BILA POLISI HARUS SELIDIKI RANTAI PERDAGANGAN PANGAN
Berita Metro TV 8/6/2016. jam 9 .
Suatu berita kecil, soalnya selisih harga ex petani dengan harga sampai ditangan konsumen, untuk produk produk pertanian selalu sangat menyolok, bahkan di negara negara maju seperti di Amerika Serikat
Hubungan Produsen -- konsumen mengenai produk pertanian cenderung sangat rentan menjadi sumber permainan harga atas kerugian dua kelompok ini yaitu produsen dan konsumen. Bila digambarkan skemanya menjadi : Petani - Pemborong panen di lahan – Perantara –perantara antar wilayah - juragan besar di penampungan stock – jaragan pegecer di pasar - pengecer sejati dengan lapak atau kereta dorong - konsumen di pasar atau kampong dan perumahan.
Setiap golongan palaku punya trick andalan buat mencari untung yang masih bisa dia keruk.
Petani : dengan membasahi lahan beberapa hari sebelum pemborong panen memanen, berkomplot dengan sesama petani yang membantu panen untuk menyertakan tanah, dan seresah sebisa mungkin pada panen yan dibeli borongan sesuai beratnya Petani mndapat extra keuntungan dari bertambah berat panen diatas berat murni komoditas hasi tanamannya.
Sebaliknya pemborong panen / Penebas: Mendapat keuntungan dari potongan bobot “tara” timbangan, serta cara menimbang , memborong pada saat yang tepat dalam tawar menawar ber tansaksi.
Kejadian di satu desa di kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Petani baru belajar menanam cabe rawit, karena baru belajar, mereka menanan jenis lokal yang lebih tahan terhadap penyakit, Baru empat kali petik, kedatangan cabe rawit dari Enrekang, disana petani menanam jenis terseleksi jang lebih tahan dalam keadaan segar, karena kulitnya tebal., sedangkan jenis lokal kulitnya tipis, lebih gampang membusuk. Seketika itu pembelian cabe jenis lokal di pasar Bone berhenti, alias cabe rawit lokal tidak lsku. Pemborong bisa membeli cabe rawit lokal kemudian mengeringkannya, dijual di pasar lain wilayah, misalnya Kalimantan Tengah atau Kalimantan Timur, ikut dengan perahu layar motor..
Kejadian ini bisa terjadi karena dinamika pasar, atau direka yasa oleh pedagang perantara.,,
Lah sekarang, sampai pada rantai perdagangan yang sudah lama sekali bergerak di komoditas itu, mereka mempunyai gudang di kota kecamatan dekat kampong, atau desa dekat jalan raya, sehingga tenaga memilih dan meng-angin angin berton ton hasil pertanian bisa dikerjakan, bahkan mendinginkan dengan mesin pendingin, sehingga tahan agak lama. Gudang penyimpanan ini sangat tidak menyolok, tersembunyi dari padangan umum, rata rata ditengan kampong. Biasanya pedagang model ini mempunyai hubungan erat dengan Pejabat setempat sangat akrab dan harmonis bergaul sesama mereka, para petugas di Polsek, Pegawai Kecamatan dan Petugas Koramil. Smua dirangkul dalam berbagai kesenangan, misalnya burung brung, batu akik, berburu celeng, memiara dan mengadu ayam jago dsb. Rantai inilah yang membuat kartel dengan boss yang tidak pernah nampak sosoknya.
Sang boss biasanya dekat dengan importer baik dari Bulog atau importer yang sangat berpengalaman dalam menghadle salah satu atau beberapa komoditas pertanian pegangan mereka..
Disini mulailah jaringan yang sudah berabad abad turun temurun dengan rantai hubungan kepercayaan dagang, saling membantu meliputi seluruh Nusantara.
Kekayaan putaran uang di Kecamatan sangat mendapat penghargaan para penggede tingkat Kecamatan dan Desa, tidak ada yang salah dan melanggar hukum baik perdata maupun hukum pidana. Maka itu saling hubungan berjalan sangat harmonis antara mereka, kadangkala ada persoalan mengenai lingkungan, gangguan bau udara atau salah parkir truck, memenuhi jalan lingkungan, milik penduduk setempat dan mudah sekali diredam.
Upaya mengadakan dan menggoreng stock komoditas pangan sudah berabad abad diluar sistim, bukan diluar hukum. Sebab tidak ada hukum yang mengaturnya.
Kalau diluar sistim iya ! Artinya: Pada zaman Penjajahan, kebutuhan kaum inlander sangat minim, bumbu dapur dan sembako, minyak tanah untuk penerangan. Perdagangan umum memang diluar sistim pengendalian Penjajahan.
Komoditas pertanian pokok beras dan palawija, minyak goreng, tepung masih dapat dipenuhi dengan pertanian saat itu dengan penyediaan tanah “pasestren” dimana istri istri petani mananam sayuran ditanah yang ditinggikan ditengan sawah, di-isi dengan segala Lombok, mentimun, tomat ranti, terong, lembayung semua petani menghasilkan di “pasetren” nya, dibawa ke pasar setiap hari pasaran lima hari sekali, begitu pula ayam dan telor, guna ditukar dengan garam , minyak goreng dan minyak tanah untuk penerangan. Ini sudah dapat memenuhi tuntutan pasar.
