4:15 PM
IDE SUBAGYO
I.
UPAYA KAUM INTELIGENSIA JAWA MEMOMPA SEMANGAT PERLAWANAN TERHADAP DOMNASI BUDAYA
PENDATANG..
Budaya asing yang disertai dengan
derajad teknologi lebih tinggi yang terikut, sangat menentukan corak
perkembangan masyarakat di Nusantara..
Memang Pulau Jawa satu pulau di untaian permata khatlistiwa ini punya ukuran yang pas untuk hunian para pedatang pada zaman teknologi
masih sangat sederhana,, yaitu zaman peerpindahan bangsa bangsa degan
skala zaman batu halus sampai zaman perunggu.
Mereka datang dari Melanesia, Polynesia dan dari anak benua India. Percampuran terjadi antara budaya setempat dan budaya pendatang
ini, dengan terpakainya bagian cara hidup yang terbaik
dari masing masing puak, dalam bertani ladang yang perpindah pindah. Petukaran
pemakaian bibit tanaman budidayanya, penemuan tumbuhan obat obatan alat alat
pertaian dan bahasanya. Maka
terbentuklah satu suku besar di pulau Jawa. Domestikasi ternak dari binatang
liar terjadi dipulau ini, penanaman
serat untuk dipintal, umbi umbian dari Polinesia taro dan yams, buah sukun, dan pisang, sayangnya di iklim tropic basah
tanaman serat kapas, mengalami arah
evolusi kelain jurusan, hinga hasil
introduksi dari tumbuhan budidayanya dari pinggir gurun jutaan
tahun yang lalu gagal, demi terciptanya serat yang halus dan
pajang, tidak bisa muncul di suasana
iklim tropic basah, meskipun dari India banyak tanaman yang
bisa beradaptasi cukup baik, jenis
padi dan buah buahan Asia seperti mangga. Pengerjaan alat alat dari perunggu dari Lembah
Mekong dan Irawadi terikut dari kebudayaan Dong song., dan lain peleburan logam. Para Paleontologic telah secara rinci
mencatat pristiwa ini, dari peninggalan mereka terdata waktu
keberadaannya pada penggalian artefak artefak dari wktu kawaktu
Yang tetinggal pada kita, orang awam adalah legenda cerita rakyat , hanya dongeng kepada anak cucu
kita, yang makin sedikit ditularkan oleh orang orang tua masa kini, karena
anaknya sibuk ngegame di androit mereka. Sedangkan para Paleontologic belum menjamahnya.
Umpama asal usul huruf Jawa. legenda Prabu
Ajisaka satrya pengelana dari Atas Angin mengalahkan Prabhu Dewata
Cengkar Raja setempat yang masih menggemari daging manusia. Bagi
orang setua saya, barangkali cerita ini sudah berhenti saya ceritakan
kepada cucu cucu saya, kerena mereka sibuk main game di computer, sebelum tidur
dan waktu libur.
Ceritanya sang Ajisaka bisa
mengusir raja setempat hanya dengan mohon bhumi selebar sorbannya, sebagai gantinya dia sanggup dibunuh dan
disantap oleh sang Raja Dewata Cengkar.
Ternyata ujung sorban yang dipegang oleh sang Dewata Cengkar dengan
cepat melebar dan memanjang, sehingga menutupi seluruh negeri sampai
ketepian jurang pantai laut Selatan yang ganas, dan sang Dewata Cengkar dikibaskan
masuk kelaut yang ganas itu, berubah jadi buaya. Sang Ajisaka menggantikan
sebagai Raja, rakyat terbebas dari jadi santapatan sang Raja. Dari cerita
sambungannya mengenai dua orang abdi setia sang Prabu
Ajisaka yang salah satu ditinggal
, ditugasi menjaga keris pusaka, satunya
lagi ditugasi mengambil keris pusaka tadi, mereka bertengkar karena mengukuhi
perintah sang Ajisaka sang satu disuruh
menjaga yang satu disuruh mengambil,
mereka berkelahi mempertahankan tugasnja masing masing dan mati bersama. Jadi bahan
tulisan Jawa: Ha, Na, Ce, Ra, Ka - Da Ta, Sa, Wa, la – Pa, Da, Ja, Ya, Nya - Ma. Ga, Ba Ta, Nga. Ini legenda cerita rakyat. Ajisaka pengelana berkebudayaan
India mewakili beratus ratus perahu bercadik yang gambarnya terukir di tembok kamadatu candi Borbudur,
mendatangkan ternak kerbau besar, sapi berponok dan pencetakan sawah padi
dengan pengairan berundag, setahun bisa dua kali panen, tidak kesulitan
memberantas gulma/rerumputan liar sawah.*)
Posted in:
0 comments:
Posting Komentar