi meskipun keponakan Gus Dur dari puaknya
yang sangat banyak, dan sarjana, pemegang tampuk kekuasaan Partai dan Kabinet
atau Dirjen, atau Bupati Kepala Daerah, ya sulit menjalani hidup zuhud dan
memberi teladan bagi keturunannya yang menjadi kaum menengah atas tapi dengan
income yang tidak tentu kecuali sudah dididik jadi Pengusaha beneran, bukan
dengan sistim yang ada, atau mereka
harus merambah lembah kenistaan ber-KKN dengan Pengusaha, atau pewngusaha yang berKKN dengan PNS kayak La Nyala, atau merosot jadi kaum miskin. Dari
golongan priyayi yang mengandalkan gaji, ke-menengah-an mereka tidak ada lagi. Ujub
dan riya menguasai semua manusia kelas menengah, kecuali yang ingat kapada ALLAH dan sunah
RasulNya.
sebab orang yang berkelakuan baik di masyarakat ini, hidupnya akan sulit. (
R.Ng. Ronggowarsoto. Serat Joko Lodhang)
Sudah ditandai oleh mBah- mBah kita, mereka penerima gaji dari Belanda sebab
ikut sekolah sampai HIS, smpai MULO,
sampai sekolah guru, sekolah AMS sekolah
kedokteran NIAS di Surabaya dab GH di Betawi yang makan beaya rata rata 40 %
gaji orang tuanya, jadi mereka, si orang tua dan aggauta keluarga lainnya hidup zuhud, dan menghindari kemewahan, untuk membeayai
sekolah putra putrinya, hanya yang ternyata berprestasi, dengan uang guilder Belanda. Sebab ini merupakan
previlegy mereka. Semua keturunannya
merasa tidak nyaman setiap makan di restoran, sangat tidak nyaman ada di
kerumunan dansa dan karaoke di Ninght Clubs,
mereka adalah pelopor yang sudah ada sebelum revolusi mental. Cucuya yang
nenjadi salesmanpun, meskipun jadi pegawai swasta, tidak mengajak anak
istrinya makan di restoran, meskipun dengan bon
yang bisa diganti oleh Perusahaan yang menggaji dia sebagai salesman, dia mempunyai hak proxy memberikan intertainment
kepada langganan pentingnya. Tidak
minta dihormati oleh lingkunganya, tapi memberi cotoh teladan hidup zuhud dan beriman
bukan sekedar mengenakan atribut agama, tanpa berbuat demonstratip keleluasaan
pengeluarannya, dengan wah dan boros.
Sangat lain dengan pensiunan PNS
generasi ke ke II dan ke III, yang KKN, berputra/putri mereka juga KKN, yang pensiun malah masih kerja lagi di perusahaan
swsta nebeng nama kroninya di Kantor
Dinasnya, hidup mewah ADALAH TJUAN HIDUPNYA. Suka dihormati. Saya yakin putra putrinya sedang berkutat
mencri kesempatan KKN juga, SEBAGAI TANDA BHAKTI KEPADA orang tuanya.
Anda sabagai generasi muda mengerti, Negara ini memerlukan
orang yang zuhud, intelligent, tulus
mencintai Negaranya dan jujur, kalian semua masih mempunyai teladan hidup zuhud, tanpa
merasa jadi miskin, meskipun kalah pinter dari para teknokrat Orde Baru, para veteran generasi pertama dan pensiunan PNS
generasi pertama Republik ini, zuhud dan tulus
mencintai Negeri ini, sebagian
kecil hidup dan disekitar kalian,
apabila masih hidup. Sebab banyak mereka
yang dibantai waktu iblis merasuki kaum yang merasa benar sendiri membela agama
dan bangsa, mereka orang yang dicekoki obat perangsang paranoia
tahun 1965, seperti para algojo yang lain*)
Posted in:
0 comments:
Posting Komentar