Tapi dizaman kemerdekaan, penduduk sudah dua setengah kali lipat, juga kebutuhan sehari hari meningkat kualitasnya termasuk bumbu dan palawija, daging ayam dan telor, ikan segar atau ikan asin, merata ke desa desa. Penduduknya tambah banyak dan lebih gemar masakan dengan bumbu komplit bawang merah , bawang putih, dan cabai besar maupun cabai kecil, bumbu masak glutamate (MSG) disamping garam, lebih banyak lauk digoreng. Saat itu bersamaan dengan lenyapnya “ pasetren” Cabai, bawang merah, dan terong, tomat, mulai ditanam monokultur, didaerah tertentu secara bersama sama satu desa satu musim sampai ratusan hectare, semua untuk mengisi satu bak truck kecil. Peternakan ayam potong sampai mencapai ribuan setiap kandang yang belum pernah ada sebelumnya. Pertumbuhan cara berdagang diluar sistim dari perdagangan komoditas pangan jadi dengan cepat berkembang. Sekarang volume perputaran uang meliputi nilai yang berjumlah besar sekali, untuk cabai besar , cabai rawit, bawang merah, bawang putih bisa menuntut 15 – 20 % belanja harian setiap keluarga ! jumlah 15 -20%ini dari belaja total, tahu, tempe, atau daging ayam, ikan atau ikan asin dan telur.
Ini mengenai kepentingan umum, dengan rakyat banyak sebagai konsumen, sebab menyedot penghasilan rakyat banyak sudah nyata membekas dalam daya belinya.
Perkara penegakan hukum ? Bukan.
Ini perkara kepentingan umum, stabilitas kehidupan rakyat dipertaruhkan, dirampok semena mena oleh satu golongan pelaku dagang,. Betul betul diluar sistim Panca sila. Benar benar urusan mengatur masyarakat alias urusan policy pemerintahan– urusan Politik.
Jadi urusan ruwetnya menggoreng stock sembako adalah urusan Politik, jadi harus diurus oleh Partai Politik. Harusnya merupakan program dari Partai Politik yang terbuka. Bukan urusan Polisi.
Toh sekarang secara tertutup dan rahasia, Partai Partai politik telah menguasai cabang cabang ekonomi yang vital Negara ini, seperti semua business hulu dari minyak bhumi dan gas dikuasai sejenis PETRAL, tepat dibawah control Golkar Mohamad Raza Khalid sebagai bayangan Pak Harto, PKS mengusai daging sapi lewat Presidennya, Lutfi Hasan Ishaq, NU massanya menguasai cabai merah dan cabai rawit lewat Lemkari Ubaidah sebagai Pemimpinnya.
Masyumi menguasai BULOG, telah didesign lewat Pendirinya , Jendral Ahmad Tirtosudiro, mestinya mereka tahu betul bahwa islam melarang goreng mengoreng stock bahan pangan dan bahan keperluan sehari hari, guna menanggok keuntungan. Istilahnya Islam melarang dagag cara IHTIKAR, sejak 14 abad yang lalu.
PDI Perjuangan kepinginnya berbuka puasa , sebab selama Orde Baru, yang kebagian hanya wayangnya daripada Pak Harto saja. seperti daripada Suryadi, Yusuf Merukh dsb - kadernya banyak bergerak dibidang daripada konstruksi, sepintar Damayanti Wisnu Putranti anggauta Komisi V DPR RI kini, masih dibawah penelitian KPK, kena tangkap tangan suap. Sedangkan kita tahu bgaimana kasus Pasar Turi Surabaya Jawa Timur dengan bekas Walikota PDI P, yang berlarut larut sampai sekarang berkat kerja samanya dengan para profiteer diluar system ini.
Apa ini semacam puncak dari gunng es daripada "Petugas Partai" ? Yang jelas mereka ternyata sudah berhubungan erat dengan golongan businessmen diluar system, seperti Sonny Boy -nya pengembang pulau buatan dari marga Tan, menyelipkan diri diantara Pejabat DKI Eksekutip dan Ligislatip, membuat aturan mengentengkan mereka, untung A Hok sudah diluar Pertai pendukung, jadi dia bersih.
Jadi menjelang Pemilihan kader Partai Partai untuk calon Legislatip dan calon Eksekutip, Pusat dan Daerah, pasti sangat bisa berjanji kepada rakyat pemilih di Negeri ini untuk membantu Pak Jokowi membenahi upaya business diluar sistim yang menggurita mencekek rakyat ini. Termasuk dalam rangka REVOLUSI MENTAL - jangan keliru, bukan revolusi sosial yang sangat ditakuti, dan tidak dimengerti oleh Ny. Hillery Clinton, beliau mengajari kita untuk menjadikan swastanisasi sebagai alat utama membuat bahan pangan murah, dengan hutang dan menjual lisensi penambangan terbuka yang sangat mudah.
Polisi dalam hal ini sangat kasihan, hanya macan ompong saja. Macan lain pada bulan suci puasa dan hari raya idul fitri/lebaran, seperti FPI, tidak mengerti apa apa mengenai kenaikan harga sembako ini menyalahkan merazia pengecer lapak dan kereta dorong, kalau dibiarkan, bukan tingkah polah diluar sistim ini, karena Pimpinannya segan, wong semua ya ikut main disana.
Pelaku yang lain, penebas panen di lahan, pengecer kecil tukang sayur, selalu tergantung dari pelaku pengepul perantara diatas. Penborong panen trergantung dari Pengepul/ tenkulak dan pengecer kecil tergantung dari juragan penerima dagangan jumlah bersar atau juragan di pasar pasar. Diantara pemborong panen dan juragan di pasar, ada tangan tangan yang memainkan peranan sebagai pedagang perantara. Pedagang Perantara inilah yang memainkan peranan menentukan harga jual kepada konsumen nanti-alias cara kartel , oh rakyat, ya sudah nasibmu*)
0 comments:
Posting Komentar