V. UPAYA INTELIGENSIA JAWA MEMOMPA SEMANGAT. HIDUP DIBAWAH TINDASAN PENJAJAHAN
Selama itu inteligensia Jawa memompa semangat Kemandirian , kemerdekaan kepada orang Jawa, dengan gending dan ikatan tembang, dengan cerita dan dongeng, terutama lakon pewayangan kulit yang jadi alat multimedia terhadap rakyat, dengan syair syair. Bisa dilacak benang merah itu mulai dari sastrawan zaman sultan Agung sampai intelektual yang seorang raja, Pakubuwono V, pangeran dari ibu Madura, penghimpun serat Centini, peneliti keris dan lantaka Majapahit, sampai ke ki Roggowarsito, keturuan sastrawan Yosodipura dari masa Raja kerajaan Surakarta sebelumnya , Mangkunegoro IV, dengan serat Wedhotomo, Pakubuwono IV dengan serat Wulangreh, sampai ke Ki Hajar Dewantoro seorang bangsawan Jokja moderen yang namanya Raden Mas Suwardi Suryaningrat., dan Ki Mandor Klungsu yang nama aslinya Raden Mas Panji Sosrokartono, kakanda dari Raden Ajeng Kartini, pendekar pembebasan wanita kita. Mereka adalah penulis kritik dalam bentuk syair tembang dan prosa mengenai noblese oblique/ sifat ke ksatryaan yang diingkari oleh hampir semua anak bangsawan, anak Jawa dari kalangan bawah, apalagi menjamah budaya hutan karet di pulau lain,, di kurun waktu yang lampau tidak terlalu lama, kepercayaan diri bangsa, kamandiran budaya demi perlawanan kepada penjajah yang bisa menarik hati rakyat, dengan dukungannya secara total.. Terutama menkritik kebodahan kaum feodal srakah doyan suap baik dari skala Kerajaan maupun skala kampung dari Penjajah belanda dan kini dari setiap businessmen keblinger piaraan rezim terutam Orde Baru seperti yang ditingkringkan di PERTAL Mohamad Reza Kalid kekmatan hidup dibawah perlindungan kekuatan senjata.
Maka dari itu lahirlah para Pemimpin bangsa yang menjadi “founding father”bangsa ini: yang gigih dan tulus, seperti Hasyim Ashari, Ahmad Dahlan, R.M.P Sosrokartono, Ir Soekarno, Panglima Soedirman, Pak Hoegeng, Ki Hajar Dewantoro, dan masih jutaan banyaknya orang Jawa di eselon bawahnya. Mereka adalah suri teladan Perang Kemerdekaan, tanpa mementingkan diri sendiri, yang kini masih hidup menjadi Administrator kita yang masih tulus dan jujur. Dibanding dengan rata rata pimpinan masyarakat yang berasal dari budaya komoditas karet yang bernilai tinggi sebelum Perang Dunia ke II dan sesudahnya, sebelum plastic dikenal luas sebagai penggantinya.
Karena budaya komoditas karet memaksa orang orang yang menjadi kaya kaya ini hidup terpencil dan terpencar dirimba raya pinggir sungai besar sebagai pusat pengumpulan hasil karetnya. Tanpa mengenal budaya kebersamaan yang plural. Pada generasinya yang sekarang mudah sekali terperangkap dalam hidup pamer dan korupsi dimana saja, menjadi apa saja, dibidang apa saja Eksekutip, Legislatip maupun Judikatip, Kepolisian dan Kemiliteran maupaun Keagamaan dalam masyarakat kita sekarang. Berkat pembibitan Orde Baru yang sangat berhasil. Sampai Menteri Agama Suryadharama Ali kita, dihukum karena menilep dana Haji bermilyar muyar, sambil berkata dia tidak terima dihukun barang seharipun.
Alangkah hebatnya bila dijelaskan secara ilmiah, oleh para inteligensia Islam, bahwa segala ritual dalam islam itu pasti ada manfaatnya bagi manusia baik ragawi maupun ukhrowi . Jadi Ulama Islam juga mempelajari Ilamu Pengetahuan modern yang juga adhi luhung sebab didukung oleh laboratorium Labratorium dan pembahasan ilmiah lewat seminar seminar yang bebas, bukan hanya semantic Bahasa Arab yang memang Adhi luhung dan unique terlengkap di Dunia, hanya ini saja menjadi modal satu satunya dari ulama islam masa kini, sudah tidak cukup. Diperlukan keteladanan derajad rokhaniah yang unggul dan tahan uji. Tidak hanya berhaji berkali kali.
Nampaknya kebudayaan Arab masih kurang memadai untuk memperoleh peranan sebagai pelopor mengemban petunjuk dari Agama Islam, demi kehidupan yang lebih baik bangsa bangsa di dunia masa kini. Terbukti bahwa Menteri Agama yang Islamnya tidak diragukan, sampai hati telah mencuri dana haji dan uang Negara hingga dijatuhi hukuman 8 tahun*)
0 comments:
Posting Komentar