CELAKANYA
PETANI SAWAH DI PULAU JAWA.
Pulau jawa
memang sudah sangat padat, lahan sawah berpengairan, dimana saja tentu dirambah
jalan dan jembatan yang mampu menahan beban, 5 ton berat kotor ( kendaraan plus
muatan, maksudnya areal sawah berpengairan di ngarai dataran rendah itu pada zaman colonial adalah
untuk penanaman tebu. Jadi jalan dan jembatan ini untuk pengngkutan tebu ke pabrik. Dizamam jaya jayanya industry gula di pulau ini, kurang
lebih ada 250 pabrik gula (cari di google tepatnya berapa) . Setiap Pabrik disediakan tanah berpengairan 10 -15
ribu hectare, beserta tenaga kulinya: tani gogol. Untuk kuli dari desa desa seputar
pabrik, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur ( cari di google.) Petani gogol
ini dibeberi kesempatan untuk bertanam padi dan polowijo sekali dalam tahun ketiga bergiliran dengan tebu ( sistin Reynoso yang terkenal itu). Jadi lahan sawah diseputar pabrik pasti 2/3 tanama tebu milik pabrik gula berbagai umur kerena masa vegetasinya 16 bulan, dan
1/3 padi atau polowijo milik petani gogol. Petani gogol yang asli sudah banyak yang mati karerna berani menerima tanah bagian land reform 1965. Daftar dari pabrik sudah hilang. Sekarang keadaan desa desa sudah berubah, penduduknya
tambah banyak selama seratus tahun mulai berlakunya sistim ini. Sehingga di
desa desa hampur tidak ada halaman untuk menjemur gabah, jadi rumah atau tegalan dengan tenaman sepanjang tahun, yang jalanya baik untuk pabrik dan real estate, jadi menjemur gabahnya di jalan raya ( asal bukan
jalan ramai, karena gabahnya dilindas mobil/truck lari kencang hingga
beterbangan ). Hanya elite
capture desa yang mempunyai halaman sesuai dengan keperluan penjemuran gabah.
Halaman sekolah dan kantor kantor Kelurarahan Koramil Kecamatan danBansa sudah tidak memenuhi syarat, lebih sering dibuat parkir mobil Padahal untuk keperluan pengendalian hama terutama wereng dan penggerek batang padi,diperlukan tanam nyaris bersamaan pada areal yang luas ( wereng coklat bisa efektip dikendalikan bila masih dalan stadia belum bersayap, jadi tinggal di bawah,
nempel di pangkal bawah rumpun padi, mudah dikendalikan dengan sprayer ber
nozzle dua, kekiri dan ke kanan, sedang penggerek batang, bisa diberantas sejak dari pewinihannya, jadi lebih efisien mengadakan pewinihan bareng bereng). Saya sudah ribuan kali bicara tentang hal
ini, didepan para petani Bimas Inmas, jadi hafal dan bosan, hanya melayani pembaca yang bukan petani maka saya
ulangi lagi). Jadi, bila padi sudah masak, petaninya harus segera memanen
dengan di babad, dan makin terlambat makin banyak gabahnya rontog. Apa
boleh buat bila ada yang menawar, bila tidak ada pilihan antara harga penawaran dan rontognya
gabah, dan langkanya tempat untuk menjemur, pasti diberikan untuk segera dibabad Jadi, perusahaan semacam P.T. IBU dari BEKASI
yang pada musim panen padi pertama masih mempunyai stock beras ribuan ton siap edar karena sengaja
ditimbun, sampai ribuan ton, maka beras
hasil timbunan ini cukup untuk “operasi pasar” di jual di pasar pengecer disatu
wilayah besar, maksudnya "dumping" bila operasi pasar ini cukup lama misalnya seminggu dua
minggu, maka harga gabah dari lahan luas itu pasti anjlog, tanpa bisa menunggu lagi,
harus dibabat atau rontog semua. Itulah saatnya membeli gabah dengan ogah ogahan disertai dengan penawaran
yang lebih rendah, apalagi bila cuaca mendung dan hujan. Para petani yang tidak
,mempunyia jemuran gabah dan panennya hanya sedikit ( wong pemilikan rata rata
hanay 0,1 Ha per keluarga) pasti sudah tidak tahan lagi untuk segera
menjualnya kepada tengkulak sambil sangat berterima kasih, yang dicap simpatisan PKI gabahnya tidak ada yang beli. Itulah sebabnya pada
akhir operasi pasar yang dijalankan 25 tahun orde bau oleh tengkulak yang berkolusi
dengan Dolog waktu itu, hingga bu Leni Sugihat dipecat karena gudang dolognya
kosong, tengkulaknya masih mengadakan operasi pasar alias dumping harga beras
di wiliayah yang panennya bareng, si ibu ini malah dinina bobok supaya tidak ikut operasi pasar yang sesungguhnya, membeli
gabah dengan harga dasar, lho ex pejabat tinggi bank BUMN ini kok nurut, berlagak pilon, namanya
toleransi pada hoping lama (atas nasihat anak buahnya tentunya), bagitu
kayanya kartel mereka untuk guangxi seger adil dan merata., sehingga bila petani kecil sudah pasrah baru segera
menyapu bersih sawah yang gabahnya sudah tua dan sebagian sudah rontog atas
kerugian petani kecil. Begitu bu Dr Sugihat mau beli gabah dengan harga dasar,
sawah sudah besih. Di seluruh wilayah yang dari beberapa propinsi !!. Kali ini
si hoping, malah ciak kupingnya sang Ibu.
Mereka sudah begitu kaya, tidak perlu setor ke Dolog/Bolog lagi, meskipun
dengan harga dasar yang jauh lebih tinggi dari waktu harga di sawah saat
gerimis, dumping berton ton beras di pasar wilayah sawah telah berhasil seperti
biasanya selama 25 tahun, akhirnya bu Sugihat dipecat oleh menterinya Pak Jokowi.
Untungnya alhamdulillah kok Pak Tito tahu, tingkah polahnya ^PT IBU dari Bekasi ini, satu
diantara ratusan hoping Dolog diseluruh wilayah sawah se Indonesia, yang dibela
oleh ular ular biludak barisan pengacara hukum rimba dari satu puak yang
spesialis jadi pengacara persoalan semacam ini, mengunakan loophole dari Hukum
disertai dengan barisan hakim Pra dan Iminent peradilan kita, yang sudah
tersohor diseluruh dunia. Maka itu saya salut dan berdoa agar pak Tito
Karnavian bisa menembus hutan rimba peradilan konyol ini, mengantarkan para praktisi
kartel ke Penjara dan menghentikan praktek mereka jadi parasit lebih ganas dari
wereng dibidang pertanian yang sangat rentan dari praktek pemiskinan rakyat tani( merupakan 70%
penduduk Indonesia), mereka melawan
upaya Negara untuk mengentaskan petani dari kemiskinan, dan menodai upaya
mengembalikan tegaknya Panca Sila dibidang business di Negara kita. Ini namanya
ya makar Melawan upaya NKRI, ya mencuci uang, ya memperkaya diri dan orang lain, ya menghianati hoping lama dan berjasa besar.
Yang ahli demo malah giat berkampanye supaya simbok tani memakai burkah bila mereka kerja di sawah, ya nasib ,ya nasib*)
Yang ahli demo malah giat berkampanye supaya simbok tani memakai burkah bila mereka kerja di sawah, ya nasib ,ya nasib*)
0 comments:
Posting Komentar